Anda di halaman 1dari 8

‫بسم اهلل الرحمن الرحيم‬

“7 SEBAB MENGAPA MUSIBAH DATANG BERTUBI-TUBI”


Oleh: Faqih Aulia (14.3887)
MUSIBAH ANTARA UJIAN ATAUKAH AZAB?
Apakah musibah itu sebagai ujian untuk meninggikan derajat hamba? Ataukah musibah sebagai siksa (azab)?
Atau hukuman yang disegerakan di dunia? Ketiga kemungkinan itu bisa ada. Sehingga dengan mengetahui
hikmah musibah tersebut seharusnya membuat kita giat dan berusaha keras untuk bersabar serta meraih pahala
lewat ujian.
PERTAMA: Musibah yang menimpa sebagaimana yang menimpa para Nabi dan Rasul. Misalnya dengan
ditimpakan penyakit dan tidak diberikan keturunan. Maksud musibah seperti ini adalah untuk meninggikan
derajat, memperbesar pahala, dan sebagai qudwah (teladan) bagi yang lainnya untuk bersabar. Dari Mush’ab
bin Sa’id -seorang tabi’in- dari ayahnya, ia berkata:

ً‫َأش ُّد بَالَء‬


َ ‫َّاس‬ ُّ ‫ول اللَّ ِه‬
ِ ‫َأى الن‬ َ ‫يَا َر ُس‬
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam  menjawab:
‫اَألمثَ ُل‬ ْ َّ‫اَألنْبِيَاءُ مُث‬
ْ َ‫اَألمثَ ُل ف‬
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi.” (HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024,
Ad Darimi no. 2783, Ahmad 1: 185. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 3402
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
KEDUA: Musibah bisa jadi pula sebagai sebab dihapuskannya dosa, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
‫َم ْن َي ْع َم ْل ُسوءًا جُيَْز بِِه‬
“Barang siapa yang melakukan keburukan (baca:maksiat) maka dia akan mendapatkan balasan karena
keburukan yang telah dilakukannya”(QS An Nisa: 123).
Allah Ta’ala juga berfirman:
‫ت َأيْ ِدي ُك ْم َو َي ْع ُفو َع ْن َكثِ ٍري‬
)ْ َ‫صيبَ ٍة فَبِ َما َك َسب‬
ِ ‫وما َأصاب ُكم ِمن م‬
ُ ْ ْ َ َ ََ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan
Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ‫ب ؛ َواَل َه ٍّم ؛ َواَل َح) َ)ز ٍن ؛ َواَل َغ ٍّم ؛ َواَل َأ ًذى – َحىَّت ال َّش) ) ْو َكة‬
ٍ ) )‫ص‬ ٍ ) )‫ص‬ ِ ِ ِ
َ َ‫ب ؛ َواَل ن‬ َ ‫يب الْ ُم) ) ْؤ م َن م ْن َو‬
ُ ) )‫َم))ا يُص‬
ِ ‫هِب‬
ُ‫يَ َشا ُك َها – إاَّل َك َّفَر اللَّهُ َا م ْن َخطَايَاه‬
“Tidaklah menimpa seorang mukmin berupa rasa sakit (yang terus menerus), rasa capek, kekhawatiran (pada
pikiran), sedih (karena sesuatu yang hilang), kesusahan hati, atau sesuatu yang menyakiti sampai pun duri
yang menusuknya melainkan akan dihapuskan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2573)
KETIGA: Musibah bisa jadi adalah hukuman yang disegerakan (baca: siksaan atau adzab) di dunia disebabkan
tumpukan maksiat dan tidak bersegera untuk bertaubat. Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
‫ك َعْن)هُ بِ َذنْبِ) ِ)ه َحىَّت يُ َ)وىَّف بِ ِ)ه‬ ِِ ُّ ‫ِإ َذا ََأر َاد اللَّهُ بِ َعْب ِد ِه اخْلَْيَر َع َّج َل لَهُ الْعُ ُقوبَةَ ىِف‬
َ )‫الد ْنيَا َوِإ َذا ََأر َاد اللَّهُ بِ َعْبده ال َّش)َّر َْأم َس‬
‫َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة‬
1
“Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah
menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan
ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani).
