RSUD SOREANG
KABUPATEN BANDUNG
TAHUN 2017
1
PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG
Jalan Alun-alun Utara No. 1 Soreang – 40912
Telp. (022) 5891355, 5896590, 5896591 – IGD. Fax. 5896592
SURAT KEPUTUSAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG
NOMOR : 445/887/TU
TENTANG
PEDOMAN ASSEMEN PASIEN DI RSUD SOREANG
2
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Ditetapkan di : Soreang
Pada tanggal : 29 Mei 2017
3
BAB I
DEFINISI
Rumah sakit Umum Daerah Soreang adalah organisasi yang berkiprah dalam bidang
jasa pelayanan kesehatan perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien
rumah sakit didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk profesi
maupun non profesi.
Setiap pasien yang datang ke RSUD Soreang harus dijamin aksesnya untuk
mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan, terjamin pula kontinuitas pelayanan yang didapat,
serta mendapatkan pelayanan yang terkoordinasi dan terintegrasi dari berbagai asuhan dari
para profesional pemberi asuhan pasien. Sehingga dapatlah diharapkan hasil pelayanan yang
efektif, efisien dan menjamin keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara pada kepuasan
pasien dan pemenuhan hak pasien.
Beberapa hal penting yang harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali dengan
baik kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit, mengatur pemberian
pelayanan yang efisien kepada pasien, dan melakukan rujukan ke pelayanan yang tepat baik
di dalam maupun keluar rumah sakit serta mengatur pemulangan pasien yang tepat ke rumah.
Secara garis besar ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya rumah sakit
yaitu, kelompok medis memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok keperawatan
memberikan pelayanan asuhan keperawatan, serta kelompok keteknisian medis yang
memberikan pelayanan penunjang medis, dan akhirnya adalah kelompok administrasi yang
memberikan pelayanan administrasi manajemen.
4
Pedoman ini akan membahas pengaturan apa dan bagaimana yang perlu dibuat di
rumah sakit sejak pasien menginjakkan kakinya di rumah sakit sampai pasien dipulangkan
kerumah atau dirujuk ke sarana kesehatan lain. Pada semua alur perjalanan pasien ini telah
ada standar yang ditetapkan oleh Kemenkes dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Standar
tersebut disebut standar pelayanan berfokus pasien, yang di antaranya adalah Asesmen
pasien.
Untuk itu, RSUD Soreang membuat kebijakan mengenai proses asesmen pasien
sebagai acuan standar dalam proses asesmen.
Untuk mencapai ini, rumah sakit menetapkan isi minimal dari asesmen awal medis
dan keperawatan serta asesmen lain. Juga ditetapkan kerangka waktu yang disyaratkan untuk
menyelesaikan asesmen dan pendokumentasi asesmen awal tersebut.
Selain asesmen awal medis dan keperawatan adalah penting untuk instalasi
pelayanan, kemungkinan diperlukan asesmen tambahan dari praktisi pelayanan kesehatan lain
termasuk asesmen khusus dan asesmen individual.
Semua asesmen ini harus terintegrasi dan kebutuhan pelayanan yang paling urgen
harus di identifikasi / ditetapkan. Rencana asuhan pasien harus dibuat berdasarkan data
asesmen awal ini.
Juga pada keadaan gawat darurat, asesmen awal medis dan keperawatan, dapat
dibatasi pada kebutuhan dan kondisi yang nyata. Juga apabila tidak ada waktu untuk mencatat
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap dari seorang pasien gawat darurat yang
perlu dioperasi, dibuat catatan pada diagnosis praoperatif sebelum tindakan dilaksanakan.
5
BAB II
RUANG LINGKUP
I. Acuan
II. Tujuan
B. Asesmen lanjutan
1. Asesmen lanjutan dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi respon terhadap
pengobatan dan penanganan yang diberikan.
