Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEORI, KONSEP, DAN HUKUM WAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah: Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu: Dr. Syarifuddin, M. Ag

Disusun oleh:

Nur Aisah
2114140252
Armin Mahbub
2114140268

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

JURUSAN EKONOMI ISLAM

PRODI AKUNTANSI SYARIAH

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis masih diberikan kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa solawat serta salam
selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang.
Ungkapan terimakasih juga penulis haturkan kepada Ibu Dr. Syarifuddin, M.
Ag., selaku dosen pengajar pada mata kuliah Fiqih Muamalah yang telah
memberikan semangat dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis mampu
menyelesaikan makalah ini dengan judul “TEORI, KONSEP, DAN HUKUM
WAKALAH”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang
bersifat persuasif agar ke depannya makalah yang penulis buat dapat menjadi lebih
baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Palangka Raya, 08 Desember 2022

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Pengertian Wakalah ..................................................................................... 3

B. Rukun dan Syarat Wakalah .......................................................................... 5

C. Masyru’iyah/Landasan Hukum Wakalah ..................................................... 6

D. Jenis-Jenis Wakalah ..................................................................................... 8

E. Proses Berakhirnya Akad Wakalah .............................................................. 9

F. Skema dari Implementasi Akad Wakalah Di Perbankan Syariah .............. 10

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 13

A. Kesimpulan ................................................................................................ 13

B. Saran ........................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad- akad
dalam muamalah. Di dalam makalah ini akan kita bahas mengenai akad wakalah
(perwakilan), yang semuanya itu sudah ada dan diatur dalam al Qur'an, Hadist,
maupun dalam kitab-kitab klasik yang telah dibuat oleh ulama terdahulu. Untuk
mengetahui tentang hukum wakalah, sumber-sumber hukum wakalah, dan
bagaimana seharusnya wakalah diaplikasikan dalam kehidupan kita.
Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena
wakalah dapat membantu seesorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak
dapat dilakukan oleh orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap
berjalan seperti layaknya yang telah direncanakan. Hukum wakalah adalah
boleh, karena wakalah dianggap sebagai sikap tolong- menolong antar sesama,
selama wakalah tersebut bertujuan kepada kebaikan.
Terkadang, seseorang tidak mampu melakukan suatu pekerjaan, mungkin
karena tidak memiliki kompetensi, atau keterbatasan waktu dan tenaga untuk
menyelesaikannya. Biasanya, ia akan memberikan mandat atau perwakilan
kepada orang lain guna menyelesaikan pekerjaan dimaksud. Hal ini lazim di
sebut dengan wakalah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan
masalah, yakni sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan wakalah?
2. Apa saja rukun dan syarat wakalah?
3. Apa saja masyru’iyyah tentang wakalah?
4. Apa saja jenis-jenis dari wakalah?
5. Bagaimana proses berakhirnya akad wakalah?
6. Bagaimana skema dari implementasi akad wakalah di perbankan syariah?

1
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu wakalah
2. Untuk mengetahui rukun dan syarat dari wakalah
3. Untuk mengetahui masyru’iyyah tentang wakalah
4. Untuk mengetahui jenis-jenis dari wakalah
5. Untuk mengetahui bagaimana proses berakhirnya akad wakalah
6. Untuk mengetahui bagaimana skema implementasi akad wakalah di
perbankan syariah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakalah
Wakalah mempunyai beberapa pengertian dari segi bahasa, diantaranya
adalah perlindungan (al-hifz), penyerahan (at tafwid) atau memberikan kuasa.
Menurut kalangan Syafi'iyah pengertian wakalah adalah ungkapan atau
penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (Al-wakil) supaya
melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu an-
niyabah) dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa. Dengan ketentuan pekerjaan
tersebut dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup.1
Wakalah berasal dari wazan wakala yakilu waklan yang berarti
menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan
wakil. Al-wakalah juga memiliki arti At-Tafwid yang artinya penyerahan,
pendelegasian atau pemberian mandat.2 Sehingga Wakalah dapat diartikan
sebagai penyerahan sesuatu oleh seseorang yang mampu dikerjakan sendiri
sebagian dari suatu tugas yang bisa diganti, kepada orang lain, agar orang itu
mengerjakannya semasa hidupnya.3
Al-wakalah dalam pengertian lain, yaitu pelimpahan kekuasaan oleh
seseorang yang disebut sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak
kedua dalam melakukan sevaatu berdasarkan kuasa atau wewenang yang
diberikan oleh pihak pertama, akan tetapi apabila kuasa itu telah dilaksanakan
sesuai dengan yang disyaratkan atau yang telah ditentukan. Maka semua risiko
dan tanggung jawab atas perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama
atau pemberi kuasa.4
Manusia tidak mungkin bisa melakukan pekerjaan sendirian, semua orang
pasti membutuhkan bantuan orang lain dalam mengerjakan urusan baik secara

