Anda di halaman 1dari 48

STATUS MEDIK BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUD KOTA BEKASI Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat

Agama Suku Bangsa Status Perkawinan Pendidikan Pekerjaan Tanggal masuk RS Anamnesa Anamnesa dilakukan pada tanggal 17 Mei 2011 secara autoanamnesa Keluhan Utama Luka di kaki kiri sejak 2 bulan SMRS. Keluhan Tambahan Pasien mengeluhkan baal, demam dan mual Riwayat Penyakit Sekarang 2 bulan SMRS kaki pasien terkena paku. Biasanya luka sembuh namun lama kelamaan semakin meluas. Awal mula terkena terasa sakit dan menjadi bengkak kemerahan yang lama-lama semakin menghitam dan tiba-tiba jari 2 & 4 lepas dan tidak terasa sakit. Pasien sudah berobat ke dokter dan didiagnosa DM tipe 2 dan dapat obat DM yang tidak pasien ketahui namanya dan juga diberi antibiotik. Pasien memiliki riwayat DM sejak 2 tahun yang lalu, tidak pernah kontrol ke dokter. Sejak 1 tahun yang lalu sering terasa baal pada kaki dan tangan dan dirasakan hilang timbul. Riwayat kesemutan disangkal oleh pasien.
1

: Tn. S : 48 tahun : laki-laki : Jalan lapangan Bola RT 4/RW 1 No.22 : Islam : Jawa : Sudah menikah : SMA : Buruh : 11 Mei 2011

Sejak 1 minggu SMRS pasien juga merasa demam tinggi yang naik turun disertai mual, muntah (-) , riwayat maag (+), buang air kecil menjadi lebih banyak dari biasanya, buang air besar normal.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya Riwayat DM (+) tidak terkontrol Riwayat hipertensi disangkal Riwayat asma disangkal Riwayat maag (+) Riwayat PJK disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pasien tidak pernah ada menderita pernah sakit yang sama. Riwayat kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal.

Riwayat Kebiasaan Sehari-hari

Pasien memiliki riwayat merokok Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal oleh pasien Riwayat mengkonsumsi obat-obatan disangkal oleh pasien

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 17 Mei 2011 STATUS GENERALIS Keadaan umum
2

Kesadaran Kesan sakit Status gizi

: Compos Mentis, GCS 15 : Tampak sakit sedang : Berat badan 60 kg Tinggi badan 167 cm BMI = 21,5 (normal)

Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan Kepala Normocephali Wajah Bentuk simetris, tidak ada hemiparesis, tidak ada fasies tertentu Mata Conjunctiva anemis +/+ Sklera ikterik -/Pupil bulat isokor 3mm, tepi rata Reflex cahaya langsung +/+ Reflex cahaya tidak langsung +/+ Oedem palpebra (-/-) Telinga Bentuk normotia Nyeri tekan tragus -/Nyeri tekan mastoid -/: 110/70 mmHg : 80x/menit : 36,6oC : 18x/menit

Hidung Deviasi septum -/Sekret -/Mukosa hiperemis -/3

Sinus paranasal : tidak ada nyeri tekan di sinus paranasal Mulut Bibir: bentuk normal, simetris, warna merah muda, tidak kering, tidak pecah-pecah, tidak sariawan, tidak pucat, tidak sianosis Gigi dan gusi : gigi geligi lengkap Lidah: bentuk normal, simetris, tidak ada deviasi, permukaan bersih, tidak kotor, tepi tidak hiperemis Uvula : letak di tengah, tidak tremor, tidak hiperemis, tidak membesar Faring : tidak hiperemis Tonsil : T1-T1 tenang Leher Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, benjolan (-), tidak ada deviasi trakea

Palpasi : benjolan (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), trakea letak di tengah simetris, JVP 5-2 cmH2O, kaku kuduk (-)

Thorax Paru-paru Inspeksi Bentuk dada normal, simetris, gerak toraks pada pernafasan simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak ada retraksi. Tipe pernapasan abdominotorakal. Palpasi Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian yang tertinggal, vokal fremitus simetris pada kedua hemithorax Perkusi Sonor pada kedua hemithorax, tidak ada nyeri ketuk, Auskultasi Suara napas vesikuler simetris
4

Ronchi -/Wheezing -/Jantung Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS VI 1 cm lateral midclavicularis kiri Palpasi Ictus cordis teraba di ICS VI 1 cm lateral midclavicularis kiri Perkusi Batas jantung kanan pada garis sternalis kanan setinggi ics III-IV-V, batas bawah jantung setinggi ics VI 1 cm lateral garis midklavikularis kiri, batas atas jantung ICS III linea sternalis kiri Auskultasi Bunyi jantung 1 dan 2 reguler Murmur (), Gallop () Abdomen Inspeksi Bentuk simetris, datar Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak efloresensi, roseola spot (-), caput medusae (-). Umbilikus normal, tidak menonjol Palpasi Teraba supel, defense muscular (-), tidak teraba benjolan, terdapat nyeri tekan pada epigastrium, nyeri lepas (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien, ballotemen ginjal kanan dan kiri (-), undulasi (-) Perkusi Timpani di seluruh lapangan abdomen, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-), CVA -/Auskultasi Bising usus (+) normal Ekstremitas Inspeksi
5

Bentuk normal, ukuran proporsional terhadap tubuh, tidak ada deformitas, simetris kanan dan kiri. Tidak sianosis, tidak ikterik, tidak ada efloresensi yang bermakna, tidak ada edema, palmar eritem (-), pembengkakan sendi (-) Palpasi Suhu hangat, normal, tidak ada edema, kelembaban cukup Refleks biseps : (+/+), refleks triseps (+/+) Status lokalis pedis sinistra Look: Feel: Nyeri tekan (+) pada plantar pedis Dorsum pedis terdapat ulcus berbentuk bulat dengan diameter 5cm Plantar pedis terdapat ulcus berbentuk bulat dengan diameter 7cm Digiti 2&4 amputasi

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 11 Mei 2011 Jenis Pemeriksaan Laju endap darah Lekosit Basofil Eosinofil Batang Segment Limfosit Monosit Hasil 160 mm 18100 uL 0% 1% 2% 74% 22% 1%
7

Nilai normal 0-10 5000-10000 <1 1-3 2-6 52-70 20-40 2-8

Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit Protein total Albumin Globulin SGOT SGPT Alkali phospat Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek Ureum Kreatinin Kolesterol total Trigliserida Glukosa darah sewaktu Natrium Kalium Clorida

2,71 juta/uL 7,8 g/dL 23.3% 86 fL 28,8 pg 33,5% 428000 uL 7,59 g/dL 2,37 g/dL 5,22 g/dL 57 U/L 56 U/L 324 U/L 0,41 mg/dL 0,17 mg/dL 0,24 mg/dL 13 mg/dL 0,95 mg/dL 129 mg/dL 88 mg/dL 186 mg/dL 130 mmol/L 4,3 mmol/L 95 mmol/L

4-6 13-17,5 40-54 82-92 27-32 32-37 150-400 6,6-8,0 3,5-4,5 1,5-3,0 <37 <41 50-190 <1,2 <0,6 <0,8 20-40 0,5-1,5 <200 <160 60-110 135-145 3,5-5,0 94-111

Rontgen Thorax PA 11 Mei 2011

Skeletal normal Cor sinuses dan diafragma normal Pulmo: corakan normal Tak tampak infiltrat Kesan: thorax normal