2. Interval waktu asesmen lanjutan dilakukan tergantung kondisi pasien. Misalnya
pada pasien gawat, Asesmen lanjutan yang bertujuan melihat respon terapi
6
dilakukan dalam hitungan menit, sedangkan asesmen lain dapat dalam hitungan
hari (misal melihat respon dari antibiotik), hal ini ditetapkan dalam standar profesi
medik dan standar profesi keperawatan di RSUD Soreang.
3. Format Asesmen lanjut di RSUD Soreang meliputi SOAPI :
S (Subjective) merupakan keluhan pasien.
Ditulis di rekam medik keluhan yang relevan dengan terapi yang diberikan,
serta sebisa mungkin guna kepentingan evaluasi terapi harus menunjukkan
kuantifikasi (misalkan skala nyeri, mual sampai tidak bisa makan, atau bisa makan
tapi sedikit)
O (Objective) merupakan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
Ditulis di rekam medik hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang relevan
dalam diagnosis dan terapi yang diberikan saja.
A (Assessment) merupakan kesimpulan Asesmen.
Dituliskan di rekam medik hanya kesimpulan asesmen yang relevan
dengan rencana perubahan terapi (penambahan maupun pengurangan) atau yang
merupakan tindak lanjut dari Asesmen sebelumnya. Termasuk perubahan
diagnosis harus dituliskan.
P (Plan) merupakan kelanjutan rencana perawatan.
1. Asesmen awal gawat darurat dilakukan oleh dokter di Rumah Sakit RSUD Soreang
atau perawat yang terlatih dalam melakukan asesmen gawat darurat.
2. Asesmen gawat darurat minimal harus meliputi: riwayat singkat kejadian gawat
darurat, kesadaran, Airway, Breathing, Circulation (ABC), dan tanda vital yang
meliputi tekanan darah, nadi, dan pernapasan. Untuk Asesmen di UGD, asesmen
7
tambahan dilakukan sesuai format yang tertera di Formulir Asesmen Medik Gawat
Darurat.
3. Asesmen gawat darurat harus dilakukan maksimal dalam waktu 5 menit sejak
pasien tiba di RSUD Soreang atau mengalami kejadian gawat darurat di RSUD
Soreang.
4. Hasil asesmen gawat darurat didokumentasikan di rekam medik dalam kronologi
waktu yang jelas, dan menunjang diagnosis kerja serta penanganan yang
dilakukan.
8
pemeriksaan fisik (dan penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi
diagnosis dan terapi.
c. Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :
a. Asesmen spesialistik dilakukan sesuai format sebagai berikut :
Asesmen penyakit dalam dan bedah tidak memiliki standar khusus,
dilakukan sesuai keluhan pasien dan standar profesi.
Asesmen dental, mata, THT, obstetri & ginekologi, anak dan psikiatrik
dilakukan sesuai format yang ada di form Asesmen khusus
Asesmen pasien saraf sedikitnya meliputi : kesadaran, saraf kranial,
motorik, sensorik, otonom dan keseimbangan.
Asesmen pasien dengan kelainan jantung, paru dan penyakit dalam
lainnya harus meliputi sedikitnya inspeksi, perkusi, palpasi dan
auskultasi dari jantung, paru dan organ lainnya.
b. Dokter membubuhkan tanda tangan dan nama atau inisialnya di akhir dari
penulisan di rekam medik.
c. Asesmen medik rawat inap oleh DPJP maksimal dilakukan 24 jam sejak
admission atau lebih cepat sesuai dengan kondisi pasien.
9
yang diberikan, serta Asesmen lain (pemeriksaan penunjang) yang
dilakukan.
5. Hasil akhir Asesmen cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK PERLU
Discharge Planning.
6. Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan
trasportasi didiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga / pengampu /
penanggung jawab pasien.
a. Perencanaan pemulangan pasien PERLU dilakukan pada pasien sebagai
berikut :
Pasien yang tinggal sendiri
Pasien yang penyakitnya tidak akan sembuh total dan memerlukan
perawatan lanjutan di rumah atau di tempat lain.
Pasien dengan gangguan mental
Pasien intensive care unit , high care unit , cardiovascular care unit
Bayi prematur, cacat
Pasien yang memerlukan pembedahan.
