Anda di halaman 1dari 8

BAB II

SIKAP

A. PENGERTIAN SIKAP
Sarlito Wirawan Sarwono dkk (2011: 81-82) mengemukakan definisi sikap dari para ahli
sebagai berikut:
1. Reaksi evaluative yang disukai atau tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang,
menunjukkan kepercayaan, perasaan, atau kecenderungan perilaku seseorang (zanna&
Rempel 1988, dalam Voughan & Hoog, 2002)
2. Sikap adalah tendensi psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi entitas
tertentu dengan beberapa derajad kesukaan atau ketidaksukaan (mEagly & Chaiken,
1993)
3. Evaluasi terhadap beberapa aspek perkataan sosial (Baron & Byrne, 2006)
Berdasarkan batasan-batasan tersebut disimpulkan bahwa sikap adalah suatu proses
penilaian yang dilakukan seseorang terhadap suatu objek. Yang dimaksud dengan penilaian
adalah proses mengolah dan menghubungkan suatu stimulus (objek sikap) dengan suatu
respon tertentu. Stimulus dan respon merupakan hal yang bisa diamati. Sikap merupakan
proses evaluasi yang sifatnya internal/subyektif yang berlangsung pada diri seseorang dan
tidak bisa diamati secara langsung.
Sikap dapat diketahui melalui pengetahuan, keyakinan, perasaan, dan kecenderungan
tingkah laku seseorang terhadap objek sikap. Kedalaman sikap seseorang terhadap suatu
objek sikap diukur melalui pengetahuannya, perasaannya, dan bagaimana ia memperlakukan
objek tersebut. Orang yang memiliki sikap positif terhadap objek cenderung akan mendekati
objek tersebut, sedang yang bersikap negative cenderung menjauhi atau mengabaikan objek
sikap tersebut. Sementara yang bersikap ambivalen kemungkinan akan membandingkan
dengan objek lain dan kemudian mendekati atu bahkan menjauhi objek tersebut.

B. KOMPONEN SIKAP

Sikap memiliki tiga komponen, yaitu kognitif, afektif dan perilaku. Istiqomah Wibowo
dkk (1988, 4. 5-4. 9) menjelaskan sebagai berikut:
1. Komponen Kognitif:
Komponen kognitif berisi ide, anggapan-anggapan, pengetahuan, keyakinan dari
orang yang bersangkutan mengenai objek sikap. Misal sikap pekerja terhadap peraturan
perusahaan meliputi pengetahuan pekerja tentang hal-hal di sekitar peraturan perusahaan.
Pengetahuan tersebut juga mengandung anggapan evaluative terhadap objek sikap yang
melibatkan kualitas baik dan buruk, diinginkan atau tidak diinginkan.
2. Komponen afektif
Komponen afektif meliputi seluruh emosi atau perasaan orang yang bersangkutan
terhadap objek sikap. Dengan adanya komponen ini objek sikap dirasakan sebagai
menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Muatan emosi ini
yang akan memberikan dorongan dan kekuatan. Apabila seseorang seorang pekerja
menyukai isi peraturan perusahaan maka ia akan terdorong untuk menerima aturan
tersebut.
3. Komponen perilaku
Merupakan predisposisi atau kesiapan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi
objek sikap. Misalnya pekerja yang mengetahui dan menyukai isi peraturan perusahaan
maka ada kecenderungan untuk mengikuti atau melaksanakannya.
Disamping tiga komponen tadi ada beberapa karakteristik tertentu dalam struktur sikap
yang ikut menentukan perilaku. Ketiga karakteristik itu adalah:
a. Karakteristik komponen
Derajad multipleksitas dan valensi ketiga komponen sikap bervariasi antara satu
orang dengan yang lain.
Derajad multipleksitas komponen dibentuk dari jumlah dan keanekaragaman unsure
yang membentuk komponen sikap. Misalnya pengetahuan seseorang tentang peraturan
perusahaan bisa berisi tentang isi peraturan, latar belakang munculnya aturan, siapa yang
menyusun dsb. Orang yang memiliki pengetahuan beragam dengan yang hanya tahu isi
peraturan bisa jadi sikapnya akan berbeda.
Valensi komponen sikap menunjuk pada derajad suka atau tidak suka, pro atau
kontra. Misalnya ada pekerja yang sangat menyukai isi aturan, tapi ada yang sedang-
sedang saja. Dalam komponen kognitif ada yang sangat tahu, ada yang agak tahu dan ada
yang tidak tahu tentang isi peraturan.
b. Karakteristik konsistensi antar komponen sikap
Seberapa kuat sikap akan menimbulkan tingkah laku juga ditentukan oleh sejauh mana
konsistensi antar komponen sikap satu dengan yang lain.
Misalnya anggapan positif terhadap isi peraturan perusahaan bila disertai dengan
perasaan suka terhadap isi peraturan tentu akan mendorong dengan kuat orang tersebut
untuk melaksanakan peraturan tersebut. Dengan valensi yang berbeda walaupun isi
kognitifnya sama, cenderung tingkah laku terhadap objek akan berbeda.
c. Objek sikap
Objek sikap dapat berupa apa saja yang ada menurut individu yang bersangkutan.
Dapat berupa benda, orang, peristiwa, peraturan dan sebagainya. Begitu banyaknya objek
sikap seseorang, walau demikian tetap terbatas, yaitu terbatasi oleh dunia psikologis
orangbersangkutan.

