MAKALAH
Di Susun Oleh :
Yunita Sari
NIM : 2111110509
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat, taufik, hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di
dunia dan di akhirat kepada umat manusia.
Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan
Konseling. Makalah ini disusun dengan segala kemampuan dan semaksimal
mungkin. Namun, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka
dari itu kritik dan saran sangat diperlukan terutama dari Dosen mata kuliah Dr.
Mariah Kibtiyah, M.Si yang penulis harapkan sebagai bahan koreksi.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Palangka Raya, 21 September 2022
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................4
C. Tujuan Penulisan...........................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................6
A. Landasan Konseptual BK di Sekolah Lanjutan............................6
B. Visi dan Misi Bimbingan............................................................13
C. Aspek-Aspek Perkembangan Emosional....................................14
D. Kebutuhan Siswa.........................................................................15
E. Tujuan Bimbingan.......................................................................16
F. Implementasi Program Bimbingan.............................................17
BAB III
PENUTUP..........................................................................................19
A. Kesimpulan.................................................................................19
B. Saran............................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dalam
keseluruhan sistem pendidikan khususnya di sekolah. Guru sebagai salah satu
pendukung unsur pelaksana pendidikan yang mempunyai tanggung jawab
sbagai pendukung pelaksana layanan bimbingan pendidikan di sekolah, di
tuntut untuk memiliki wawasan yang memadai terhadap konsep –konsep
dasar bimbingan dan konseling di sekolah.
Sebagai individu, siswa memiliki berbagai potensi yang dapat
dikembangkan.Kenyataan yang dihadapi, tidak semua siswa menyadari
potensi yang dimiliki untuk kemudian memahami dan mengembangkannya.
Disisi lain sebagai individu yang berinterksi dengan lingkungan, siswa juga
tidak dapat lepas dari masalah.
Menyadari hal di atas siswa perlu bantuan dan bimbingan orang lain agar
dapat berindak dengan tepat sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya.
Sekolah sebagai institusi pendidikan tidak hanya berfungsi memberikan
pengetahuan tetapi juga mengembangkan kesluruhan kepribadian anak.
Sebagai profesional guru memegang peran penting dalam membantu murid
mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan lingkungannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana landasan konseptual BK di sekolah lanjutan?
2. Apa visi dan misi bimbingan?
3. Bagaimana aspek-aspek perkembangan emosional?
4. Apa saja kebutuhan siswa?
5. Apa tujuan bimbingan?
6. Bagaimana implementasi program bimbingan?
4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui landasan konseptual BK di sekolah lanjutan
2. Untuk mengetahui visi dan misi bimbingan
3. Untuk mengetahui aspek-aspek perkembangan emosional
4. Untuk mengetahui kebutuhan siswa
5. Untuk mengetahui tujuan bimbingan
6. Untuk mengetahui implementasi program bimbingan
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Landasan Hukum
1. UU Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2. PP Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi.
3. SK Menpan Nomor 84/1993, tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya.
4. SK Menpan Nomor 118/1996, tentang Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah dan Angka Kreditnya.
5. SK Mendikbud Nomor 025/O/1995, tentang Petunjuk TeknisKetentuan
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
6
6. SK Mendikbud Nomor 020/U/1998, tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka
Kreditnya.
7. SK Mendiknas Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar mahasiswa.
8. SK Mendiknas Nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan
Tinggi
9. Surat Dirjen Dikti Nomor 2047/D/J/1999, tentang Pelayanan
Bimbingan Konseling.
Dalam Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 1 ayat (1) ditegaskan bahwa:
Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selanjutnya di dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU NO. 20/2003 tentang Pendidikan
Nasional Pasal 1 ayat 6), ditegaskan bahwa konselor termasuk ke dalam
kategori pendidik. Berdasarkan Undang-Undang di atas secara eksplisit
menunjukkan bahwa konselor adalah pendidik yang tugas utamanya:
pertama, mewujudkan suasana belajar, dan kedua, mewujudkan suasana
pembelajaran. Suasana belajar yang dimaksud adalah kondisi yang terjadi
pada diri klien yang menjalani proses konseling. Suasana belajar yang
efektif pada diri klien dapat iwujudkan melalui proses konseling yang
efektif.