Pasien warga negara asing yang mungkin memerlukan pemulangan ke
negara asalnya
F. Asesmen Peri Operatif
1. Asesmen peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain dengan
kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter operator
utama.
2. Asesmen pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi di
rekam medik yang minimal meiputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta
penunjang jika standar profesi medik mengharuskan demikian) harus menunjukkan
justifikasi dari tindakan operatif yang akan dilakukan.
3. Asesmen pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-masing,
dan didokumentasikan dalam rekam medik. Diagnosis pasca operasi harus
dituliskan, serta rencana penanganan pasca operasi (lihat ketentuan Asesmen
lanjutan)
4. Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana Asesmen pasien belum
dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk
mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining
dilakukan oleh unit kamar bedah.
G. Asesmen Peri Anestesi / Sedasi
1. Asesmen peri anaestesi meliputi :
a. Asesmen pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk operasi
cito dapat digabungkan dengan Asesmen pre induksi.
b. Asesmen pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi, sesaat
sebelum induksi dimulai)
c. Monitoring durante anestesi / sedasi
d. Asesmen pasca anestesi / sedasi
10
2. Asesmen peri anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi sesuai
standar ikatan dokter anestesi indonesia (IDSAI).
3. Asesmen pre-sedasi dilakukan oleh dokter / perawat yang telah mendapat pelatihan
mengenai sedasi sesuai kebijakan pelayanan anestesi & sedasi RSUD SOREANG .
Pelatihan terhadap dokter / perawat pelaksana sedasi harus sedikitnya meliputi :
a. Jenis-jenis obat sedatif dan farmakologi singkatnya.
b. Pengenalan berbagai brand / variasi obat sedasi dan kemasannya.
c. Cara pemberian obat sedasi
d. Indikasi dan Kontra Indikasi obat sedasi.
e. Efek samping dan monitoring selama pemberian sedasi
f. Penanganan efek samping dan kegawatan sehubungan dengan obat sedasi
g. Reversal agent dari obat sedasi
4. Dokter / perawat yang perlu mendapat sertifikasi pelaksana sedasi adalah :
a. Dokter UGD
b. Dokter ICU
c. Dokter Ranap / Ruangan
d. Perawat UGD
e. Perawat ICU
f. Perawat Anestesi
g. Perawat Unit lain yang bertugas memasukkan obat-obat sedatif intravena
5. Asesmen pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan didokumentasikan
dalam rekam medik secara lengkap.
6. Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana Asesmen pasien belum
dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses untuk
mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan skrining
dilakukan oleh unit kamar bedah atau unit lain yang melakukan sedasi.
H. Asesmen Kemampuan Aktivitas Harian ( Asesmen Status Fungsional)
1. Asesmen kemampuan melakukan aktivitas harian dilakukan sebagai bagian dari
Asesmen awal pasien rawat inap oleh perawat.
2. Asesmen ini perlu meliputi
a. metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien
b. apakah kondisi ruang perawatan dan atau unit ambulatory / pelayanan yang
dibutuhkan pasien sudah sesuai dengan kondisi dan kemampuan pasien.
c. Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai dengan tingkat
ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter / perawat) yang merawat
pasien ini mengetahui kebutuhan pasien akan bantuan.
Termasuk dalam Asesmen ini adalah Asesmen resiko jatuh yang akan dibahas
secara terpisah di poin berikut ini.
I. Asesmen Resiko Jatuh / Fall Risk Asesmen
1. Asesmen resiko jatuh didokumentasikan di form ASESMEN KEPERAWATAN
11
2. Asesmen resiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang ke
rumah sakit di unit rawat inap, unit gawat darurat dan unit-unit ambulatory lainnya,
sesuai tabel dibawah.
3. Asesmen ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat resiko
jatuh dari pasien.
4. Asesmen resiko jatuh diulang bila :
a. Pasien jatuh
b. Pasien menerima obat yang meningkatkan resiko jatuh (termasuk pasien post
operatif maupun tindakan lainnya)
c. Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lain.
J. Skrining & Asesmen Nyeri / Pain screening & assessment
1. Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat darurat
maupun rawat inap
2. Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri / sakit.
3. Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang melakukan
skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
4. Dokter akan melakukan Asesmen nyeri terhadap pasien, dan melakukan
penanganan nyeri sesuai standar profesi.
5. Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama setiap
harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila dalam sehari
pasien mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik)
6. Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan
didokumentasikan dalam catatan keperawatan.
7. Bila pasien mengalami nyeri atau sedang dalam terapi nyeri, maka Asesmen
dilakukan setiap sebelum pemberian obat nyeri, atau sesuai instruksi dokter.
8. Asesmen nyeri juga perlu diulang sebelum 24 jam bila :
Setelah menjalani tindakan pembedahan atau invasif lain
Jatuh
Mengeluh nyeri
K. Skrining & Asesmen Nutrisi
1. Skrining status nutrisi dilakukan oleh:
Perawat untuk pasien ambulatory
Ahli gizi untuk pasien rawat inap
2. Jika pada hasil skrining ditemukan pasien beresiko tinggi mengalami Protein Energy
Malnutrition (PEM), maka perawat atau ahli gizi yang melakukan skrining
melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
3. Dokter akan melakukan Asesmen nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana perlu
pasien akan dikonsultasikan ke dokter spesialis gizi klinik.
4. Hasil Asesmen status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien pasien
didokumentasikan dalam rekam medik.
5. Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan terapetik
berkaitan dengan status gizi pasien.
12
6. Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien rawat
inap perlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus yang dimiliki
pasien sebagai bagian dari Asesmen.
M. Skrining Psikologis
1. Screening psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan sesuai format yang
ada
2. Screening psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat inap sesuai format yang
ada.
3. Asesmen lebih lanjut oleh dokter psikiatri dilakukan atas konsultasi jika pada
Asesmen awal ditemukan indikasi untuk Asesmen lanjut.
4. Asesmen psikologi didokumentasikan dalam rekam medik.
N. Asesmen untuk korban penganiayaan
1. Korban penganiayaan adalah pasien yang mengalami tindak kekerasan fisik diluar
kemauannya
2. Kelompok yang rentan menjadi korban penganiayaan dapat anak-anak, pasangan
hidup, orang lanjut usia, dan lain lain orang yang secara sosio-ekonomi budaya dan
fisik tergantung kepada orang lain . Jika menjumpai kelompok ini, petugas harus
mewaspadai kemungkinan terjadinya penganiayaan
3. Saat menerima kasus medik yang dicurigai merupakan korban penganiayaan, maka
di samping penanganan terhadap cederanya, maka korban harus mendapat
Asesmen lebih dalam dan penanganan khusus yang meliputi :
a. Privasi pasien dari orang yang mengantar agar mereka dapat bicara bebas.
b. Bila korban anak-anak, Asesmen mungkin perlu dilakukan terhadap orang
tuanya secara terpisah, atau keluarga lain di luar orang tuanya untuk mendapat
gambaran lebih lengkap mengenai kejadiannya
c. Untuk orang lanjut usia atau yang tidak mampu mengutarakan keinginannya
sendiri, Asesmen perlu dilakukan terhadap seluruh keluarga yang ada, termasuk
orang yang sehari-hari merawat korban.
d. Asesmen terhadap kemungkinan fraktur multipel dilakukan, terutama pada
korban yang tidak dapat mengeluhkan nyeri untuk dirinya sendiri (anak kecil,
bayi maupun orang tua atau dengan kecacatan/ keterbatasan).
e. Konsultasi psikiatri dilakukan pada pasien dengan curiga korban kekerasan/
penganiayaan.
O. Asesmen pasien dengan kecurigaan ketergantungan alkohol / obat
1. Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan :
Alkohol
Nikotin
Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, and nimetazepam)
Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon)
Amfetamin& Metamfetamin
13
2. Identifikasi populasi beresiko:
Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer atau
opiat) dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/ perawat melihat
rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan pasien)
Dokter/ perawat baik UGD /rawat inap perlu juga waspada bagi pasien yang
mengeluh nyeri kronik dan “meminta” pain killer yang kuat atau meminta
peningkatan dosis.
Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang masalah obat,
alkohol maupun merokok.
Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini terjadi, maka
petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung jawab pasien yang
bersangkutan.
Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari
pertanyaan rutin untuk Medical Check Up.
3. Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai adanya
masalah ketergantungan) dapat melakukan Asesmen awal berupa pertanyaan-
pertanyaan sebagai berikut.
a. Berapa banyak merokok? Minum alkohol?
b. (Jika drug abuse: ditanya, obat apa yang digunakan? Darimana didapatkan?)
c. Sejak usia berapa?
d. Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
e. Apakah pasien sadar bahaya dan resiko dari merokok?
4. Bila ditemukan populasi berresiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater untuk
Asesmen dan penanganan lebih lanjut.
5. Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya
konseling untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting drug
users / IDUs)
6. Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medik.
P. Asesmen & penanganan pasien dengan kondisi terminal
1. Identifikasi pasien dengan kondisi terminal (sesuai dengan SK Direktur tentang End
of Life Care). Identifikasi dilakukan diseluruh unit, baik oleh dokter maupun oleh
perawat.
2. Pada pasien terminal perlu dilakukan secara khusus Asesmen mengenai kebutuhan
unik dari pasien maupun keluarga dengan mengkaji :
Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien. Dokter
berunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai bagaimana dan kapan
waktu yang sesuai untuk menyampaikan berita buruk.
Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu bentuk
pendampingan psikologis/ psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk melalui fase
denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini dapat dilakukan
dalam outpatient / inpatient setting.
14
Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di mana,
serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya (advanced
directives) yang terkait dengan penanganan pasien.
Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi, maka
langkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.
Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah sakit dan
dapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun pasien/ keluarga
dapat juga memilih untuk mengundang penasehat spiritual pilihannya sendiri
dengan menginformasikan kepada perawat ruangan (untuk inpatient).
Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat kondisi
ruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang perawatan bagi
pasien terminal dengan catatan tidak mengganggu pasien lain.
Ke-adekuatan (adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan (terutama
obat nyeri), serta Asesmen nyeri dan gejala lain yang mungkin timbul pada
pasien terminal.
3. Pasien terminal yang terpasang alat medik dan rencana akan dirawat di rumah
dengan alat medik tersebut (misalnya ventilator) perlu dikaji mengenai siapa yang
akan melakukan pengawasan terhadap pengoperasian alat medik tersebut. Edukasi
dan pelatihan terhadap pasien atau yang merawat selanjutnya perlu dilakukan
hingga dipastikan bahwa mereka mampu mengoperasikan alat medik tersebut
dengan benar.
Q. Asesmen pasien dengan gangguan kejiwaan / psychiatric disorder
1. Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.
a. Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat jalan,
rawat inap, maupun Unit Gawat Darurat.
b. Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke psikiater,
disamping penanganan kegawat daruratannya (baik medical maupun surgical)
c. Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting apapun
harus dikonsulkan ke psikiater.
d. Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa mengganggu
aktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter penanggung jawabnya.
e. Pasien dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa organic
underlying disease perlu dikonsulkan ke psikiater.
f. Pasien dengan ketergantungan zat (obat, alkohol, rokok) lihat poin 13 di atas.
2. Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
a. Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Hasan Sadikin atau RS Jiwa
b. Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat dengan
kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau dirujuk bila dinilai
ancaman bunuh dirinya tinggi, karena RSUD SOREANG tidak memiliki fasilitas
yang memadai untuk pencegahan bunuh diri.
c. Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
d. Pasien dengan kecanduan obat (lihat kebijakan di atas)
15
BAB III
TATA LAKSANA
Dengan mengacu dan berpedoman pada ketentuan diatas, Direktur RSUD Soreang
dengan surat keputusannya: Keputusan Direktur RSUD Soreang Nomor: 445/886/TU tentang
Asesmen Pasien Di Rumah Sakit Umum Daerah Soreang memberlakukan standar prosedur
operasional asesmen awal dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum,
maka diperlukan penyelenggaraan proses pemberian informasi di unit rawat inap dan rawat
jalan, pelayanan Instalasi rawat inap dan rawat jalan Rumah Sakit Umum Daerah Soreang
dapat terlaksana dengan baik.
