Anda di halaman 1dari 20

1

BAB 1
PERDAHULUAN

Persalinan preterm/prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur


kehamilan 20-<37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. World Health
Organization (WHO) menyatakan bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu. Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus
pada bayi preterm/prematur masih sangat tinggi karena berkaitan dengan maturitas
organ pada bayi lahir seperti paru-paru, otak dan gastrointestinal. Sekitar 80%
kematian neonatus di negara Barat adalah akibat prematuritas dan 10% yang selamat
mengalami permasalahan jangka panjang. Di Indonesia, angka kejadian persalinan
preterm menurut Riskesdas 2007 adalah 11.5%. Angka kejadian pada persalinan
preterm pada umumnya adalah sekitar 6-10% dari total kelahiran bayi. 1,2
Dengan tingginya angka kejadian kelahiran prematur dan tingginya angka
kematian bayi prematur maka perlu ada perhatian khusus pada kejadian kelahiran
prematur yang masih banyak terjadi. Kejadian persalinan prematur yang masih tinggi
bukan hanya di Indonesia tetapi menjadi masalah internasional yang perlu dilakukan
banyak penelitian lebih lanjut mengenai kejadian ini. Berbagai upaya pencegahan dan
tatalaksana sudah banyak dilakukan untuk menurunkan angka kejadian dan kematian
akibat persalinan prematur.
Pencegahan yang dapat dilakukan berupa intervensi pada ibu dengan risiko
persalinan prematur tinggi seperti ibu perokok, ibu dengan riwayat kelahiran prematur
sebelumnya dan ibu yang tinggal di daerah jauh dari fasilitas kesehatan. Strategi
penatalaksanaan persalinan preterm terutama diupayakan untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas neonatus. Hal ini terjadi karena paru-paru yang belum
matang sehingga meningkatkan kejadian sindrom gangguan nafas pada neonatus.
Obat obatan yang dapat diberikan berupa obat golongan tokolitik, kortikosteroid,
antibiotika, cara persalinan dan perawatan neonatus yang baik. 3
Referat ini dibuat untuk menerangkan mengenai pencegahan dan
penatalaksanaan kejadian persalinan prematur dan diharapkan dengan dibuatnya
referat ini dapat membantu untuk lebih mengerti mengenai pencegahan dan
tatalaksana yang baik pada kejadian persalinan prematur.
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Persalinan preterm/prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-<37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. World Health
Organization (WHO) menyatakan bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia (HIFERI) menetapkan bahwa persalinan preterm
adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-<37 minggu.1

2.2 Epidemiologi
Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi
preterm/prematur masih sangat tinggi karena berkaitan dengan maturitas organ pada
bayi lahir seperti paru-paru, otak dan gastrointestinal. Sekitar 80% kematian neonatus
di negara Barat adalah akibat prematuritas dan 10% yang selamat mengalami
permasalahan jangka panjang. Hampir 35% (sekitar 3.1 juta) kematian neonatal per
tahun disebabkan oleh persalinan preterm. Secara global diperkirakan 15 juta bayi
lahir sebelum waktunya dengan perbandingan lebih dari 1:10 kelahiran hidup. Sekitar
1 juta bayi meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi dari persalinan preterm.
Lebih dari 60% persalinan kurang bulan terjadi di Afrika dan Asia. Di beberapa
Negara maju, Angka Kematian Neonatus (AKN) pada persalinan prematur
menunjukkan penurunan yang umumnya disebabkan oleh meningkatnya peranan
neonatal intensive care dan akses yang lebih baik pada pelayanan ini. Di Amerika
Serikat terjadi kemajuan berkaitan dengan meningkatnya umur kehamilan 50%
neonatus selamat pada persalinan usia kehamilan 25 minggu dan lebih dari 90% pada
usia 28-29 minggu.1,2
Di Indonesia, angka kejadian persalinan preterm menurut Riskesdas 2007
adalah 11.5%. Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6-
10% dari total kelahiran bayi. Kesulitan utama persalinan preterm adalah perawatan
bayi prematur yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan
mortalitas. Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat bayi > 1500 gram maka
3

keberhasilan hidup sekiar 85%, sedang pada umur kehamilan yang sama dengan berat
janin <1500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan <32
minggu dengan berat lahir <1500 gram angka keberhasilan hanya sekitar 59%. 1,2

2.3 Patofisiologi Persalinan Prematur5,3


Untuk mengetahui patofisiologi persalinan prematur, pertama-tama harus
diketahui dulu mekanisme persalinan yang terjadi secara normal. Mekanisme
persalinan normal terdiri dari Fase 0, Fase 1, Fase 2 dan Fase 3. Fase 0 disebut juga
fase tenang dimana uterus tetap tenang sebagai akibat dihambatnya aktifitas
miometrium oleh berbagai macam senyawa seperti progesteron, prostasiklin, nitrit
oksida dan relaxin. Senyawa-senyawa ini secara umum berfungsi untuk
meningkatkan kadar siklik nukleotida di dalam sel (cyclic adenosine
monophosphate/cAMP) yang pada gilirannya menghambat pembebasan ion kalsium
dari tempat penyimpanannya di dalam sel atau menurunkan aktivitas enzim myosin
light-chain kinase (MCLK). Kalsium dan MLCK memainkan peran utama dalam
proses kontraktilitas uterus. Kontraksi uterus biasanya jarang terjadi pada saat fase
tenang dan biasanya memiliki frekuensi dan amplitudo yang rendah dan tak
terkoordinasi yang biasa dikenal sebagai kontraksi Braxton-Hicks. Koordinasi
kontraksi yang buruk ini terutama disebabkan oleh tidak adanya gap junctions pada
miometrium pada masa kehamilan.6
Fase 1 atau fase aktivasi adalah aktivasi dari miometrium dan ditandai dengan
peningkatan kadar ekspresi CAP (contraction-associated proteins) termasuk
connexin-43 (CX-43) yang merupakan senyawa protein utama pada gap junction di
miometrium dan reseptor untuk oksitosin dan prostaglandin yang memiliki efek
stimulasi. Secara normal perangsangan pada aktivasi miometrium dapat berasal dari
peregangan uterus akibat pertumbuhan janin atau juga berasal dari pengaktifan sumbu
hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) janin yang berkembang matang, atau
keduanya. Peregangan uterus akan meningkatkan CAP dan perangsangan ekspresi
gen pembentuk reseptor oksitosin di dalam miometrium, tetapi kemampuan ini sangat
tergantung pada kondisi humoral. Progesteron akan menghambat peningkatan kadar
ekspresi CX-43 akibat perangsangan peregangan uterus. Akan tetapi dengan
berkurangnya kadar progesteron pada saat aterm, peregangan uterus berhubungan
4

dengan peningkatan kadar ekspresi CX-43 secara signifikan. Penanda aktivasi


miometrium juga berasal dari sumbu HPA janin. Dengan tercapainya proses
pematangan janin, hipotalamus janin dan/plasenta akan meningkatkan kadar sekresi
CRH (corticotropin releasing hormone) yang akan merangsang ekspresi ACTH
(adenocorticotropic hormone) pada organ pituitari janin dan produksi kortisol dan
androgen oleh organ adrenal janin. Senyawa androgen janin kemudian diaromatisasi
menjadi estrogen oleh plasenta. Akhirnya hal ini menyebabkan rangkaian proses
biologis yang mengarah pada jalur umum terjadinya proses persalinan yang ditandai
oleh terjadinya kontraksi uterus, pematangan serviks dan aktivasi desidua/selaput
janin seperti yang terlihat pada fase 2 persalinan. 6
Fase 2 atau fase stimulasi meliputi terjadinya rangkaian proses progresif yang
berujung pada terjadinya proses persalinan yang meliputi kontraksi uterus,
pematangan serviks dan aktivasi jaringan desidua dan selaput janin. Peristiwa-
peristiwa ini ditandai dengan pengaktifan HPA janin, kemunduran progesteron secara
fungsional, peningkatan kadar estrogen ibu dan janin, dan naiknya kadar
prostaglandin. Proses dimulai dengan produksi CRH plasenta yang berakhir pada
penurunan kadar progesteron fungsional. Penurunan progesteron menyebabkan
peningkatan kadar ekspresi reseptor estrogen dan mempromosikan aktivitas estrogen.
Peningkatan kerja estrogen akhirnya akan menyebabkan terbentuknya banyak jenis
CAP yang tergantung pada estrogen, seperti CX-43, reseptor-reseptor oksitosin, dan
prostaglandin, yang membantu proses uterus.
Fase 3 atau fase involusi dimulai pada kala III persalinan dan melibatkan
perlepasan plasenta dan kontraksi uterus. Pemisahan plasenta dimulai dengan
terbentuknya celah sepanjang desidua basalis. Kontraksi uterus merupakan faktor
penting untuk mencegah perdarahan yang berasal dari vena-vena besar yang terbuka
setelah lahirnya plasenta dan terutama dipengaruhi oleh oksitosin. 6
Aktivasi aksis HPA maternal-fetal Inflamasi atau infeksi Perdarahan desidua atau Distensi uterin patologis
thrombosis
 Stress  Inta-amnion  Kehamilan ganda
 Aktivasi prematur dari efektor  Servikal atau desidual  Abrubtio plasenta  Polihidramnion
fisiologis  Sistemik  Trombofilia  Anomali bentuk uterus