C. FUNGSI SIKAP
Sikap mempunyai fungsi penting dalam kehidupan seseorang, sehingga menjadi bagian
dari diri dalam kehidupan sehari-hari dan cenderung dipertahankan. Menurut Baron, Byrne
dan Branscombe yang dikutip oleh Sarlito dan Eko A. Meinarno dkk (2011:86-87) fungsi
sikap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fungsi pengetahuan: sikap membantu seseorang untuk menginterpretasi stimulus baru
dan menampilka respon yang sesuai.
2. Fungsi identitas: Sikap terhadap kebangsaan Indonesia yang tinggi, mengekspresikan
nilai dan keyakinan serta mengkomunikasikan siapaorang tersebut. Misalnya
mengibarkan bendera merah putih menunjukkan identitas kita sebagai bangsa Indonesia.
3. Fungsi harga diri: Sikap yang dimiliki seseorang mampu menjaga atau meningkatkan
harga diri. Sikap anti mencontek dari seorang mahasiswa, menunjukkan harga diri dari
mahasiswa tersebut.
4. Fungsi pertahanan diri (ego defensif): Sikap berfungsi melindungi diri dari penilaian
negatif dari orang lain. Misalnya agar tidak dipandang tendah oleh orang lain maka
seseorang menyukai dan memakai benda-benda bermerk.
5. Fungsi memotivasi kesan: Sikap berfungsi mengarahkan orang lain untuk memberikan
penilaian atau kesan yang positif tentang diri kita. Misalnya perempuan memakai hijab
dan berbaju muslim saat berkunjung ke Aceh agar diterima dan dihormati oleh
masyarakat.