1
Helmi karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet. III, 2002), hlm. 20
2
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2008)
hlm. 120-121
3
Abu Bakar Muhammad, Fiqh Islam (Surabaya: karya Abditama, 1995), hlm. 163
4
Hariman Surya Siregar dan Koko Khoerudin, Fikih Muamalah Teori dan Implementasi (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, Cet. I, 2019), hlm. 244

3
langsung maupun tidak langsung, seperti mewakilkan dalam pembelian barang,
pengiriman uang, pengiriman barang, pembayaran utang, penagihan utang, dan
sebagainya.
Wakalah dalam praktik pengiriman barang terjadi ketika atau menunjuk
orang lain atau untuk mewakili dirinya mengirimkan sesuatu. Orang yang
diminta diwakilkan harus menyerahkan barang yang akan dia kirimkan untuk
orang lain kepada yang mewakili dalam suatu kontrak.
Penerima kuasa (wakil) boleh menerima komisi (al-ujur)5 dan boleh tidak
menerima komisi (hanya mengharapkan ridha Allah/tolong menolong). Namun,
bila ada komisi atau upah, maka akadnya seperti akad ijarah/sewa-menyewa
Wakalah dengan imbalan disebut dengan wakalah hil-ujrah, bersifat mengikat
dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan Al-wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada
orang lain untuk mengerjakan sesuatu, dan perwakilan berlaku selama yang
mewakilkan masih hidup.6
Al-wakalah menurut istilah para ulama didefinisikan sebagai berikut:
1. Golongan Malikiyah
“Seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak
(kewajiban).”
2. Golongan Hanafiyah
“Seseorang menempati diri orang lain dalam pengelolaan”
3. Golongan Sayfi’iyyah
Wakalah adalah penyerahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain
dalam hal-hal yang bisa diwakilkan pelaksanaannya, agar dilaksanakan selagi
ia masih hidup.
4. Golongan Hambali
“Permintaan ganti seseorang yang di dalamnya terdapat penggantian hak
Allah dan hak manusia”.

5
Wirdiyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, Cet. I, 2005), hlm. 121
6
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Grafindo Persada, 2010), hlm. 231-233

4
5. Imam Taqyuddin Abu Bakr Ibnu Muhammad al Husaini
“Mengumpulkan satu beban kepada beban lain”.7
Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan
sesuatu di mana perwakilan tersebut berlaku selama yang mewakilkan masih
hidup. Wakalah dalam pegertian penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandat juga terdapat dalam kata Alhifzhu yang berarti pemeliharaan. Karena itu
penggunaan kata wakalah atau wikalah dianggap bermakna sama dengan
hifzhun.8
B. Rukun dan Syarat Wakalah
Sekurang-kurangnya terdapat empat rukun wakalah yaitu: Pihak Pemberi
kuasa (muwakkil), Pihak penerima kuasa (wakil), Objek yang dikuasakan
(taukil) dan Ijab Qabul (sighat). Keempatnya dijelaskan sebagai berikut:
1. Orang yang mewakilkan (al-Muwakkil)
a. Seseoarang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak
untuk bertasharruf (pengelolaan) pada bidang- bidang yang
didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan
sesuatu yang bukan haknya.
b. Pemberi kuasa mempunyai hak sesuatu yang atas dikuasakannya, disisi
lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau
mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasa
yang cukup akal serta9 pula tidak boleh seorang yang gila. Menurut
pandangan Imam Syafi'i anak-anak yang sudah mumayyiz tidak berhak
memberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada orang lain secara
mutlak. Namun madzhab Hambali membolehkan pemberian kuasa dari
seorang anak yang sudah mumayyiz pada bidang-bidang yang akan dapat
mendatangkan manfaat baginya.