CRH, fetal adrenal Sitokin proinflamasi Gap junction


androgen, placental Trombin
Fetal inflammatory CAP
esterogen and
response syndrome
progesterone Reseptor oksitosin

Desidua dan ketuban

Prostaglanin Oksitosin
MMP maternal
Uterotonik lain

Pematangan serviks Kontraksi uterus


Ruptur membran

Persalinan Prematur
5

Gambar 2.1. Mekanisme Persalinan Prematur3


6

Sampai sekarang para ahli kebidanan dan kandungan mengelompokkan


kehamilan 22-<37 minggu sebagai prematur, dugaan yang berasal dari pengalaman
empiris mengatakan ada suatu proses patologis yang terlibat dalam kondisi ini dan
pengelolaannya bisa berbeda-beda. Terdapat 4 jalur mekanisme yang menjadi
penyebab umum yang mengatur terjadinya persalinan prematur, yaitu6:
A. Stress
Stres telah dikenal sebagai faktor yang sangat penting yang dapat mengakibatkan
terjadinya persalinan prematur. Stress digambarkan secara sederhana
digambarkan sebagai tantangan baik fisik atau psikologis yang merupakan suatu
ancaman atau dirasakan dapat mengancam homeostasis.
B. Infeksi dan inflamasi
Infeksi saluran kemih biasanya berhubungan dengan kelahiran kurang bulan.
Infeksi intrauterin dikenal sebagai salah satu penyebab kelahiran prematur paling
penting dan paling potensial yang dapat dicegah. Infeksi mikroba korioamnion
terjadi pada 60% pasien dengan kelahiran prematur. Bukti-bukti ini memberi
kesan bahwa kaskade proinflamasi sitokin prostaglandin memainkan peranan
penting dalam patogenesis kelahiran prematur yang berhubungan dengan infeksi.
Mediator-mediator inflamasi ini diproduksi oleh makrofag, sel-sel desidua dan
membran janin sebagai respons terhadap bakteri atau produk-produk bakteri.
Mekanisme tambahan lainnya yang menjelaskan bagaimana infeksi intrauterin
menyebabkan kelahiran prematur adalah melalui aktivasi aksis HPA janin.
Peningkatan konsentrasi kortisol janin dan androgen adrenal telah dilaporkan
pada janin dari wanita-wanita dengan infeksi intrauterin.
C. Perdarahan desidua
Lesi vaskular dari plasenta secara umum dikaitkan dengan kelahiran prematur dan
ketuban pecah dini (KPD). Lesi ini mungkin menjadi ciri kegagalan perubahan
fisiologis dari arteri spiralis, atherosis dan thrombosis arteri maternal maupun
fetal. Meskipun patofisiologinya sampai saat ini belum jelas, thrombin dicurigai
memiliki peranan yang besar pada terjadinya perdarahan desidua. Thrombin
menstimulasi peningkatan tonus basal dan kontraksi pada otot polos longitudinal
miometrium pada dosis tertentu secara in vitro. Berdasarkan suatu penelitian in
vivo, dikatakan bahwa baik thrombin maupun darah segar, pada dosis tertentu
7

dapat meningkatkan kontraksi miometrium. Eksperimen ini menjelaskan


mengenai peningkatan aktivitas uterus yang diamati secara klinis pada kasus-
kasus solusio plasenta dan kelahiran kurang bulan setelah perdarahan pada
trimester pertama maupun kedua. Suatu hubungan antara thrombin dan KPD dapat
pula terjadi dimana MMP akan memecah matriks ekstraseluler dari membran
fetal, koriodesidua dan berkontribusi terhadap KPD. Secara in vitro thrombin akan
meningkatkan ekspresi protein MMP pada sel desidua dan membran fetal yang
dikumpulkan dari kehamilan-kehamilan aterm. Thrombin juga akan melepaskan
IL-8 desidua yang akan menarik neutrophil. Pada solusio plasenta, suatu contoh
perdarahan desidua yang juga diasosiasikan dengan infiltrasi desidua oleh
neutrophil dan merupakan sumber yang kaya akan protease dan MMP. Ini dapat
menjadi dasar bagi mekanisme ruptur prematur dan membran pada perdarahan
desidua.
D. Peregangan uterus yang berlebihan
Hal ini dihubungkan dengan peningkatan gap junction yang timbul. Juga akibat
dari kerja prostaglandin yang berlangsung melalui reseptor spesifik. Prostaglandin
menyebabkan kotraksi miometrium melalui peningkatan reseptor yang
mempengaruhi kontraksi melalui mekanisme peningkatan mobilisasi kalsium dan
menurunkan tingkat produksi penghambar cAMP intraseluler. Prostaglandin juga
meningkatkan produksi MMP dalam serviks dam desidua untuk meningkatkan
pematangan serviks serta aktivasi membran janin.
Hal hal diataslah yang akan mencetuskan kontraksi yang akan mendukung
terjadinya persalinan prematur.

2.4 Penyebab dan Faktor Risiko


Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktoral.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosio demografi dan faktor medik mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya risiko tunggal
dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini atau trauma. Banyak
kasus persalinan prematur sebagai akibat proses patogenik yang merupakan mediator
biokimia yang mempunyai dampak terjadinya kontraksi rahim dan perubahan serviks,
yaitu1 :
8

a. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu maupun


janin, akibat stres pada ibu atau janin.
b. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari
traktus genito urinaria atau infeksi sistemik.
c. Perdarahan desidua.
d. Peregangan uterus patologik.
e. Kelainan pada uterus atau serviks.
Dengan demikian, untuk memprediksi kemungkinan terjadinya persalinan
prematur harus dicermati beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kontraksi,
menyebabkan persalinan prematur atau seorang dokter terpaksa mengakhiri
kehamilan pada saat kehamilan belum genap bulan. Beberapa kondisi dalam
kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan preterm adalah1 :
a. Janin dan Plasenta
 Perdarahan trimester awal
 Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
 Ketuban pecah dini (KPD)
 Pertumbuhan janin terhambat (Intra Uterine Growth Restriction - IUGR)
 Cacat bawaan janin (kongenital)
 Kehamilan ganda (gemeli)
 Polihidramnion
b. Ibu
 Penyakit berat pada ibu
 Diabetes melitus
 Preeklamsia/hipertensi
 Infeksi saluran kemih/genital/intrauterin
 Penyakit infeksi dengan demam
 Stres psikologik
 Kelainan bentuk uterus/serviks
 Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
 Inkompetensi serviks (panjang serviks <1 cm)
 Pemakaian obat narkotik
 Trauma
9

 Perokok berat
 Kelainan imunologi
Dari sekian banyak faktor risiko, Sistem Skoring Risiko Creasy
mengelompokkannya kedalam suatu sistem skoring. Suatu kehamilan dikatakan
berisiko rendah terhadap persalinan preterm apabila hasil skoring risikonya antara 1-
5, risiko sedang pada skor 6-9 dan risiko tinggi bila nilai skoringnya 10 atau lebih.
Tabel 2.1. Sistem Skoring Risiko Creasy
Skor Karakteristik Riwayat Kebiasaan Keadaan Kehamilan
Ibu Obstetri Sekarang
1  Dua anak Abortus < 1 tahun Bekerja di Kelelahan fisik
 Sosek terakhir luar rumah
rendah
2 Usia < 20 th 2 kali abortus
Merokok > Kenaikan BB < 13 kg
10 batang per sampai 32 minggu
hari
3 Sosek sangat 3 kali abortus Bekerja berat  Sungsang pada
rendah kehamilan 32
minggu
 BB turun 2 kg
 Kepala sudah
engaged
 Demam
4 Usia < 18  Perdarahan
tahun sebelum 12
Pernah minggu
pielonefritis  Pendataran
serviks
 Iritabilitas uterus
 Plasenta Previa
5 Abortus trimester  Anomali Uterus
II  Hidramnion
 TErpapar DES
6 Abortus trimester  Hamil kembar
II berulang  Operasi Abdomen
Pernah persalinan
preterm

