Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu
perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian merupakan
suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan adanya hubungan
hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.
Disamping perjanjian kita mengenal pula istilah kontrak. Secara gramatikal, istilah kontrak berasal dari
bahasa Inggris, contract. Baik perjanjian maupun kontrak mengandung pengertian yang sama, yaitu suatu
perbuatan hukum untuk saling mengikatkan para pihak kedalam suatu hubungan hukum perikatan.
Istilah kontrak lebih sering digunakan dalam praktek bisnis. Karena jarang sekali orang menjalankan
bisnis mereka secara asal-asalan, maka kontrak-kontrak bisnis biasanya dibuat secara tertulis, sehingga
kontrak dapat juga disebut sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis

B.   Rumusan Masalah
            Dari latar belakang masalah di atas maka dapat dijabarkan ke dalam pertanyaan
sebagai berikut :
1.      apa yang dimaksud dengan kontrak atau perjanjian?
2.      Apa saja prinsip-prinsip dasar kontrak dan karakteristik kontrak?
3.      Apa yang dimaksud mengenai bahasa kontrak yang dibakukan?
4.      Apa saja bentuk & jenis kontrak dalam transaksi / kegiatan bisnis?
5.      Apa yang dimaksud dengan teknik perancangan kontrak?
6.      Apa yang dimaksud dengan klausa perubahan, penambahan, sanksi, pilihan hukum, dan force
majeur?
7.      Apa yang dimaksud dengan klausa pilihan penyelesaian sengketa?

C.   Tujuan
1.      pengertian kontrak atau perjanjian.
2.      prinsip-prinsip dasar kontrak dan karakteristik kontrak.
3.      bahasa kontrak yang dibakukan.
4.      bentuk & jenis kontrak dalam transaksi / kegiatan bisnis.
5.      teknik perancangan kontrak.
6.      klausa perubahan, penambahan, sanksi, pilihan hukum, dan force majeur.
7.      klausa pilihan penyelesaian sengketa.
BAB II
Tinjauan Literatur

1. Tinjauan Tentang Perjanjian

Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal tersebut


berbunyi :”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Dan syarat sahnya suatu perjanjian telah ditentukan didalam Pasal 1320 KUHPerdata, yang
didalamnya membuat syarat-syarat sebagai berikut:

1) Kesepakatan antara mereka yang mengikatkan diri


2) Kecakapan membuat suatu perjanjian
3) Suatu hal tertentu
4) Suatu sebab yang halal

Dari keempat syarat sahnya suatu perjanjian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Kesepakatan antara mereka yang mengikatkan diri Kesepakatan mereka yang mengikatkan
diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan. Kebebasan bersepakat tersebut dapat terjadi
secara tegas (mengucapkan kata/tertulis) atau secara diam (dengan suatu sikap/isyarat). Kedua
belah pihak atau para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut haruslah bersepakat atas
hal-hal yang diperjanjikan.

2) Kecakapan membuat suatu perjanjian Dalam Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa
setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan kecuali undang–undang yang
menentukan bahwa ia tidak cakap.

Mengenai orang-orang tidak cakap dalam membuat perjanjian dalam Pasal 1330
KUHPerdata yaitu :
a) Orang-orang yang belum dewasa;
b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.

Membuat suatu perjanjian adalah melakukan suatu hubungan hukum dan yang bisa
melakukan suatu hubungan hukum adalah mereka yang bisa dikategorikan sebagai
pendukung hak dan kewajiban, pihak yang dikatakan sebagai pendukung hak dan kewajiban
adalah orang atau badan hukum.

3) Suatu hal tertentu Yang dimaksud suatu hal tertentu adalah sesuatu yang didalam
perjanjian tersebut harus telah ditentukan dan disepakati.Sesuai ketentuan 9 yang disebutkan
pada Pasal 1333 KUHPerdata bahwa barang yang menjadi obyek suatu perjanjian harus
ditentukan isinya.

