Anda di halaman 1dari 6

1. a. Apa yang dimaksud dengan disfungsi ereksi ?

Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan


ereksi penis untuk melakukan senggama yang memuaskan. Definisi dari disfungsi
ereksi tersebut tidak berhubungan dengan pancapaian klimaks saat senggama atau
orgasme. Pria yang mengalami disfungsi ereksi sudah pasti tidak bisa mencapai
orgasme. Namun pria yang tidak bisa orgasme, belum tentu mengalami disfungsi
ereksi.

b. Apa penyebab disfungsi ereksi?


Menurut Wibowo (2007) pembagian disfungsi ereksi dikelompokkan menjadi
lima kategori penyebab yaitu:
a. Psikogenik
Disfungsi ereksi yang disebabkan faktor psikogenik biasanya episodik, terjadi
secara mendadak yang didahului oleh periode stres berat, cemas, depresi. Disfungsi
ereksi dengan penyebab psikologis dapat dikenali dengan mencermati tanda klinisnya
yaitu :
· Usia muda dengan awitan (onset) mendadak
· Awitan berkaitan dengan kejadian emosi spesifik
· Disfungsi pada keadaan tertentu, sementara pada keadaan lain, normal
· Ereksi malam hari tetap ada
· Riwayat terdahulu adanya disfungsi ereksi yang dapat membaik spontan
· Terdapat stres dalam kehidupannya, status mental terkait kelainan depresi, psikosis
atau cemas.
b. Organik
Disfungsi ereksi yang disebabkan organik dibagi menjadi dua:
1) Neurogenik
Disfungsi ereksi yang disebabkan neurogenik ditandai dengan gambaran klinis:
· Riwayat cedera atau operasi sumsum tulang atau panggul
· Mengidap penyakit kronis (diabetes melitus, alkoholisme)
· Menderita penyakit neurologis tertentu seperti multipel sklerosis, stroke
· Pemeriksaan neurologik abnormal daerah genital (alat kelamin) / perineum.
2) Vaskuler
Disfungsi ereksi yang disebabkan oleh kelainan vaskuler dibagi dua, kelainan pada
arteri dan kelainan pada vena. Disfungsi ereksi yang disebabkan oleh kelainan
vaskulogenik arteria memiliki penampilan klinis sebagai berikut:
· Minat tehadas seks tetap ada
· Pada semua kondisi terjadi penurunan fungsi seks
· Secara bertahap terjadi disfungsi ereksi sesuai bertambahnya umur
· Menggunakan obat resep atau obat bebas terkait dengan disfungsi ereksi
· Perokok
· Kenaikan tekanan darah, terbukti dengan didapatkannya penyakit vaskuler perifer
(bruit, denyut nadi menurun, kulit dan rambut berubah sejalan dengan insufisiensi
arteri)
Disfungsi ereksi oleh karena kelainan vaskulogenik venosa memiliki gambaran klinis
sebagai berikut:
· Tidak mampu mempertahankan ereksi yang sudah terjadi
· Riwayat priapismus (penis selalu tegang) sebelumnya
· Kelainan (anomali) lokal penis
c. Hormonal
Disfungsi ereksi yang disebabkan karena hormonal mempunyai gambaran
klinis sebagai berikut:
· Hilangnya minat pada aktifitas seksual
· Testis atrofi, mengecil
· Kadar testosteron rendah, prolaktin naik
d. Farmakologis
Hampir semua obat hipertensi dapat menyebabkan disfungsi ereksi yang
bekerja disentral, misalnya metildopa, klonidin dan reserpin. Pengaruh utama
kemungkinan melalui depresi sistem saraf pusat. Beta bloker seperti propanolol dapat
menurunkan libido
e. Traumatik paska operasi
· Patologi pelvis (proses penyakit pada panggul) dapat merusak jalur serabut saraf
otonom untuk ereksi penis
· Reseksi abdominal perineal, sistektomi radikal, prostatektomi radikal, bedah beku
prostat, prostatektomi perineal, prostatektomi retropubik, dapat merusak saraf pelvis
atau kavernosus yang menyebabkan disfungsi ereksi
· Uretroplasti membranasea, reseksi transuretra prostat, spingkterotomi eksterna,
insisi striktura uretra eksterna dapat menyebabkan disfungsi ereksi karena kerusakan
serabut saraf kavernosus yang berdekatan
· Uretrotomi internal visual untuk striktur dapat menyebabkan kerusakan saraf
kavernosus dengan fibrosis sekunder akibat perdarahan atau ekstravasasi cairan irigasi
dapat menyebabkan disfungsi ereksi
· Radiasi daerah pelvis untuk keganasan rektal, kandung kemih atau prostat dapat juga
menyebabkan disfungsi ereksi.

c. Apa saja faktor resiko terjadinya disfungsi ereksi ?


