Anda di halaman 1dari 14

PEMBELAJARAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN (MMP)

A. PENGERTIAN PEMBELAJARAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN (MMP)

Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses


keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem,
sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang
sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.
Menulis adalah melahirkan pikiran atau gagasan (seperti mengarang, membuat
surat) dengan tulisan. Setiap tulisan harus mengandung makna sesuai dengan pikiran,
perasaan, ide, dan emosi penulis yang disampaikan kepada pembaca untuk dipahami
tepat seperti yang dimaksud penulis.
Pada Kurikulum 2013 (K13), mata pelajaran Bahasa Indonesia mendapat bagian
yang jelas dengan memiliki standar kompetensi (SK) yang meliputi empat aspek
keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Keempat
keterampilan berbahasa tersebut sangat erat kaitannya dengan proses berpikir siswa
dalam mendasari suatu bahasa. Keterampilan membaca dan menulis di sekolah dasar
(SD) khususnya pada kelas rendah lebih diutamakan dibandingkan dengan keterampilan
lainnya, karena keterampilan membaca dan menulis menjadi dasar utama dalam
menguasai berbagai mata pelajaran lainnya, seperti IPS, Matematika, IPA, dan lain-lain.
Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan (MMP) merupakan program
pembelajaran yang diorientasikan kepada kemampuan membaca dan menulis permulaan
di kelas- kelas awal pada saat peserta didik mulai memasuki bangku sekolah. Pada tahap
awal peserta didik memasuki bangku sekolah di kelas 1 sekolah dasar, MMP merupakan
program pembelajaran utama (Mulyati, 2014: 6 dan Kemendikbud, 2012).
Disebut permulaan karena hal pertama yang diajarkan kepada peserta didik pada
awal-awal masa persekolahan itu adalah kemampuan membaca dan menulis yang lebih
diorientasikan pada kemampuan membaca dan menulis tingkat dasar, yakni kemampuan
mengenal huruf dan kemampuan menulis mekanik. Kedua kemampuan ini akan menjadi
landasan dasar bagi pemerolehan bidang ilmu lain di sekolah.
Kegiatan membaca permulaan tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan menulis
permulaan. Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan
kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk
memperoleh keterampilan / kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini
merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut
dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh
kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu:
1) Kemampuan membunyikan lambang-lambang tulis.
2) Penguasaan kosakata untuk memberi arti.
3) Memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.
Jadi Membaca Menulis Permulaan (MMP) dikhususkan untuk anak-anak yang
baru saja mengenal pembelajaran membaca dan menulis. Biasanya terjadi di kelas rendah
tingkat sekolah dasar. Kemampuan membaca permulaan ini akan berpengaru terhadap
kemampuan membaca lanjutan siswa-siswa sekolah dasar. Dan memang membutuhkan
bimbingan penuh dari guru, karena membaca dan menulis adalah pelajaran yang akan
berlanjut ketika anak memasuki kelas tinggi.

B. TUJUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN (MMP)

Tujuan membaca dan menulis permulaan pada dasarnya adalah memberikan bekal
pengetahuan dan keterampilan kepada siswa untuk mengenalkan tentang teknik-teknik
membaca dan menulis permulaan dan dapat mempraktikannya dengan benar. Secara
terperinci, Membaca Menulis Permulaan (MMP) bertujuan sebagai berikut:
1. Memupuk dan mengembangkan kemampuan anak-anak untuk memahami dan
mengenalkan cara membaca dan menulis yang benar.
2. Melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk menuliskan dan mengenal
huruf.
3. Melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk mengubah tulisan menjadi
bunyi bahasa.
4. Melatih dan mengembangkan kemampuan anak untuk menuliskan bunyibunyi yang
didengarnya.
5. Melatih keterampilan anak untuk memahami kata-kata yang dibaca, didengar dan
mengingatnya dengan baik.
6. Melatih keterampilan anak untuk dapat menetapkan arti tertentu dari sebuah kata
dalam suatu konteks.