SUMBER: https://rumaysho.com/3168-musibah-antara-ujian-ataukah-azab.html
7 SEBAB MENGAPA MUSIBAH DATANG BERTUBI-TUBI:
Musibah merupakan teguran dari Allah Subhanahu wa ta'ala kepada umat manusia yang lalai dengan kewajiban
ataupun mulai menjauhi jalan kebenaran. Namun banyak orang tidak menghiraukan tanda-tanda kekuasaan
Allah tersebut dan hanya berkutat pada diri sendiri yang merasa tidak diberi kasih sayang oleh Allah.
Di sini penulis akan memaparkan ada tujuh sebab Allah Subhanahu wa ta'ala menurunkan musibah kepada umat
manusia:
PERTAMA: KARENA BANYAKNYA MAKSIAT.
Kemaksiatan manusia menjadi sebab pertama mengapa Allah menurunkan musibah kepada umat manusia. Hal
tersebut juga dijelaskan dalam Surah Yasin Ayat 19 yang berbunyi:
)19( ‫قَالُوا طَاِئُر ُك ْم َم َع ُك ْم َأِئ ْن ذُ ِّك ْرمُتْ بَ ْل َأْنتُ ْم َق ْو ٌم ُم ْس ِرفُو َن‬
Mereka (utusan-utusan) itu berkata, "Kemalangan kamu itu adalah karena kamu sendiri. Apakah karena kamu
diberi peringatan? Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas." (Q.S. Yasin {36}: 19)
Keterangan:
Mereka, yakni ketiga utusan itu, berkata, “Kemalangan kamu itu adalah karena perbuatan buruk kamu sendiri.
Kamu bernasib buruk akibat keengganan kamu menerima ajakan kami. Apakah karena kamu diberi peringatan,
lalu kamu menuduh kami sebagai penyebab kemalangan itu? Tuduhan kamu sama sekali tidak benar!
Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas dalam kedurhakaan sehingga mengakibatkan penderitaan
yang kamu sebut sebagai nasib sial.”
Pada ayat ini dijelaskan bahwa penduduk Antakia tidak bisa lagi mematahkan alasan-alasan para rasul itu. Oleh
karena itu, mereka mengancam dengan mengatakan bahwa kalau kesengsaraan menimpa mereka kelak, maka
hal ini disebabkan perbuatan ketiga orang tersebut. Dengan demikian, kalau para rasul itu tidak mau
menghentikan dakwah yang sia-sia ini, terpaksa mereka merajamnya dengan batu atau menjatuhkan siksaan
yang amat pedih. Ketiga utusan itu menangkis perkataan mereka dengan mengatakan bahwa seandainya
penduduk Antakia kelak terpaksa mengalami siksaan, itu adalah akibat perbuatan mereka sendiri. Bukankah
mereka yang mempersekutukan Allah, mengerjakan perbuatan maksiat, dan melakukan kesalahan-kesalahan?
Sedangkan ketiga utusan itu hanya sekadar mengajak mereka untuk mentauhidkan Allah, mengikhlaskan diri
dalam beribadah, dan tobat dari segala kesalahan. Apakah karena para rasul itu memperingatkan mereka dengan
azab Allah yang sangat pedih dan mengajak mereka mengesakan Allah, lalu mereka menyiksa para rasul itu?
Itukah balasan yang pantas bagi para rasul itu? Hal itu menunjukkan bahwa mereka adalah bangsa yang
melampaui batas dengan cara berpikir dan menetapkan putusan untuk menyiksa dan merajam para rasul.
Mereka menganggap buruk orang-orang yang semestinya menjadi tempat mereka meminta petunjuk. Ayat yang
mirip pengertiannya dengan ayat ini adalah: Kemudian apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka,
mereka berkata, "Ini adalah karena (usaha) kami." Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan
sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya. Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah,
namun kebanyakan mereka tidak mengetahui. (al-A'raf/7: 131)
KEDUA: KARENA BANYAKNYA ORANG YANG BERBUAT ZHOLIM.
Kezaliman umat manusia juga menjadi sebab mengapa Allah Subhanahu wa ta'ala menurunkan musibah
sebagai teguran kepada manusia. Banyaknya perilaku keji yang sangat jauh dari jalan Allah membuat Allah
menurunkan suatu musibah ke suatu daerah karena penduduknya melakukan tindakan tersebut.
"Anak durhaka kepada orangtua, istri yang berani kepada suaminya, perampok, pembunuhan di mana-mana. Ini
mengundang bala bencana." Allah swt. berfirman:

2
‫ث يِف ُِّأم َه))ا َر ُس) )وال َيْتلُ ))و َعلَْي ِه ْم آيَاتِنَ ))ا َو َم))ا ُكنَّا ُم ْهلِ ِكي الْ ُق ) َ)رى ِإال‬
َ ‫)ك الْ ُق ) َ)رى َحىَّت َيْب َع‬
ِ
َ ) ‫ك ُم ْهل‬
َ ُّ‫َو َم))ا َك))ا َن َرب‬
)59( ‫َو َْأهلُ َها ظَالِ ُمو َن‬
Dan Tuhanmu tidak akan membinasakan negeri-negeri, sebelum Dia mengutus seorang rasul di ibukotanya
yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan (penduduk)
negeri; kecuali penduduknya melakukan kezhaliman. (Q.S. Al-Qasas {28}: 59)
Keterangan:
Jangan menduga bahwa kehancuran negeri-negeri terjadi dengan sewenang-wenang. Tidak, Allah Maha adil,
dan karena itu Tuhanmu tidak mungkin akan membinasakan negeri-negeri di sekitar Mekah dan atau
penduduknya pada masamu, wahai Nabi Muhammad, betapa pun besarnya kedurhakaan mereka, sebelum Dia
mengutus seorang rasul di ibukotanya, yaitu Mekah, yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan
tidak pernah pula Kami membinasakan penduduk negeri setelah Kami mengutus rasul atau pemberi peringatan;
kecuali penduduknya melakukan kezaliman terhadap diri mereka sendiri dengan kufur dan maksiat kepada
Allah, sehingga mereka pantas menerima hukuman.
Ayat ini menerangkan bahwa sesuai dengan sunah-Nya, Allah tidak pernah membinasakan suatu kota, kecuali
terlebih dahulu mengutus seorang rasul ke kota itu untuk membacakan kepada penduduknya ayat-ayat Allah
yang berisi kebenaran. Rasul itu ditugaskan untuk menyeru dan memberi peringatan kepada mereka supaya
mereka itu beriman kepada Allah, namun mereka tidak mengindahkannya. Firman Allah: Kami tidak akan
menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul. (al-Isra'/17: 15)
Sesudah Allah mengutus rasul untuk membimbing penduduk kota itu ke jalan yang lurus, memberi petunjuk
kepada kebenaran, tetapi mereka tetap melakukan kezaliman dan mendustakan rasul, mengingkari ayat-ayat-
Nya, maka Dia akan membinasakan kota itu beserta penduduknya.
Pembinasaan umat secara besar-besaran sebagaimana terjadi pada umat-umat terdahulu tidak terjadi pada umat
Nabi Muhammad. Beliau adalah nabi terakhir yang diutus bagi seluruh alam, sehingga pembinasaan total sudah
tidak terjadi lagi. Yang ada hanyalah pembinasaan parsial atau lokal seperti bencana penyakit, bencana alam,
gempa bumi, gelombang tsunami, dan sebagainya.
Pengutusan Muhammad saw sebagai nabi terakhir berarti Allah tidak akan mengutus nabi atau rasul setelah
beliau. Sedangkan tugas“tugas dakwah dan tanggung jawab memberi peringatan kepada umat terletak di pundak
para ulama.
KETIGA: KARENA KELAKUAN TANGAN-TANGAN MANUSIA.
Sebab musibah karena tangan-tangan manusia itu sendiri. Ulah manusia yang mengekspolitasi alam berlebihan
tanpa memikirkan keseimbangan ekosistem membuat Allah Subhanahu wa ta'ala menurunkan musibah agar
merasakan apa yang telah mereka perbuat. Allah swt. berfirman:
)41( ‫ض الَّ ِذي َع ِملُوا لَ َعلَّ ُه ْم َي ْر ِجعُو َن‬ ِ ِ ِ ‫ظَهر الْ َفساد يِف الْبِّر والْبح ِر مِب ا َكسبت َأي ِدي الن‬
َ ‫َّاس ليُذي َق ُه ْ)م َب ْع‬ ْ ْ ََ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah
menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). (Q.S. Ar-Rum {30}: 41)
Keterangan:
Bila pada ayat-ayat sebelumnya Allah menjelaskan sifat buruk orang musyrik Mekah yang menuhankan hawa
nafsu, melalui ayat ini Allah menegaskan bahwa kerusakan di bumi adalah akibat mempertuhankan hawa nafsu.
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, baik kota maupun desa, disebabkan karena perbuatan tangan
manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsu dan jauh dari tuntunan fitrah. Allah menghendaki agar mereka
merasakan sebagian dari akibat perbuatan buruk mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar dengan
menjaga kesesuaian perilakunya dengan fitrahnya.
Dalam ayat ini diterangkan bahwa telah terjadi al-fasad di daratan dan lautan. Al-Fasad adalah segala bentuk
pelanggaran atas sistem atau hukum yang dibuat Allah, yang diterjemahkan dengan "perusakan". Perusakan itu
bisa berupa pencemaran alam sehingga tidak layak lagi didiami, atau bahkan penghancuran alam sehingga tidak
3
bisa lagi dimanfaatkan. Di daratan, misalnya, hancurnya flora dan fauna, dan di laut seperti rusaknya biota laut.
Juga termasuk al-fasad adalah perampokan, perompakan, pembunuhan, pemberontakan, dan sebagainya.
Perusakan itu terjadi akibat prilaku manusia, misalnya eksploitasi alam yang berlebihan, peperangan, percobaan
senjata, dan sebagainya. Prilaku itu tidak mungkin dilakukan orang yang beriman dengan keimanan yang
sesungguhnya karena ia tahu bahwa semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan nanti di depan Allah.
Dalam ayat ini, Allah menegaskan bahwa tidak seluruh akibat buruk perusakan alam itu dirasakan oleh
manusia, tetapi sebagiannya saja. Sebagian akibat buruk lainnya telah diatasi Allah, di antaranya dengan
menyediakan sistem dalam alam yang dapat menetralisir atau memulihkan kerusakan alam. Hal ini berarti
bahwa Allah sayang kepada manusia. Seandainya Allah tidak sayang kepada manusia, dan tidak menyediakan
sistem alam untuk memulihkan kerusakannya, maka pastilah manusia akan merasakan seluruh akibat perbuatan
jahatnya. Seluruh alam ini akan rusak dan manusia tidak akan bisa lagi menghuni dan memanfaatkannya,
sehingga mereka pun akan hancur. Allah berfirman: Dan sekiranya Allah menghukum manusia disebabkan apa
yang telah mereka perbuat, niscaya Dia tidak akan menyisakan satu pun makhluk bergerak yang bernyawa di
bumi ini, tetapi Dia menangguhkan (hukuman)-nya, sampai waktu yang sudah ditentukan. Nanti apabila ajal
mereka tiba, maka Allah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (al-Fathir/35: 45)
Dengan penimpaan kepada mereka sebagian akibat perusakan alam yang mereka lakukan, Allah berharap
manusia akan sadar. Mereka tidak lagi merusak alam, tetapi memeliharanya. Mereka tidak lagi melanggar
ekosistem yang dibuat Allah, tetapi mematuhinya. Mereka juga tidak lagi mengingkari dan menyekutukan
Allah, tetapi mengimani-Nya. Memang kemusyrikan itu suatu perbuatan dosa yang luar biasa besarnya dan
hebat dampaknya sehingga sulit sekali dipertanggungjawabkan oleh pelakunya. Bahkan sulit dipanggul oleh
alam, sebagaimana dinyatakan firman-Nya: Hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung
runtuh, (karena ucapan itu). (Maryam/19: 90)
Seluruh langit dan bumi adalah satu sistem yang bersatu di bawah perintah Allah. Sebagaimana disebutkan
dalam Al-Qur'an bahwa semua yang ada dalam sistem ini diberikan untuk kepentingan hidup manusia, yang
dilanjutkan dengan suatu peringatan spiritual untuk tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Sebagai khalifah, manusia harus mengikuti dan mematuhi semua hukum Allah, termasuk tidak melakukan
kerusakan terhadap sumber daya alam yang ada. Mereka juga harus bertanggung jawab terhadap keberlanjutan
kehidupan di bumi ini. Bumi ditundukkan Allah untuk menjadi tempat kediaman manusia. Akan tetapi, alih-alih
bersyukur, manusia malah menjadi makhluk yang paling banyak merusak keseimbangan alam. Contoh yang
merupakan peristiwa-peristiwa alam yang terjadi di tanah air karena ulah manusia adalah kebakaran hutan dan
banjir.
Dengan ditunjuknya manusia sebagai khalifah, di samping memperoleh hak untuk menggunakan apa yang ada
di bumi, mereka juga memikul tanggung jawab yang berat dalam mengelolanya. Dari sini terlihat pandangan
Islam bahwa bumi memang diperuntukkan bagi manusia. Namun demikian, manusia tidak boleh
memperlakukan bumi semaunya sendiri. Hal ini ditunjukkan oleh kata-kata bumi (453 kali) yang lebih banyak
disebutkan dalam Al-Quran daripada langit atau surga (320 kali). Hal ini memberi kesan kuat tentang kebaikan
dan kesucian bumi.
Debu dapat menggantikan air dalam bersuci. Nabi Muhammad saw bersabda: Bumi diciptakan untukku sebagai
masjid dan sebagai alat untuk bersuci. (Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
Ada semacam kesakralan dan kesucian dari bumi, sehingga merupakan tempat yang baik untuk memuja Tuhan,
baik dalam upacara formal maupun dalam perikehidupan sehari-hari.
KEEMPAT: KARENA PARA TOKOH MELAKUKAN KEMAKSIATAN DAN KEZHOLIMAN.
Tokoh yang melakukan kemasiatan dan kezaliman pun ikut menjadi sebab turunnya musibah. Para tokoh
ataupun pemimpin suatu masyarakat yang tidak taat dan senantiasa maksiat akan berdampak pada satu
masyarakat tersebut. Allah swt. berfirman:
)16( )‫اها تَ ْد ِم ًريا‬ ِ ِ ِ
َ ‫َوِإذَا ََأر ْدنَا َأ ْن نُ ْهل‬
َ َ‫ك َق ْريَةً ََأم ْرنَا ُمْتَرف َيها َف َف َس ُقوا) ف َيها فَ َح َّق َعلَْي َها الْ َق ْو ُل فَ َد َّم ْرن‬
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. Maka

4
sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya. (Q.S. Al-Isra {17}: 16)
Keterangan:
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, yang durhaka sesuai ketetapan kami, maka
Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu agar menaati Allah, tetapi mereka tidak
mau menaati-Nya, bahkan mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu dengan melakukan penganiayaan
dan pengrusakan, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan, yakni ketentuan Kami, kemudian
Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya, sehingga mereka tidak dapat bangkit lagi.
Kemudian Allah swt menjelaskan bahwa apabila Dia berkehendak untuk membinasakan suatu negeri, maka
Allah swt memerintahkan kepada orang-orang yang hidup bermewah-mewah di negeri itu supaya menaati
Allah. Maksudnya apabila suatu kaum telah melakukan kemaksiatan dan kejahatan secara merata, dan pantas
dijatuhi siksaan, maka Allah swt karena keadilan-Nya, tidaklah segera menjatuhkan siksaan sebelum
memberikan peringatan kepada para pemimpin mereka untuk menghentikan kemaksiatan dan kejahatan
kaumnya dan segera kembali taat kepada ajaran Allah.
Akan tetapi, dari sejarah kita mengetahui bahwa orang-orang yang jauh dari hidayah Allah tidak mau
mendengarkan peringatan itu, bahkan mereka menjadi pembangkang dan penentangnya. Allah lalu
memusnahkan mereka dari muka bumi dengan berbagai azab, baik berupa bencana alam, maupun bencana-
bencana lainnya. Itulah ketentuan Allah yang tak dapat dielakkan. Allah menghancurkan negeri itu sehancur-
hancurnya, sehingga tidak ada sedikit pun yang tersisa, baik rumah-rumah maupun harta kekayaan mereka.
KELIMA: KARENA ORANG-ORANG SHOLEH/ORANG-ORANG BAIK DIAM MELIHAT
KEMAKSIATAN DAN KEMUNGKARAN.
Orang-orang sholeh, orang-orang baik diam melihat kemaksiatan dan kemungkaran. Tidak peduli dengan
kemaksiatan bukanlah sifat seorang mukmin yang baik, jika orang-orang mukmin tersebut tidak menghiraukan
kemaksiatan maka bencana tersebut turut akan menimpanya. Allah swt. berfirman:

ُ ‫َأن اللَّهَ َش ِد‬


ِ ‫يد الْعِ َق‬ َّ ‫ين ظَلَ ُموا ِمْن ُك ْم َخ‬
َّ ‫اصةً َو ْاعلَ ُموا‬ ِ َّ ِ ِ
)25( ‫اب‬ َ ‫َو َّات ُقوا فْتنَةً اَل تُصينَب َّ الذ‬
Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara
kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Q.S. Al-Anfal {8}: 25)
Keterangan:
Dan di samping kamu berkewajiban memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya, peliharalah dirimu dari siksaan
yang ketika datang sekalikali tidak hanya menimpa secara khusus orang-orang yang zalim saja, yakni yang
melanggar dan enggan memperkenankan seruan Rasul, di antara kamu, tetapi juga kepada mereka yang
membiarkan kemungkaran merajalela. Lindungilah diri kalian dari dosa-dosa besar yang merusak tatanan
masyarakat. Jauhilah sikap enggan berjihad di jalan Allah, perpecahan dan rasa malas melaksanakan kewajiban
amar makruf nahi mungkar. Karena, akibat buruk dosa itu akan menimpa semua orang, tidak khusus hanya
orang yang berbuat kejahatan saja. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.
Allah menyerukan kepada orang-orang beriman, agar memelihara diri mereka dari siksaan, yang tidak hanya
khusus menimpa orang-orang zalim itu saja di antara orang-orang beriman. Maksudnya ialah apabila di dalam
suatu kaum perbuatan maksiat telah merata maka Allah akan menyiksa mereka itu secara keseluruhan. Siksaan
itu tidak hanya bagi orang yang melakukan kemaksiatan itu saja, akan tetapi siksaan itu akan menimpa mereka
secara merata tanpa pilih kasih, meskipun di dalamnya terdapat juga orang-orang yang saleh yang berada di
antara mereka itu.
Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada suatu kaum yang sebagian besar orang-orangnya lebih terpedaya
melakukan kemaksiatan dari yang tidak melakukan, kemudian mereka tidak mau mengubahnya selain Allah
akan menyiksa mereka dengan siksaan yang merata." (Riwayat Ahmad dari Jarir)
Oleh sebab itulah di dalam masyarakat ada institusi yang mengurus kemaslahatan dan mengurus amar maruf
dan nahi mungkar. Lembaga ini hendaknya bertugas meneliti kemaksiatan yang timbul dalam masyarakat, serta
berusaha pula untuk mencari cara-cara pencegahannya. Juga lembaga ini berusaha untuk menggiatkan
masyarakat melakukan segala yang diperintahkan oleh agama dan menghentikan segala sesuatu yang dilarang.
Apabila kemaksiatan itu telah merata, dan masyarakat telah melupakan agama, maka bencana yang akan
5
menimpa masyarakat itu tidak hanya akan menimpa suatu kelompok atas golongan tertentu saja, tetapi bencana
itu akan dirasakan oleh anggota masyarakat, secara keseluruhan dan merata.
Di akhir ayat ini Allah memperingatkan orang-orang mukmin agar mereka itu mengetahui bahwa Allah amat
pedih siksaan-Nya. Siksaan Allah ditimpakan atas siapa saja yang melanggar hukum-Nya. Ancaman Tuhan
yang sangat keras ini akan berlaku apabila kejahatan itu telah merajalela dan merata di segenap anggota
masyarakat itu tanpa pandang bulu. Sedangkan ancaman-ancamannya di akhirat ditimpakan kepada orang-
orang, yang melakukannya sesuai dengan berat ringannya perbuatan yang dilakukan oleh orang itu.
KEENAM: KARENA RAHMAT ALLAH.
Allah memberikan rahmat yang membuat dirinya takut miskin, takut lapar, dan takut akan kematian. Kecuali
orang-orang yang berserah diri kepada Allah karena sesungguhnya semua akan kembali kepada Allah
Subhanahu wa ta'ala. Allah swt. berfirman:
ِ
ِ َّ ‫ات وب ِّش) ) ِر ال‬ ِ ‫األم) َ)و ِ)ال َواأل ْن ُف‬ ِ ٍ ‫)وع و َن ْق‬ ِ ٍِ ِ
)155( ‫ين‬ َ ‫ص) )اب ِر‬ َ َ ‫س َوالث ََّم) َ)ر‬ ْ ‫ص م َن‬ َ ِ ) ُ‫َولَنَْبلُ ) َ)ونَّ ُك ْم ب َش) ) ْيء م َن اخْلَ ) ْ)وف َواجْل‬
ٌ‫ات ِم ْن َرهِّبِ ْم َو َرمْح َ )ة‬ ِ ‫) ُأولَِئ‬156( ‫ص )يبةٌ قَ ))الُوا) ِإنَّا لِلَّ ِه وِإنَّا ِإلَي ) ِ)ه ر ِاجع ))و َن‬
ِ ‫الَّ ِذين ِإ َذا َأص )ابْتهم م‬
ٌ ‫ص )لَ َو‬ َ ْ‫م‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ْ ‫ل‬
َ ‫ع‬
َ ‫ك‬َ ُ َ ْ َ َ ُ ُْ َ َ َ
)157( ‫ك ُه ُم الْ ُم ْهتَ ُدو َ)ن‬ َ ‫َوُأولَِئ‬
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-
orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Inna lillahi wainna ilaihi raji'un." Mereka itulah
yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk. (Q.S. Al-Baqarah {2}:155-157)
Keterangan:
Kehidupan manusia memang penuh cobaan. Dan Kami pasti akan menguji kamu untuk mengetahui kualitas
keimanan seseorang dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Bersabarlah
dalam menghadapi semua itu. Dan sampaikanlah kabar gembira, wahai Nabi Muhammad, kepada orang-orang
yang sabar dan tangguh dalam menghadapi cobaan hidup, yakni orang-orang yang apabila ditimpa musibah, apa
pun bentuknya, besar maupun kecil, mereka berkata, Inna  lilla hi wa inna  ilaihi ra ji'un (sesungguhnya kami
milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka berkata demikian untuk menunjukkan kepasrahan total
kepada Allah, bahwa apa saja yang ada di dunia ini adalah milik Allah; pun menunjukkan keimanan mereka
akan adanya hari akhir. Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk sehingga mengetahui kebenaran.
Pada ayat ini (ayat 155), Allah akan menguji kaum Muslimin dengan berbagai ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan (bahan makanan). Dengan ujian ini, kaum Muslimin menjadi umat
yang kuat mentalnya, kukuh keyakinannya, tabah jiwanya, dan tahan menghadapi ujian dan cobaan. Mereka
akan mendapat predikat sabar, dan merekalah orang-orang yang mendapat kabar gembira dari Allah.
Pada ayat ini (ayat 156), Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw agar memberitahukan ciri-ciri
orang-orang yang mendapat kabar gembira yaitu orang yang sabar, apabila mereka ditimpa sesuatu musibah
mereka mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un ) (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-
Nyalah kami kembali).
Pada ayat ini (ayat 157), Kabar gembira itu ialah berita bahwa orang yang sabar itu mendapat berkat, ampunan,
rahmat dan pujian dari Allah, dan mereka orang-orang yang mendapat petunjuk kepada jalan yang benar.
KETUJUH: KARENA ISTIDRAJ.
Bisa jadi ada yang mendapatkan limpahan rezeki namun ia adalah orang yang gemar maksiat. Ia tempuh jalan
kesyirikan -lewat ritual pesugihan- misalnya, dan benar ia cepat kaya. Ketahuilah bahwa mendapatkan limpahan
kekayaan seperti itu bukanlah suatu tanda kemuliaan, namun itu adalah istidraj. Istidraj artinya suatu jebakan
berupa kelapangan rezeki padahal yang diberi dalam keadaan terus menerus bermaksiat pada Allah. Allah swt.
berfirman:

6
ِ َّ ‫) ُأولَِئ‬15( ‫ف ِإلَي ِهم َأعم) اهَل م فِيه))ا وهم فِيه))ا اَل يبخس )و َن‬ ِ ِ
‫ين‬
َ ‫ك الذ‬َ ُ َ ُْ َ ْ ُ َ َ ْ ُ َ ْ ْ ْ ِّ ‫َم ْن َك))ا َن يُري) ُ)د احْلَيَ))ا َة ال) ُّ)د ْنيَا َوزينََت َه))ا نُ) َ)و‬
ِ ‫ط ما صَنعوا فِيها وب‬ ‫ِ ِ ِإ‬
)16( ‫اط ٌل َما َكانُوا َي ْع َملُو َن‬َ َ َ ُ َ َ َ ِ‫َّار َو َحب‬
ُ ‫س هَلُ ْم يِف اآلخَرة ال الن‬ َ ‫لَْي‬
Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka
balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah
orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. Hud {11}: 15-16)
Keterangan:
Setelah menjelaskan tentang bukti-bukti kebenaran ajaran Islam dan kebenaran Al-Qur'an, maka ayat berikut ini
menerangkan bahwa penyebab orang musyrik mendustakan Al-Qur'an adalah karena dorongan hawa nafsu yang
cenderung mengutamakan urusan duniawi. Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dengan pangkat,
kemewahan, serta kenikmatan hidup, dan menginginkan pula perhiasannya seperti harta kekayaan yang
melimpah, fasilitas hidup yang lengkap dan mewah, pasti Kami akan berikan balasan penuh atas pekerjaan dan
jerih payah mereka selama di dunia dengan sempurna. Itulah ketetapan Allah yang berlaku bagi siapa saja yang
bekerja akan mendapatkan hasil dari jerih payahnya, dan mereka di dunia tidak akan dirugikan oleh hasil usaha
mereka sendiri.
Pada ayat ini (ayat 15), Barang siapa yang menginginkan kesenangan hidup di dunia seperti makanan,
minuman, perhiasan, pakaian, perabot rumah tangga, binatang ternak, dan anak-anak tanpa mengadakan
persiapan untuk kehidupan di akhirat, seperti beramal kebajikan, membersihkan diri dari berbagai sifat yang
tercela, maka Allah akan memberikan kepada mereka apa yang mereka inginkan sesuai dengan sunnatullah atau
ketentuan Allah. Dia tidak akan mengurangi sedikit pun dari hasil usaha mereka itu, karena untuk memperoleh
rezeki tersebut terkait dengan usaha seseorang. Hasil usaha mereka di dunia itu tergantung kepada usaha mereka
dan sunnatullah dalam kehidupan, sedang amal-amal keakhiratan, balasannya ditentukan oleh Allah Taala
sendiri tanpa perantara seorang pun.
Orang-orang yang amal perbuatannya hanya berorientasi duniawi semata, itulah orang-orang yang tidak
memperoleh sesuatu di akhirat kecuali neraka. Mereka berusaha di dunia bukan atas dorongan iman, taat,
pendekatan diri kepada Allah, dan membersihkan diri dari dosa, maka sia-sialah di akhirat sana apa yang telah
mereka usahakan berupa harta kekayaan dan pangkat selama di dunia. Dan oleh karenanya, terhapuslah apa
yang telah mereka kerjakan selama hidup di dunia. Bagi orang yang bekerja hanya untuk mencari kebahagiaan
dan kemewahan dunia, Allah pasti akan berikan sesuai dengan apa yang mereka usahakan.
Pada ayat ini (ayat 16), Orang-orang yang amalnya hanya diniatkan sekadar mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan tidak diniatkan sebagai persiapan untuk menghadapi akhirat, tidak memperoleh apa pun kecuali
neraka. Mereka berusaha di dunia bukan karena dorongan iman pada Allah dan bukan untuk membersihkan diri
dari dosa dan kejahatan dan bukan pula untuk mengejar keutamaan dan takwa, akan tetapi semata-mata untuk
memenuhi keinginan hawa nafsu sepuas-puasnya. Itulah sebabnya Allah menjadikan apa yang telah mereka
kerjakan di dunia sia-sia belaka. Allah berfirman: Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi),
maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki.
Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela
dan terusir. Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-
sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik. (al-Isra/17:
18-19)
Allah berfirman: Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambahkan keuntungan itu
baginya dan barang siapa menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya
(keuntungan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat. (asy-Syura/42: 20)

SAUDARA KU… PESAN KU UNTUK MU, JIKA KELAK KAU TIDAK MENDAPATI KU DI DALAM SURGA
ALLAH, MAKA CARI AKU DI NERAKA ALLAH, KEMUDIAN TARIK TANGAN KU DAN AJAK AKU
MEMASUKI SURGA ALLAH. SESUNGGUHNYA TANGAN ITU TELAH MENJADI SAKSI DI HADAPAN

7
ALLAH, BAHWA DAHULU TANGAN ITU PERNAH IKUT ANDIL DALAM MEMBELA AGAMA ALLAH
(MELALUI TULISAN YANG BERMANFAAT).

Anda mungkin juga menyukai