Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu
perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian merupakan
suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan adanya hubungan
hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.
Disamping perjanjian kita mengenal pula istilah kontrak. Secara gramatikal, istilah kontrak berasal dari
bahasa Inggris, contract. Baik perjanjian maupun kontrak mengandung pengertian yang sama, yaitu suatu
perbuatan hukum untuk saling mengikatkan para pihak kedalam suatu hubungan hukum perikatan.
Istilah kontrak lebih sering digunakan dalam praktek bisnis. Karena jarang sekali orang menjalankan
bisnis mereka secara asal-asalan, maka kontrak-kontrak bisnis biasanya dibuat secara tertulis, sehingga
kontrak dapat juga disebut sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka dapat dijabarkan ke dalam pertanyaan
sebagai berikut :
1. apa yang dimaksud dengan kontrak atau perjanjian?
2. Apa saja prinsip-prinsip dasar kontrak dan karakteristik kontrak?
3. Apa yang dimaksud mengenai bahasa kontrak yang dibakukan?
4. Apa saja bentuk & jenis kontrak dalam transaksi / kegiatan bisnis?
5. Apa yang dimaksud dengan teknik perancangan kontrak?
6. Apa yang dimaksud dengan klausa perubahan, penambahan, sanksi, pilihan hukum, dan force
majeur?
7. Apa yang dimaksud dengan klausa pilihan penyelesaian sengketa?
C. Tujuan
1. pengertian kontrak atau perjanjian.
2. prinsip-prinsip dasar kontrak dan karakteristik kontrak.
3. bahasa kontrak yang dibakukan.
4. bentuk & jenis kontrak dalam transaksi / kegiatan bisnis.
5. teknik perancangan kontrak.
6. klausa perubahan, penambahan, sanksi, pilihan hukum, dan force majeur.
7. klausa pilihan penyelesaian sengketa.
BAB II
Tinjauan Literatur
Dari keempat syarat sahnya suatu perjanjian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Kesepakatan antara mereka yang mengikatkan diri Kesepakatan mereka yang mengikatkan
diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat tersebut dapat terjadi
secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam (dengan suatu sikap/isyarat). Kedua
belah pihak atau para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut haruslah bersepakat atas
hal-hal yang diperjanjikan.
2) Kecakapan membuat suatu perjanjian Dalam Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa
setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan kecuali undang–undang yang
menentukan bahwa ia tidak cakap.
Mengenai orang-orang tidak cakap dalam membuat perjanjian dalam Pasal 1330
KUHPerdata yaitu :
a) Orang-orang yang belum dewasa;
b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.
Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum dan yang bisa
melakukan suatu hubungan hukum adalah mereka yang bisa dikategorikan sebagai
pendukung hak dan kewajiban, pihak yang dikatakan sebagai pendukung hak dan kewajiban
adalah orang atau badan hukum.
3) Suatu hal tertentu Yang dimaksud suatu hal tertentu adalah sesuatu yang didalam
perjanjian tersebut harus telah ditentukan dan disepakati.Sesuai ketentuan 9 yang disebutkan
pada Pasal 1333 KUHPerdata bahwa barang yang menjadi obyek suatu perjanjian harus
ditentukan isinya.
4) Suatu sebab yang halal Menurut Undang-Undang sebab yang halal adalah jika tidak
dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum
ketentuan ini disebutkan pada Pasal 1337 KUHPerdata.
BAB III
KASUS
Perjanjian yang Dibuat Antara Pengusaha Besi Dengan Investor yang Sudah Menjalankan
Kerjasama
kasus yang terjadi pada Perusahaan Dhemes, di mana investor yang melakukan kerjasama dengan
cara menanamkan modal pada sebuah Perusahaan Dhemes tidak melakuan pembuatan surat perjanjian
secara sah, yaitu belum memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 KUHP di mana isinya yaitu mengenai
syarat sahnya perjanjian, pada awal memulai sebuah hubungan kerjasama tidak ada kontrak atau
perjanjian yang sah untuk mengikat kedua belah pihak sehingga menjadikan kedua belah pihak
mengalami problem soal perjanjian dan tidak ada kekuatan hukum yang mengikat.