Resume Pasien seorang laki-laki usia 48 tahun datang dengan keluhan luka pada kaki kiri sejak 2 bln SMRS. Awal mula tertusuk paku, makin lama meluas dan menghitam. Jari 2 dan 4 lepas tidka terasa sakit. Riwayat DM (+) sejak 2 tahun yang lalu tidak terkontrol. Baal pada kaki (+). Demam sejak 1 minggu SMRS naik turun, mual (+), riwayat maag (+). Dari pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, suhu 36,6C, RR 18 kali per menit. Mata CA +/+. Palpasi abdomen didapat nyeri tekan epigastrium (+). Pada status lokalis pedis sinistra: Terdapat ulcus pada dorsum pedis diameter 5cm
9

Terdapat ulcus pada plantar pedis diameter 7cm Amputasi digiti 2 dan 4 sinisrta

Diagnosa Kerja Foot diabetikum Diabetes mellitus tipe 2 Pemeriksaan penunjang anjuran Hba1C

Penatalaksanaan

Ceftriaxone 2x1 Ranitidine 2x1 Debridement ulcus

Prognosis Ad Vitam Ad functionam Ad sanationum : Ad Bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam

FOLLOW UP HARIAN
10

Kamis 12 Mei 2011 PH: 1 Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual 3. Demam 4. Anemia Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: 2 bulan SMRS kaki kiri pasien tertusuk paku. Awal mula terasa sakit dan merah bengkak. Lama kelamaan semakin meluas dan menghitam lalu tiba-tiba jari 2 dan 4 lepas dan tidak terasa sakit. Riwayat DM tidak terkontrol sejak 2 tahun yang lalu. Saat awal terkena pasien hanya membersihkannya dan memberi betadine O: TD 110/70 mmHg N 80 x/menit S 36,6C RR 18 x/menit Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm Ulcus plantar pedis diameter 7cm Amputasi digiti 2 dan 4 LAB: GDS 186 A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : ulangi GDS, GDP dan GDPP
11

OHO Ganti verban tiap hari Konsul bedah 2. Mual S: sejak 1 minggu SMRS pasien merasa mual, tidak disertai muntah. Riwayat maag(+) O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+) A: dispepsia P: ondancentron ranitidine 3. Demam S: demam tinggi sejak 2 minggu yang lalu. Naik turun, dan hari ini sudah tidak dirasakan. Pasien tidak pernah minum obat penurun panas namun panas hilang sendiri O: TD 110/70 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36,6C, RR 18x/mnt, LAB: lekosit: 18100 A: demam teratasi 4. Anemia S: riwayat perdarahan (-), keluhan (-) O: CA+/+, LAB: Hb: 7,8 A: Anemia P: cek Hb ulang, transfusi PRC 300cc

Jumat 13 mei 2011


12

PH: 2 Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual 3. Demam 4. Anemia Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: O: pasien masih merasakan sakit pada kaki kirinya TD 100/70 mmHg N 80 x/menit S 36C RR 16 x/menit Pedis sinistra: L: terbalut verban Rembesan darah / pus (-) F: Nyeri tekan (+) pada plantar pedis LAB: GDS 186 A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : Ulangi GDS, GDP dan GDPP Injeksi metronidazole Ganti verban 3x tiap hari 2. Mual S: Pasien masih merasakan mual, muntah (-)
13

O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+) A: dispepsia P: ondancentron 3. Demam S: demam sudah tidak dirasakan lagi O: TD 100/70 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36C, RR 16x/mnt, LAB: lekosit: 17500 A: demam teratasi 4. Anemia S: pasien merasa lemas O: CA+/+, LAB: Hb: 8,0 hematokrit 24,8 trombosit 410000 A: Anemia P: cek Hb ulang, transfusi PRC 300cc Sabtu 14 mei 2011 PH: 3 Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual 3. Demam 4. Anemia 5. Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: pasien merasakan sakit pada kaki kirinya
14

O:

TD 110/60 mmHg N 84 x/menit S 36,4C RR 16 x/menit Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm Ulcus plantar pedis diameter 7cm Amputasi digiti 2 dan gangren digiti 4 LAB: GDP 158, GD2PP 276

A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : ulangi GDS, GDP dan GDPP Injeksi metronidazole Ganti verban tiap hari 3x sehari 2. Mual S: pasien masih merasakan mual, muntah (-) O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+) A: dispepsia P: ondancentron 3. Demam S: demam sudah tidak dirasakan lagi O: TD 110/60 mmHg, N: 84x/mnt, S: 36,4C, RR 16x/mnt A: demam teratasi 4. Anemia S: pasien merasa lemas
15

O: CA+/+, LAB: Hb: 8,0 A: Anemia P: cek Hb ulang, transfusi PRC 300cc Senin 16 mei 2011 PH: 5 Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual 3. Demam 4. Anemia Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: O: pasien merasa sakit pada kaki kirinya TD 110/70 mmHg N 80 x/menit S 36,6C RR 18 x/menit Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm Ulcus plantar pedis diameter 7cm Amputasi digiti 2 dan 4 LAB: Glukosa kurva harian 06: 204 Glukosa kurva harian 11: 294 Glukosa kurva harian 17: 257
16

A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : ulangi GDS, GDP dan GDPP Injeksi metronidazole Ganti verban tiap hari 3x sehari 2. Mual S: pasien masih merasa mual, muntah (-) O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+) A: dispepsia P: ondancentron 3. Demam S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi O: TD 110/70 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36,6C, RR 18x/mnt, LAB: lekosit: 14900 A: demam teratasi 4. Anemia S: pasien merasa lemas O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5 A: Anemia P: cek Hb ulang Selasa 17 mei 2011 PH: 6 Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual
17

3. Demam 4. Anemia Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: O: kaki kiri dirasakan masih sangat nyeri TD 120/80 mmHg N 80 x/menit S 36,6C RR 20 x/menit Pedis sinistra: L: terbalut verban, rembesan darah (+) / pus (-) F: nyeri tekan (+) pada plantar pedis A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : ulangi GDS, GDP dan GDPP Injeksi metronidazole Ganti verban tiap hari 3x sehari

2. Mual S: mual sudah berkurang, muntah (-) namun nyeri ulu hati masih dirasakan O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+) A: dispepsia P: ondancentron 3. Demam S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi
18

O: TD 120/80 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36,5C, RR 20x/mnt, A: demam teratasi 4. Anemia S: pasien merasa lemas O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5 A: Anemia P: cek Hb ulang, perbaikan asupan gizi Rabu 18 mei 2011 PH: 7 Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual 3. Demam 4. Anemia 5. Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: O: pasien merasa sakit pada kaki kirinya TD 100/70 mmHg N 84 x/menit S 36,7C RR 20 x/menit Pedis sinistra: L: terbalut verban, gangren digiti IV pedis sinistra
19

LAB: Glukosa kurva harian 06: 115 Glukosa kurva harian 11: 180 Glukosa kurva harian 17: 200 A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : ulangi GDS, GDP dan GDPP Injeksi metronidazole Ganti verban tiap hari 3x sehari 2. Mual S: pasien masih merasa mual, muntah (-) O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+) A: dispepsia P: ondancentron 3. Demam S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi O: TD 100/70 mmHg, N: 84x/mnt, S: 36,7C, RR 20x/mnt, A: demam teratasi 4. Anemia S: pasien merasa lemas O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5 A: Anemia P: cek Hb ulang Kamis 20 mei 2011 PH: 8
20

Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual 3. Demam 4. Anemia Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: O: pasien merasa sakit pada kaki kirinya TD 100/60 mmHg N 82 x/menit S 36,4C RR 20 x/menit Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm Ulcus plantar pedis diameter 7cm Amputasi digiti 2 dan 4 LAB: GDS: 239, GDP: 84 A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : ulangi GDS, GDP dan GDPP Injeksi metronidazole Ganti verban tiap hari 3x sehari 2. Mual S: mual sudah berkurang, muntah (-) O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+)
21

A: dispepsia P: ondancentron 3. Demam S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi O: TD 100/60 mmHg, N: 82x/mnt, S: 36,4C, RR 20x/mnt, LAB: lekosit: 16300 A: demam teratasi 4. Anemia S: pasien merasa lemas O: CA+/+, LAB: Hb: 9,9 hematokrit 30,0 eritrosit 3,58 A: Anemia P: cek Hb ulang, perbaiki asupan gizi

Jumat 21 mei 2011 PH: 9 Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual 3. Demam 4. Anemia Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: O: pasien merasa sakit pada kaki kirinya TD 110/70 mmHg
22

N 80 x/menit S 36,6C RR 18 x/menit Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm Ulcus plantar pedis diameter 7cm Amputasi digiti 2 dan 4 A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : ulangi GDS, GDP dan GDPP Injeksi metronidazole Ganti verban tiap hari 3x sehari

2. Mual S: pasien masih merasa mual, muntah (-) O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+) A: dispepsia P: ondancentron 3. Demam S: demam sudah tidak dirasakan pasien lagi O: TD 110/70 mmHg, N: 80x/mnt, S: 36,6C, RR 18x/mnt, LAB: lekosit: 14900 A: demam teratasi 4. Anemia S: pasien merasa lemas O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5
23

A: Anemia P: cek Hb ulang Sabtu 22 mei 2011 PH: 10 Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual 3. Anemia Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: O: pasien merasa sakit pada kaki kirinya TD 100/60 mmHg N 80 x/menit S 36,6C RR 18 x/menit Pedis sinistra: Ulcus dorsum pedis diameter 5cm Ulcus plantar pedis diameter 7cm Amputasi digiti 2 dan 4 A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : ulangi GDS, GDP dan GDPP Injeksi metronidazole Ganti verban tiap hari 3x sehari 2. Mual
24

S: pasien masih merasa mual, muntah (-) O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+) A: dispepsia P: ondancentron 3. Anemia S: pasien merasa lemas O: CA+/+, LAB: Hb: 9,6 hematokrit 29,5 A: Anemia P: cek Hb ulang Senin 24 mei 2011 PH: 12 Daftar masalah 1. Luka pada kaki kiri 2. Mual 3. Anemia Pembahasan masalah 1. Luka pada kaki kiri S: O: pasien merasa sakit pada kaki kirinya TD 110/70 mmHg N 82 x/menit S 36C RR 20 x/menit Pedis sinistra: L: tertutup verban, rembesan darah dan pus (-)
25

F: nyeri tekan (+) LAB: Glukosa kurva harian 06: 145 Glukosa kurva harian 11: 146 Glukosa kurva harian 17: 197 A: Gangren dan Ulcus pedis DM P : ulangi GDS, GDP dan GDPP Injeksi metronidazole Ganti verban tiap hari 3x sehari Homolog 2 x 15 2. Mual S: pasien masih merasa mual, muntah (-) O: abdomen nyeri tekan epigastrium(+) A: dispepsia P: ondancentron 3. Anemia S: pasien merasa lemas O: CA+/+, LAB: Hb: 9,9 hematokrit 30,3 trombosit 469000 A: Anemia P: cek Hb ulang, perbaikan asupan gizi

26

Tinjauan Pustaka

Pendahuluan
Pada tahun 1988, Raven menunjukkan konstelasi faktor risiko pada pasien-pasien dengan resistensi insulin yang dihubungkan dengan peningkatan penyakit kardiovaskular yang disebutnya sebagai sindrom X. Selanjutnya, sindrom X ini dikenal sebagai sindrom resistensi insulin dan akhirnya sindrom metabolik1. Menurut National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High blood Cholesterol in Adults Treatment Panel III (NCEP ATP III)) tahun 2001, sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun nonlipid yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner, yang terdiri atas obesitas sentral, dislipidemi aterogenik (kadar trigliserid tinggi dan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL) rendah), hipertensi, dan glukosa plasma yang abnormal (lihat tabel 4). Keadaan tersebut di atas berhubungan erat dengan suatu kelainan sistemik yang dikenal sebagai resistensi insulin . Resistensi insulin adalah suatu gangguan respons biologis terhadap insulin, dengan akibat kebutuhan insulin tubuh meningkat sehingga terjadi hiperinsulinemi untuk mempertahankan kadar glukosa plasma agar tetap dalam batas normal . Resistensi insulin berkaitan erat dengan obesitas, khususnya dengan penimbunan jaringan lemak

27

abdominal atau obesitas sentral . Beberapa keadaan resistensi insulin seperti sindroma ovari polikistik, terapi glukokortikoid, atau kehamilan tidak termasuk sindroma metabolik Resistensi insulin terjadi beberapa dekade sebelum timbulnya penyakit diabetes mellitus dan kardiovaskular lainnya. Sedangkan sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik adalah kumpulan gejala yang menunjukkan risiko kejadian kardiovaskular lebih tinggi pada individu tersebut. Resistensi insulin juga berhubungan dengan beberapa keadaan seperti hiperurisemia, sindrom ovarium polikistik dan perlemakan hati non alkaholik1. Di Amerika Serikat, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia > 20 tahun sebesar 25% dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemi sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di Depok (2001) menunjukkan prevalensi sindrom metabolik menggunakan kriteria National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat pada 25.7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo1 (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas >25 kg/M2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan Depok yaitu 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (54,4%). Laporan sehingga terjadi peningkatan produksi trigliserida. Namun studi pada manusia dan hewan menunjukkan bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati1.

Definisi
Menurut National Cholesterol Education Programs Adult Treatment Panel III atau NCEP: ATP III, sindrom metabolik diidentifikasikan sebagai faktor resiko multipel yang dapat menyebabkan seseorang terkena penyakit kardiovaskular (CVD) sehingga membutuhkan perhatian klinisi secara lebih2. Komunitas kardiovaskular telah merespon dengan memberikan perhatian dan rasa tertarik yang tinggi. Kriteria ATP III untuk sindrom metabolik berbeda dengan kriteria-kriteria sindrom metabolik yang dibuat oleh organisasi lain. Akibatnya National Heart, Lung and Blood institute berkolaborasi dengan American Heart Association mengadakan sebuah konferensi untuk membahas masalah-masalah scientific yang
28

berhubungan dengan definisi sindrom metabolik2. Bukti-bukti scientific yang berhubungan dengan sindrom metabolik telah dibahas dan berdasarkan dari beberapa perspektif2. 1. Major clinical outcome 2. Komponen metabolik 3. Patogenesis 4. Kriteria klinis untuk diagnosa 5. Resiko untuk clinical outcome 6. Intervensi terapeutik