2.5 Komplikasi terhadap ibu, janin serta bayi6


Komplikasi dari kelahiran prematur dapat terjadi pada ibu, janin dan bayi yang
baru lahir. Komplikasi yang terjadi pada ibu (maternal complication) tidak memiliki
perbedaan jika dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi secara aterm atau
10

diatas 37 minggu. Komplikasi yang terjadi lebih banyak terjadi pada janin yang
dikandung dan bayi sejak dilahirkan sampai perkembangan bayi tersebut menuju
masa dewasa.
Komplikasi yang terjadi pada janin yaitu terjadinya gangguan perkembangan
saraf yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya penurunan kognitif anak,
gangguan perkembangan motorik anak, serebral palsy dan gangguan pengelihatan dan
pendengaran. Risiko ini meningkat dengan semakin berkurangnya usia gestasi bayi
yang lahir. Gangguan kebiasaan yang dapat terjadi berupa rasa cemas yang
berlebihan, depresi, autism dan perilaku hiperaktif.
Komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus atau bayi yang baru lahir adalah
timbulnya Respiratory Distress Syndrome (RDS), hipotermia, NEC, pendarahan
intraventrikel, dysplasia bronkopulmonaris, retinopati imatur, bayi lemah dan
kemungkinan timbulnya anomali kongenital. Tetapi dengan perawatan neonatus dan
obstetrik yang baik, komplikasi yang terjadi pada neonatus dapat dikurangi. Berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa edukasi spesifik pada pasien dan follow up maka
kelainan jangka panjang dan disabilitas akan semakin membaik.

2.6 Pencegahan Persalinan Preterm


Pencegahan persalinan prematur terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan
tersier. Pencegahan primer dilakukan dengan mengenal kelompok ibu yang berisiko
tinggi mengalami persalinan preterm dan selanjutnya melakukan intervensi obstetrik
untuk mengurangi faktor risiko. Pencegahan sekunder adalah deteksi dini gejala
persalinan preterm dan pengobatan dini ancaman persalinan preterm. Pencegahan
tersier diberikan untuk memperpanjang waktu persalinan pada ibu yang sudah
terdiagnosis persalinan preterm baik dengan istirahat rebah atau dengan pemberian
medikasi.4

2.6.1 Intervensi Yang Terbukti Efektif


A. Pencegahan Primer
1. Menghentikan merokok pada ibu perokok, konseling dilakukan sebelum atau
saat pemeriksaan kehamilan dengan memberikan informasi dan edukasi yang
jelas dan dilakukan pemantauan.
11

2. Mengobati infeksi
3. Melakukan penapisan terhadap ibu yang pernah melahirkan bayi prematur
sebelumnya
4. Promosi nutrisi seimbang pada semua ibu hamil, status nutrisi ibu hamil harus
dievaluasi dengan baik.
B. Pencegahan Tersier
Memberikan glukokortikoid pada ibu hamil dengan ancaman persalinan preterm
untuk mengurangi berbagai komplikasi akibat ketidak matangan organ bayi
preterm.

2.6.2 Intervensi Yang Terbukti Mungkin Efektif


A. Pencegahan Primer
1. Mempromosikan kenaikan berat badan ibu hamil yang adekuat.
2. Mempromosikan nutrisi optimal dalam masa prakonsepsi
3. Pemeriksaan kehamilan yang adekuat untuk mendiagnosis dan mengatasi
komplikasi medis pada setiap ibu hamil secara adekuat.
4. Mendeteksi, mengawasi dan menanggulangi masalah kehamilan remaja saat
pemeriksaan kehamilan termasuk kunjungan rumah untuk informasi dan
edukasi.
5. Suplementasi kalsium bagi wanita yang berisiko mengalami hipertensi dalam
kehamilan (HDK) atau ibu hamil yang mendapat asupan kalsium rendah.
6. Memberikan dukungan pada ibu hamil berisiko akibat stress kronik.
B. Pencegahan Tersier
Merujuk ibu hamil dengan ancaman persalinan preterm pada fasilitas yang
memadai untuk persalinan dan mengatasi komplikasi persalinan.

2.6.3 Intervensi Yang Mungkin Efektif (Belum Terbukti)


A. Pencegahan Primer
1. Mengurangi kebisingan
2. Mengurangi pekerjaan yang menimbulkan stress, kelelahan fisik, berdiri lama
3. Identifikasi dan penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
12

4. Suplementasi Zinc dan Magnesium


5. Identifikasi dan penanggulangan pengguna NAPSA
6. Mencegah dan mengurangi paparan toksin lingkungan
7. Suplementasi minyak ikan terutama pada ibu hamil dengan riwayat persalinan
preterm.