Faktor Risiko
 Umur: Disfungsi ereksi paling umum terjadi pada pria di atas 65 tahun. Sekitar 5
persen dari pria usia 40-tahun dan 15 sampai 25 persen dari pria 65-tahun mengalami
beberapa tingkat disfungsi ereksi.
 Penyakit pembuluh darah: Aterosklerosis menyebabkan penurunan aliran darah ke
penis dan menyumbang 50 sampai 60 persen kasus.
 Diabetes mellitus: Setidaknya setengah dari individu dengan diabetes menahun
mengalami impotensi, karena kerusakan pembuluh darah kecil dan saraf.
 Kondisi neurologis: Beberapa kondisi neurologis menyebabkan impotensi, misal
cedera sumsum tulang belakang dan otak, multiple sclerosis, penyakit Parkinson, dan
penyakit Alzheimer.
 Ketidakseimbangan hormon: Kekurangan testosteron (misalnya, tumor otak, ginjal
atau penyakit hati) dapat mengakibatkan hilangnya minat seksual dan kesulitan ereksi.
 Pembedahan: Operasi kolon, prostat, kandung kemih, dan rektum dapat merusak
saraf dan pembuluh darah yang terlibat dalam ereksi.
 Terapi radiasi: Radiasi pengobatan untuk prostat atau kanker kandung kemih dapat
menyebabkan impotensi.
 Obat: Lebih dari 200 obat yang biasa diresepkan dapat menyebabkan impotensi
sebagai efek samping. Ini termasuk beta-blocker, diuretik, antihistamin, antidepresan,
obat penenang, dan penekan nafsu makan.
 Penyalahgunaan narkoba: Penggunaan alkohol, tembakau, ganja, 3,4
methylenedioxymethamphetamine (“ekstasi”), dan narkoba lainnya dapat
menyebabkan impotensi, yang mungkin tidak dapat disembuhkan dalam beberapa
kasus.
 Obesitas: Kelebihan berat badan-lemak memberikan kontribusi terkena impotensi
dengan meningkatkan aktivitas estrogen dan memburuknya diabetes dan kolesterol
tinggi.
e. Apa saja organ yang terganggu pada disfungsi ereksi?
Organ yang terganggu pada disfungsi ereksi adalah penis, seperti kerusakan saraf
yang menuju dan meninggalkan penis, gangguan veno-oklusi (penyempitan vena) yang
berperan dalam proses ereksi, gangguan aliran darah pada arteri kavernosa sehingga
menyebabkan disfungsi ereksi, bisa juga faktor gangguan persarafan di otak dan penis,
gangguan pada susuanan saraf pusat, dan penurunan fungsi otot pada penis akibat gangguan
persarafan tepi.

g. Bagaimana mekanisme ereksi dan ejakulasi yang normal?


Ereksi merupakan hasil dari suatu interaksi yang kompleks dari faktor psikologik,
neuroendokrin dan mekanisme vaskular yang bekerja pada jaringan ereksi penis. Organ
erektil penis terdiri dari sepasang korpora kavernosa dan korpus spongiosum yang
ditengahnya berjalan urethra dan ujungnya melebar membentuk glans penis. Korpus
spongiosum ini terletak di bawah kedua korpora kavernosa. Ketiga organ erektil ini masing-
masing diliputi oleh tunika albuginea, suatu lapisan jaringan kolagen yang padat, dan secara
keseluruhan ketiga silinder erektil ini di luar tunika albuginea diliputi oleh suatu selaput
kolagen yang kurang padat yang disebut fasia Buck. Di bagian anterior kedua korpora
kavernosa terletak berdampingan dan menempel satu sama lain di bagian medialnya
sepanjang 3/4 panjang korpora tersebut. Pada bagian posterior yaitu pada radix krura korpora
kavernosa terpisah dan menempel pada permukaan bawah kedua ramus iskiopubis.
Korpora kavernosa ini menonjol dari arkus pubis dan membentuk pars pendularis
penis. Permukaan medial dari kedua korpora kavernosa menjadi satu membentuk suatu
septum inkomplit yang dapat dilalui darah. Radix penis bulbospongiosum diliputi oleh otot
bulbokavernosus sedangkan korpora kavernosa diliputi oleh otot iskhiokavernosus. Jaringan
erektil yang diliputi oleh tunika albuginea tersebut terdiri dari ruang-ruang kavernus yang
dapat berdistensi. Struktur ini dapat digambarkan sebagai trabekulasi otot polos yang di
dalamnya terdapat suatu sistim ruangan yang saling berhubungan yang diliputi oleh lapisan
endotel vaskular dan disebut sebagai sinusoid atau rongga lakunar. Pada keadaan lemas, di
dalam korpora kavernosa terlihat sinusoid kecil, arteri dan arteriol yang berkonstriksi serta
venula yang yang terbuka ke dalam vena emisaria. Pada keadaan ereksi, rongga sinusoid
dalam keadaan distensi, arteri dan arteriol berdilatasi dan venula mengecil serta terjepit di
antara dinding-dinding sinusoid dan tunika albuginea. Tunika albuginea ini pada keadaan
ereksi menjadi lebih tipis. Glans penis tidak ditutupi oleh tunika albuginea sedangkan rongga
sinusoid dalam korpus spongiosum lebih besar dan mengandung lebih sedikit otot polos
dibandingkan korpus kavernosus. Penis dipersarafi oleh sistem persarafan otonom
(parasimpatik dan simpatik) serta persarafan somatik (sensoris dan motoris). Serabut saraf
parasimpatik yang menuju ke penis berasal dari neuron pada kolumna intermediolateral
segmen kolumna vertebralis S2-S4. Saraf simpatik berasal dari kolumna vertebralis segmen
T4–L2 dan turun melalui pleksus preaortik ke pleksus hipogastrik, dan bergabung dengan
cabang saraf parasimpatik membentuk nervus kavernosus, selanjutnya memasuki penis pada
pangkalnya dan mempersarafi otot-otot polos trabekel. Saraf sensoris pada penis yang berasal
dari reseptor sensoris pada kulit dan glans penis bersatu membentuk nervus dorsalis penis
yang bergabung dengan saraf perineal lain membentuk nervus pudendus. Kedua sistem
persarafan ini (sentral/psikogenik dan periferal/ refleksogenik) secara tersendiri maupun
secara bersama-sama dapat menimbulkan ereksi.
Sumber pendarahan ke penis berasal dari arteri pudenda interna yang kemudian
menjadi arteri penis komunis dan kemudian bercabang tiga menjadi arteri kavernosa (arteri
penis profundus), arteri dorsalis penis dan arteri bulbouretralis. Arteri kavernosa memasuki
korpora kavernosa dan membagi diri menjadi arteriol-arteriol helisin yang bentuknya seperti
spiral bila penis dalam keadaan lemas. Dalam keadaan tersebut arteriol helisin pada korpora
berkontraksi dan menahan aliran darah arteri ke dalam rongga lakunar. Sebaliknya dalam
keadaan ereksi, arteriol helisin tersebut berelaksasi sehingga aliran darah arteri bertambah
cepat dan mengisi rongga-rongga lakunar. Keadaan relaksasi atau kontraksi dari otot-otot
polos trabekel dan arteriol menentukan penis dalam keadaan ereksi atau lemas. Selama ini
dikenal adrenalin dan asetilkolin sebagai neurotransmiter pada sistem adrenergik dan
kolinergik, tetapi pada korpora kavernosa ditemukan 118 adanya neurotransmiter yang bukan
adrenergik dan bukan pula kolinergik (non adrenergik non kolinergik = NANC) yang
ternyata adalah nitric oxide/ NO. NO ini merupakan mediator neural untuk relaksasi otot
polos korpora kavernosa. NO menimbulkan relaksasi karena NO mengaktifkan enzim
guanilat siklase yang akan mengkonversikan guanosine triphosphate (GTP) menjadi cyclic
guanosine monophosphate (cGMP). cGMP merangsang kalsium keluar dari otot polos
korpora kavernosa, sehingga terjadi relaksasi. NO dilepaskan bila ada rangsangan seksual.
cGMP dirombak oleh enzim phosphodiesterase (PDE) yang akan mengakhiri/ menurunkan
kadar cGMP sehingga ereksi akan berakhir. PDE adalah enzim diesterase yang merombak
cyclic adenosine monophosphate (cAMP) maupun cGMP menjadi AMP atau GMP. Ada
beberapa isoform dari enzim ini, PDE 1 sampaiPDE7. Masing-masing PDE ini berada pada
organ yang berbeda. PDE5 banyak terdapat di korpora kavernosa.
j. Mengapa riwayat hipospadia dan mikro penis pada Tn. X tidak ada hubungannya
dengan disfungsi ereksi?

Tn. X telah menjalani operasi hipospadia saat usia 6 tahun dan menjalani terapi saat
usia 4 tahun sehingga penisnya dapat tumbuh normal. Oleh sebab itu, hipospadia dan mikro
penis pada Tn. X sudah dinyatakan sembuh dan tidak berpengaruh pada mekanisme
ereksinya. Ada sebuah kasus, Steve Baker (62), salah seorang yang menderita hipospadia.
Seperti diberitakan Mirror, Selasa (15/12/2015), penderita hipospadia cenderung memiliki
mikropenis karena panjang penisnya tak seperti pria normal pada umumnya. "Kondisi ini
memengaruhi kepercayaan diri saya mengingat masyarakat hanya fokus pada ukuran penis
laki-laki," katanya. Pada usia 21 tahun, Steve akhirnya menjalani operasi karena sempat
diejek oleh saudara kandungnya. Seorang dokter Urolog pun membantunya. Ketika itu,
dokter memutuskan untuk menyunat Steve agar dia bisa merasa orgasme. Beruntung, operasi
Steve berhasil dilakukan dan dia menemukan cintanya pada usia 29 tahun. Kini pria tersebut
telah memiliki dua putera masing-masing berusia 30 dan 28 tahun. Namun sayangnya,
pernikahannya kandas pada 2001. "Kita tidak ditakdirkan bersama, seks begitu sulit bagi
saya," katanya. Berdasarkan contoh di atas, seorang pria yang telah berhasil operasi dari
hipospadia dan mikro penisnya dapat mengalami orgasme dan memiliki keturunan.

Anda mungkin juga menyukai