4) Suatu sebab yang halal Menurut Undang-Undang sebab yang halal adalah jika tidak
dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum
ketentuan ini disebutkan pada Pasal 1337 KUHPerdata.
BAB III
KASUS

Perjanjian yang Dibuat Antara Pengusaha Besi Dengan Investor yang Sudah Menjalankan
Kerjasama
kasus yang terjadi pada Perusahaan Dhemes, di mana investor yang melakukan kerjasama dengan
cara menanamkan modal pada sebuah Perusahaan Dhemes tidak melakuan pembuatan surat perjanjian
secara sah, yaitu belum memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 KUHP di mana isinya yaitu mengenai
syarat sahnya perjanjian, pada awal memulai sebuah hubungan kerjasama tidak ada kontrak atau
perjanjian yang sah untuk mengikat kedua belah pihak sehingga menjadikan kedua belah pihak
mengalami problem soal perjanjian dan tidak ada kekuatan hukum yang mengikat.
Investor juga kurang atau bahkan belum menguasai soal bisnis dan belum menguasai pula mengenai
arti dari sebuah perjanjian yang benar dan sah menurut hukum, sehingga dalam prakteknya investor
hanya tertuju pada janji yang di sampaikan oleh pengusaha di perusahaan Dhemes tersebut mengenai
untung yang akan di dapatkan setiap bulannya sebesar Rp. 25.000.000,- dan investor tidak terlalu
memikirkan apa resiko yang akan di hadapi kedepannya dan investor tidak begitu teliti dan cermat
soal pentingnya sebuah perjanjian yang sah dalam melakukan hubungan hukum dengan orang lain.
BAB IV
Pembahasan

A.   Pengertian Kontrak atau Perjanjian


Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi :
“perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap satu
orang atau lebih.”
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah “ suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan  kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum.”
Menurut Salim H.S., S.H., M.S., perjanjian atau kontark merupakan hubungan hukum antara subjek
hukum yang satu dengan dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek
hukum ang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”

Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan satu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu
hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa
suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain ini
mencakup denga nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan
yang lahir dari undang-undang.
Dengan sekian banyak pengertian perjanjian yang telah dipaparkan di atas, ada tiga unsur yang dapat
ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Ada orang yang menuntut, atau dalam istilah bisnis biasa di sebut kreditor
2. Ada orang yang dituntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut debitur
3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi.
B.   Prinsip-prinsip Dasar Kontrak dan Karakteristik Kontrak

 Prinsip-prinsip Dasar Kontrak


       Ada beberapa prinsip hukum kontrak yang sangat mendukung eksistensi suatu kontrak
baku, yaitu prinsip-prinsip hukum sebagai berikut:
1.      Prinsip kesepakatan
Meskipun dalam suatu kontrak baku disangsikan adanya kesepakatan kehendak yangbenar-
benar seperti diinginkan oleh para pihak, tetapi kedua belah pihak akhirnya juga
menandatangani kedua kontrak tersebut. Dengan penandatanganan tersebut, maka dapat
diasumsi bahwa kedua belah pihak telah menyetujui isi kontrak tersebut, sehingga dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kata sepakat telah terjadi.
2.      Prinsip Asumsi Resiko
Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan asumsi resiko. Artinya
bahwa jika ada resiko ada resiko tertentu yang mungkin terbit dari suatu kontrak tetapi salah
satu pihak bersedia menanggung risiko tersebut sebagai hasil dari tawar menawarnya, maka
jika memang jika risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak yang mengasumsi risiko
tersebutlah yang harus menagunggung risikonya. Dalam hubungan dengan kontrak baku,
maka dengan menandatangani kontrak yang bersangkutan, berart segala risiko apapun
bentuknyaakan ditanggung oleh pihak yang menandatanganinya sesuai isi dari kontrak
tersebut.
3.      Prinsip Kewajiban membaca
Sebenarnya, dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada kewajiban membaca (duty to
read) bagi setiap pihak yang akan menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika dia telah
menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum mengasumsikanbahwa dia telah
membacanyadan menyetujui apa yang telah dibancanya.
4.      Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan
Memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak dibuat secara baku.
Karena kontrak baku tersebutmenjai terikat, antara lain juga karena keterikatan suatu kontrak
tidak hanya terhadap kata-kata yang ada dalam kontrak tersebut, tapi juga terhadap hal-hal
yang bersifat kebiasaan. Lihat pasal 1339 KUHPerdata Indonesia. Dan kontrak baku
merupakan suatu kebiasaan sehari-hari dalam lalu lintas perdagangan dan sudah merupakan
suatu kebutuhan masyarakat, sehingga eksistensinya mestinya tidak perlu dipersoalkan lagi.
         Karakteristik Kontrak
Ciri khas atau karakteristik yang paling penting dari suatu kontrak adalah adanya
kesepakatan bersama (mutual consent) para pihak. Kesepakatan bersama ini bukan hanya
merupakan karakteristik dalam pembuatan kontrak, tetapi hal itu penting sebagai suatu niat
yang diungkapkan kepada pihak lain. Di samping itu, sangat mungkin untuk suatu kontrak
yang sah dibuat tanpa adanya kesepakatan bersama.
C.   Bahasa Kontrak yang dibakukan