Epidemiologi
Angka prevalensi dari sindrom metabolik bervariasi diseluruh dunia, merefleksikan usia dan etnik dari populasi yang di teliti dan kriteria diagnostik diterapkan. Pada umumnya, angka prevalensi sindrom metabolik meningkat sesuai dengan usia. Angka prevalensi tertinggi yang pernah dicatat berada pada benua Amerika, dengan hampir 60% wanita dengan usia 45-49 tahun dan 45% pria dengan usia 45-49 tahun sesuai dengan kriteria yang ditetapkan NCEP: ATP III. Di amerika serikat sindrom metabolik jarang terdapat pada pria keturunan afrika amerika tapi lebih sering terjadi pada wanita keturunan meksiko amerika. Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III, prevalensi terjadinya sindrom metabolik di Amerika Serikat, diukur berdasarkan faktor usia adalah 34% untuk pria dan 35% untuk wanita3. Di Perancis penelitian yang dilakukan pada orang-orang berusia 3064 tahun menunjukkan prevalensi < dari 10% untuk tiap jenis kelamin, meskipun terdapat prevalensi 17,5% pada rentang usia 60-64 tahun. Kemajuan dunia industri di seluruh dunia dihubungkan dengan peningkatan angka obesitas, yang harus diantisipasi dengan peningkatan angka sindrom metabolik terutama pada orang-orang tua, terlebih lagi peningkatan prevalensi dan tingkat keparahan obesitas pada anak-anak membuat kemungkinan angka kejadian terjadinya sindrom metabolik pada usia muda menjadi meningkat3. Frekuensi distribusi dari 5 komponen sindrom metabolik di Amerika Serikat (NHANES III) dapat diliat pada tabel dibawah ini. Peningkatan lingkar pinggang banyak terdapat pada wanita dimana kadar trigliserida puasa >150 mg/dl sedangkan hipertensi banyak terdapat pada pria3.
29

50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 L kar ing Ping ang g TG 1 50 Penurunan Hipertensi Glukosa K adar HDL

Pria W anita

Faktor resiko
1. Overweight / obesitas Meskipun deskripsi pertama kali sindrom metabolik baru ditemukan pada awal abad ke 21, epidemi kelebihan berat badan atau obesitas telah menjadi faktor pemicu untuk dilakukannya penelitian terhadap sindrom metabolik lebih lanjut lagi. Deposit lemak menjadi kunci utama pada sindrom metabolik ini, yang merefleksikan fakta bahwa prevalensi sindrom metabolik ini diperkuat oleh adanya hubungan antara lingkar perut dan peningkatan deposit lemak3. Namun, disamping pentingnya faktor obesitas, pasien dengan berat badan normal juga memiliki kemungkinan terjadinya resistensi insulin dan akhirnya terjadi sindrom metabolik. 2. Gaya hidup yang salah Kurangnya aktifitas fisik seseorang dapat dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya cardiovascular dissease dan juga kemungkinan kematian. Banyak komponen dari metabolik sindrom yang dihubungkan dengan gaya hidup yang salah, termasuk diantaranya peningkatan deposit lemak (terutama di perut); penurunan kadar kolesterol HDL; peningkatan kadar trigliserida; peningkatan tekanan darah; dan juga peningkatan kadar glukosa dalam darah3. Bila dibandingkan antara seseorang yang menonton televisi atau menonton video atau bekerja menggunakan komputer < 1 jam
30

per hari, dengan seseorang yang menonton televisi atau menonton video atau bekerja menggunakan komputer > 4 jam per hari maka orang kebiasaan menonton televisi atau menonton video atau bekerja menggunakan komputer lebih dari 4 jam per hari memiliki kemungkinan 2x lebih besar untuk terkena sindrom metabolik3. 3. Usia Angka kejadian sindrom metabolik pada populasi di Amerika Serikat, 44% terjadi pada orang-orang dengan usia 50an3. Pada rentang usia ini angka kejadian sindrom metabolik lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Faktor usia ini juga memiliki pengaruh yang sama terhadap prevalensi munculnya sindrom metabolik ini di negara-negara lain di seluruh dunia. 4. Diabetes Mellitus Faktor diabetes mellitus ini terdapat pada kriteria NCEP dan International Diabetes Foundation (IDF) tentang definisi sindrom metabolik. Diperkirakan mayoritas besar 75% pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance (IGT) memiliki sindrom metabolik. Pada populasi yang mengidap diabetes melitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance (IGT) yang disertai dengan sindrom metabolik memiliki angka prevalensi yang tinggi terhadap terjadinya cardiovascular dissease dibandingkan dengan populasi yang mengidap diabetes mellitus tipe 2 atau impaired glucose tolerance (IGT) yang tidak disertai dengan sindrom metabolik3. 5. Penyakit Jantung Koroner (PJK) Angka prevalensi dari pasien metabolik sindrom dengan penyakit jantung koroner adalah 50%, dengan prevalensi sebesar 37% pasien mengalami penyakit jantung koroner yang prematur (usia kurang dari 45 tahun), biasanya terdapat pada wanita. Dengan perawatan jantung yang baik disertai dengan perubahan gaya hidup (misalnya nutrisi yang baik, olahraga teratur, penurunan berat badan, dan pada beberapa kasus menggunakan agen farmakologis) maka prevalensi dari sindrom metabolik dapat diturunkan3.

6. Lipodistrofi
31

Gangguan lipodistrofi pada umunya dihubungkan dengan metabolik sindrom. Ada yang secara genetik misalnya Berardinelli-Seip congenital lipodystrophy, Dunnigan familial partial lipodystrophy atau didapat misalnya lipodistrofi pada pasien-pasien HIV yang diberikan terapi antiretroviral dapat membentuk lipodistrofi yang dapat meningkatkan tingkat keparahan resistensi insulin dan banyak lagi komponen sindrom metabolik3.

Etiologi
Resistensi insulin Hipotesis yang paling dapat diterima dan dapat menyatukan patofisiologi dari sindrom metabolik adalah resistensi insulin yang disebabkan oleh kelainan dalam cara kerja insulin. Onset dari resistensi insulin dimulai dari hiperinsulin postprandial, diikuti oleh hiperinsulin puasa dan akhirnya hiperglikemia. Hipotesis stres oksidatif menyediakan teori pemersatu untuk penuaan dan kecenderungan untuk sindrom metabolik. Dalam studi yang dilakukan pada subyek insulin tahan dengan obesitas atau diabetes tipe 2, pada anak pasien dengan diabetes tipe 2, dan pada orang tua, defek telah diidentifikasi dalam fosforilasi oksidatif mitokondria, menyebabkan akumulasi trigliserida dan lemak terkait molekul dalam otot3. Akumulasi lipid dalam otot dikaitkan dengan resistensi insulin. Peningkatan lingkar pinggang Lingkar pinggang merupakan komponen penting dari kriteria diagnostik yang paling baru dan sering digunakan untuk sindrom metabolik. Namun, dengan mengukur lingkar pinggang sulit untuk membedakan antara pinggang besar akibat peningkatan jaringan adiposa subkutan atau lemak visceral, perbedaan ini memerlukan pemeriksaan CT atau MRI3. Dengan peningkatan jaringan adiposa viseral, FFA yang diturunkan dari jaringan adiposa diarahkan ke hati. Di sisi lain, peningkatan produk subkutan perut lipolisis melepaskan lemak ke dalam sirkulasi sistemik dan menghindari dampak yang lebih langsung pada metabolisme hati. peningkatan relatif pada jaringan adiposa viseral versus subkutan dengan lingkar pinggang meningkat di Asia dan Asia India dapat menjelaskan prevalensi yang lebih besar dari sindrom dalam populasi ini dibandingkan dengan laki-laki Afrika-Amerika di lemak subkutan
32