D. PEMBENTUKAN SIKAP

Sikap tidak dibawa sejak lahir tetapi dibentuk melalui proses pembelajaran yang
diperoleh sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Sikap dibentuk melalui proses
belajar sosial, yaitu proses di mana individu memperoleh informasi, tingkah laku, atau sikap
baru dari orang lain. Proses pembelajaran tersebut adalah sbb:
1. Pengkondisian Klasik
Proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu stimulus selalu diikuti oleh stimulus lain
sehingga rangsang pertama menjadi isyarat bagi rangsang kedua. Lama-lama orang akan
belajar jika stimulus pertama muncul akan diikuti stimulus ke dua.
2. Pengkondisian instrument
Proses belajar akan terjadi jika suatu perilaku mendatangkan hasil yang menyenangkan
bagi seseorang, maka perilaku tersebut akan diulang. Sebaliknya bila perilaku
menghasilkan sesuatu yang tidak menyenangkan maka perilaku tersebut tidak akan
diulang.
3. Belajar melalui pengamatan
Proses belajar dengan cara mengamati perilaku orang lain, kemudian dijadikan sebagi
contoh perilaku serupa. Banyak perilaku yang dilakukan seseorang hanya karena
mengamati perbuatan orang lain.
4. Perbandingan sosial
Proses pembelajaran dengan membandingkan orang lain untuk mengecek apakah
pandangan kita mengenai sesuatu hal adalah benar atau salah. Kita cenderung
menyamakan diri kita dengan mengambil ide-ide atau sikap-sikap orang lain. Misalnya
pemakaian tabir surya karena sikap yang dibentuk dari anjuran orang-orang yang dikenal
dan dihormatinya.
(Sarlito dan Eko A. Meinarno dkk (2011:84-85)

E. HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU

Antara sikap dan perilaku tidak selalu berhubungan secara langsung tetapi melalui proses
yang cukup rumit. Perilaku yang ditampilkan seseorang tergantung pada situasi, terutama
dalam konteks yang paling relevan dari sudut pandang orang tersebut. Kapan dan mengapa
sikap berpengaruh terhadap perilaku dijelaskan sebagai berikut.
a. Ekstrimitas: Sikap terdiri dari tiga komponen yang intensitasnya berbeda pada masing-
masing orang. Orang yang sangat ekstrem yaitu orang yang melibatkan intensitas
perasaan sangat dalam dengan suatu hal. Penentu ekstremitas adalah vested interest, yaitu
sejauh mana kepedulian orang terhadap suatu hal, khususnya bila konsekuensi dari hal
tersebut menyangkut dirinya. Semakin besar vested interest makin besar pengaruhnya
terhadap perilaku
b. Pengalaman Pribadi: Sikap yang terbentuk melalui pengalaman pribadi secara langsung
akan lebih menetap dalam ingatan dan mudah diaktifkan ketika ditemui objek sikap
serupa
(Sarlito dan Eko A. Meinarno dkk (2011:87-89)
Teori hubungan sikap dan perilaku
1. Teori perilaku beralasan: Keputusan untuk melakukan perilaku tertentu merupakan
hasil dari proses yang rasional. Beberapa pilihan perilaku dipertimbangkan, konsekuensi
dan hasilnya dinilai., kemudian dibuat keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu (intensi)
2. Teori perilaku berencana: Intensi merupakan predictor utama perilaku. Intensi
dipengaruhi tiga hal yaitu, sikap, norma subjektif dan kendali perilaku yang
dipersepsikan.
3. Attitude to-behavior Proses Model: Hubungan sikap dan perilaku berlangsung spontan.
Bila seseorang dihadapkan pada kejadian atau peristiwa yang berlangsung cepat, secara
spontan sikap yang terdapat pada diiri kita akan mengarahkan perilaku.