Berdasarkan tujuan-tujuan membaca menulis permulaan di atas dapat disimpulkan


bahwa tujuan utama dari membaca menulis permulaan adalah untuk melatih dan
mengembangkan kemampuan anak dalam membaca menulis dengan mengenalkan huruf
menjadi bunyi bahasa yang dituliskan dalam bentuk tulisan.

C. METODE PEMBELAJARAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN (MMP)

Untuk dapat mengajarkan membaca dan menulis permulaan seperti dikutip dari
(Mulyati, 2014: 15-23 & Kemendikbud, 2012: 8-15), ada beberapa metode yang dapat
dijadikan acuan untuk pembelajarannya, antara lain sebagai berikut.

1. Metode Eja
Sebelum memasuki SD/MI, beberapa siswa sudah mengenal dan hafal abjad.
Namun, dia belum bisa merangkai abjad-abjad tersebut menjadi ujaran bermakna.
Sebagai contoh ada anak yang sudah mengenal lambang-lambang berikut:
/A/, /B/, /C/, /E/, /F/, dan seterusnya sebagai [a], [be], [ce], [de], [e], [ef], dan
seterusnya.
Namun, mereka belum dapat merangkaikan lambang-lambang tersebut untuk
menjadi kata. Secara alamiah, orang dewasa yang berada di sekitar anak tersebut
akan mengajari anak tersebut dengan mengeja suku kata metode eja atau biasa
disebut metode abjad atau metode alfabet.
Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini memulai
pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alfabetis. Huruf-huruf
tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya menurut abjad.
Sebagai contoh
A/a, B/b, C/c, D/d, E/e, F/f, dan seterusnya, dilafalkan sebagai [a], [be], [ce], [de],
[ef], dan seterusnya.
Kegiatan ini diikuti dengan latihan menulis lambang, tulisan, seperti a, b, c, d, e, f,
dan seterusnya atau dengan huruf rangkai a, b, c, d, dan seterusnya.

Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku
kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya. Misalnya:
a) b, a, d, u menjadi b-a ba (dibaca atau dieja /be-a/ [ba ]) d-u du (dibaca atau
dieja /de-u/ [du])ba-du dilafalkan /badu/.
b) b, u, k, u menjadi b-u bu (dibaca atau dieja / be-u/ [bu] )k-u ku (dibaca atau
dieja / ke-u/ [ku] ).

Proses ini sama dengan pada proses menulis permulaan, setelah anak-anak bisa
menuliskan huruf-huruf lepas, kemudian dilanjutkan dengan belajar menulis
rangkaian huruf yang berupa suku kata. Sebagai contoh, kata ‘baru’. Selanjutnya,
anak diminta menulis seperti ini: ba – ru badu. Kegiatan ini dapat juga diikuti dengan
cara mencontoh menulis kata melalui proses menebalkan huruf.
Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana.
Contoh-contoh perangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan
kata menjadi kalimat diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral, pendekatan
komunikatif, dan pengalaman berbahasa. Artinya, pemilihan materi ajar untuk
pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal
yang abstrak, dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan kehidupan anak
menuju hal-hal yang sulit dan mungkin merupakan sesuatu yang baru bagi anak.

2. Metode Bunyi
Metode bunyi merupakan bagian dari metode eja, hanya saja dalam
pelaksanaannya metode bunyi melalui proses latihan dan tubian. Contoh metode
bunyi:
a) Huruf/b/ dilafalkan [be]/d/ dilafalkan [de] /e/ dilafalkan [e] dilafalkan dengan e.
b) Kata nani dieja menjadi: /en-a/ [na]/en-i/ [ni] dibaca [na-ni].

3. Metode Suku Kata


Metode suku kata biasa juga disebut dengan metode silabel. Proses
pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti:
/ba, bi, bu, be, bo/;
/ca, ci, cu, ce, co/;
/da, di, du, de, do/;
/ka, ki, ku, ke, ko/, dan seterusnya.

Suku-suku kata tersebut, kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna.


Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi
paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar MMP. Kata-kata
dimaksud, misalnya:
ba – ju cu – ci da – ki ka – ki
bi – ru ca – ci da – ra ku – ku
bi – bi ci – ci da – du ka – ku
ba – ca ka – ca du – ka ku – da.
Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi
kelompok kata atau kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat
dimaksud, seperti tampak pada contoh di bawah ini.
ka-ki ku-da
ba-ca bu-ku
cu–ci ka–ki (dan sebagainya).
Proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kelompok kata atau
kalimat sederhana, kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau
penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil di
bawahnya, yakni dari kalimat ke dalam kata-kata dan dari kata ke suku-suku kata.
Proses pembelajaran MMP yang melibatkan kegiatan merangkai dan mengupas,
kemudian melahirkan istilah lain untuk metode ini, yakni metode rangkai-kupas.
Jika disimpulkan, langkah-langkah pembelajaran MMP dengan metode suku
kata adalah:
a. Tahap pertama, pengenalan suku-suku kata.
b. Tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata.
c. Tahap ketiga, perangkaian kata menjadi kelompok kata atau kalimat sederhana.
d. Tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan pengupasan.

4. Metode Kata
Proses pembelajaran MMP seperti yang digambarkan dalam langkahlangkah di
atas dapat pula dimodifikasi dengan mengubah objek pengenalan awalnya. Sebagai
contoh, proses pembelajaran MMP diawali dengan penge- nalan sebuah kata tertentu.
Kata ini, kemudian dijadikan lembaga sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan
huruf. Artinya, kata dimaksud diuraikan (dikupas) menjadi suku kata, suku kata
menjadi huruf-huruf.
Selanjutnya, dilakukan proses perangkaian huruf menjadi suku kata dan suku
kata menjadi kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan tadi dikembalikan lagi
kebentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula). Karena proses pembelajaran
MMP dengan metode ini melibatkan serangkaian proses pengupasan dan
perangkaian maka metode ini dikenal juga sebagai “metode kupas-rangkai”. Hal
tersebut dianalogikan sebagai lawan dari metode suku kata yang biasa juga disebut
metode rangkai-kupas. Sebagian orang menye- butnya “metode kata” atau “metode
kata lembaga”.

5. Metode Global
Sebagian orang mengistilahkan metode ini sebagai “metode kalimat”.
Dikatakan demikian, karena alur proses pembelajaran MMP yang diperlihatkan
melalui metode ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat secara global. Untuk
membantu pengenalan kalimat dimaksud, biasanya digunakan gambar. Di bawah
gambar dimaksud, dituliskan sebuah kalimat yang kira-kira merujuk pada makna
gambar tersebut. Sebagai contoh, jika kalimat yang diperkenal- kan berbunyi “ini
gita”, maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar seorang
anak perempuan.
Selanjutnya, setelah anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat, barulah
proses pembelajaran MMP dimulai. Mula-mula, guru mengambil salah satu kalimat
dari beberapa kalimat yang diperkenalkan di awal pembelajaran. Kalimat tersebut
dijadikan dasar/alat untuk pembelajaran MMP. Melalui proses deglobalisasi (proses
penguraian kalimat menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, yakni menjadi kata, suku
kata, dan huruf), selanjutnya anak menjalani proses belajar MMP. Proses penguraian
kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf, tidak
disertai dengan proses sintesis (perangkaian kembali). Artinya, huruf-huruf yang
telah terurai itu tidak dikem- balikan lagi pada satuan di atasnya, yakni suku kata.
Demikian juga dengan suku-suku kata, tidak dirangkaikan lagi menjadi kata; kata-
kata menjadi kalimat. Sebagai contoh, materi untuk MMP yang menggunakan
metode global.
a. Memperkenalkan gambar dan kalimat.
Ini mama
Ini baso
b. Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata
menjadi huruf-huruf.
ini buku
ini buku
i-ni bu-ku
i-n-i b-u-k-u

Jadi dalam metode global, guru membutuhkan gambar dalam mengajarkan


MMP kepada anak.Gambar dapat menarik perhatian anak serta diharapkan dapat
membuat anak menjadi pandai membaca dan menulis.