yang dominan. Hal ini juga mungkin bahwa lemak viseral adalah penanda untuk, tetapi bukan sumber, kelebihan FFA postprandial dalam obesitas. Dislipidemia Secara umum, FFA fluks ke hati terkait dengan peningkatan produksi apoB mengandung, lipoprotein kaya trigliserida densitas sangat rendah (VLDL). Pengaruh insulin pada proses ini adalah rumit, tetapi hipertrigliseridemia adalah pertanda yang sangat baik dari kondisi resistensi insulin. Gangguan lipoprotein besar lainnya pada sindrom metabolik adalah pengurangan kolesterol HDL. Penurunan ini merupakan konsekuensi dari perubahan dalam komposisi HDL dan metabolisme. Di hadapan hipertrigliseridemia, penurunan kadar kolesterol HDL merupakan konsekuensi mengurangi kadar kolesterol ester dari inti lipoprotein dalam kombinasi dengan perubahan kolesterol ester transfer protein-dimediasi dalam trigliserida membuat partikel yang kecil dan padat. Perubahan komposisi lipoprotein juga hasil dalam clearance peningkatan HDL dari peredaran. Hubungan perubahan ini di HDL untuk resistensi insulin cenderung tidak langsung, terjadi dalam konser dengan perubahan metabolisme lipoprotein kaya trigliserida. Selain HDL, LDL juga dimodifikasi dalam komposisi. Dengan puasa trigliserida serum> 2.0 mM (~ 180 mg / dL), hampir selalu dominasi small dense LDL. LDL kecil padat dianggap lebih aterogenik. Mereka mungkin menjadi racun bagi endothelium, dan mereka mampu transit melalui membran basal endotel dan mematuhi glukosaminoglikan. Mereka juga telah meningkatkan kerentanan terhadap oksidasi dan selektif terikat pada reseptor scavenger pada makrofag monosit yang diturunkan. Subyek dengan peningkatan partikel LDL kecil padat dan hipertrigliseridemia juga telah meningkatkan kadar kolesterol baik subfraksi VLDL1 dan VLDL2. Partikel ini relatif kolesterol VLDL yang kaya juga dapat berkontribusi terhadap risiko aterogenik pada pasien dengan sindrom metabolik3. Intoleransi glukosa Defek insulin memimpin aksi untuk penekanan gangguan produksi glukosa oleh hati dan ginjal dan berkurangnya serapan dan metabolisme glukosa dalam jaringan yang sensitif terhadap insulin, yaitu, otot dan jaringan adiposa. Hubungan antara glukosa puasa terganggu (IFG) atau toleransi glukosa terganggu (IGT) dan resistensi insulin ini didukung oleh studi pada manusia, primata bukan manusia, dan binatang pengerat.
33

Untuk mengimbangi defek dalam cara kerja insulin, sekresi insulin dan / atau izin harus diubah untuk mempertahankan euglycemia. Akhirnya, mekanisme kompensasi ini gagal, biasanya karena defek pada sekresi insulin, sehingga dalam penyelesaian dari IFG dan / atau IGT untuk DM3. Hipertensi Hubungan antara resistensi insulin dan hipertensi telah dapat dimengerti. Paradoksnya, dalam kondisi fisiologis normal, insulin merupakan vasodilator dengan efek sekunder pada reabsorpsi natrium di ginjal. Namun, dalam pengaturan resistensi insulin, efek insulin vasodilatory hilang, tetapi efek ginjal pada reabsorpsi natrium tetap ada. Reabsorpsi natrium meningkat pada ras Kaukasian dengan sindrom metabolik tetapi tidak di Afrika atau Asia. Insulin juga meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik, efek yang juga dapat dipertahankan dalam pengaturan dari resistensi insulin. Akhirnya, resistensi insulin ditandai oleh penurunan jalur-spesifik di sinyal phosphatidylinositol 3-kinase. Dalam endotelium, ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara produksi oksida nitrat dan sekresi endotelin-1, yang menyebabkan aliran darah menurun3. Meskipun mekanisme yang provokatif, ketika tindakan insulin dinilai oleh tingkat insulin puasa atau oleh Homeostasis Model Assessment (HOMA), resistensi insulin memberikan kontribusi hanya sedikit untuk peningkatan prevalensi hipertensi pada sindrom metabolik. Proinflammatory Cytokines Peningkatan sitokin pro inflamasi, termasuk interleukin (IL) 1, IL-6, IL-18, resistin, tumor necrosis factor (TNF), dan protein C-reaktif (CRP), mencerminkan overproduksi oleh massa jaringan adiposa diperluas (Gbr. 236-2). makrofag jaringan adiposa yang diturunkan dapat menjadi sumber utama sitokin pro-inflamasi secara lokal dan dalam sirkulasi sistemik3. Ini masih belum jelas, namun, berapa banyak resistensi insulin disebabkan oleh parakrin vs efek endokrin sitokin tersebut.

Adiponektin

34

Adiponektin adalah sitokin anti-inflamasi diproduksi secara eksklusif oleh adipocytes. Adiponektin meningkatkan sensitivitas insulin dan menghambat banyak langkah dalam proses inflamasi. Dalam hati, adiponektin menghambat ekspresi enzim gluconeogenic dan tingkat produksi glukosa. Dalam otot, adiponektin meningkatkan glukosa transportasi dan meningkatkan oksidasi asam lemak, sebagian karena aktivasi AMP kinase3. Berkurang adiponektin dalam sindrom metabolik. Kontribusi relatif kekurangan atau melimpah adiponektin dari sitokin pro inflamasi masih belum jelas.

Patofisiologi
Asam lemak bebas (FFA) yang berasal dari massa jaringan adiposa yang luas. Dalam hati, FFA mengakibatkan peningkatan produksi glukosa, trigliserida dan sekresi lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL). Lipid Asosiasi / kelainan lipoprotein termasuk penurunan high density (HDL) kolesterol lipoprotein dan peningkatan kepadatan lipoprotein low density (LDL). FFA juga mengurangi sensitivitas insulin pada otot dengan menghambat uptake glukosa insulin-mediated. defek yang dimaksud meliputi pengurangan partisi glukosa untuk glikogen dan akumulasi lipid meningkat pada trigliserida (TG). Peningkatan glukosa sirkulasi, dan sampai batas tertentu FFA, meningkatkan sekresi insulin pankreas, menghasilkan hyperinsulinemia. Hyperinsulinemia dapat mengakibatkan peningkatan reabsorpsi natrium dan peningkatan sistem saraf simpatik (SNS) aktivitas dan berkontribusi terhadap hipertensi, seperti peningkatan tingkat kekuatan dari FFA beredar. Negara proinflamasi adalah dilapiskan dan iuran ke resistensi insulin yang dihasilkan oleh FFA berlebihan3. Disempurnakan sekresi interleukin 6 (IL-6) dan tumor necrosis factor (TNF-) diproduksi oleh sel lemak dan monosit yang diturunkan makrofag menghasilkan resistensi insulin lebih banyak dan toko trigliserida lipolisis jaringan adiposa untuk FFA beredar. IL-6 dan sitokin lain juga meningkatkan produksi glukosa hepatik, produksi VLDL oleh hati, dan resistensi insulin pada otot. Sitokin dan FFA juga meningkatkan produksi hepatik dari fibrinogen dan produksi adipocyte inhibitor plasminogen aktivator 1 (PAI-1), sehingga dalam keadaan protrombotik. Tingginya tingkat sirkulasi sitokin juga merangsang produksi protein hepatik Creaktif (CRP). Mengurangi produksi dari adiponektin sitokin anti-inflamasi dan insulin sensitisasi juga terkait dengan sindrom metabolik3.

35

Gejala dan tanda klinik


Sindrom metabolik biasanya tidak diasosiasikan dengan gejala. Pada pemeriksaan fisik, lingkar perut dan tekanan darah yang meningkat. Kehadiran satu atau salah satu dari tanda-tanda ini harus diwaspadai dokter untuk mencari kelainan biokimia lain yang mungkin terkait dengan sindrom metabolik3. Kurang sering, lipoatrofi atau acanthosis nigricans ditemukan pada penelitian. Karena temuan fisik biasanya terkait dengan resistensi insulin yang berat, komponen lain dari sindrom metabolik harus diprediksi.

Penyakit-penyakit yang menyertai sindrom metabolik Penyakit kardiovaskular

36

Risiko relatif untuk onset baru CVD pada pasien dengan sindrom metabolik, pada pasien tanpa diabetes, rata-rata antara 1,5 dan tiga kali lipat3. Dalam sebuah 8-tahun tindak-lanjut dari laki-laki setengah baya dan wanita di Framingham Offspring Study (FOS), risiko penduduk yang timbul pada pasien dengan sindrom metabolik untuk mengembangkan CVD adalah 34% pada pria dan 16% pada wanita. Dalam studi yang sama, baik sindrom metabolik dan diabetes stroke iskemik diprediksi dengan risiko lebih besar untuk pasien dengan sindrom metabolik daripada untuk diabetes sendiri (19% vs 7%), khususnya pada wanita (27% vs 5%). Pasien dengan sindrom metabolik juga pada peningkatan risiko untuk penyakit pembuluh darah perifer. Diabetes mellitus type 2 Secara keseluruhan, resiko diabetes tipe 2 pada pasien dengan sindrom metabolik adalah meningkat tiga sampai lima kali lipat3. Dalam FOS's 8-tahun tindak-lanjut dari laki-laki setengah baya dan wanita, resiko populasi yang timbul untuk mengembangkan diabetes tipe 2 62% pada pria dan 47% pada wanita. Keadaan-keadaan lain yang menyertai sindrom metabolik Selain fitur-fitur khusus yang terkait dengan sindrom metabolik, resistensi insulin disertai dengan perubahan metabolisme lainnya. Ini termasuk peningkatan apoB dan C III, asam urat, faktor protrombotik (fibrinogen, plasminogen activator inhibitor 1), viskositas serum, dimethylarginine asimetris, homosistein, jumlah sel darah putih, sitokin pro-inflamasi, CRP, mikroalbuminuria, penyakit hati berlemak nonalkohol ( NAFLD) dan / atau steatohepatitis alkohol (NASH), penyakit ovarium polikistik (PCOS), dan apnea tidur obstruktif (OSA)3. Nonalkoholik fatty liver disease Fatty liver adalah relatif umum. Namun, dalam NASH, akumulasi trigliserida baik dan hidup berdampingan peradangan. NASH kini hadir di 2-3% dari populasi di Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya3. Sebagai prevalensi kelebihan berat badan / obesitas dan peningkatan sindrom metabolik, NASH dapat menjadi salah satu penyebab lebih sering dari penyakit hati stadium akhir dan karsinoma hepatoseluler. Hiperurisemia

37

Hyperuricemia mencerminkan defek dalam aksi insulin pada reabsorpsi tubular ginjal asam urat, sedangkan peningkatan dimethylarginine asimetris, penghambat endogen oksida nitrat sintase, berhubungan dengan disfungsi endotel. Mikroalbuminuria juga bisa disebabkan oleh patofisiologi endotel diubah pada keadaan resisten insulin3. Sindrom ovarium polikistik PCOS sangat berhubungan dengan sindrom metabolik, dengan prevalensi antara 40 dan 50%. Wanita dengan PCOS yang 2-4 kali lebih mungkin untuk memiliki sindrom metabolik dibandingkan dengan wanita tanpa PCOS3. Obstructive Sleep Apnea OSA umumnya terkait dengan obesitas, hipertensi, meningkatkan sirkulasi sitokin, IGT, dan resistensi insulin. Dengan asosiasi, maka tidak mengherankan bahwa sindrom metabolik sering hadir. Apalagi bila biomarker resistensi insulin dibandingkan antara pasien dengan OSA dan-berat kontrol cocok, resistensi insulin lebih parah pada pasien dengan OSA. tekanan udara Continuous positif (CPAP) pengobatan pada pasien OSA meningkatkan sensitivitas insulin3.

Diagnosis sindrom metabolik


Saat ini ada dua kriteria diagnosis sindroma metabolik yang banyak digunakan, yaitu kriteria WHO 1999 dan kriteria NCEP ATP III 20014. Kriteria WHO 1999 menekankan adanya toleransi glukosa terganggu atau diabetes melitus, dan atau resistensi insulin yang disertai sedikitnya dua faktor risiko lain yaitu hipertensi, dislipidemi, obesitas sentral dan mikroalbuminuri4 (tabel 3). Kriteria diagnosis sindroma metabolik WHO lebih menekankan adanya toleransi glukosa dan resistensi insulin, oleh karena itu sulit diterapkan di praktek sehari-hari. Selain itu pemeriksaan mikroalbuminuri bukan merupakan pemeriksaan rutin di klinik4 .

38

Pada tahun 2001 NCEP ATP III membuat suatu kriteria yang lebih mudah digunakan di klinik . Kriteria diagnosis NCEP ATP III menggunakan parameter yang lebih mudah untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga dapat dengan mudah mendeteksi sindroma metabolik4 (tabel 4). Menjadi masalah dalam penerapan kriteria diagnosis NCEP ATP III adalah perbedaan nilai normal lingkar pinggang antara berbagai jenis etnis. Untuk orang Asia dewasa batasan ukuran lingkar pinggang normal lebih kecil dibandingkan dengan orang Kaukasia atau Eropa, oleh karena itu pada tahun 2000 WHO mengusulkan lingkar pinggang untuk orang Asia > 90 cm untuk pria dan untuk wanita > 80 cm sebagai batas ukuran obesitas sentral4. Sejak tahun 2003 di klinik kami untuk mendiagnosis sindroma metabolik telah menggunakan kriteria NCEP ATP III yang dimodifikasi dengan mengganti batasan lingkar pinggang obes sentral dengan kriteria baru yang sesuai untuk orang Asia.

39

Pada tahun 2002 di Makassar suatu penelitian dengan subyek pengunjung klinik yang melakukan pemeriksaan kesehatan rutin menemukan prevalensi sindroma metabolik sebesar 35,6%, dan lebih banyak pada wanita dibandingkan pria yaitu masing-masing 42,3% dan 29,8%. Prevalensi berkurang menjadi 17,5% apabila menggunakan kriteria asli NCEP ATP III4 . Diagnosis sindroma metabolik ditegakkan bila didapatkan sama dengan atau lebih dari 3 faktor risiko berikut:

40

Tabel 5. Kriteria sindroma metabolik NCEP ATP III 2001 dengan modifikasi4 (Makassar 2002)

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Pengkuran kadar lipid dan glukosa puasa diperlukan untuk menentukan adanya sindrom metabolik atau tidak. Pengukuran biomarker tambahan yang terkait dengan resistensi insulin juga diperlukan. Pengujian seperti itu termasuk apo B, high-sensitivity CRP, fibrinogen, asam urat, microalbumin urin, dan tes fungsi hati. Sebuah studi tidur harus dilakukan jika gejala OSA hadir. Jika PCOS dicurigai berdasarkan fitur klinis dan anovulasi, maka kadar testosteron, hormon luteinizing, dan follicle-stimulating hormone harus diukur3.