7
Mahmudatus Sa’diyah, Modul Ajar Fiqih Muamalah, (Sumatera Barat: Mitra Cendekia Media,
Juni 2022), hlm 33
8
Ibid, hlm. 34
9
Wasilatur Rohmaniyah, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Duta Media Publishing, 2019), hlm. 119

5
2. Orang yang diwakilkan (Al-wakil)
a. Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-aturan
yang mengatur proses akad wakalah ini sehingga cakap hukum menjadi
salah satu syarat bagi pihak yng diwakilkan.
b. Seseorang yang menerima kuasa ini. perlu memiliki kemampuan untuk
menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa ini berarti
bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang diluar batas, kecuali
kesengajaanya.
3. Objek yang diwakilkan (Taukil)
a. Objek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti
jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam
kekuasaan pihak yang memberikan kuasa.
b. Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang
bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu
yang bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dan
sejenisnya.
c. Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga objek yang
akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila melanggar Syari'ah Islam.
4. Shighat
a. Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima
kuasa. Dari mulai aturan memulai akad wakalah ini, proses akad, serta
aturan yang mengatur berakhirnya akad wakalah ini.
b. Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada
penerima kuasa.
c. Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas
pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.10
C. Masyru’iyah/Landasan Hukum Wakalah
1. Al-Qur’an
a. Surah Al-Kahf ayat 19

10
Ibid, hlm. 120

6
َ‫سا ٓ َءلُواَ َب ۡينَ ُهمََۡۚ قَا ََل قَآئِلَ ِم ۡن ُهمَۡ كَمَۡ َلبِ ۡثتُمََۡۖ قَالُواَ لَ ِب ۡثنَا يَ ۡو ًما أ َ ۡو‬ َ َ ‫َك َٰذَ ِلكََ بَعَ ۡث َٰنَ ُهمَۡ ِليَت‬
‫ض َي ۡومََۚ قَالُواَ َر ُّبكُمَۡ أ َ ۡعلَ َُم ِب َما لَ ِب ۡثتُمَۡ فََٱ ۡب َعث ُ ٓواَ أ َ َح َدكُم ِب َو ِر ِقكُمَۡ َٰ َه ِذ ِٓهَۦ ِإلَى‬ ََ ‫َب ۡع‬
َۡ ُ‫ف َو ََل ي‬
ََّ‫ش ِع َرن‬ َّ َ‫ط َعا ًما فَ ۡل َي ۡأ ِتكُم ِب ِر ۡزقَ ِم ۡن َهُ َو ۡل َيتَل‬
َۡ ‫ط‬ َ ‫َى‬ ُ ‫ٱ ۡل َمدِينَ َِة فَ ۡل َين‬
ََٰ ‫ظ َۡر أ َ ُّي َهَا ٓ أ َ ۡزك‬
‫ِبكُمَۡ أ َ َح ًَدا‬
Artinya: "Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling
bertanya diantara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara
mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab:
"Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi):
"Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini).
Maka suruhlah salah seorang diantara kamu untuk pergi ke kota dengan
membawa uang perakmu ini dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan
yang lebih baik. Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan
hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorangpun."
b. Surah Yusuf ayat 55

َ‫ع ِليم‬ َ ِ ‫ن ٱ ۡۡل َ ۡر‬


َ َ‫ضَۖ ِإنِي َح ِفيظ‬ َِ َِ‫ى َخ َزآئ‬ َ ‫قَا ََل ٱ ۡجعَ ۡلنِي‬
ََٰ َ‫عل‬
Artinya: "Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir):
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi
berpengetahuan".
2. Hadits
Selain telah banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, banyak hadist nabi
yang juga melandaskan wakalah, seperti dalam Hadis yang artinya “Dari
Jabir ra ia berkata: aku keluar pergi ke khaibar lalu aku datang kepada
Rasulullah Saw maka beliau bersabda: bila engkau datang pada wakilku,
maka ambillah darinya 15 wasaq. (HR. Abu Dawud)
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang
lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar hutang,
mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta,
membagi kandang hewan dan lain- lain.