F. PERUBAHAN SIKAP
PERSUASI
Sikap dapat mempengaruhi perilaku, oleh sebab itu dengan mengubah sikap perilaku
tertentu akan dilakukan seseorang atau saejumlah orang.
Sikap dapat dirubah melalui banyak cara a. l sebagai berikut:
1. Persuasi
Salah satu upaya mengubah sikap adalah dengan cara persuasi. Yaitu upaya perubah
sikap dengan menggunakan berbagai pesan. Beberapa contoh kegiatan persuasi adalah
dengan:
a. Iklan, merupakan pesan yang dikemas dengan menarik melalui media massaa yang
cakupannya luas, baik melalui Koran, majalah, Tv dan media lainnya.
b. Kampanye: merupakan pesan yang disampaikan melalui pidato dalm acara
mengumpulkan massa, biasanya menjelang pemilu.
c. Sosialisasi merupakan pesan yang berisi mengenai perencanaan sesuatu, sepeeti apa,
mengapa dan bagaimana suatu program perlu dilaksanakan.
Ada dua cara manusia memproses pesan persuasi yaitu dengan
a. Systematic processing: orang mempertimbangkan kekuatan isi pesan dengan
sungguh-sunguh, proses pemikiran menggunakan logika serta mengikuti alur
pemikiran yang rinci dan mendalam. Misal membayar pajak untuk pembangunan
b. Heuristic processing:pesan disampaikan dengan penggunaan pemikiran yang
sederhana, kekuatan isi pesan tidak dianggap penting. Misal ;orang bijak bayar pajak
Pesan tidak selalu diterima, kadang malah mengalami penolakan. Ada lima macam
reaksi penolakan yaitu:
1) Reaksi penolakan
Perlawanan terhadap persuasi terjadi karena seseorang merasa kebebasannya
terancam
2) Peringatan sebelum kejadian
Bila orang mengetahui bahwa dirinya menjadi sasaran darinupaya persuasi biasanya
ia akan waspada terhadap isi pesan yang disanpaikan dan cenderung menolak pesan
atau argument yang berbeda dengan sikapnya.
3) Menghindari selektif
Orang cenderung memilih pesan yang disukai dan sesuai minat dan sikap mereka
4) Membantah aktif
Orang secara aktif menentang dan membantah pandangan-pandangan yang
berlawanan dengan sikap yang dimilikinya.
5) Suntikan kekebalan.
Bila orang mendapat pesan persuasive yang bertentangan dengan sikap yang sudah
ada, isi pesan akan menjadi suntikan baginya untuk melawan ide-ide buruk tersebut.
Orang menjadi imun meskipun pesan yang diterima berupa informasi yang setelahnya
sejalan dengan pandantgannya.
2. Kekuatan yang memaksa: Biasanya dilakukan dengan peraturan atau hukum. Misalnya
perusahaan mengatur jam mulai kerja 08. 00, bagi pekerja yang biasa malas-malasan
terpaksa masuk jam tersebut, lama-lama pekerja tersebut terbiasa dan senang datang pagi.
Jadi peraturan telah berhasil merubah sikap pekerja tersebut
3. Mengikuti implikasi dari suatu peristiwa. Misalnya sikap negative karyawan terhadap
temannya yang kemudian berubah karena kawannya tersebut dipromosi menjadi
atasannya
4. Peristiwa traumatic dan psikoterapi
5. Adanya pengalaman langsung dengan objek sikap yang berbeda dengan
pengalamannya selama ini: Misalnya sikap negative A terhadap B berubah menjadi
positif setelah B menolongnya pada saat A mengalami kesulitan.
6. Komunikasi
Triandis menyatakan menganalisis proses perubahan sikap harus dipertimbangkan faktor-
faktor siapa, apa, bagaimana, kepada siapa, dan apa akibat dari komunikasi. Siapa
berkaitan dengan sumber, apa dengan isi pesan, bagaimana dengan saluran, kepada siapa
menunjuk pada penerima pesan dan akibat berkaitan dengan perhatian, pemahaman,
penerimaan, pengendapan, atau tingkah laku.. Perubahan sikap sebaiknya dilihat sebagai
system antar hubungan yang melibatkan sejumlah karakteristik sumber, saluran, pesan,
dan penerima yang dihubungkan dengan akibat yang bisa muncul.