Penatalaksanaan sindrom metabolik


Gaya hidup Obesitas adalah kekuatan pendorong di belakang sindrom metabolik. Dengan demikian, penurunan berat badan adalah pendekatan utama gangguan tersebut3,5. Dengan penurunan berat badan, perbaikan dalam sensitivitas insulin sering disertai dengan modifikasi menguntungkan dalam banyak komponen dari sindrom metabolik. Secara umum, rekomendasi untuk menurunkan berat badan termasuk kombinasi pembatasan kalori, meningkatkan aktivitas fisik, dan modifikasi perilaku5. Untuk penurunan berat badan, pembatasan kalori merupakan komponen yang paling penting, sedangkan peningkatan
41

aktivitas fisik adalah penting untuk pemeliharaan penurunan berat badan3. Beberapa, tetapi tidak semua, bukti menunjukkan bahwa penambahan latihan untuk pembatasan kalori dapat meningkatkan berat badan relatif lebih besar dari depot visceral. Kecenderungan untuk kembali berat badan setelah penurunan berat badan berhasil menggarisbawahi perlunya perubahan perilaku jangka panjang.

Diet Sebelum resep diet penurunan berat badan, penting untuk menekankan bahwa dibutuhkan waktu yang lama bagi pasien untuk mencapai massa lemak diperluas, dengan demikian, koreksi tidak perlu terjadi dengan cepat. Atas dasar ~ 3500 = kkal salah satu lemak, pembatasan ~ 500 kkal setiap hari sama dengan penurunan berat 1 lb / minggu3,5. Diet dibatasi karbohidrat biasanya memberikan penurunan berat badan yang cepat awal. Namun, setelah satu tahun, jumlah penurunan berat badan biasanya tidak berubah5. Dengan demikian, kepatuhan terhadap diet lebih penting daripada yang diet dipilih. Selain itu, ada kekhawatiran tentang diet yang diperkaya lemak jenuh, terutama untuk pasien berisiko untuk CVD. Oleh karena itu, kualitas tinggi yaitu-diet, diperkaya dalam buah-buahan, sayuran, biji-bijian, unggas ramping, dan ikan-harus didorong untuk memberikan manfaat kesehatan maksimal secara keseluruhan5.

Aktivitas Fisik Sebelum rekomendasi aktivitas fisik yang diberikan kepada pasien dengan sindrom metabolik, penting untuk memastikan bahwa kegiatan ini meningkat tidak menimbulkan risiko3. Beberapa pasien risiko tinggi harus menjalani evaluasi kardiovaskular formal sebelum memulai program latihan. Untuk peserta yang tidak aktif, meningkatkan aktivitas fisik secara bertahap harus didorong untuk meningkatkan kepatuhan dan untuk menghindari cedera. Walaupun peningkatan aktivitas fisik dapat mengakibatkan pengurangan berat badan yang sederhana, 60-90 menit aktivitas sehari-hari diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Bahkan jika orang dewasa kelebihan berat badan atau obesitas tidak dapat mencapai tingkat aktivitas, mereka masih memperoleh manfaat kesehatan yang signifikan dari minimal 30 menit aktivitas intensitas sedang setiap hari. Dari catatan, berbagai kegiatan rutin-seperti berkebun, berjalan, dan membersihkan rumah-membutuhkan pengeluaran kalori moderat. Dengan
42

demikian, aktivitas fisik tidak perlu didefinisikan semata-mata dalam hal latihan formal seperti jogging, berenang, atau tenis.

Kegemukan Pada beberapa pasien dengan sindrom metabolik, pilihan pengobatan perlu melampaui intervensi gaya hidup. Penurunan berat badan obat datang dalam dua kelas utama: penekan nafsu makan dan penghambat penyerapan. Penekan nafsu makan disetujui oleh Food and Drug Administration termasuk viagra (untuk penggunaan jangka pendek saja, 3 bulan) dan sibutramine. Orlistat menghambat penyerapan lemak oleh ~ 30% dan ini cukup efektif dibandingkan dengan plasebo (~ berat badan 5%). Orlistat telah ditunjukkan untuk mengurangi timbulnya diabetes tipe 2, efek yang jelas terutama pada pasien dengan IGT awal3. bariatrik operasi merupakan pilihan bagi pasien dengan sindrom metabolik yang memiliki indeks massa tubuh (BMI)> 40 kg/m2 atau> 35 kg/m2 dengan komorbiditas. Bypass lambung hasil pengurangan berat badan dan peningkatan dramatis dalam fitur sindrom metabolik. Saat ini, bagaimanapun, manfaat kelangsungan hidup belum direalisasikan3.

LDL Kolesterol Dasar pemikiran untuk NCEP: ATP III panel untuk mengembangkan kriteria untuk sindrom metabolik adalah melampaui kolesterol LDL dalam mengidentifikasi dan mengurangi risiko CVD3. Asumsi bekerja dengan panel adalah bahwa kolesterol LDL tujuan telah tercapai, dan bukti meningkatkan mendukung pengurangan linear dalam acara CVD dengan progresif menurunkan kolesterol LDL. Untuk pasien dengan sindrom metabolik dan diabetes, kolesterol LDL harus dikurangi menjadi <100 mg / dL dan mungkin lebih lanjut pada pasien dengan riwayat kejadian CVD. Untuk pasien dengan sindrom metabolik tanpa diabetes, skor risiko Framingham dapat memprediksi risiko CVD 10 tahun yang melebihi 20%. Dalam mata pelajaran ini, kolesterol LDL juga harus dikurangi menjadi <100 mg / dL. Dengan risiko 10tahun <20%, namun, tujuan yang ditargetkan kolesterol LDL adalah <130 mg / dL. Diet dibatasi lemak jenuh (<7% dari kalori), kolesterol lemak (sesedikit mungkin), dan trans (<200 mg sehari) harus diterapkan agresif3. Jika kolesterol LDL tetap di atas tujuan, maka diperlukan intervensi farmakologi. Statin (HMG-CoA reduktase inhibitor), yang menghasilkan 20-60% menurunkan kolesterol LDL, umumnya pilihan pertama untuk
43

intervensi pengobatan. Dari catatan, untuk setiap dua kali lipat dari dosis statin, hanya ada ~ 6% tambahan menurunkan kolesterol LDL. Efek samping jarang terjadi dan mencakup peningkatan transaminase hati dan / atau miopati. Penyerapan kolesterol ezetimibe inhibitor ditoleransi dengan baik dan harus menjadi pilihan kedua. Ezetimibe biasanya mengurangi kolesterol LDL oleh 15-20%. Asam cholestyramine sequestrants empedu dan colestipol lebih efektif daripada ezetimibe tetapi harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan sindrom metabolik karena mereka sering meningkatkan trigliserida. Secara umum, sequestrants empedu tidak boleh diberikan ketika trigliserida puasa> 200 mg / dL. Efek samping termasuk gejala gastrointestinal (palatabilitas, kembung, bersendawa, sembelit, iritasi dubur). asam Nicotinic memiliki kemampuan sederhana penurun kolesterol LDL (<20%). Fibrate yang terbaik digunakan untuk menurunkan kolesterol LDL ketika kedua kolesterol LDL dan nontriglycerides ditinggikan. Fenofibrate mungkin lebih efektif daripada gemfibrozil di grup ini.