7
2. Landasan Filosofis
Salah satu landasan yang tidak bisa diabaikan dalam bimbingan
konseling adalah landasan filosofis, karena landasan filosofis merupakan
landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi
konselor atau guru BK dalam melaksanakan kegiatan bimbingan dan
konseling sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara logis, etis
maupun estetis. Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling
terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas
pertanyaan filosofis tentang: apakah manusia itu? Untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat
dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik
sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern.
Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat seperti
Patterson10 mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut:
1. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya,
khususnya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan
yang ada pada dirinya.
3. Manusia berusaha terus-menerus mengembangkan dan menjadikan
dirinya sendiri, khususnya melalui pendidikan.
4. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk; dan
hidup berarti serta berupaya untuk mewujudkan kebaikan dan
menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
Landasan filosofis yang dikemukakan oleh para penulis barat yang
dikutip oleh prayitno Prayitno tersebut, selanjutnya dikembangkan oleh
Sudrajat(2008) yaitu:
1. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
8
2. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya,
khususnya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan
yang ada pada dirinya.
3. Manusia berusaha terus-menerus mengembangkan dan menjadikan
dirinya sendiri, khususnya melalui pendidikan.
4. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk; dan
hidup berarti serta berupaya untuk mewujudkan kebaikan dan
menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
5. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus
dikaji secara mendalam.
6. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dengan baik dan
layak mendapatkan kebahagiaan melalui pemenuhan tugas-tugas
kehidupannya sendiri.
7. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan
kehidupannya sendiri.
8. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk
membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri.
Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa
sebenarnya diri manusia itu dan akan menjadi apa manusia itu.
9. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam
suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi
sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian, secara filosofis manusia adalah penentu masa
depannya, baik atau buruk yang diperoleh manusia sangat tergantung
kepada kemampuan manusia dalam mendesain dan mengarahkan potensi
yang dimilikinyaitu serta sejauhmana manusia mampu memahami
hakikatnya sebagai manusia dalam arti yang sesungguhnya, atau dengan
kata lain, manusia adalah penentu masa depannya. Walaupun secara
hakikat masa depan manusia tidak terepas dari Qadha dan Qadar Allah,
9
akan tetapi manusia dituntut untuk memaksimalkan segala potensi yang ia
miliki, bahkan manusia akan menuai sesuai apa yang ia tanam. Hal ini
sesuai dengan isyarat Al-Qur’an yang artinya: ”Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri
mereka sendiri”. (QS.Ar-R’ad Ayat 11).
3. Landasan Psikologis
Seperti halnya landasan filosofis, landasan psikologis juga merupakan
salah satu bagian yang terpenting untuk dibahas dalam bimbingan
konseling, hal ini didasari bahwa peserta didik/klien sebagai individu
yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki interaksi
dan dinamika dalam lingkungan serta senantiasa mengalami berbagai
perubahan dalam sikap dan tingkah lakunya. Proses perkembangan
seseorang tidak selamanya berlangsung secara linier (sesuai dengan apa
yang diharapkan), tetapi terkadang bersifat stagnasi atau bahkan
diskontinuitas perkembangan.
Dalam proses pendidikan, peserta didik tidak jarang mengalami
masalah stagnasi perkembangan, sehingga menimbulkan masalah-
masalah psikologis, seperti lahirnya prilaku menyimpang (delinquency),
frustasi, depresi, agresi atau bersifat infantilitas (kekanak-kanakan).
Agar perkembangan pribadi peserta didik/klien dapat tumbuh dan
berkembang secara seimbang serta terhindar dari masalah-masalah
psikologis, maka setiap peserta didik/klien perlu diberikan bantuan yang
bersifat pribadi (pendekatan inilah pada akhirnya menjadi konseling
individu), yaitu bantuan yang dapat memfasilitasi perkembangan klien/
peserta didik melalui pendekatan psikologis.
Pada sisi lain, setiap konselor maupun guru pembimbing harus
memahami aspek-aspek psikologis pribadi pelajar/klien, sehingga dengan
modal itu pulalah para konselor dapat memberikan bimbingan dan arahan
10
yang tepat, sehingga pelajar/klien memiliki pencerahan diri dan mampu
memperoleh kehidupan yang bermakna, yaitu suatu kehidupan yang
bukan hanya berarti buat diri pribadinya saja, tetapi juga bermanfaat bagi
orang yang ada disekitarnya.
