PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Apabila telah terjadi suatu tindak pidana maka dengan segera petugas yang
berwenang menangani suatu tindak pidana, berkewajiban untuk melakukan
pemeriksaan ditempat kejadian perkara (TKP), yaitu tempat dimana tersangka
dan atau korban dan atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak
pidana tersebut dapat ditemukan.3
1. Tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/ terjadi atau akibat yang
ditimbulkan olehnya.
2. Tempat-tempat lain yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut
dimana barang-barang bukti, tersangka, atau korban ditemukan.
2
pidana untuk tidak meninggalkan TKP, melarang setiap orang yang
tidak berkepentingan masuk ke TKP, berusaha menangkap pelaku
yang diperkirakan masih berada di TKP, minta partisipasi warga
untuk mengamankan kerumunan massa, dan tidak menambah atau
mengurangi barang bukti yang ada di TKP.
c. Segera menghubungi/memberitahukan kepada kesatuan polri
terdekat/PAMAPTA dengan mempergunakan alat komunikasi yang
ada tanpa mengabaikan segala sesuatu yang telah dikerjakan.
2. Pengolahan di Tempat Kejadian Perkara (Crime Scene Processing)
adalah tindakan-tindakan atau kekgiatan-kegiatan setelah dilakukannya
tindakan pertama di TKP yang dilakukan untuk mencari,
mengumpulkan, menganalisa, mengevaluasi petunjuk-petunjuk,
keterangan dan bukti serta identitas tersangka menurut teori “segi tiga”
guba memberi arah terhadap penyidikan selanjutnya. Pada dasarnya
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penyidik di TKP meliputi:3
a. Pengamatan umum (general observation)
b. Pemotretan dan pembuatan sketsa
c. Penanganan korban, saksi dan pelaku
d. Penanganan barang bukti
B. Prosedur Medikolegal dan Aspek Hukum
1. Penemuan dan Pelaporan
Penemuan dan pelaporan dilakukan oleh warga masyarakat yang terdekat
atau mengalami suatu kejadian yang diduga merupakan kejahatan. Pelaporan
dilakukan ke pihak yang berwajib dan hal ini penyidik. Hak dan kewajiban
pelaporan ini diatur dalam pasal 108 KUHAP.4
Pasal 108 KUHAP3,4
3
3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanankan tugasnya yang
mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidanan
wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
4) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani
oleh pelapor atau pengadu.
5) Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh
penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus
memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yag
bersangkutan.
2. Penyelidikan4,5
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
mendapat bukti yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undang – undang.
Penyidik adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang disebut
dalam KUHAP. Didalam Pasal 5 KUHAP disebutkan wewenang tindakan yang
dilakukan oleh penyelidik.
Pasal 4 KUHAP3,4
Pasal 5 KUHAP3,4
4
2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada
penyidik.
3. Penyidikan
Pasal 6 KUHAP3,4
1) Penyidik adalah:
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
undang – undang.
2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan
diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Penyidik dapat meminta bantuan seorang ahli dan didalam hal kejadian
mengenai tubuh manusia, maka penyidik dapat meminta bantuan dokter untuk
dilakukan penanganan secara kedokteran forensic. Kewajiban untuk
membantu peradilan sebagai dokter forensic diatur dalam pasal 133 KUHAP.
5
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan
terhadap mayattersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat,
dilak dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat.
4. Persidangan4,5
2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkansumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-
baiknya dansebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam bidang
keahliannya.
a. Sistem coroner
6
(autopsi, kimia forensic, toksikologi, balistik, sidik jari, DNA, dll). Sistem ini
biasa dipakai di Amerika.
c. Sistem continental
Ketentuan yang mengatur tata laksana bantuan dokter sebagai ahli dapat
dilihat pada pasal-pasal dari KUHAP tentang ahli serta peraturan pelaksanaannya
yaitu Peraturan pemerintah NO.27 Tahun 1983. Pasal-pasal tentang saksi dari
KUHAP juga dapat di jadikan acuan sebab berdasarkan Pasal 179 ayat (2), semua
ketentuan bagi saksi berlaku pula bagi ahli dengan syarat mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan
sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. Tata laksana tersebut
meliputi :8
7
Dalam menemukan kebenaran materil maka dokter dalam kapsitasnya
sebagai ahli dapat diminta bantuannya untuk memberikan keterangannya. Pada
tingkat penyidikan sebetulnya penegak hokum belum tahu sama sekali apakah
suatu peristiwa(misalnya terdapat mayat yang di temukan gudang atau di pantai)
merupakan peristiwa pidana atau bukan. Oleh sebab itu perlu dilakukan
penyelidikan dalam rangka itu penyelidik dapat meminta bantuan dokter dalam
kapsitasnya sebagai ahli. Bantuan tersebut dapat berupa pemeriksaan jenazah
dirumah sakit dan dapat pula pemeriksaan jenazah di tempat kejadian perkara
(TKP). Tujuan utamanya adalah untuk menemukan fakta-fakta medis yang dapat
digunakan untuk menentukan peristiwa itu merupakan tindak pidana atau bukan.