7
3. Ijma
Para ulama bersepakat dengan ijma atas diperbolehkannya wakalah.
Bahkan mereka cenderung mensamahkan wakalah dengan alasan bahwa
wakalah merupakan termasuk jenis ta'awun atau tolong menolong atas dasar
kebaikan dan taqwa. Tolong-menolong diserukan oleh Al-Qur'an dan
disunahkan oleh Rasulullah SAW.
D. Jenis-Jenis Wakalah
Wakalah dapat dibedakan menjadi: Al-wakalah al-ammah dan Al-wakalah al-
khāssah.
a. Wakalah al- khassah adalah wakalah dimana pemberian wewenang untuk
menggantikan sebuah posisi pekerjaan yang bersifat spesifik, Dan telah
dijelaskan secara mendetail segala sesuatu yang berkaitan dengan apa yang
diwakilkannya, seperti mengirim barang berupa pakaian atau menjadi
advokat untuk menyelesaikan kasus tertentu.
b. Al-wakalah al- ammah adalah akad wakalah dimana pemberian wewenang
bersifat umum, tanpa adanya penjelasan yang rinci. Seperti belikanlah aku
komputer apa saja yang kamu temui.
Selain itu juga dibedakan atas Al-wakalah al-muqayyadah dan Al-wakalah
mutlaqah, yaitu:
a. Al-wakalah al-muqayyadah adalah akad wakalah dimana wewenang dan
tindakan si wakil dibatasi dengan syarat-syarat tertentu. Misalnya jualah
mobilku dengan harga 100 juta jika kontan dan 150 juta jika kredit.
b. Al-wakalah al-mutlaqah adalah akad wakalah dimana wewenang dan wakil
tidak dibatasi dengan syarat atau kaidah tertentu, misalnya juallah mobil ini,
tanpa menyebutkan harga yang diinginkan.11
Pada dasarnya tugas apa pun yang dapat dilaksanakan oleh orang lain dapat
dikuasakan kepada orang lain yang dilakukan oleh orang lain itu untuk dan atas
nama pemberi tugas. Mengingat tugas apa saja dapat diwakilkan atau dikuasakan

11
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Grafindo Persada, 2010), hlm.115

8
kepada orang lain, maka dimungkinkan adanya jenis-jenis wakalah seperti di
bawah ini.
a. Wakil bil-kusomah (untuk menyelesaikan berbagai sengketa/perkara atas
nama pemberi tugas).
b. Wakil bil-taqazi al-dayn (untuk melakukan penerimaan utang).
c. Wakil bil-qabaza al-dayn (untuk melakukan pengurusan utang).
d. Wakil bil-bai' (untuk melakukan jual beli).
e. Wakil bil-shira (untuk melakukan pembelian barang).
Dikenal pula di dalam perbankan, suatu jenis wakalah yang disebut
wakalatul istishmar, yaitu pelayanan oleh bank untuk mengelola dana investor
atas nama investor tersebut (agency services) dengan bank membebankan fee
kepada investor atas jasanya itu tanpa mengaitkan apakah hasil pengelolaan dana
tersebut akan menghasilkan keuntungan atau mengalami kerugian. Misalnya,
dapat diperjanjikan bahwa bank akan memperoleh fee pada setiap akhir tahun
sebesar 2% atau 3% dari nett asset value dari dana tersebut.12
E. Proses Berakhirnya Akad Wakalah
Wakalah bukanlah akad yang berlaku abadi, tetapi bisa menjadi batal atau
dibatalkan. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang menyebabkan wakalah itu batal
dan berakhir, meliputi:
a. Ketika salah satu pihak yang berwakalah itu wafat atau gila.
b. Apabila maksud yang terkandung dalam wakalah itu sudah selesai
pelaksanaannya atau dihentikan maksud dari pekerjaan tersebut.
c. Diputuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang menerima kuasa
dan berakhir karena hilangnya kekuasaannya atau hak pemberi kuasa atas
sesuatu objek yang dikuasakan.
d. Dihentikannya aktivitas atau pekerjaan dimaksud oleh kedua belah pihak.
e. Pembatalan akad oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa, yang
diketahui oleh penerima kuasa.
f. Penerima kuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan pemberi kuasa.