4. Landasan Sosial-Budaya
Landasan sosial-budaya juga perlu diketahui secara lengkap oleh
konselor atau guru BK, karena landasan ini dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan kebudayaan
sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku individu.
Setiap individu pada dasarnya produk lingkungan sosial-budaya
dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan diajarkan untuk
mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-
budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan
sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya.
Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi
individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang
bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak
“dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun
eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses
perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam
kehidupan pribadi maupun sosialnya (2004: 168).
Budaya dan pandangan hidup seseorang sangat dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal. Faktor internal terkait dengan sikap dan
perlakuan orang tua atau keberfungsian keluarga terhadap seseorang,
sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh lingkungan dimana
seseorang itu dilahirkan dan dibesarkan serta pergaulan dan pengalaman
yang ditempuh oleh seseorang itu.
11
Keluarga yang harmonis, tentram dan damai (sakinah, mawaddah wa
rahmah) memberikan warna dan budaya tersendiri bagi seseorang. Jika
suatu keluarga dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, maka anggota
keluarganya dapat berkembang ke arah yang baik, termasuk dalam
berbuat, bertindak dan dalam berbudaya. Demikian pula sebaliknya, jika
suatu keluarga gagal dalam memfungiskan keluarganya, maka anggota
keluarga tidak bisa berkembang dengan baik, bahkan sering terjadi
ketidakcocokan, keretakan dalam keluarga (broken home).
12
proses pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih
lengkap dan teruji di dalam praktek adalah apabila pemikiran dan
perenungan itu memperhatikan hasil-hasil penelitian di lapangan, karena
melalui penelitian, suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling dapat
diketahui dan dibuktikan tentang ketepatan dan keefektifan di lapangan.
Mengingat perlunya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka setiap konselor atau guru BK dituntut untuk mengadakan penelitian
dan eksperimen, sehingga layanan yang diberikan terhadap klien akan
semakin baik dan sempurna.1
1
Lubis, L. (2012). Landasan bimbingan dan konseling di institusi pendidikan.
13
dan berbahagia, baik sebagai makhluk individu, sosial, maupun sebagai
makhluk ciptaan Tuhan. (Husairi, 2008: 3).
14
yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) situasi tertentu.
Kematangan emosi merupakan suatu perasaan, efek yang terjadi ketika
seseorang berada dalam sebuah kondisi atau sebuah interaksi tetapi tetap
memlik kondisi ketenangan dalam dirinya. Emosi sebagai suatu persitiwa
psikologis yang lebih bersifat subjektif, melalui panca indera dan bersifat
flukuatif (tidak tetap/tidak permanen). Emosi merupakan perpaduan dari
beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang relative tinggi, dan
menimbulkan suatu gejolak suasana bathin. Emosi juga merupakan
aspek psikologis yang komplek dari keadaan homeostatik yang normal
yang berawal dari stimulus psikologis. Kemampuan untuk menerima dan
membedakan setiap perasaan dan emosi bukanlah bawaan sejak lahir,
melainkan hasil dari interaksi selama proses pendewasaan secara normal
dan pengalaman yang diperoleh secara bertahap Permasalahan emosi
pada masa remaja merupakan masa yang sangat rentan, bila tidak
mendapatkan perhatian dan penanganan yang sesuai dengan
karakteristiknya, maka dapat menumbuhkan manusia yang tidak sehat
dari emosinya. Perkembangan emosi yang merupakan bagian dari tugas
perkembangan ditandai dengan tercapainya kemandirian emosional,
sehingga dengan kondisi ini diharapkan siswa mampu menghadapi
kehidupan sosial baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun
lingkungan masyarakat yang lebih luas.3
D. Kebutuhan Siswa
Hasil studi empiris menunjukkan bahwa para guru BK memberikan
layanan kepada siswa tanpa ada panduan atau tuntutan dari sebuah
program yang jelas. Program yang ada hanyalah sebagai pelengkap
administrasi BK. Program yang ada bukan dibuat berdasarkan hasil
asesmen kebutuhan siswa yangmenjadi landasan untuk membuat sebuah
program yang reliable. Kendala lain adalah guru BK kurang terampil
membuat program BK berdasarkan hasil asesmen. Selain itu kurangnya
dukungan kepala sekolah membuat guru BK tidak memberikan fokus
pada pembuatan program BK yang benar dan menjadi tuntunan dalam
memberikan layanan bagi siswa. Karena tidak ada RPLBK berdasarkan
asesmen kebutuhan siswa, maka fokus pemberian layanan menjadi tidak
jelas dan hanya bersifat situasional. Pada umumnya layanan siswa
3
Daryono dkk./jurnal bimbingan konseling 2 (1) ( 2013 )
15
mendapat layanan BK melalui layanan individual sedangkan bimbingan
klasikal hanya diberikan sekali setahun kepada siswa kelas X dengan
topik pengenalan lingkungan dan siswa kelas XII untuk bimbingan karir.