Pada hakekatnya bantuan tersebut berupa pemberian keterangan tentang :8
Dalam hal penyidik atau hakim yang menangani perkara pidana menghadapi
persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis maka ia dapat meminta dokter dalam
kapasitasnya sebagai ahli untuk menjelaskannya sebab dokter memiliki ilmu
pengetahuan yang dapat digunakan untuk menjawabnya.8
8
2. Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka
penyidik bahwa ia akan member keterangan menurut pengetahuannya
yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan harkat dan martabat,
pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat
menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
Selain itu dapat juga dilihat pada Pasal 179 ayat (1) KUHAP yang bunyinya:
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter yang ahli lainnya wajib memberikan keterangannya.8
1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai
terdakwa.
2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara
ibu atau bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena
perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
3. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-
sama sebagai terdakwa.
9
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang
sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.”
Pada proses peradilan pidana, tugas yang paling utama dari penegak
hukum adalah menemukan kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang
sesungguhnya. Tugas yang demikian berat ini tidaklah mudah untuk dilaksanakan,
sebab penyidik dan penuntut umum ataupun hakim tidak melihat dan
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana proses terjadinya serta siapa
yang menjadi pelakunya. Lebih tidak mudah lagi jika korban tindak pidana
meninggal dunia atau saksi yang seharusnya dapat membantu tidak ada sama
sekali. Kalaupun korban masih hidup dan ada saksi, namun keterangan mereka
sering tidak sebagaimana yang diharapkan. Korban sering mendramatisasi
keterangannya agar pelakunya dihukum berat dan saksi juga sering berkata
bohong demi tujuan tertentu. Kadang keterangan mereka saling bertentangan satu
sama lain.
Sungguh pun demikian, masih beruntung bagi penegak hukum sebab hampir
setiap tindak pidana meninggalkan barang bukti (trace evidence), yang apabila
dianalisa secara ilmiah tidak mustahil dapat membuat terang perkara pidana
10
tersebut. Hanya sayangnya, sebagai penegak hukum mereka tidak dibekali segala
macam ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan untuk
menganalisa secara ilmiah semua jenis barang bukti yang berhasil ditemukan.
Oleh sebab itulah diperlukan bantuan para ahli. 8
Dalam hal barang bukti itu berupa mayat, orang hidup , bagian tubuh
manusia atau sesuatu yang berasal dari tubuh manusia maka ahli yang tepat adalah
dokter. Alasannya karena disamping dapat melakukan berbagai macam
pemeriksaan forensik, dokter juga menguasai ilmu anatomi, fisiologi, biologi,
biokimiawi, patologi, psikiatri. 8
Pada dasarnya pelayanan visum et repertum, dapat dibagi atas dua bagian
besar yaitu : visum untuk orang hidup dan visum untuk orang yang telah
meninggal. Yang terakhir ini disebut visum mayat atau visum jenazah (Harus
dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap). yaitu visum yang dibuat oleh dokter
atas permintaan yang berwenang pada orang yang meninggal karena kekerasan,
luka-luka, keracunan/diduga keracunan, kematian yang sebabnya mencurigakan
dan lain-lain.8
11
kejadian perkara tersebut ( dasar hukum : Pasal 120 KUHAP ; Pasal 133
KUHAP). Bila dokter menolak untuk datang ke tempat kejadian perkara, maka
Pasal 224 KUHP, dapat dikenakan padanya. Sebelum dokter datang ke Tempat
kejadian perkara, harus diingat beberapa hal, diantaranya siapa yang meminta
datang ke TKP (otoritas), bagaimana permintaan tersebut sampai ke tangan dokter,
dimana TKP, serta saat permintaan tersebut diajukan. Meminta informasi secara
global tentang kasusnya,dengan demikian dokter dapat membuat persiapan
seperlunya. Dan perlu diingat bahwa dokter dijemput dan diantar kembali oleh
penyidik.8
Jadi apa yang dimaksudkan diatas, dokter bila menerima permintaan harus
mencatat :7,8
1. Penyelidikan
12