2.6.4 Intervensi Yang Terbukti Tidak Efektif


A. Pencegahan Primer
1. Suplementasi diet tinggi protein selama kehamilan
2. Pengurangan garam pada ibu hamil dengan HDK
3. Penanggulangan/bantuan psikososial
B. Pencegahan Sekunder
1. Edukasi tentang gejala dan tanda persalinan preterm
2. Pemantauan aktivitas uterus di rumah
3. Tokolitik
4. Istirahat rebah
5. Suplementasi berbagai mineral selain Zn dan Mg
6. Intervensi yang berhubungan dengan micronutrient
7. Terapi pengganti nikotin pada ibu hamil perokok berat

2.6.5 Intervensi yang Masih Kurang Informasinya (Butuh Penelitian Lanjut)


A. Pencegahan Primer
Suplementasi multivitamin, vitamin A, B, C, D dan E.
B. Pencegahan Sekunder
1. Berbagai metode penapisan risiko tinggi
2. Berbagai cara prediksi atau diagnosis dini persalinan preterm (sistem skoring
klinik atau pemantauan perubahan serviks)

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm


antara lain sebagai berikut 1 :
 Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
 Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
13

 Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan


antenatal yang baik
 Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik)
 Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
 Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
 Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing
 Deteksi dan pengaman faktor risiko terhadap persalinan preterm

2.7 Penanganan Persalinan Preterm


Strategi penatalaksanaan persalinan preterm terutama diupayakan untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas neonatus. Hal ini terjadi karena paru-paru yang
belum matang sehingga meningkatkan kejadian sindrom gangguan nafas pada
neonatus. Obat obatan yang dapat diberikan berupa obat golongan tokolitik,
kortikosteroid, antibiotika, cara persalinan dan perawatan neonatus yang baik.
2.7.1 Tokolitik
Pemberian obat obatan tokolitik adalah salah satu hal yang perlu
dipertimbangkan bisa dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan
serviks, alasannya adalah1 :
 Mencegah mortalitas dan morbiditas bayi prematur
 Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulit
surfaktan paru-paru janin
 Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap
 Optimalisasi personel
Beberapa obat yang dapat digunakan yaitu :
 Kalsium antagonis (Calcium Channel Blocker) : Nifedipin 10 mg/oral
diulang tiap 15 menit hingga maksimal 40 mg pada jam pertama dan
dilanjutkan dengan 20 mg tiap 4-6 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat
diberikan lagi jika ada kontraksi berulang. Kontraindikasi pemberian
nifedipin adalah pada ibu dengan penyakit jantung, penyakit ginjal,
hipotensi maternal (<90/50). Efek samping yang dapat terjadi pada ibu
adalah sakit kepala, pusing, mual, hipotensi, takikardia, palpitasi dan tubuh
14

kemerahan (vasodilatasi) dan pada janin dapat terjadi kematian mendadak


dan gawat janin.1,4
 Obat 𝛽 sympatho-mimetic :
o Terbutalin 0.25 mg subkutan setiap 20 menit sampai 3 jam (nadi ibu
tidak boleh > 120x/menit), kontraindikasi aritmia jantung, penyakit
tiroid yang tidak terkontrol, penyakit diabetes yang tidak terkontrol.
Efek samping maternal adalah aritmia, edema pulmoner, iskemia
miokardial, hipotensi, takikardia, hiperglikemia, hiperinsulinemia,
gangguan fungsi tiroid, hypokalemia, tremor, mual muntah. Efek
samping bayi berupa takhikardia, hiperinsulinemia, hiperglikemia
janin, hipoglikemia neonatus, hipokalsemia, hipotensi, hipertrofi
miokardial dan septal, iskemia miokardial dan ileus.
o Ritodrin dosis awal 50-100 mg/menit i.v atau perinfus, dinaikkan 50
µg/menit setiap 10 menit sampai kontraksi hilang atau timbul efek
samping. Maksimal 350 µg/menit. Efek samping yang dapat terjadi
pada ibu adalah timbulnya halusinasi berat.
 Inhibitor Sintesis Protaglandin :
o Indometasin dosis awal 50 mg perektal atau 50-100 mg p.o dengan
dosis lanjutan 25-50 mg p.o setiap 6 jam untuk 48 jam dengan kontra
indikasi pada pasien gangguan hepar dan ginjal. Efek samping maternal
dari pemberian Indometasin adalah mual, nyeri ulu hati, gastritis,
proktitis dengan hematochezia, gangguan fungsi ginjal, peningkatan
pendarahan pascasalin dan sakit kepala, efek samping pada janin adalah
timbulnya kontraksi duktus arteriosus, penurunan fungus gunjal,
disertai oligohidramnion, perdarahan interventrikuler,
hiperbilirubinemia dan necrotizing enterocolitis (NEC).4
o Ketorolac dosis awal 60 mg i.m dengan dosis lanjuran 30 mg i.m setiap
6 jam untuk 48 jam, kontraindikasi pada pasien dengan penyakit ulkus
peptikum aktif.4
 Oksitosin antagonis : Atosiban dosis awal 6.75 mg i.v bolus diatas 1 menit,
dosis lanjutan 18 mg/jam untuk 3 jam per-infus, selanjutnya 6 mg/jam
sampai 45 jam. Tidak ada kontraindikasi terhadap pengobatan ini. Efek
15