Investor juga kurang atau bahkan belum menguasai soal bisnis dan belum menguasai pula mengenai
arti dari sebuah perjanjian yang benar dan sah menurut hukum, sehingga dalam prakteknya investor
hanya tertuju pada janji yang di sampaikan oleh pengusaha di perusahaan Dhemes tersebut mengenai
untung yang akan di dapatkan setiap bulannya sebesar Rp. 25.000.000,- dan investor tidak terlalu
memikirkan apa resiko yang akan di hadapi kedepannya dan investor tidak begitu teliti dan cermat
soal pentingnya sebuah perjanjian yang sah dalam melakukan hubungan hukum dengan orang lain.
BAB IV
Pembahasan
Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan satu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu
hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa
suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain ini
mencakup denga nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan
yang lahir dari undang-undang.
Dengan sekian banyak pengertian perjanjian yang telah dipaparkan di atas, ada tiga unsur yang dapat
ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Ada orang yang menuntut, atau dalam istilah bisnis biasa di sebut kreditor
2. Ada orang yang dituntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut debitur
3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi.
B. Prinsip-prinsip Dasar Kontrak dan Karakteristik Kontrak
Kontrak baku adalah kontrak berbentuk tertulis yang te-lah digandakan berupa
formulir-formulir, yang isinya te-lah distandardisasi atau dibakukan terlebih dahulu secara
sepihak oleh para pihak yang menawarkan, serta di-tawarkan secara massal, tanpa
mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen.
Istilah perjanjian baku atau standar dalam istilah bahasa Inggris terdapat istilah
standardized agreement, stan-dardized contract, pad contract, standard contract, con-tract of
adhesion, standaardvoorwaarden (Belanda), contrat D’adhesion (Perancis), Allgemeine
Geschaftben-dingungen (Jerman), perjanjian standar, perjanjian baku, kontrak standar, atau
kontrak baku
Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris disebut
standard contract, standard agreement. Kata baku atau standar artinya tolok ukur yang dipakai
sebagai patokan.Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolok
ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap kon-sumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha. Yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah model,
rumusan, dan ukuran.
Yang dimaksud dari bahasa dari kontrak yang dibakukan yaitu bahasa dari Perjanjian baku
memuat syarat-syarat baku yaitu:
menggunakan kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan rapi.
Huruf yang dipakai jelas, rapi, kelihatan isinya dan mudah dibaca dalam waktu
singkat, agar hal initidak merugikan konsumen.
Contoh perjanjian baku adalah polis asuransi, kredita dengan jaminan, tiket pengangkutan
dan lainnya.
Format penulisan perjanjian baku meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini
dibakukan, artinya sudah ditentukan model, rumusan, dan ukurannya, sehingga tidak dapat
diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak.
Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap, atau blanko formulir yang
dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang
memuat syarat-syarat baku.
Jenis-jenis kontrak bisnis dapat dilihat dari hubungan dan kondisi bisnis yang terjadi pada
suatu perusahaan. Terlepas dari bidang usaha yang dijalani, adapun macam-macam hubungan
dan kondisi bisnis tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis
Hubungan dengan kontraktor merupakan hubungan pemborongan suatu proyek, bisa dalam
rangka mengadakan suatu bangunan pabrik dan atau kantor, dimana perusahaan menjadi
pemilik (yang memberikan order kerja) dan kontraktor menjadi pemborong (yang
menerima order kerja). Skala dan kompleksitas proyek dapat sangat beragam. Dari yang
proyek kecil hingga yang proyek besar; dari yang sederhana hingga yang canggih. Konsep
perikatan (perjanjian)-nya pun beragam mengikuti hal-hal tersebut. Dari sekedar Perjanjian
Pemborongan hingga Engineering prosurement constuction contrac atau EPC Contract.
