BAB 1
PERDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Persalinan preterm/prematur adalah persalinan yang berlangsung pada umur
kehamilan 20-<37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. World Health
Organization (WHO) menyatakan bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu. Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia (HIFERI) menetapkan bahwa persalinan preterm
adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-<37 minggu.1
2.2 Epidemiologi
Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi
preterm/prematur masih sangat tinggi karena berkaitan dengan maturitas organ pada
bayi lahir seperti paru-paru, otak dan gastrointestinal. Sekitar 80% kematian neonatus
di negara Barat adalah akibat prematuritas dan 10% yang selamat mengalami
permasalahan jangka panjang. Hampir 35% (sekitar 3.1 juta) kematian neonatal per
tahun disebabkan oleh persalinan preterm. Secara global diperkirakan 15 juta bayi
lahir sebelum waktunya dengan perbandingan lebih dari 1:10 kelahiran hidup. Sekitar
1 juta bayi meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi dari persalinan preterm.
Lebih dari 60% persalinan kurang bulan terjadi di Afrika dan Asia. Di beberapa
Negara maju, Angka Kematian Neonatus (AKN) pada persalinan prematur
menunjukkan penurunan yang umumnya disebabkan oleh meningkatnya peranan
neonatal intensive care dan akses yang lebih baik pada pelayanan ini. Di Amerika
Serikat terjadi kemajuan berkaitan dengan meningkatnya umur kehamilan 50%
neonatus selamat pada persalinan usia kehamilan 25 minggu dan lebih dari 90% pada
usia 28-29 minggu.1,2
Di Indonesia, angka kejadian persalinan preterm menurut Riskesdas 2007
adalah 11.5%. Angka kejadian persalinan preterm pada umumnya adalah sekitar 6-
10% dari total kelahiran bayi. Kesulitan utama persalinan preterm adalah perawatan
bayi prematur yang semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan
mortalitas. Pada kehamilan umur 32 minggu dengan berat bayi > 1500 gram maka
3
keberhasilan hidup sekiar 85%, sedang pada umur kehamilan yang sama dengan berat
janin <1500 gram angka keberhasilan sebesar 80%. Pada umur kehamilan <32
minggu dengan berat lahir <1500 gram angka keberhasilan hanya sekitar 59%. 1,2
Prostaglanin Oksitosin
MMP maternal
Uterotonik lain
Persalinan Prematur
5
Perokok berat
Kelainan imunologi
Dari sekian banyak faktor risiko, Sistem Skoring Risiko Creasy
mengelompokkannya kedalam suatu sistem skoring. Suatu kehamilan dikatakan
berisiko rendah terhadap persalinan preterm apabila hasil skoring risikonya antara 1-
5, risiko sedang pada skor 6-9 dan risiko tinggi bila nilai skoringnya 10 atau lebih.
Tabel 2.1. Sistem Skoring Risiko Creasy
Skor Karakteristik Riwayat Kebiasaan Keadaan Kehamilan
Ibu Obstetri Sekarang
1 Dua anak Abortus < 1 tahun Bekerja di Kelelahan fisik
Sosek terakhir luar rumah
rendah
2 Usia < 20 th 2 kali abortus
Merokok > Kenaikan BB < 13 kg
10 batang per sampai 32 minggu
hari
3 Sosek sangat 3 kali abortus Bekerja berat Sungsang pada
rendah kehamilan 32
minggu
BB turun 2 kg
Kepala sudah
engaged
Demam
4 Usia < 18 Perdarahan
tahun sebelum 12
Pernah minggu
pielonefritis Pendataran
serviks
Iritabilitas uterus
Plasenta Previa
5 Abortus trimester Anomali Uterus
II Hidramnion
TErpapar DES
6 Abortus trimester Hamil kembar
II berulang Operasi Abdomen
Pernah persalinan
preterm
diatas 37 minggu. Komplikasi yang terjadi lebih banyak terjadi pada janin yang
dikandung dan bayi sejak dilahirkan sampai perkembangan bayi tersebut menuju
masa dewasa.