Kontrak baku adalah kontrak berbentuk tertulis yang te-lah digandakan berupa
formulir-formulir, yang isinya te-lah distandardisasi atau dibakukan terlebih dahulu secara
sepihak oleh para pihak yang menawarkan, serta di-tawarkan secara massal, tanpa
mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen.
Istilah perjanjian baku atau standar dalam istilah bahasa Inggris terdapat istilah
standardized agreement, stan-dardized contract, pad contract, standard contract, con-tract of
adhesion, standaardvoorwaarden (Belanda), contrat D’adhesion (Perancis), Allgemeine
Geschaftben-dingungen (Jerman), perjanjian standar, perjanjian baku, kontrak standar, atau
kontrak baku

Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris disebut
standard contract, standard agreement. Kata baku atau standar artinya tolok ukur yang dipakai
sebagai patokan.Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolok
ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap kon-sumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha. Yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah model,
rumusan, dan ukuran.
Yang dimaksud dari bahasa dari kontrak yang dibakukan yaitu  bahasa dari Perjanjian baku
memuat syarat-syarat baku yaitu:
         menggunakan kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan rapi.
         Huruf yang dipakai jelas, rapi, kelihatan isinya  dan mudah dibaca dalam waktu
singkat, agar hal initidak merugikan konsumen.
         Contoh perjanjian baku adalah polis asuransi, kredita dengan jaminan, tiket pengangkutan
dan lainnya.
         Format penulisan perjanjian baku meliputi model, rumusan, dan ukuran. Format ini
dibakukan, artinya sudah ditentukan model, rumusan, dan ukurannya, sehingga tidak dapat
diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak.
         Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap, atau blanko formulir yang
dilampiri dengan naskah syarat-syarat perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang
memuat syarat-syarat baku.

D.   Bentuk dan Jenis Kontrak dalam Transaksi/Kegiatan Bisnis

Jenis-jenis kontrak bisnis dapat dilihat dari hubungan dan kondisi bisnis yang terjadi pada
suatu perusahaan. Terlepas dari bidang usaha yang dijalani, adapun macam-macam hubungan
dan kondisi bisnis tersebut yaitu sebagai berikut:
a.       Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kontraktor dan mitra bisnis
 Hubungan dengan kontraktor merupakan hubungan pemborongan suatu proyek, bisa dalam
rangka mengadakan suatu bangunan pabrik dan atau kantor, dimana perusahaan menjadi
pemilik (yang memberikan order kerja) dan kontraktor menjadi pemborong (yang
menerima order kerja). Skala dan kompleksitas proyek dapat sangat beragam. Dari yang
proyek kecil hingga yang proyek besar; dari yang sederhana hingga yang canggih. Konsep
perikatan (perjanjian)-nya pun beragam mengikuti hal-hal tersebut. Dari sekedar Perjanjian
Pemborongan hingga Engineering prosurement constuction contrac atau EPC Contract.

Sedangkan hubungan dengan mitra bisnis, perusahaan mempunyai kepentingan yang sama
dalam suatu proyek atau obyek kerjasama bisnis tertentu. Dalam hal suatu proyek, maka
kedua belah pihak melakukan: (i) suatu kerjasama operasi (joint operation; seperti: Joint
Operation Agreement atau Production Sharing Agreement), atau (ii) penyertaan modal saham
(joint venture) dengan mendirikan suatu perusahaan usaha patungan (joint venture company),
yang perjanjiannya disebut joint venture agreement.