Trigliserida The NCEP: ATPIII telah difokuskan pada kolesterol non-HDL daripada trigliserida. Namun, nilai trigliserida puasa <150 mg / dL dianjurkan. Secara umum, respon puasa trigliserida berkaitan dengan jumlah penurunan berat badan tercapai. Penurunan berat> 10% perlu trigliserida puasa yang lebih rendah3. Sebuah fibrate (gemfibrozil atau fenofibrate) adalah obat pilihan untuk trigliserida puasa yang lebih rendah dan biasanya mencapai penurunan 3550%. Seiring dengan pemberian obat dimetabolisme oleh sistem sitokrom P450 3A4 (termasuk beberapa statin) sangat meningkatkan risiko miopati. Dalam kasus ini, fenofibrate mungkin lebih baik untuk gemfibrozil. Dalam Intervensi Veterans Affairs HDL Trial (VAHIT), gemfibrozil diberikan untuk pria dengan PJK dikenal dan kadar kolesterol HDL <40 mg / dL3. Sebuah peristiwa penyakit jantung koroner dan manfaat kematian dialami terutama pada laki-laki dengan hyperinsulinemia dan / atau diabetes, banyak dari mereka retrospektif memiliki sindrom metabolik. Dari catatan, jumlah menurunkan trigliserida di HIT-VA tidak memprediksi manfaat. Meskipun kadar kolesterol LDL tidak berubah, penurunan jumlah partikel LDL yang terkait dengan manfaat. Meskipun beberapa uji klinis tambahan telah dilakukan, ini tidak menunjukkan bukti yang jelas bahwa fibrate mengurangi risiko CVD sebagai konsekuensi dari menurunkan trigliserida. Obat lain yang trigliserida lebih rendah termasuk statin, asam nikotinat, dan dosis tinggi asam lemak omega-3. Ketika memilih
44

sebuah statin untuk tujuan ini, dosis harus tinggi untuk "kurang kuat" statin (lovastatin, pravastatin, fluvastatin) atau menengah untuk "lebih kuat" statin (simvastatin, atorvastatin, rosuvastatin)3. Pengaruh asam nikotinat pada trigliserida puasa adalah dosis terkait dan kurang dari fibrate (~ 20-40%). Pada pasien dengan sindrom metabolik dan diabetes, asam nikotinat dapat meningkatkan glukosa puasa. Omega-3 persiapan asam lemak yang mencakup dosis tinggi asam docosahexaenoic dan asam eicosapentaenoic (~ 3,0-4,5 g sehari) lebih rendah trigliserida puasa by ~ 40%. Tidak ada interaksi dengan fibrate atau statin terjadi, dan efek samping utama adalah ledakan dengan rasa amis. Hal ini sebagian dapat diblokir oleh menelan para nutraceutical setelah pembekuan. Uji klinis asam nikotinat atau dosis tinggi omega-3 asam lemak pada pasien dengan sindrom metabolik belum dilaporkan.

HDL Kolesterol Di luar pengurangan berat badan, ada sangat senyawa lipid-memodifikasi beberapa yang meningkatkan HDL kolesterol3. Statin, fibrate, dan sequestrants asam empedu memiliki efek sederhana (5-10%), dan tidak ada efek pada kolesterol HDL dengan asam omega-3 ezetimibe atau lemak. asam Nicotinic adalah obat saat ini tersedia hanya dengan sifat HDL kolesterol penggalangan diprediksi. Respon adalah dosis terkait dan dapat meningkatkan kolesterol HDL ~ 30% di atas dasar. Ada sedikit bukti saat ini bahwa meningkatkan HDL memiliki manfaat pada peristiwa CVD independen menurunkan kolesterol LDL, terutama pada pasien dengan sindrom metabolik3.

Tekanan darah Hubungan langsung antara tekanan darah dan semua penyebab kematian telah mapan, termasuk pasien dengan hipertensi (> 140/90) versus prehipertensi (> 120/80 tapi <140/90) versus individu dengan normal tekanan darah (<120/80)3. Pada pasien dengan sindrom metabolik tanpa diabetes, pilihan terbaik untuk antihipertensi pertama biasanya harus menjadi inhibitor ACE atau angiotensin II reseptor blocker, karena kedua golongan obat muncul untuk mengurangi insiden onset baru diabetes tipe 23. Pada semua pasien dengan hipertensi, diet natrium-Pembatasan diperkaya dengan buah-buahan dan sayuran dan produk susu rendah lemak harus menganjurkan. Home pemantauan tekanan darah dapat membantu dalam mempertahankan kontrol tekanan darah yang baik.
45

Gangguan Glukosa Puasa Pada pasien dengan sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, kontrol glikemik agresif baik dapat mengubah trigliserida puasa dan / atau kolesterol HDL. Pada pasien dengan IFG tanpa diagnosis diabetes, intervensi gaya hidup yang mencakup pengurangan berat badan, pembatasan lemak dari makanan, dan peningkatan aktivitas fisik telah terbukti mengurangi timbulnya diabetes tipe 23. Metformin juga telah ditunjukkan untuk mengurangi kejadian diabetes, meskipun efeknya kurang dari yang terlihat dengan intervensi gaya hidup.

Resistensi Insulin Golongan obat Beberapa [biguanides, thiazolidinediones (TZD) meningkatkan sensitivitas insulin. Jika resistensi insulin adalah mekanisme pathophysiologic utama untuk sindrom metabolik, obat-obatan maka perwakilan di kelas-kelas ini harus mengurangi prevalensi. Baik metformin dan TZDs meningkatkan tindakan insulin dalam hati dan menekan produksi glukosa endogen. TZDs, tetapi tidak metformin, juga meningkatkan penyerapan glukosa insulin-mediated dalam otot dan jaringan adiposa. Manfaat kedua obat juga telah terlihat pada pasien dengan NAFLD dan PCOS, dan mereka telah terbukti mengurangi tanda peradangan dan LDL padat kecil3. Secara umum, efek menguntungkan dari TZDs muncul unggul daripada metformin.

Kesimpulan
Sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun non-lipid yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner, yang terdiri atas obesitas sentral, dislipidemi aterogenik (kadar trigliserid meningkat dan kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL) rendah), tekanan darah meningkat dan resistensi insulin (dengan atau tanpa intoleransi glukosa)4. Keadaan tersebut di atas berhubungan erat dengan suatu kelainan sistemik yang dikenal sebagai resistensi insulin. Sindroma metabolik menjadi penting oleh karena risiko PJK menjadi lebih besar dibandingkan dengan masing-masing faktor risiko klasik, misalnya hanya dislipidemi, atau hipertensi5. Bukti epidemiologis memastikan adanya peningkatan prevalensi sindroma metabolik di seluruh dunia, dan berkaitan erat dengan meningkatnya obesitas. Prevalensi sindroma
46

metabolik sangat bervariasi tergantung dari kriteria yang digunakan dan subyek yang diperiksa. Ada dua kriteria sindroma metabolik yang banyak digunakan, yaitu kriteria WHO dan NCEP ATP III. Di antara kedua kriteria ini, kriteria NCEP ATP III lebih mudah untuk diterapkan di klinik oleh karena parameter yang digunakan mudah diperiksa oleh dokter praktek. Untuk orang Asia dewasa perlu disesuaikan batasan ukuran lingkar pinggang, yaitu > 90 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita4.

Daftar Pustaka 1. Sudoyo, Aru.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 5. Penerbit UI: jakarta. 2008
47

2. Grundy, M. Scott. Definition of Metabolic Syndrome. American Heart Asociation. Dallas:2004 3. Fauci, Braunwald, Kasper. Harrisons Principles of Internal medicine 17th ed. The McGraw Hills: new york. 2004 4. Adam, John M.F. Sindroma Metabolik (Pengertian, Epidemiologi, dan Kriteria Diagnosis). FK UNHAS. 2011 5. Mayo clinic. Metabolic syndrome. Avalaible from:
http://www.mayoclinic.com/health/metabolic %20syndrome/DS00522/DSECTION=prevention

48

Anda mungkin juga menyukai