12
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2018) hlm. 309

9
g. Gugurnya hak kepemilikan atas barang bagi pemberi kuasa.13
F. Skema dari Implementasi Akad Wakalah Di Perbankan Syariah
Akad wakalah digunakan oleh lembaga-lembaga keuangan Islam dalam
hampir semua moda pembiayaan seperti murabahah, salam, istishna', ijarah,
diminishing musyarakah, dan aktivitas-aktivitas seperti L/C, pembayaran dan
penagihan wesel (payment and collection of bills), fund management, dan
securitization. Bank-bank Islam kebanyakan tidak membayar fee kepada para
nasabahnya yang membeli atau menjual barang atas bank atau melaksanakan
tugas-tugas lain.14
Dalam aplikasi perbankan syariah, wakalah dapat ditemukan pada
transaksi-transaksi yang berhubungan dengan masalah penagihan maupun
pembayaran. Dalam produk ini, bank syariah bertindak sebagai wakildari
nasabah untuk melakukan penagihan maupun pembayaran atas nama nasabah.
Dalam hal ini, bank akan mendapatkan biaya administrasi atau fee dari jasa
tersebut. Akad ni diaplikasikan dalam bentuk:
1. Kliring, yaitu penagihan warkat-warkat bank yang dilakukan oleh bank-bank
di dalam suatu wilayah kliring tertentu untuk penyelesaian transaksi antar
nasabah mereka.
2. Inkaso, adalah proses penagihan warkat-warkat bank yang di lakukan oleh
bank-bank yang berada di luar wilayah kliring untuk penyelesaian transaksi
antar nasabah mereka.
3. Transfer dalam negri maupun luar negeri yaitu transaksi kiriman uang antar
bank, baik dalam negri maupun luar negri untuk kepentingan nasabah
maupun pihak bank sendiri. Transfer uang adalah proses yang menggunakan
konsep akad wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan
nasabah sebagai muwakkil meminta tolong kepada bank sebagai wakil untuk
melakukan pengiriman uang kepada rekening tujuan, bank melalui
pengiriman tunai, debet melalui rekening, maupun melalui ATM, dan

13
Taufiqur Rahman, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Lamongan: Academia Publication, 2021) hlm.
209
14
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Jakarta:
Kencana, 2018) hlm. 400

10
prosesnya yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana
kepada rekening tujuan.
4. Commercial documentary collection, adalah transaksi yang berkaitan dengan
jasa penagihan atas dokumen-dokumen ekspor impor sehubungan dengan
pembukaan letter of credits ekspor dan impor oleh nasabah suatu bank.L/C
ekspor dan impor syari'ah dalam pelaksanaannya menggunakan akad-akad
wakalah bil ujrah qardh,mudharabah, musyarakah dan al-ba i. L/C ekspor
syariah merupakan surat pemyataan akan membayar kepada eksportir yang
diterbitkan oleh bank untuk memfasilitasi perdagangan ekspor dengan
pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.Akad untuk
transaksi. Letter of credits eksport syariah ini menggunakan akad wakalah.
Hal ini sesuai dengan fatwa dewan syariah nasioanal Nomor: 35/DSN-
MUI/IX/2002.Pada akad wakalah ini bank melakukan penagihan (collection)
kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada
eksportir setelah dikurangi ujrah Sementara itu besar ujrah harus disepkati di
awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk
presentase.15
5. Financial documentary collection adalah jasa penagihan yang diberikan bank
kepada nasabah atas warkat-warkat yang tertarik di bank lain untuk
kepentingan nasabah.16
Untuk lebih jelasnya, aplikasi wakalah pada perbankan syariah dapat dilihat
pada skema di bawah ini:

• Agency + Fee
Kontrak
Nasabah
• Administration
(Muwakkil)
• Collection Bank
• Payment (Wakil)
• Co Arranger
(taukil)
15
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit Import
Syariah
16
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, konsep produk Dan
Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambaran,2003), hlm.227