Adapun tatacara dalam mengasesmen pasien awal sebagai berikut:
1. Dokter dan perawat menganamnesa keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit pasien
dapat diperoleh dari pasien dan keluarganya dengan menanyakan langsung kepada pasien
atau kepada keluarga pasien
2. Anamnesis meliputi: identitas pasien, sosial ekonomi tanggal dan waktu pemeriksaan,
keluhan utama, riwayat penyakit
3. Selanjutnya dokter dan perawat melaksanakan pemeriksaan fisik, psikologis (depresi,
ketakutan, agresif dan potensi menyakiti diri sendiri atau orang lain), status gizi, nyeri,
resiko jatuh, pemeriksaan penunjang, dengan cara ceklist pada lembar asesmen yang
telah disediakan
4. Kemudian dokter menetapkan diagnosis, rencana penatalaksanaan (pengobatan dan
tindakan), meminta persetujuan tindakan bila diperlukan (informed concent), agar
kebutuhan dan jenis pelayanan pasien baik kebutuhan pelayanan medis ataupun
pelayanan keperawatan sehingga pelayanan dan pengobatan dapat dimulai.
5. Semua hasil temuan dari hasil asesmen termasuk apabila ada observasi klinis , konsultasi,
spesialistik dan hasil pengobatan, didokumentasikan pada rekam medis, dicantumkan
tanggal dan waktu pemeriksaan serta ditandatangani oleh dokter pemeriksa
6. Kerangka waktu asesmen awal pasien :
a. Kerangka waktu asesmen awal pasien rawat inap dilakukan dalam waktu 24 jam
setelah pasien masuk rawat inap atau kurang dari 24 jam sesuai kondisi pasien.
1) Untuk kasus – kasus yang mengancam jiwa (life saving) dan yang dapat
menimbulkan kerusakan organ asesmen awal medis harus dilaksanakan dalam
waktu 1 x 24 jam setelah pasien dirawat untuk mendapatkan pengobatan dan
tindakan segera dari dokter sesuai dengan kompetensinya.
2) Untuk kasus – kasus non akut yang tidak mengancam jiwa (life saving) asesmen
awal medis dilakukan paling lama 2 x 24 jam setelah pasien dirawat.
b. Kerangka waktu asesmen awal medis dan keperawatan pada pasien rawat jalan
ditetapkan dalam waktu 15 sampai dengan 30 menit.
c. Kerangka waktu asesmen awal medis dan keperawatan pasien IGD dilakukan dalam
waktu 15 sampai dengan 30 menit. Apabila diperlukan pemeriksaan penunjang ataupun
konsultasi spesialistik maka asesmen dapat dilakukan dalam waktu 2 jam.
d. Kerangka waktu asesmen dari luar rumah sakit sampai pasien dirawat inap :
16
1) Kurang dari 30 hari, bagian – bagian asesmen dapat diulang atau diverifikasi
(radiologi, laboratorium dan perubahan kondisi pasien yang signifikan) dan setiap
perubahan kondisi pasien yang signifikan dicatat dalam rekam medis.
2) Lebih dari 30 hari harus diasesmen ulang.
e. Kerangka waktu asesmen lain medis dan keperawatan pada kelompok pasien tertentu
dilakukan dalam waktu kurang dari 24 jam.
7. Respon time untuk asesmen awal medis IGD adalah 5 (lima ) menit setelah pasien tiba di
IGD.
8. DPJP dapat memberikan kewenangan untuk melakukan asesmen awal dan asesmen ulang
dirawat inap kepada dokter ruangan atau dokter jaga ruangan yang sudah diatur sesuai
dengan surat perintah Direktur.
9. Apabila DPJP berhalangan untuk melakukan asesmen awal maupun asesmen ulang medis
sesuai dengan kerangka waktu yang ditentukan, maka dapat didelegasikan kepada
sesama dokter spesialis yang ada dibagiannya atau dokter ruangan.
10. Dalam hal melakukan asesmen awal dan asesmen ulang medis yang didelegasikan
kepadanya, dokter ruangan maupun dokter jaga ruangan harus melaporkan hasil asesmen
pasien kepada DPJP untuk diberikan penatalaksanaan selanjutnya oleh DPJP.
11. Pada hari libur asesmen awal medis pasien rawat inap dapat dilakukan oleh dokter
ruangan. Pada kondisi tertentu yang perlu penanganan segera maka dokter ruangan
melaporkan / mengkonsultasikan kepada dokter DPJP atau konsultasi spesialistik sesuai
kebutuhan pasien untuk pengobatan dan tindakan lebih lanjut.
12. Dokter umum yang bertugas di instalasi rawat jalan maupun instalasi rawat inap (poliklinik,
rawat inap, ICU) RSUD Soreang merupakan asisten dari dokter spesialis dibagiannya
masing – masing.
13. Asesmen ulang medis dilakukan setiap hari pada :
a. Kasus - kasus yang mengancam jiwa (life saving) dan yang menimbulkan kerusakan
organ.
b. Fase akut dari perawatan dan pengobatannya.
14. Asesmen ulang pasien rawat inap pada hari libur untuk kasus – kasus non akut yang tidak
mengancam jiwa (life saving) atau pada pasien yang sudah dalam kondisi perbaikan yang
signifikan dapat dilakukan oleh dokter ruangan.
15. Untuk pasien yang membutuhkan pelayanan berbeda (misal pasien yang membutuhkan
pelayanan lebih dari satu spesialistik) maka tiap-tiap disiplin klinis yang memberikan
pelayanan pada pasien melakukan asesmen awal masing – masing sesuai dengan
bidangnya.
16. Asesmen awal dan asesmen ulang medis dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien
(DPJP) apabila pasien mungkin menjalani banyak jenis asesmen oleh berbagai unit kerja
dan pelayanan, maka staf yang bertanggung jawab atas pasien bekerjasama menganalisis
temuan pada asesmen dan mengkombinasi informasi dalam suatu gambaran komprehensif
dari kondisi pasien.
17. Dalam asesmen awal medis rawat jalan maupun IGD, dokter menetapkan apakah pasien
membutuhkan perawatan (rawat inap), perawatan ICU, dirujuk atau dapat dipulangkan.
17
18. Dalam melaksanakan tugasnya, dokter penanggung jawab ICU dibantu oleh dokter umum
yang sudah memiliki spesifikasi pelatihan ACLS..
19. Tugas dokter intensivist / dokter spesialis / dokter di ICU.
a. Bertindak sebagai anggota tim pelayanan ICU.
b. Melaksanakan re-evaluasi pasien dan menentukan program selanjutnya bagi pasien.
c. Mengirim kembali dan menyampaikan jawaban konsultatif kepada dokter pengirim.
d. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program pelayanan ICU kepada koodinator/
penanggung jawab pelayanan ICU.
20. Tugas perawat ICU :
a. Mengelola pelayanan dan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi
pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan serta
evaluasi pada pasien ICU.
b. Bertindak sebagai anggota tim ICU disemua jenis pelayanan.
c. Melaksanakan semua program perawatan sesuai rencana keperawatan yang
disepakati oleh tim
d. Melaksanakan re-evaluasi pasien dengan mengusulkan program keperawatan
selanjutnya bagi pasien.
e. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program perawatan ICU kepada koordinator /
penanggung jawab pelayanan ICU.
21. Setelah dokter menetapkan rencana penatalaksanaan terhadap pasien, dokter harus
menjelaskan tentang indikasi dan efek samping yang mungkin timbul dari hasil pengobatan
maupun tindakan.
