Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
GLAUKOMA
OLEH:
NAMA : TIARA
NIM : 20201440120087
A.DEFINISI
Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra
okuler (Long Barbara, 1996)
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa tekanan intra
okuler penggaungan pupil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.
B.ETIOLOGI
1.Primer:
Terdiri dari :
a.Akut: Dapat disebabkan karena trauma
b.Kronik: Dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti: Diabetes mellitus,
Arterisklerosis, Pemakaian kortikosteroid jangka panjang, Miopia tinggi dan progresif
2.Sekunder:
Disebabkan penyakit mata lain seperti: Katarak, Perubahan lensa, Kelainan uvea,
Pembedahan.
C.KLASIFIKASI
1. Glukoma primer: Glukoma sudut terbuka terjadi karena tumor aqueus mempunyai pintu
terbuka ke jaringan trabekular kelainannya berkenang lambat. Glaukoma sudut tertutup.
Glaukoma sudut tertutup terjadi karena ruang anterior menyempit, sehingga iris terdorong ke
depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqoeus mengalir ke saluran
schlemm.
2. Glaukoma sekunder: Glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang menyebabkan
penyempitan sudut / peningkatan volume cairan dari dalam mata dapat diakibatkan oleh:
perubahan lensa, Kelainan uvea, Trauma, Bedah
2. Glaukoma sekunder:
E. PATOFISIOLOGI
Tekanan Intra Okuler ditentukan oleh kecepatan produksi akues humor dan aliran keluar
akues humor dari mata. TIO normal 10 – 21 mmHg dan dipertahankan selama terdapat
keseimbangan antara produksi dan aliran akueos humor. Akueos humor diproduksi di dalam
badan silier dan mengalir ke luar melalui kanal schlemm ke dalam sistem vena.
Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau oleh peningkatan
hambatan abnormal terhadap aliran keluar akueos melalui camera oculi anterior (COA).
Peningkatan tekanan intraokuler > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Iskemia
menyebabkan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya
dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan
saraf optik dan retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat permanen tanpa penanganan,
glaukoma dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik
buta pada lapang pandang.
F.KOMPLIKASI
Jika tidak diobati, bola mata akan membesar dan hampir dapat dipastikan akan terjadi
kebutaan.
G.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan retina
2.Pengukuran tekanan intraokuler dengan menggunakan tonometri
3.Pemeriksaan lapang pandang
4.Pemeriksaan ketajaman penglihatan
5.Pemeriksaan refraksi
6.Respon refleks pupil
7.Pemeriksaan slit lamp
H.PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan
mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi penyakit
dan respons terhadap terapi:
1.Terapi obat: Aseta Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral. Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts /
jam.
2.Bedah lazer: Penembakan lazer untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan
tio.
3.Bedah konfensional: Iredektomi perifer atau lateral dilakukan untuk mengangkat sebagian
iris unutk memungkinkan aliran humor aqueus Dari kornea posterior ke anterior.
Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran balu melalui sclera.
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Anamnesis meliputi data demografi, yang meliputi :
– Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
– Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit putih
(dewit, 1998).
– Pekerjaan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata.
Selain itu harus diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau pada saat itu, riwayat
penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan
Angle Closume Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang mengenai mata), penyakit lain
yang sedang diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia tinggi)
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat, mudah
berganti topik, sulit berkonsentrasi dan sensitif, dan berduka karena kehilangan penglihatan.
(Indriana N. Istiqomah, 2004)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Neurosensori
– Gangguan penglihatan (kabur/ tidak jelas), sinar terang dapat menyebabkan silau dengan
kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/ merasa
diruang gelap (katarak), tampak lingkaran cahaya/ pelangi sekitar sinar, kehilangan
penglihatan perifer, fotfobia (galukoma akut) bahan kaca mata/ pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan.
– Tanda : pupil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berwarna, peningkatan air
mata.(www.IFC.com)
– Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmaskop untuk mengetahui adanya
cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan dalampada
glaukoma akut primer, karena anterior dangkal, Aqueus humor keruh dan pembuluh darah
menjalar keluar dari iris.
– Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun
secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.
– Pemeriksaan melalui inspeksi, untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan,
kornea keruh, dilatasi pupil, sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya (Indriana N.
Istiqomah,2004)
b. Nyeri/ kenyamanan
– Ketidaknyamanan ringan/ mata berair (glaukoma kronis0
– Nyeri tiba- tiba / berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma
akut). (www. IFC.com).
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu snellen / mesin telebinoklear
Digunakan untuk mengetahui ketajaman mata dan sentral penglihatan
b. Lapang penglihatan
Terjadi penurunan disebabkan oleh CSV, masa tumor pada hipofisis / otak, karotis /
patofisiologis, arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi
Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12 – 25 mmHg)
d. Pengukuran gonoskopi
Membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup
e. Tes provokatif
Digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal / hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan aftalmoskop
Menguji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan
retina dan mikroaneurisma.
g. Darah lengkap, LED
Menunjukkan anemia sistemik / infeksi
h. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid
Memastikan arterosklerosis, PAK
i. Tes toleransi glukosa
Menentukan adanya DM
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan perifer
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan kebutaan
4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit
5. Cemas berhubungan dengan penurunan kesehatan pasien
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler
Tujuan : nyeri terkontrol / tulang
Kriteria hasil :
Ø Pasien mengatakan nyeri berkurang / hilang
Ø Ekspresi wajah rileks
Ø Pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri.
Intervensi :
a. Observasi derajat nyeri mata
Rasional : mengidentifikasi kemajuan / penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b. Anjurkan istirahat di tempat tidur dalam ruangan yang tenang
Rasional : stress mental / emosi menyebabkan peningkatan TIO
c. Ajarkan pasien teknik distraksi
Rasional : membantu dalam penurunan persepsi / respon nyeri
d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi nyeri
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan hilangnya pandangan perifer
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria hasil :
Ø Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
Ø Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan lebih lanjut.
Intervensi :
a. Kaji derajat / tipe kehilangan penglihatan
Rasional : mengetahui harapan masa depan klien dan pilihan intervensi.
b. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan
kehilangan penglihatan.
Rasional : intervensi dini untuk mencegah kebutaan, klien menghadapi kemungkinan /
mengalami kehilangan penglihatan sebagian atau total.
c. Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah
dosis.
Rasional : Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, misalnya agen osmotik sistemik.
Rasional : untuk mengurangi TIO
3. Resiko cedera berhubungan dengan kebutaan
Tujuan : peningkatan lapang pandang optimal
Kriteria hasil :
Tidak terjadi cedera.
Intervensi :
a. Bersihkan sekret mata dengan cara benar.
Rasional : sekret mata akan membuat pandangan kabur.
b. Kaji ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau dua mata yang terlibat.
Rasional : terjadi penurunan tajam penglihatan akibat sekret mata.
c. Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap
Rasional : mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu penglihatan klien.
d. Perhatikan keluhan penglihatan kabur yang dapat terjadi setelah penggunaan tetes mata
dan salep mata
Rasional : membersihkan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya
sesaat setelah penggunaan obat mata.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III Jilid 1. Jakarta : FKUI.