Sedangkan hubungan dengan mitra bisnis, perusahaan mempunyai kepentingan yang sama
dalam suatu proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu. Dalam hal suatu proyek, maka
kedua belah pihak melakukan: (i) suatu kerjasama operasi (joint operation; seperti: Joint
Operation Agreement atau Production Sharing Agreement), atau (ii) penyertaan modal saham
(joint venture) dengan mendirikan suatu perusahaan usaha patungan (joint venture company),
yang perjanjiannya disebut joint venture agreement.
Sedangkan dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal yang sangat luas
dan beragam. Pada umumnya: (i) ada struktur transaksi pembiayaan proyek (seperti: Build
Operate & transfer Agreement atau disingkat BOT Agreement, atau Build Operate &
own Agreement atau disingkat BOO Agreement); (ii) proses alih teknologi atau pengetahuan
tertentu (seperti: technical assistence Agreement); (iii) kepentingan pengembangan/jaringan
bisnis (seperti: Collaboration Agreement); dan (iv) kepentingan penelitian dan
pengembangan serta rekayasa mengenai obyek tertentu; mungkin tidak ada pendapatan yang
diperoleh tetapi tujuan dari hasil kegiatan tersebut yang diutamakan (seperti: Research,
Development & Engineering Agreement); serta (v) kepentingan hak milik intelektual (seperti:
Licence Agreement).
Selain hal tersebut Perjanjian Kerjasama pada prinsipnya dibedakan kedalam 3 pola, yaitu :
1. Joint Venture (Usaha Bersama);
Joint Venture adalah merupakan bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan pada hampir
semua bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan modal untuk
membentuk badan usaha yang mengelola usaha bersama. Contohnya, para pihak bersepakat
untuk mendirikan pabrik garment. Untuk mendirikan usaha tersebut masing-masing pihak
menyerahkan sejumlah modal yang telah disepakati bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.
2. Joint Operational (Kerjasama Operasional)
Joint Operational adalah bentuk kerjasama khusus, dimana bidang usaha yang dilaksanakan
merupakan bidang usaha yang :
- merupakan hak / kewenangan salah satu pihak
- bidang usaha itu sebelumnya sudah ada dan sudah beroperasional,
dimana pihak investor memberikan dana untuk melanjutkan / mengembangkan usaha yang
semula merupakan hak / wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai
pelaksana kegiatan usaha.
Contoh : Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Telkom dengan PT. X untuk
pengembangan jaringan pemasangan telepon baru. Untuk pelaksanaannya dibentuk PT. ABC
yang sahamnya dimiliki PT. Telkom dan PT. X.
3. Single Operational (Operasional Sepihak)
Single Operational merupakan bentuk kerjasama khusus dimana bidang usahanya berupa
“bangunan komersial”. Salah satu pihak dalam kerjasama ini adalah pemilik yang menguasai
tanah, sedangkan pihak lain – investor, diijinkan untuk membangun suatu bangunan
komersial diatas tanah milik yang dikuasai pihak lain, dan diberi hak untuk
mengoperasionalkan bangunan komersial tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan
pemberian fee tertentu selama jangka waktu operasional dan setelah jangka waktu
operasional berakhir investor wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial
diatasnya kepada pihak pemilik / yang menguasai tanah. Bentuk kerjasama ini lasimnya
disebut : BOT (Build, Operate and Transfer), dan variannya adalah : BOOT (Build, Own,
Operate and Transfer), BLT (Build, Lease and Transfer) dan BOO (Build, Own and Operate).
Kesimpulan
Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata
berbunyi : “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap
satu orang atau lebih.”
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah “ suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum.”
Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris disebut standard
contract, standard agreement. Kata baku atau standar artinya tolok ukur yang dipakai sebagai
patokan.Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolok ukur
yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap kon-sumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha. Yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah model,
rumusan, dan ukuran.