Komplikasi yang terjadi pada janin yaitu terjadinya gangguan perkembangan
saraf yang akhirnya akan mengakibatkan timbulnya penurunan kognitif anak,
gangguan perkembangan motorik anak, serebral palsy dan gangguan pengelihatan dan
pendengaran. Risiko ini meningkat dengan semakin berkurangnya usia gestasi bayi
yang lahir. Gangguan kebiasaan yang dapat terjadi berupa rasa cemas yang
berlebihan, depresi, autism dan perilaku hiperaktif.
Komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus atau bayi yang baru lahir adalah
timbulnya Respiratory Distress Syndrome (RDS), hipotermia, NEC, pendarahan
intraventrikel, dysplasia bronkopulmonaris, retinopati imatur, bayi lemah dan
kemungkinan timbulnya anomali kongenital. Tetapi dengan perawatan neonatus dan
obstetrik yang baik, komplikasi yang terjadi pada neonatus dapat dikurangi. Berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa edukasi spesifik pada pasien dan follow up maka
kelainan jangka panjang dan disabilitas akan semakin membaik.
2. Mengobati infeksi
3. Melakukan penapisan terhadap ibu yang pernah melahirkan bayi prematur
sebelumnya
4. Promosi nutrisi seimbang pada semua ibu hamil, status nutrisi ibu hamil harus
dievaluasi dengan baik.
B. Pencegahan Tersier
Memberikan glukokortikoid pada ibu hamil dengan ancaman persalinan preterm
untuk mengurangi berbagai komplikasi akibat ketidak matangan organ bayi
preterm.
samping maternal yang dapat terjadi adalah mual, reaksi alergi dan sakit
kepala sementara efek samping pada janin belum jelas.
Nitrogliserin 10 mg patch (koyo) setiap 12 jam, diteruskan sampai
kontraksi hilang, sampai 48 jam.
Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolitik, pasien perlu
membatasi aktifitas/tirah baring.
2.7.2 Kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan
paru-paru janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah perdarahan intraventrikular,
yang akhirnya menurunkan angka kemungkinan kematian neonatus. Kortikosteroid
perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu. Pemberian
kortikosteroid ini dapat diberikan ulang bila selisih waktu 1-2 minggu sejak
pemberian terakhir. Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian
kortikosteroid pada usia kehamilan 28-34 minggu adalah adanya ancaman lahir
preterm, perdarahan antepartum dan pecah ketuban.
Kortikosteroid merupakan kontraindikasi untuk ibu dengan penyakit infeksi
sistemik yang berat, termasuk tuberculosis. Peringatan juga harus diberikan pada ibu
hamil dengan korioamnionitis karena memperlambat persalinan akan berakibat lebih
buruk pada janin dan secara teori akibat kortikosteroid adalah memperberat infeksi.
Obat yang digunakan adalah1 :
Deksametason 4x6 mg i.m diberikan selama 2 hari
Betametason 2x12 mg i.m diberikan selama 2 hari
Beberapa efek samping pada penggunaan kortikosteroid jangka panjang atau
dosis tinggi berbeda di tiap tiap organ tubuh. Pada kelenjar adrenal dapat terjadi atrofi,
kardiovaskular akan terjadi dislipidemia, hipertensi, thrombosis dan vasculitis, pada
susunan saraf pusat akan terjadi perubahan pada sikap, kognisi, memori dan mood,
juga dapat terjadi atrofi serebral. Pada sistem gastrointestinal dapat terjadi perdarahan,
pankreatitis dan ulkus peptikum, pada ginjal akan terjadi peningkatan retensi natrium
dan ekskresi kalium. Pada sistem imun dapat terjadi imunosupresi, pada mata dapat
terjadi katarak/glaucoma, pada sistem muskuloskeletal dapat terjadi nekrosis tulang,
atrofi otot dan osteoporosis. Pada sistem integument dapat terjadi atrofi,
penyembuhan luka yang lama, eritema, perioral dermatitis, petechiae, telangiectasia,
16
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA