Anda di halaman 1dari 6

Definisi Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik yang didapat dan ditandai dengan adanya makula putih (depigmentasi) yang

bisa meluas. Kasus vitiligo dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata. 2 Epidemiologi Insiden yang dilaporkan bervariasi antara 0,1-8,8% penduduk dengan sebagian besar bersifat terlokalir. Dapat mengenai semua ras dan jenis kelamin. Awitan terbanyak sebelum usia 20 tahun dan dikatakan ada pengaruh faktor genetik. 5% dari penderita vitiligo akan memiliki anak yang juga menderita vitiligo. Adanya riwayat vitiligo dalam keluarga bervariasi antara 20-40%. 3 Etiologi Penyebab vitiligo belum dapat diketahui, berbagai faktor pencetus sering dilaporkan misalnya stres, krisis emosi, paparan radioaktif dan trauma fisik. 4 Patogenesis 4.1 Hipotesis autoimun

Adanya hubungan antara vitiligo dengan tiroiditis Hashimoto, anemia pernisiosa, dan hipoparatiroid melanosit dijumpai pada serum 80% penderita vitiligo. 4.2 Hipotesis Neurohumoral

Karena melanosit terbentuk dari neural crest, maka diduga faktor neural berpengaruh. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol. Kemungkinan adanya produk intermediate yang terbentuk selama sintesis katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ditemukan adanya gangguan keringat dan pembuluh darah terhadap respon transmiter saraf, misalnya asetilkolin. 4.3 Autositotoksik

Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan prekursor melanin. Secara in vitro dibuktikan tirosin, dopa dan dopakrom merupakan sitotoksik terhadap melanosit. 4.4 Pajanan Terhadap Bahan Kimia

Depigmentasi kulit terhadap pajanan dari Mono Benzil Eter Hidrokinon dalam sarung tangan atau terpapar secara berlebihan dari detergen yang mengandung fenol.

4.5

Gangguan Sistem Oksidan-Antioksidan

Stress oksidatif juga berperan penting pada patogenesis vitiligo. Beberapa ahli meyakini bahwa akumulasi radikal bebas bersifat toksik terhadap melanosit yang nantinya dapat menimbulkan kerusakan pada melanosit tersebut. Pada serum pasien vitiligo dan secara in vitro menunjukkan adanya peningkatan kadar NO yang menyebabkan autodestruksi melanosit. 4.6 Genetik

Pewarisan vitiligo dapat melibatkan gen yang berkaitan dengan biosintesis melanin, respon terhadap stress oksidatif dan regulasi autoimun. HLA kemungkinan dikaitkan dengan terjadinya vitiligo dan beberapa penelitian menunjukkan beberapa tipe HLA yang berkaitan dengan vitiligo meliputi A2, DR4, DR7, dan Cw6. 5 Gambaran Klinis Timbul makula berwarna putih dengan diameter beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, bulat atau lonjong dengan batas tegas, tanpa perubahan epidermis yang lain. Kadang-kadang terlihat makula hipomelanotik selain makula apigmentasi. Didalam makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pimentasi normal atau hiperpigmentasi yang disebut repigmentasi perifolikular. Kadangkadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema dan gatal yang disebut inflamatoar. Lesi vitiligo meluas secara sentrifugal dengan kecepatan yang tidak dapat diprediksi. Lesi ini dapat muncul dimana saja pada tubuh tetapi pada umumnya pada daerah yang sering terkena gesekan adalah bagian ekstensor tulang terutama diatas jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor. Lesi bilateral dapat simetris ataupun asimetris. Pada area yang terkena trauma dapat timbul vitiligo. Mukosa jarang terkena, kadang-kadang mengenai genital eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva. Koebnerisasi (proses yang berjalan isomorfik) juga dapat terjadi pada vitiligo. Lesi sering muncul pada daerah yang terkena trauma, misalnya terkena gesekan pakaian, tergores ataupun luka bakar. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, lesi vitiligo tampak menonjol.

Koebnerisasi Vitiligo Pada Daerah Yang Terkena Gesekan Bra 6 Klasifikasi Vitiligo Terdapat dua macam bentuk vitiligo, yaitu : a. Vitiligo Lokalisata Vitiligo lokalisata juga dapat dibagi lagi menjadi :

1. Fokal : terdapat satu atau lebih makula pada satu area tetapi tidak segmental.

2. Segmental : terdapat satu atau lebih makula pada satu area dengan distribusi menurut dermatom misalnya satu tungkai. 3. Mukosal : lesi hanya terdapat pada membran mukosa. Jarang ditemui jenis vitiligo lokalisata yang berubah menjadi vitiligo generalisata. b. Vitiligo Generalisata Hampir 90% pasien menderita vitiligo tipe generalisata dan biasanya terjadi simetris (koebnerisasi). Vitiligo generalisata sendiri dapat dibagi lagi menjadi : 1. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi di bagian distal eksterimitas dan wajah, merupakan stadium awal dari vitiligo generalisata. 2. Vulgaris : makula tanpa pola tertentu di banyak tempat. 3. Campuran : depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir menyeluruh yang merupakan vitiligo total.

Selain pengklasifikasian diatas, terdapat juga beberapa variasi klinis dari vitiligo.Trichrome vitiligo ditandai dengan adanya makula depigmentasi dan hipopigmentasi pada kulit dengan pigmentasi yang normal. Selanjutnya makula yang hipopigmentasi berubah menjadi makula yang sepenuhnya mengalami depigmentasi.

Quadrichrome vitiligo merupakan trichrome vitiligo yang disertai dengan lesi hiperpigmentasi marginal atau perifolikular. Jenis ini lebih sering terdapat pada tipe kulit yang lebih gelap terutama pada area repigmentasi. Pernah dilaporkan kasus dengan variasi pentachrome, yaitu tipe quadrichrome yang disertai makula hiperpigmentasi berwarna biru-abu, yang menunjukkan area inkontinensi melanin (dermal melanin). Kadang terdapat pasien vitiligo dengan variasi yang tidak biasa yang disebut denganconfeni type atau vitiligo ponctue. Pasien ini memiliki beberapa makula hipomelanosis berukuran kecil-kecil yang tersebar. 7 Diagnosis a. Evaluasi Klinis Diagnosis vitiligo ditegakkan atas dasar anamnesis dan gambaran klinis. Beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada pasien, yaitu : 1. Awitan penyakit. 2. Riwayat keluarga tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini. 3. Riwyat penyakit kelainan tiroid, alopesia aerate, diabetes mellitus, dan anemia pernisiosa. 4. Kemungkinan faktor pencetus, misalnya stress, emosi, terbakar matahari, dan pajanan bahan kimia. 5. Riwayat inflamasi, iritasi atau ruam kulit sebelum bercak putih. b. Pemeriksaan Histopatologi Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) akan tampak normal namun tidak ditemukan sel melanosit, kadang-kadang ditemukan juga limfosit pada tepi makula. Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada daerah apigmentasi tetapi sebaliknya meningkat pada tepi yang hiperpigmentasi. c. Pemeriksaan Biokimia Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit normal. 8 Diagnosis Banding Diagnosis banding dari vitiligo, antara lain piebaldisme, sindrom Wardenburg dan sindrom Woolf. Vitiligo segmental harus dibedakan dengan nevus depigmentosus, tuberosklerosis dan hipomelanositosis. Lesi tunggal atau sedikit harus dibedakan

dengan ptiriasis versikolor, morbus Hansen, ptiriasis alba, hipomelanosis gutata, dan hipopigmentasi pasca-inflamasi. 9 Penatalaksanaan Penatalaksaan vitiligo dirasakan kurang memuaskan oleh sebagian besar pasien. Dianjurkan pada pasien untuk menggunakan kamuflase agar kelainan tersebut tertutup dengan cover mask. Pengobatan sistemik adalah dengan trimetilpsoralen atau metoksipsoralen dengan gabungan sinar matahari atau sumber sinar yang mengandung ultraviolet gelombang panjang (ultraviolet A). Dosis psoralen adalah 0,6 mg/kg berat badan 2 jam sebelum penyinaran selama 6 bulan sampai dengan satu tahun. Pengobatan dengan psoralen secara topikal yang dioleskan lima menit sebelum penyinaran sering menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pada beberapa pasien, kortikosteroid potensi tinggi, misalnya betametason valerat 0,1% atau klobetasol propionate 0,05% efektif menimbulkan kembali pigmentasi. Pada usia dibawah 18 tahun hanya diobati secara topikal dengan losio metoksalen yang diencerkan 1:10 dengan spiritus dilutus. Cairan tersebut dioleskan pada lesi. Setelah didiamkan 15 menit lalu dijemur selama 10 menit. Waktu penjemuran makin diperlama dimana yang dikehendaki ialah timbul eritema tetapi jangan sampai tampak erosi, vesikel atau bula. Pada usia diatas 18 tahun, jika kelainan kulitnya generalisata pengobatannya digabung dengan kapsul metoksalen (10 mg). Obat tersebut dimakan 2 kapsul (20 mg) 2 jam sebelum dijemur semingu 3 kali. Bila lesi lokalisata hanya diberikan pengobatan topikal. Jika setelah 6 bulan tidak ada perbaikan pengobatan dihentikan dan dianggap gagal. MBEH (monobenzylether of hydroquinone) 20% dapat dipakai untuk pengobatan vitiligo yang luas lebih dari 50% permukaan kulit dan tidak berhasil dengan pengobatan psoralen. Bila tidak ada dermatitis kontak pengobatan dilanjutkan sampai 4 minggu untuk daerah yang normal. Depigmentasi dapat terjadi setelah 23 bulan dan sempurna setelah satu tahun. Kemungkinan timbul kembali pigmentasi yang normal pada daerah yang terpajan sinar matahari dan pada penderita berkulit gelap sehingga harus dicegah dengan tabir surya. Cara lain ialah tindakan pembedahan dengan tandur kulit, baik pada seluruh epidermis dan dermis, maupun hanya kultur sel melanosit. Daerah ujung jari, bibir, siku, dan lutut umumnya memberi hasil pengobatan yang buruk. Dicoba dilakukan repigmentasi dengan cara tato dengan bahan ferum oksida dalam gliserol atau alkohol.

Anda mungkin juga menyukai