Sedangkan dalam obyek kerjasama bisnis tertentu dapat mencakup hal-hal yang sangat luas
dan beragam. Pada umumnya: (i) ada struktur transaksi pembiayaan proyek (seperti: Build
Operate & transfer Agreement atau disingkat BOT Agreement, atau Build Operate &
own Agreement atau disingkat BOO Agreement); (ii) proses alih teknologi atau pengetahuan
tertentu (seperti: technical assistence Agreement); (iii) kepentingan pengembangan/jaringan
bisnis (seperti: Collaboration Agreement); dan (iv) kepentingan penelitian dan
pengembangan serta rekayasa mengenai obyek tertentu; mungkin tidak ada pendapatan yang
diperoleh tetapi tujuan dari hasil kegiatan tersebut yang diutamakan (seperti: Research,
Development & Engineering Agreement); serta (v) kepentingan hak milik intelektual (seperti:
Licence Agreement).

b.       Hubungan bisnis antara perusahaan dengan pemasok


 Sederhananya, perjanjian dengan para pemasok barang atau jasa bagi kepentingan produksi
atau operasi bisnis sehari-hari. Biasanya disebut Supply Agreement.           
  
c.        Hubungan bisnis antara perusahaan dengan distributor, retailer/agen penjualan
 dalam hal perusahaan tidak melakukan penjualan langsung melalui divisi pemasaran dan
penjualannya, maka ia akan menunjuk pihak lain yaitu distributor atau retailer atau agen
penjualan. Biasanya disebut distribution agreement, dan sales representative agreement.

d.       Hubungan bisnis antara perusahaan dengan konsumen atau debitur


 Singkatnya, dalam hal konsumen tidak mampu membayar tunai, maka perusahaan dapat
melakukan pembiayaan sendiri terhadap konsumen yang bersangkutan dengan melakukan
perjanjian jual beli dengan cicilan (Purchase With instalement) atau sewa beli (hire purchase
agreement).     

e.       Hubungan bisnis antara perusahaan dengan para pemegang saham


Pada umumnya, dalam hal kondisi diluar dari penyertaan modal yang sudah diatur dalam
anggaran dasar, yaitu seperti Perjanjian Hutang Subordinasi atau bila ada kesepakatan antara
pemegang saham lama dengan yang baru, yaitu shareholder agreement.
         
f.        Hubungan bisnis antara perusahaan dengan kreditur yang memberikan fasilitas kredit atau
pinjaman
 Pada umumnya dikenal dengan dengan Facility Agreement atau credit Agreement. Namun
dari segi sifat hutang dan struktur transaksi dapat merupakan macam ragam hubungan atau
transaksi pinjaman, misalnya, Syndicated Facility Agreement, convertible bond, Agreement,
Put Option Agreement, Middle Term Note Agreement.

Selain hal tersebut Perjanjian Kerjasama pada prinsipnya dibedakan kedalam 3 pola, yaitu :
1.       Joint Venture (Usaha Bersama);
Joint Venture adalah merupakan bentuk kerjasama umum, dapat dilakukan pada hampir
semua bidang usaha, dimana para pihak masing-masing menyerahkan modal untuk
membentuk badan usaha yang mengelola usaha bersama. Contohnya, para pihak bersepakat
untuk mendirikan pabrik garment. Untuk mendirikan usaha tersebut masing-masing pihak
menyerahkan sejumlah modal yang telah disepakati bersama, lalu mendirikan suatu pabrik.
2.      Joint Operational (Kerjasama Operasional)
Joint Operational adalah bentuk kerjasama khusus, dimana bidang usaha yang dilaksanakan
merupakan bidang usaha yang :
- merupakan hak / kewenangan salah satu pihak
- bidang usaha itu sebelumnya sudah ada dan sudah beroperasional,
dimana pihak investor memberikan dana untuk melanjutkan / mengembangkan usaha yang
semula merupakan hak / wewenang pihak lain, dengan membentuk badan usaha baru sebagai
pelaksana kegiatan usaha.
Contoh : Kerjasama Operasional (KSO) antara PT. Telkom dengan PT. X untuk
pengembangan jaringan pemasangan telepon baru. Untuk pelaksanaannya dibentuk PT. ABC
yang sahamnya dimiliki PT. Telkom dan PT. X.
3.       Single Operational (Operasional Sepihak)
Single Operational merupakan bentuk kerjasama khusus dimana bidang usahanya berupa
“bangunan komersial”. Salah satu pihak dalam kerjasama ini adalah pemilik yang menguasai
tanah, sedangkan pihak lain – investor, diijinkan untuk membangun suatu bangunan
komersial diatas tanah milik yang dikuasai pihak lain, dan diberi hak untuk
mengoperasionalkan bangunan komersial tersebut untuk jangka waktu tertentu dengan
pemberian fee tertentu selama jangka waktu operasional dan setelah jangka waktu
operasional berakhir investor wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial
diatasnya kepada pihak pemilik / yang menguasai tanah. Bentuk kerjasama ini lasimnya
disebut : BOT (Build, Operate and Transfer), dan variannya adalah : BOOT (Build, Own,
Operate and Transfer), BLT (Build, Lease and Transfer) dan BOO (Build, Own and Operate).

E.   Teknik Perancangan Kontrak


Untuk membuat suatu kontrak kita harus mengetahui teknik dalam perancangan kontrak
tersebut, teknik-teknik yang harus dilakukan yaitu:
a.       PENELITIAN
Perancang kontrak melakukan penelitian berkaitan dengan
a. Keinginan para pihak
Setidak tidaknya pada awalnya pihak yang minta bantuan untuk dibuatkan kontrak, kemudian
mengetahui keinginan pihak lainnya.
 b. Ketentuan perundang undangan
 c. Etika , moral, adat kebiasaan , yang berlaku di tempat dilaksanakan kontrak tsb
b.      OUTLINING
Pembuatan / Merancang Urutan Kerangka Naskah kontrak dan Pemahaman tentang Anatomi
kontrak Baik yang Pokok, transaction cluse, maupun yang merupakan Penunjang, technical
house keeping clauses Kemudian menyusunnya dalam TATA URUTAN naskah kontrak
Sesuai dgn kepentingannya yang mencakup seluruh keinginan para pihak,dimulai dari hal yg
pokok, diikuti dgn
pengaturan penunjangnya
c.       ANATOMI “Kontrak”
Pola dasar suatu konsep perjanjian biasanya disusun sebagai berikut :
1.      Judul / Nama Kontrak , heading
   Judul kontrak harus dapat mengidentifikasikan inti kontrak yang syarat-syarat, ketentuan-
ketentuan atau klausula-klausulanya diatur di dalamnya.
   Korelasi dan relevansi antara judul dan isi kontrak.
2. Pembukaan, opening
3. Komparasi , para pihak, parties
Adalah bagian dari akta yang mendiskripsikan para pihak yang melakukan
kesepakatan. Dalam bagian ini (komparasi) harus dicantumkan nama seseorang yang
bertindak untuk dan atas nama para pihak.
         Mengapa ( nama ) seseorang harus dicantumkan sebagai komparasi / para  pihak? Karena:
  Secara formal : harus tanda tangan , ( memenuhi per-syaratan sahnya akta )
  Dapat melakukan perbuatan hukum
  Perancang kontrak perlu mendapatkan kejelasan tentang unsur “subyektif “ yang harus
dipenuhi untuk sahnya kontrak, dengan memperhatikan fungsi dari komparasi .
         Komparasi mengandung fungsi :
  Menjelaskan edentitas para pihak
  Dalam kedudukan apa yang bersangkutan bertindak
  Berdasarkan apa kedudukan tersebut
  Cakap untuk melakukan perbuatan hukum yang dimaksudkan dalam akta perjanjian
   Mempunyai hak untuk melakukan tindakan yang dinyatakan dalam kontrak
4. Dasar pertimbangan, premis, recitals
Berisikan kondisi umu dari para pihak yang akan membuat suatu kontrak, berisikan
kemampuan modal, teknologi, pengalaman yang handal, pangsa pasar dan sebagainya.
5. Isi perjanjian, ketentuan dan persyaratan, terms and condition /clause
6. Penutup, closure
7. Tanda tangan, signature
● Saksi, witnesses
●Lampiran, attachments / exhibits
Standar pembukaan dari kontrak pada umumnya memuat tempat dan tanggal penanda-tangan
kontrak. Terkadang tunduk pada keharusan formal tertentu, misal pada akta jual beli tanah,
akta notarial.

F.    Klausula Perubahan, Penambahan, Sanksi, Pilihan Hukum, dan Force


Majeur
a)      Klausula perubahan
yaitu pasal dalam kontrak yang menetapkan diperkenankan atau tidaknya para fihak untuk
mengalihkan sebagian atau seluruh prestasinya kepada fihak ketiga, serta syarat-syarat/tata
cara pelaksanaan pengalihan itu seandainya diperkenankan
b)      Klausula penambahan
memuat kesepakatan para fihak untuk menganggap bahwa apa yang tertulis di dalam kontrak
merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan menyatakan apa yang disepakati para fihak,
sehingga hal-hal yang pernah disepakati atau dikomunikasikan di antara para fihak sebelum
kontrak dibuat, tidak dapat digunakan untuk merubah atau melengkapi apa yang sudah
tertulis di dalam kontra.
c)      Klausula sanksi
yaitu pasal yang memuat kesepakatan para fihak tentang bagaimana dan ke mana
korespondensi, komunikasi serta peringatan-peringatan di antara para fihak harus
disampaikan, serta apa akibat-akibat hukumnya
d)     Klausula pilihan hukum
e)      (di dalam kontrak-kontrak internasional) yang memuat kesepakatan para fihak tentang
hukum negara mana atau sumber hukum apa yang akan digunakan untuk mengatur dan
menentukan pembentukan, keabsahan, penafsiran, dan pelaksanaan kontrak mereka.
f)       Klausula force majeur
yaitu pasal dalam kontrak yang memungkinkan salah satu fihak untuk tidak melaksanakan
prestasinya, seandainya pelaksanaan prestasi itu terhambat atau tidak mungkin dilaksanakan
sebagai akibat dari munculnya peristiwa-peristiwa tertentu yang berada di luar kendali fihak
tersebut untuk mencegahnya

G.  Klausula Pilihan Penyelesaian Sengketa


Dalam menyelesaikan suatu sengketa dalam kontrak diperlukan klausula dan tahapan tahapan
klausula , sebagai berikut:
a)      Klausula Perundingan
Langkah terpuji untuk menyelesaikan sengketa adalah terlebih dahulu melakukan
perundingan. Namun karena perundingan mungkin menjadi proses yang bertele-tele, sangat
penting untuk menentukan jangka waktu perundingan (kapan perundingan dikatakan
impasse), demikian juga harus ditentukan proses penyelesaian sengketa selanjutnya setelah
terjadi impasse.
b)      Klausa Perundingan Tingkat Tinggi
Jika perundingan antara pejabat-pejabat “kelas menengah” gagal menyelesaikan sengketa,
sebaiknya dicoba untuk melanjutkan perundingan yang dilakukan oleh pejabat “kelas berat”.
Dalam hal ini direktur dari pihak-pihak yang bersengketa. Hanya jika perundingan tingkat
tinggi dan gagal juga barulah ditempuh prosedur perundingan dengan perantara mediator
c)      Klausula mediasi (belum menunjuk mediator)
Pengalaman telah menunjukkan bahwa keterlibatan mediator yang tidak memihak dapat
membantu para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya. Oleh karena itu
adalah bijaksana untuk menetapkan mediasi sebagai sarana penyelesaian sengketa sebelum
timbul sengketa, yaitu dalam kontrak, walaupun dimungkinkan juga u tuk membuat
perjanjian mediasi setelah timbul sengketa.
d)     Klausula Mediasi ( Sudah Menunjuk Mediator)
Proses mediasi akan lebih mudah dimulai, jika para pihak telah dapat menyetujui
mediatornya sebelum sengketa timbul dengan perkataan lain nama mediator telah
dicantumkan dalam klausula mediasi dalam konflik. Dikatakan “lebih mudah” karena para
pihak tidak perlu bersengketa lagi untuk memilih mediatornya yang akan membantu
menyelesaikan sengketa mereka. Mediatorpun dapat menjaga agar dirinya tidak memiliki
conflic of interest dengan para pihak sejak penunjukannya.
e)      Klausula mediasi dengan arbitrase
Klausula mediasi dan arbitrase dapat dibuat secara terpisah. Namun dimungkinkan untuk
membuat satu klausula singkat yang mengatur mediasi sekaligus arbitrase, tentunya jika
prosedur dan institusi mediasi dan arbitrasenya jelas dicantumkan dalam klausula tersebut.
BAB V
Kesimpulan

Kesimpulan
  

            Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313 KUH Perdata
berbunyi : “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap
satu orang atau lebih.”
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah “ suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan  kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum.”

  Prinsip-prinsip Dasar Kontrak


1.      Prinsip kesepakatan
2.      Prinsip Asumsi Resiko
3.      Prinsip Kewajiban membaca
4.      Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan

         Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris disebut standard
contract, standard agreement. Kata baku atau standar artinya tolok ukur yang dipakai sebagai
patokan.Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolok ukur
yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap kon-sumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha. Yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah model,
rumusan, dan ukuran. 

Anda mungkin juga menyukai