Pemanfaatan layanan bimbingan kelompok, klasikal dan konseling
kelompok untuk mengatasi keterbatasan tenaga guru BK atau konselor,
tidak difungsikan. Saran yang dapat penulis berikan adalah perlu adanya
supervisi untuk meningkatkan kinerja guru BK dalam menyususn
RPLBK berdasarkan asesmen kebutuhan siswa.4
E. Tujuan Bimbingan
Bimbingan di sini berarti bahwa bimbingan itu merupakan bantuan
khusus yang diberikan siswa yang bermasalah, agar mereka dapat
memahami, mengerti kesulitannya, dan mampu mengatasinya, sehingga
dapat tercapaibtujuan pendidikann yang sesuai dengan tuntutan keadaan
lingkungan sekolah, sekolah dan keluarga dan masyarakat.
Konseling dapat diartikan bantuan yang diberikan kepada individu
dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan cara interview, cara
yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai
kesejahteraan hidupnya melalui konseling individu akhirnya dapat
memecahkan masalah dengan kemampuannya sendiri. Menurut Djumhur
dan Muh. Surya ( 1995 : 29 ) konseling lebih identik dengan psikoterapi
yaitu usaha untuk menolong dan menggarap individu yang mengalami
kesukaran dan gangguan psikhis yang serius.
Tujuan pelayanan bimbingan dan konseling yaitu berupaya membantu
konseli konseli dapat:
1. merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta
kehidupan-nya di masa yang akan datang;
2. mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya
seoptimal mungkin;
3. menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
masyarakat serta lingkungan kerjanya;
4. mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi,
penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun
lingkungan kerja.
4
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 05 Number 01 2021 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-
9092
16
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik
(belajar) adalah :
17
berkenaan dengan permasalahan yang dirasakan oleh siswa. Dengan adanya
program bimbingan dan konseling diharapkan dapat membantu upaya
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa khususnya pada masalah
siswa. Tugas guru bimbingan dan konseling dalam menangani permasalahan
siswa, artinya guru bimbingan dan konseling harus siap menerima keluhan
dari siswa dan juga pelayan bagi siswa. Misalnya membantu siswa yang
sedang bermasalah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
6
Implementasi program bimbingan dan konseling Sulastri ( 2017 )
18
Bimbingan ialah suatu proses membantu individu melalui sendiri untuk
mengembangkan dan menemukan kemampuannya agar memperoleh
kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
Konseling adalah serangkai hubungan langsung dengan individual yang
bertujuan untuk membantu dia langsung dalam bersikap dan tingkah laku.
Bimbingan amatlah penting peranannya, sebab semakin tinggi dan penting
peranannya, berbagai ilmu pengetahuan manusia di dunia, makin
bertambahlah masalah-masalah kehidupan manusia dan tata susunan
masyarakat. Oleh karena itu, melalui bimbingan siswa kelak dapat
menyesuaikan diri setiap keadaan.
Dalam bimbingan dan konseling terdapat dasar,prinsip dan latar belakang
diperlukannya bimbingan dan konseling. Prinsip-prinsip yang dimaksud
disisni ialah hal-hal yang dapat menjadi pegangan didalam proses bimbingan
dan konseling.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang
terdapat dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun
pembahasannya. Maka dari itu penulis memohon kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun, agar penulis dapat menyusun makalah-
makalah selanjutnya hingga menjadi lebih baik dan dapat menjadi
sempurna. Khususnya dosen pengampu, mohon bimbingan dan arahannya.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada kita sekalian.
19
DAFTAR PUSTAKA
20