6. Metode SAS
Struktural analitik sintetik atau yang biasa disingkat dengan SAS merupa- kan
salah satu metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca dan menulis
permulaan. Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pelajarannya dengan
menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi
sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat. Hal ini
dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep “kebermaknaan” pada diri anak.
Akan lebih baik jika struktur kalimat yang disajikan sebagai bahan pembelajaran
MMP dengan metode ini adalah struktur kalimat yang digali dari pengalaman
berbahasa si pebelajar itu sendiri.
Untuk itu, sebelum pembelajaran MMP dimulai, guru dapat melakukan
prapembelajaran melalui berbagai cara. Sebagai contoh, guru dapat memanfaatkan
rangsang gambar, benda nyata, tanya jawab informal untuk menggali bahasa peserta
didik. Setelah ditemukan suatu struktur kalimat yang dianggap cocok untuk materi
MMP, barulah pembelajaran MMP yang sesungguhnya dimulai. Pembelajaran MMP
dimulai dengan pengenalan struktur kalimat. Kemudian, melalui proses analitik,
peserta didik diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh yang dijadikan
tonggak dasar untuk pembelajaran mem- baca permulaan ini diuraikan ke dalam
satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan atau
penguraian ini terus berlanjut hingga pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak
bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf.
Proses penguraian/penganalisian dalam pembelajaran MMP dengan metode
SAS, meliputi:
a. Kalimat menjadi kata-kata
b. Kata menjadi suku-suku kata, dan
c. Suku kata menjadi huruf-huruf.

Pada tahap selanjutnya, peserta didik dimotivasi melakukan kerja sintesis


(menyimpulkan). Satuan-satuan bahasa yang telah terurai tadi dikembalikan lagi
kepada satuannya semula, yakni dari huruf-huruf menjadi suku kata, suku- suku kata
menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat. Dengan demikian, melalui proses
sintesis ini, peserta didik akan menemukan kembali wujud struktur semula, yakni
sebuah kalimat utuh. Melihat prosesnya, tampaknya metode ini merupakan campuran
dari metode-metode membaca permulaan seperti yang telah dibahas di atas.
Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan dari metode ini, di
antaranya sebagai berikut ini.
1) Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang
satuan bahasa terkecil yang untuk berkomu- nikasi adalah kalimat. Kalimat
dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawah- nya, yakni kata, suku kata, dan
akhirnya fonem (huruf-huruf).
2) Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa peserta didik. Oleh karena
itu, pembelajaran akan lebih bermakna bagi peserta didik karena bertolak dari
sesuatu yang dikenal dan diketahui peserta didik. Hal ini akan memberikan
dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman peserta didik.
3) Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Peserta didik
mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Sikap
seperti ini akan membantu peserta didik dalam mencapai keberhasilan belajar.

Materi ajar untuk pembelajaran membaca permulaan dengan metode ini


tampak seperti berikut.
ini mama
ini mama
i - ni ma – ma
i-n-i m-a-m-a
i - ni ma – ma
ini mama
ini mama

Jadi dapat dikatakan bahwa metode SAS ini merupakan metode yang
menganalisis satuan terbesar yaitu kalimat kemudian diubah menjadi yang kecil yaitu
kata, kemudian kata diubah menjadi suku kata dan mengubahnya lagi menjadi satuan
yang paling kecil yaitu huruf.
D. PROBLEMATIKA DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN MEMBACA
MENULIS PERMULAAN
Pada umumnya problematika yang sering ditemukan dalam proses pembelajaran di
kelas-kelas awal adalah sebagai berikut.
a) Ketidak mampuan siswa mengenali huruf-huruf dalam alfabet, khususnya
membedakan huruf kapital dan huruf kecil.
b) Ada kecenderungan siswa membaca kata demi kata tanpa bisa melanjutkan membaca
kata-kata selanjutnya dengan lancar.
c) Dalam membaca, siswa sering berhenti membaca di tempat yang tidak tepat dengan
tidak memperhatikan tanda baca, khususnya tanda koma.
d) Kebiasaan siswa mengulangi kata atau frase karena siswa tidak mengenali kata atau
kurang menguasai huruf.
e) Sebagian siswa menghilangkan (tidak membaca) kata atau frase dari teks yang
dibacanya.
f) Tulisan siswa kurang sempurna karena tidak mengelompokkan huruf-huruf dalam
satu kata, seharusnya kata yang satu dengan kata yang lain dipisahkan oleh
jarak/spasi.

E. STRATEGI PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS


PERMULAAN

Upaya-upaya guru dalam mengembangkan kemampuan membaca menulis


permulaan siswa di kelas rendah antara lain sebagai berikut:
1. Mengondisikan kelas senyaman mungkin
Bagi seorang guru, kelas yang nyaman dan bersih merupakan hal yang sangat
penting. Kelas bisa ditata rapi sesuai dengan keinginan guru dan siswa.guru bisa
berinovasi dengan mengubash susunan meja dan kursi siswa setiap seminggu sekali
ataupun dengan membuat prakarya-prakarya yang difungsikan untuk menghias
kelasnya agar terlihat lebih bagus. Dan juga guru perlu membiasakan siswa untuk
selalu menjaga kebersihan kelas agar ketika siswa belajar siswa merasa nyaman dan
kelas menjadi bersih dan rapi.

2. Membangkitkan mood belajar siswa


Guru bukan hanya memiliki tugas untuk mengajar di kelas. Tetapi, lebih dari
itu, guru dituntut untuk dapat menciptakan suasana belajar yang kreatif dan disenangi
oleh siswa. Oleh kerena itu, guru harus memiliki kreatifitas yang tinggi ketika
mengajar di kelas. Ketika belajar, sering sekali guru menemukan siswa-siswanya
yang merasa jenuh atau bosan. Disinilah tugas guru untuk menciptakan dan
membangkitkan mood belajar siswa agar siswa merasa semangat dan kembali siap
untuk belajar. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh seorang guru dalam
membangkitkan mood belajar siswanya salah satunya yaitu dengan melakukan
senam didalam kelas yang diikuti oleh siswa-siswa didalam kelas.

3. Membangun Konsentrasi Belajar dengan Permainan


Konsntrasi belajar merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
prestasi belajar seseorang. Ketika siswa berkonsentrasi penuh saat belajar, maka ia
akan lebih mudah memahami isi pelajaran nya dan siswa akan lebih cepat memiliki
kemampuan membaca dan menulis. Konsentrasi memang sangat dibuthkan oleh
siswa ketika belajar membaca dan menulis. Terutama ketika belajar menulis dengan
mendikte. Dibutuhkan konsentrasi penuh dari siswa untuk mendengarkan kata yang
didikte oleh guru dan menuliskan menjadi huruf – huruf yang benar. Guru juga bisa
melatih konsentrasi siswa dengan memastikan ketika pembelajaran berlangsung
siswa-siswa tertib dan tidak mengobrol satu sama lain. Karena jika mengobrol dan
bercanda, hal ini dapat mengganggu konsentrasi temannya yang lain.

4. Membaca Nyaring
Membaca nyaring merupakan salah satu bagian yang paling sering digunakan
oleh guru khususnya guru di kelas rendah dalam mengajarkan membaca.membaca
bersuara atau nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang
dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat, agar pendengar dan pembaca
dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis. Jadi, pembelajaran
membaca nyaring ini dilakukan oleh siswa dengan membaca cerita atau tulisan
dengan mengeraskan suara mereka agar terdengar oleh temannya yang lain. Adapun
manfaat dari membaca nyaring ini antara lain untuk memberikan contoh pada siswa
proses membaca yang positif, mengekspos siswa untuk memperkaya kosakatanya
dan memberi siswa informasi baru.

5. Membaca dan Bernyanyi


Membaca sambil bernyanyi merupakan salah satu metode yang digunakan oleh
guru di Sekolah Dasar di Kelas Rendah untuk membuat siswa nya menjadi senang
dan minat dengan kegiatan membaca guru ingin menunjukkan pada siswa bahwa
membaca bukanlah kegiatan yang harus ditakuti dan bukanlah pelajaran yang sulit.
Tetapi guru ingin menunjukkan bahwa membaca bisa dijadikan kegiatan yang asik
dan menarik dengan menggabungkannya dengan sebuah nyanyian. Dengan adanya
kegiatan membaca sambil bernyanyi ini, siswa sangat antusias mengikuti
pembelajaran membaca dan diharapkan dapat meingkatkan kemampuan membaca
siswa dan menjadikan siswa gemar untuk membaca.