Dalam Pasal 1 butir 5 KUHAP, dinyatakan penyelidikan berarti
serangkaian tindakan mencari dan menemukan suatu keadaan atau
peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelangaran tindak
pidana atau yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana. Terlihat
penyelidikan merupakan tindakan atau tahap permulaan dari proses
selanjutnya, yaitu penyidikan. Meskipun penyelidikan merupakan proses
yang berdiri sendiri, penyelidikan tidak bisa dipisahkan dari proses
penyidikan.8
2. Penyidikan
Tahapan selanjutnya setelah penyelidikan adalah tahapan
penyidikan. Pasal 1 butir 1 dan 2 KUHAP menjelaskan, penyidikan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara
yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan
bukti dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana
yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak
pidananya.Terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan suatu
tindak pidana, dapat diketahui oleh penyidik dengan berbagai cara,
mengetahui sendiri, atau menerima laporan atau pengaduan dari
seseorang.8
Adapun yang termasuk dalam kategori penyidik menurut Pasal 6
ayat (1) KUHAP no PP27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) adalah Pejabat Polisi
Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang dengan
pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua. Sedangkan penyidik
pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua. Dalam PP yang
sama disebutkan bahwa bila penyidik tersebut adalah pegawai negeri sipil,
maka kepangkatannya adalah serendah-rendahnya golongan II/B untuk
penyidik dan II/A untuk penyidik pembantu. Bila di suatu Kepolisian
Sektor yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua
dikatagorikan pula sebagai penyidik karena jabatannya (PP 27 tahun 1983
Pasal 2 ayat (2).8
13
Kehadiran dokter di TKP sangat diperlukan oleh penyidik. Peranan dokter
di TKP adalah membantu penyidik dalam mengungkapkan kasus dari kedokteran
forensik. Pada dasarnya semua dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP,
namun dengan perkembangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih
baik bila dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir.8
1. Menentukan apakah korban masih hidup atau telah tewas, bila masih
hidup upaya terutama ditujukan untuk menolong jiwanya. Hal yng
berkaitan dengan kejahatan dapat ditunda untuk sementara. 7,8
2. Bila korban telah tewas tentukan perkiraan saat kematian, dari penurunan
suhu, lebam mayat, kaku mayat, dan perubahan post mortal lainnya;
perkiraan saat kematian berkaitan dengan alibi daripada tersangka. 7,8
Identifikasi: 7,8
Suhu mayat, penurunan suhu, lebam mayat, kaku mayat,
pembusukan.
Luka : lokasi luka, garis tengah luka, banyak luka, ukuran luka,
sifat luka.
Darah: warna merah atau tidak, tetesan, genangan atau garis,
melihat bentuk dan sifat darah dapat diperkirakan sumber darah,
distribusi darah dan sumber perdarahan (gambar).
14
Identifikasi lanjutan7,8
Ada sperma atau tidak
Pengambilan darah : jika di dinding kering,dikerok, jika pada
pakaian, digunting
Darah basah/segar, masukkan ke termos es, kirim ke la
kriminologi.
Rambut
Air ludah, bekas gigitan.
3. Menentukan identitas atau jati diri korban baik secara visual, pakaian,
perhiasan, dokumen, dokumen medis dan dari gigi, pemeriksaan serologi,
sidik jari. Jati diri korban dibutuhkan untuk memulai penyidikan, oleh
karena biasanya ada korelasi antara korban dengan pelaku. Pelaku
umumnya telah mengetahui siapa korbannya. 7,8
4. Menentukan jenis luka dan jenis kekerasan, jenis luka dan jenis kekerasan
dapat memberikan informasi perihal alat atau senjata yang dipakai serta
perkiraaan proses terjadinya kejahatan tersebut dimana berguna dalam
15
interogasi dan rekonstruksi. Dengan diketahui jenis senjata, pihak penyidik
dapat melakukan pencarian secara lebih terarah. 7,8
5. Membuat sketsa keadaan di TKP secara sederhana dan dapat memberikan
gambaran posisi korban dikaitkan dengan situasi yang terdapat di TKP. 7,8
16
Pembunuhan: TKP morat-marit, luka multipel, ada luka yang
mudah dicapai, ada yang tidak, luka disembarang tempat, pakaian
robek ada luka tangkisan.
Kecelakaan
Mati wajar karena penyakit7,8
DAFTAR PUSTAKA
17