samping maternal yang dapat terjadi adalah mual, reaksi alergi dan sakit
kepala sementara efek samping pada janin belum jelas.
 Nitrogliserin 10 mg patch (koyo) setiap 12 jam, diteruskan sampai
kontraksi hilang, sampai 48 jam.
 Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolitik, pasien perlu
membatasi aktifitas/tirah baring.
2.7.2 Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan
paru-paru janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah perdarahan intraventrikular,
yang akhirnya menurunkan angka kemungkinan kematian neonatus. Kortikosteroid
perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Pemberian
kortikosteroid ini dapat diberikan ulang bila selisih waktu 1-2 minggu sejak
pemberian terakhir. Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian
kortikosteroid pada usia kehamilan 28-34 minggu adalah adanya ancaman lahir
preterm, perdarahan antepartum dan pecah ketuban.
Kortikosteroid merupakan kontraindikasi untuk ibu dengan penyakit infeksi
sistemik yang berat, termasuk tuberculosis. Peringatan juga harus diberikan pada ibu
hamil dengan korioamnionitis karena memperlambat persalinan akan berakibat lebih
buruk pada janin dan secara teori akibat kortikosteroid adalah memperberat infeksi.
Obat yang digunakan adalah1 :
 Deksametason 4x6 mg i.m diberikan selama 2 hari
 Betametason 2x12 mg i.m diberikan selama 2 hari
Beberapa efek samping pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang atau
dosis tinggi berbeda di tiap tiap organ tubuh. Pada kelenjar adrenal dapat terjadi atrofi,
kardiovaskular akan terjadi dislipidemia, hipertensi, thrombosis dan vasculitis, pada
susunan saraf pusat akan terjadi perubahan pada sikap, kognisi, memori dan mood,
juga dapat terjadi atrofi serebral. Pada sistem gastrointestinal dapat terjadi perdarahan,
pankreatitis dan ulkus peptikum, pada ginjal akan terjadi peningkatan retensi natrium
dan ekskresi kalium. Pada sistem imun dapat terjadi imunosupresi, pada mata dapat
terjadi katarak/glaucoma, pada sistem muskuloskeletal dapat terjadi nekrosis tulang,
atrofi otot dan osteoporosis. Pada sistem integument dapat terjadi atrofi,
penyembuhan luka yang lama, eritema, perioral dermatitis, petechiae, telangiectasia,
16

pada sistem reproduksi dapat muncul terlanbatnya pubertas, pertumbuhan janin


terhambar dan hipogonadisme.
2.7.3 Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko
terjadinya infeksi seperti pada kasus KPD. Pemberian antibiotik pada kasus persalinan
preterm harus berdasarkan adanya tanda-tanda infeksi pada pemeriksaan
laboratorium, hendaknya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan darah, pemeriksaan
urin dan swab vagina. Obat yang dianjurkan adalah1 :
 Eritromisin 3x500 mg per oral diberikan selama 3 hari
 Ampisilin 3x 500 mg per oral diberikan selama 3 hari
Penderita dengan KPD dilakukan pengakhiran persalinan pada usia kehamilan
36 minggu. Untuk usia gestasi 32-35 minggu jika ada bukti hasil pemeriksaan
maturitas paru-paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga kesehatan dan fasilitas
perinatologi) sangat menentukan kapan sebaiknya kehamilan diakhiri. Bila ditemukan
adanya bukti infeksi (klinis atau laboratorik), maka pengakhiran persalinan
dipercepat/induksi, tanpa melihat usia kehamilan.
Persiapan persalinan preterm perlu pertimbangan berdasar 1 :
a. Usia Gestasi
Jika usia gestasi ≥34 minggu, maka dapat melahirkan di tingkat
dasar/primer (prognosis baik). Jika <34 minggu maka pasien harus dirujuk
ke rumah sakit dengan fasilitas perawatan neonatus yang memadai.
b. Keadaan Selaput Ketuban
Bila terdapat KPD dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, maka
ibu dan keluarga dipersilahkan untuk memilih cara pengelolaan setelah
diberikan konseling dengan baik.
2.7.4 Cara Persalinan
Bila janin presentasi kepala, diperbolehkan partus pervaginam, seksio sesarea
tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan merugikan ibu,
prematuritas bukan indikasi seksio sesarea. Jika ada kelainan letak janin seperti letak
sungsang dengan usia kehamilan 30-34 minggu, maka persalinan seksio sesarea dapat
dipertimbangkan1.
17