G. DISONANSI KOGNITIF
Disonansi Kognitif adalah keadaan internal yang tidak nyaman akibat ketidaksesuaiana
antara dua sikap atau lebih serta antara sikap dan tingkah laku. Menurut Festinger (1957)
disonansi terjadi apabila terdapat hubungan yang bertolak belakang antara elemen-elemen
kognitif dalam diri seseorang. Hubungan bertolak belakang terjadi jika ada penyangkalan
secara elemen kognitif yang satu dengan yang lain. Untuk mengurangi ketidak nyamanan
biasanya dilakukan dengan mengubah sikap atau perilaku. Ada tiga mekanisme mengurangi
disonansi kognitif yaitu:
 Mengubah sikap atau perilaku sehingga menjadi konsisten satu sama lain
 Mencari informasi baru untuk mendukung sikap atau perilaku yang saling bertentangan
 Trivialization yaitu mengabaikan atau mengannggap ketidaksesuaian antara sikap dan
perilaku yang menimbulkan disonansi sebagai sesuatu yang tidak penting.
(Sarlito dan Eko A. Meinarno dkk, 2011:97-98)

H. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETOS KERJA


Teori-teori, prinsip maupun konsep sikap yang telah dikemukakan di atas perlu
diperhatikan dalam membangun etos kerja karyawan. Walau demikian perlu diperhatikan
berbagai fakor yang ikut mempengaruhi etos kerja sebagai berikut:
Minto Waluyo (2013: 67-68) mengutip pendapat para pakar tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi etos kerja sebagai berikut: Menurut Roach dalam Haris (1984) ada dua belas
dimensi yang menentukan tingkat moral kerja, yaitu:
i. Sikap umum pekerja terhadap pekerjaan
ii. Sikap umum pekerja terhadap pengawasan yang diterima
iii. Tingkat kepuasan standar kerja
iv. Tingkat pertimbangan supervisor atau atasan yang melibatkan dan diberikan terhadap
bawahan
v. Tingkat tekanan dan beban kerja
vi. Perlakuan yang diberikan managemen kepada pekerja
vii. Tingkat harga diri atau kebanggaan pekerja dalam perusahaan dan dalam aktivitasnya
viii. Tingkat kepuasan pekerja terhadap upah atau gaji
ix. Reaksi pekerja terhadap jaringan komunikasi formal dalam organisasi
x. Tingkat kepuasan kerja intrinksikk dari para pekerja
xi. Kepuasan kerja dalam hal kemajuan dan terhadap kesempatan untuk maju lebih lanjut
xii. Sikap pekerja terhadap rekan sekerja
Dua belas faktor tersebut dipersingkat menjadi 5 faktor, yaitu:
1. Kesan terhadap perusahaan dalam pandangan pekerja
2. Kualitas umumdari pengawasan yyang diterima pekerja
3. Kepuasan financial dan imbalan materi yang diterima pekerja
4. Keramah-tamahan dari rekan sekerja dan kecakapan mereka untuk bekerja sama tanpa
perselisihan
5. Tingkat kepuasan intrinsic
Sedang menurut Drafe & Kossen (1998) sejumlah faktor yang menentukan moral kerja
adalah:
a. Organisasi itu sendiri
b. Kegiatan-kegiatan ketika dan setelah bekerja
c. Sifat pekerjaan
d. Teman-teman sejawat
e. Kepemimpinan atasan
f. Penerapan aturan
g. Konsep
h. Pemenuhan kebutuhan pribadi
Harris (1984) mengemukakan faktor –faktor yang mempengaruhi moral kerja dari
persepsi karyamwan, yaitu ;
i. Persepsi karyawan terhadap keadaan organisasi yang tidak dapat dikendalikannya,
misalnya pengawasan, kerja sama dengan rekan sekerja, kebijakan organisasi
terhadap pekerja. Bila fartor-faktor tersebut dipandang menyenangkan moral kerja
cenderung tinggi
ii. Persepsi karyawan terhadap tingkat kepuasan yang diperoleh dari imbalan yang
diterima
iii. Persepsi karyawan. terhadap kemungkinan untuk mendapatkan imbalan dan masa
depan serta kesempatan untuk maju.

Anda mungkin juga menyukai