11
Investor
(Muwakil)
Kontrak + Fee
Ket: Antara nasabah dengan bank serta investor terjadi akad wakalah. Baik
nasabah maupun investor mewakilkan dirinya pada bank untuk melakukan
kliring atau tranfer dan sebagainya.17

17
Rozalinda, Fiqih Ekonomi Syariah, (Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2016)

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain untuk
mengerjakan sesuatu di mana perwakilan tersebut berlaku selama yang
mewakilkan masih hidup. Wakalah dalam pegertian penyerahan, pendelegasian,
atau pemberian mandat juga terdapat dalam kata Alhifzhu yang berarti
pemeliharaan. Karena itu penggunaan kata wakalah atau wikalah dianggap
bermakna sama dengan hifzhunwakalah adalah penyerahan dari seseorang
kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu di mana perwakilan tersebut
berlaku selama yang mewakilkan masih hidup. Wakalah dalam pegertian
penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat juga terdapat dalam kata
Alhifzhu yang berarti pemeliharaan. Karena itu penggunaan kata wakalah atau
wikalah dianggap bermakna sama dengan hifzhun.
Sekurang-kurangnya terdapat empat rukun wakalah yaitu: Pihak Pemberi
kuasa (muwakkil), Pihak penerima kuasa (wakil), Obyek yang dikuasakan
(taukil) dan Ijab Qabul (sighat)
Wakalah dapat dibedakan menjadi: Al-wakalah al-ammah dan Al-wakalah
al-khāssah. Selain itu juga dibedakan atas Al-wakalah al-muqayyadah dan Al-
wakalah mutlaqah.
Wakalah bukanlah akad yang berlaku abadi, tetapi bisa menjadi batal atau
dibatalkan. Dalam hal ini, ada beberapa hal yang menyebabkan wakalah itu batal
dan berakhir, meliputi ketika salah satu pihak yang berwakalah itu wafat atau
gila, apabila maksud yang terkandung dalam wakalah itu sudah selesai
pelaksanaannya atau dihentikan maksud dari pekerjaan tersebut, dan lain-lain.
Akad wakalah digunakan oleh lembaga-lembaga keuangan Islam dalam
hampir semua moda pembiayaan seperti murabahah, salam, istishna', ijarah,
diminishing musyarakah, dan aktivitas-aktivitas seperti L/C, pembayaran dan
penagihan wesel (payment and collection of bills), fund management, dan
securitization. Bank-bank Islam kebanyakan tidak membayar fee kepada para

13
nasabahnya yang membeli atau menjual barang atas bank atau melaksanakan
tugas-tugas lain.
B. Saran
Setelah diuraikannya makalah dengan pembahasan mengenai wakalah ini,
diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca sehingga kedepannya bisa
menjadi sumber daya manusia yang mampu mengaplikasikan teori ini dalam
kehidupan sehari-hari. Terutama dalam melakukan kegiatan muamalah agar
kegiatan tersebut sejalan dengan prinsip syariah dan memperoleh ridha dari
Allah SWT.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, A. G. (2018). Perbankan Syariah di indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Antonio, M. S. (2008). Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Indonesia, T. P. (2003). Konsep produk Dan Implementasi Operasional Bank


Syariah. Jakarta: Djambaran.

karim, H. (2002). Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Khoerudin, H. S. (2019). Fikih Muamalah Teori dan Implementasi. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Muhammad, A. B. (1995). Fiqh Islam . Surabaya: Karya Abditama.

Rahman, T. (2021). Fiqih Muamalah Kontemporer. Lamongan: Academia


Publication.

Rohmaniyah, W. (2019). Fiqih Muamalah Kontemporer. Duta Media Publishing.

Rozalinda. (2016). Fiqih Ekonomi Syariah. PT. Raja Grafindo Persada: Depok.

Sa’diyah, M. (2022). Modul Ajar Fiqih Muamalah. Sumatera Barat: Mitra


Cendekia Media.

Sjahdeini, S. R. (2018). Perbankan Syariah Produk Produk dan Aspek-Aspek


Hukumnya. Jakarta: Kencana.

Suhendi, H. (2010). Fiqh Muamalah. Jakarta: Grafindo Persada.

Wirdiyaningsih. (2005). Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

15

Anda mungkin juga menyukai