22. Pendokumentasian hasil asesmen medis :
a. Untuk asesmen awal medis, semua hasil asesmen didokumentasikan pada lembar/
form asesmen awal medis sesuai dengan disiplin klinis masing – masing.
b. Untuk asesmen ulang medis di dokumentasikan pada lembar terintegrasi.
23. Asesmen awal dan asesmen ulang keperawatan dilakukan oleh perawat di unit kerjanya
masing – masing sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya yang ditetapkan
secara tertulis, termasuk asesmen gawat darurat.
24. Pendokumentasian hasil asesmen keperawatan :
a. Untuk asesmen awal keperawatan rawat jalan didokumentasikan pada lembar
pengkajian awal rawat jalan.
b. Untuk asesmen awal keperawatan IGD didokumentasikan pada lembar asuhan
keperawatan IGD.
c. Untuk asesmen awal dan ulang keperawatan rawat inap didokumentasikan pada
lembar asuhan keperawatan dan lembar terintegrasi.
d. Perawat mendokumentasikan asesmen ulang setiap harinya. Semua instruksi dokter
dan perubahan yang signifikan pada pasien didokumentasikan pada lembar
terintegrasi dan asuhan keperawatan dibubuhi nama dan tandatangan/ paraf perawat
pemeriksa.
18
25. Asesmen awal keperawatan rawat jalan dilakukan dalam kerangka waktu 10 – 15 menit.
Apabila jumlah pasien yang berobat ke poliklinik dalam jumlah banyak, maka asesmen
awal disesuaikan dengan waktu kedatangan pasien dan kondisi kegawatdaruratan pasien.
26. Asesmen awal keperawatan IGD dilakukan dalam kerangka waktu 10 – 15 menit. Apabila
jumlah pasien yang datang ke IGD dalam jumlah banyak pada saat bersamaan, maka
asesmen awal disesuaikan dengan kondisi kegawatdaruratan pasien.
27. Asesmen awal keperawatan pasien rawat inap dilakukan segera setelah pasien masuk
perawatan dalam kerangka waktu 15 – 30 menit.
28. Asesmen ulang keperawatan rawat jalan (pengisian form asesmen keperawatan)
a. Untuk pasien baru : Dilakukan asesmen kembali saat pasien kontrol
pertama kali. Untuk kontrol berikutnya, asesmen
keperawatan menilai keluhan pasien, tanda – tanda
vital, tinggi badan dan berat badan. Hasil asesmen
didokumentasikan dilembar terintegrasi
b. Untuk pasien lama / kronis : Asesmen dilakukan setiap 30 hari saat pasien kontrol
berikutnya.
c. Apabila pasien mendapat pelayanan lebih dari satu poliklinik, maka tiap – tiap
perawat poliklinik melakukan asesmen dibagiannya masing – masing.
29. Asesmen ulang keperawatan rawat inap dilakukan setiap hari oleh perawat dan diulang
kembali setiap shift pergantian jaga perawat. Hasil asesmen didokumentasikan dilembar
integrasi, apabila ada hal-hal khusus misalnya perburukan, harus dilakukan asesmen
segera dan dilaporkan kepada dokter ruangan untuk tindakan lebih lanjut.
30. Perawat memberikan pelayanan lain baik kepada pasien ataupun kepada keluarganya,
diantaranya kebutuhan edukasi tentang:
a. Terdapat hambatan dalam pembelajaran, pendengaran, penglihatan, kognitif, fisik,
budaya, agama, emosi, bahasa (butuh penerjemah atau tidak)
b. Menjelaskan diagnosis dan manajemen penyakit
c. Obat – obatan
d. Diet nutrisi
e. Tindakan keperawatan
f. Rehabilitasi manajemen nyeri.
31. Dalam melakukan tindakan, perawat harus menjelaskan indikasi dilakukannya tindakan dan
kemungkinan timbulnya efek samping (misalnya, pemasangan infus, NGT, penyuntikan,
pemberian obat dan tindakan lainnya).
19