2.7.5 Perawatan Neonatus


Perawatan bayi preterm baru lahir perlu diperhatikan keadaan umum,
biometri, kemampuan bernafas, kelainan fisik dan kemampuan minum. Keadaan
kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan, pernapasan yang tidak
atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk hipotermia pada neonatus (suhu badan
dibawah 36.50 C), sarankan untuk perawatan dengan metode KANGGURU dan
dibuat perencanaan pengobatan dan asupan cairan. Berikan ASI secara sering, bila
mungkin gunakan dengan sonde atau pasangkan infus pada bayi. Sebaiknya
persalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung pada fasilitas yang
memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan fasilitas yang adekuat
termasuk perawatan perinatal intensif.
18

BAB 3
KESIMPULAN

Persalinan preterm/prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur


kehamilan 20-<37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Prematuritas
menurut WHO adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
(POGI) menetapkan bahwa persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada
usia kehamilan 22-<37 minggu. Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus
pada bayi preterm/prematur di dunia masih sangat tinggi yaitu hampir 35% (sekitar
3.1 juta) kematian neonatal per tahun. Di Indonesia, angka kejadian preterm pada
umumnya adalah sekitar 6-10% dari total kelahiran bayi.
Penyebab dari persalinan prematur umumnya multifaktoral. Komplikasi dari
kelahiran prematur dapat terjadi pada ibu, janin dan bayi yang baru lahir. Komplikasi
pada ibu dengan persalinan preterm umumnya sama saja. Pada janin terjadi
pengembangan organ yang kurang sempurna sehingga menyebabkan timbulnya
penurunan kognitif anak, gangguan perkembangan motorik anak, serebral palsy dan
gangguan pengelihatan dan pendengaran, pada neonatus atau bayi yang baru lahir
komplikasi yang segera terjadi adalah timbulnya Respiratory Distress Syndrome
(RDS) dan hipotermia, secara lambat yang dapat terjadi adalah terjadinya NEC,
pendarahan intraventrikel, dysplasia bronkopulmonaris, retinopati imatur, bayi lemah
dan kemungkinan timbulnya anomali kongenital. 1,2,6
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
antara lain sebagai berikut 1 :
 Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)
 Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
 Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik
 Anjuran tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik)
 Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
 Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
 Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing
19

 Deteksi dan pengaman faktor risiko terhadap persalinan preterm


Strategi penatalaksanaan persalinan preterm terutama diupayakan untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas neonatus. Hal yang dapat diberikan yaitu :
1. Tokolitika
2. Kortikosteroid
3. Antibiotik
4. Cara Persalinan
5. Perawatan Neonatus
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Saifuddin AB, Rahcimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ilmu


Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Ed 4, Cet 5. Jakarta : PT Bina Pustaka. 2016.
p667-676.
2. Djuwantono T, Pemadi W, Tjahyadi D, et al. Prosiding Kongres Obstetri dan
Ginekologi Indonesia XVI Bandung Buku II. Bandung : Dep./SMF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Unpad. 2015.
3. Krisnadi SR, Effendi JS, Pribadi A. Prematuritas. Bandung : PT Rafika Aditama.
2011.
4. Pribadi A, Mose J, Anwar AD. Kehamilan Risiko Tinggi. Jakarta : CV Sagung
Seto. 2015.
5. Cunnungham G. Williams Obstetrics 23rd Ed. Amerika : McGraw-Hill. 2010.
6. Suman V, Luther EE. Preterm Labor. Treasure Island : StatPearls. 2020. (diakses
dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536939/#_NBK536939_pubdet_
pada 12 Januari 2021)

Anda mungkin juga menyukai