6. Memberikan Pujian
Pujian merupakan salah satu hadiah atau ganjaran berupa kata – kata yang baik
dan yang sangat mudah diberikan kepada orang lain. Guru memberikan pujian pada
siswa yang telah membaca atau menulis dengan baik dan semangat. Adapun tujuan
guru memberikan pujian pada siswa nya yaitu untuk membangkitkan semangat siswa
dalam belajar dan untuk menghargai hasil kerja siswanya.Kalimat – kalimat yang
diberikan oleh guru bermacam-macam bentuknya. Diantaranya guru memberikan
pujian berupa tepuk hebat dan memberikan jempol yang biasanya diberikan saat
siswa bisa menjawab pertanyaan dari guru ataupun disaat siswa bisa membaca dan
menulis dengan baik dan semangat. Dan juga mengucapkan kata berupa pintar dan
hebat. Dengan adanya pujian yang diberikan oleh guru, siswa akan merasa senang
dan lebih semangat dalam belajar membaca dan menulis.
7. Memberikan semangat
Selain memberikan pujian untuk siswa-siswanya, guru juga perlu memberikan
semangat atau kata-kata penyemangat untuk siswanya. Hal ini dimaksudkan agar
iswa merasa lebih semangat dan merasa diperhatikan oleh gurunya. Ketika siswa
belum bisa melakukan sesuatu sesuai harapan guru, maka perlulah guru untuk
menyemagati siswanya.

8. Membiasakan Melafalkan Huruf Bacaan


Ketika guru mengajarkan menulis dengan cara mendikte pada anak, guru selalu
menyuruh siswa-siswa nya untuk menyebutkan huruf-huruf pada bacaan yang didikte
sebelum siswa menuliskannya di buku tulis mereka. Melafalkan huruf bacaan ini
dilakukan oleh siswa dengan maksud agar siswa dapat menyebutkan huruf-huruf
yang ada pada suatu kata yang akan ditulisnya dan akan memudahkan siswa ketika
akan menulis. Dengan melafalkan huruf-huruf sebelum menulis, maka akan
mengurangi kesalahan iswa akan menulis. Selain itu, siswa juga jadi lebih mengingat
huruf-huruf alphabet beserta bentuk dan bunyi huruf tersebut. Pada saat siswa baru
memulai belajar membaca dan menulis khususnya pada tingkatan kelas rendah di SD
hal ini perlu dilakukan. Hal ini bisa membantu guru untuk terus meningkatkan
kemampuan membaca dan menulis siswanya.

9. Mengajarkan dengan Benda Konkret


Benda konkret adalah benda nyata atau terlihat disekitar siswa.Guru
memberikan benda-benda yang ada disekitarnya untuk dieja atau ditulis oleh siswa.
cara ini diberikan oleh guru untuk siswa yang kemampuan bacanya belum baik.
Pemberian kata dri benda-benda konkret diberikan guru untuk mempermudah siswa
ketika mengeja karena biasanya benda konkret yang ada belum terlalu susah untuk
dibaca atau ditulis oleh siswa. Benda-benda konkret yang dibawa oleh guru biasanya
benda yang memiliki ejaan yang terdiri dari dua suku kata terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

Fauziah, H. (2018). Upaya Guru Dalam Mengembangkan Kemampuan Membaca Menulis


Permulaan Siswa Kelas I MI. Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 4(2), 173-
184.

Halimah, A. (2014). Metode Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan di


SD/MI. AULADUNA: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 1(2), 190-200.

Muhyidin, A. (2016). Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan Bahasa Indonesia di


Kelas Awal. BAHTERA: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 15(2), 1-13.

Mulyati, Yeti. 2014. Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan. Bandung: UPI.

Suastika, N. S. (2019). Problematika Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan di Sekolah


Dasar. Adi Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 3(1), 57-64.

Suttrisno, S., & Puspitasari, H. (2021). Pengembangan Buku Ajar Bahasa Indonesia Membaca
dan Menulis Permulaan (MMP) Untuk Siswa Kelas Awal. Tarbiyah Wa Ta'lim: Jurnal
Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran, 83-91.

Anda mungkin juga menyukai