Ilmu Politik Konflik Politik
Ilmu Politik Konflik Politik
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ilmu Politik Dosen
Pengampu: Dr. Setia Gumilar, S.Ag., M.Si. dan Dani Wardani, S.Hum., M.Pd.
Oleh:
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Simpulan ........................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik adalah salah satu masalah yang selalu kita temui dalam kehidupan
kita sehari-hari namun acap kali konflik selalu dihubungkan dengan kekerasan
seperti halnya kerusuhan, kudeta, terorisme, dan lain sebagainya. Mengapa seperti
itu, karena dalam konflik selalu diawali dengan perbedaan pendapat, persaingan
dan pertentangan antar individu atau kelompok yang saling memperebutkan suatu
sasaran yang sama-sama dikejar oleh kedua belah pihak tersebut, namun hanya ada
salah satu pihak yang memungkinkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Penjelasan lebih lengkap mengenai bagaimana konflik politik yang meliputi
pengertian, faktor penyebab, tipe, struktur, intensitas, pengaturan dan penyelesaian
konflik serta tak lupa kami beri gambaran bagaimana contoh kasus konflik politik
yang pernah terjadi di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa itu Konflik?
b. Apa saja faktor penyebab konflik?
c. Bagaimana tipe dan struktur konflik?
d. Bagaimana intensitas, pengaturan dan penyelesaian konflik?
e. Bagaimana contoh kasus konflik politik?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
a. Mengetahui apa itu konflik
b. Mengetahui apa saja faktor penyebab konflik
c. Mengetahui bagaimana tipe dan struktur konflik
d. Mengetahui bagaimana intensitas, pengaturan dan penyelesaian konflik
e. Mengetahui contoh kasus konflik politik
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konflik
a. Pengertian Konflik
Konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak, ketika
keduanya menginginkan suatu kebutuhan yang sama dan ketika adanya
hambatan dari kedua pihak. Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali
dikaitkan dengan kekerasan seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan
revolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan” seperti perbedaan
pendapat, persaingan dan pertentangan antar individu dan individu,
kelompok dan kelompok, individu dan kelompok atau pemerintah1. Jadi
konflik politik dirumuskan secara luas sebagai perbedaan pendapat,
persaingan, dan pertentangan diantara sejumlah indidvidu, kelompok
ataupun organisasi dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan
sumber-sumber dari keputusan yang dibuat yang dilaksanakan oleh
pemerintah. Yang dimaksud dengan pemerintah meliputi lembaga eksekutif
legislatif dan yudikatif. Sebaliknya secara sempit konflik politik dapat
dirumuskan sebagai kegiatan kolektif warga masyarakat yang diarahkan
untuk menentang kebijakan umum dan pelaksanaannya juga perilaku
penguasa beserta segenap aturan, struktur, danprosedur yang mengatur
hubungan-hubungan diantara partisipan politik2
b. Konflik Menurut Ahli
Charles Watkins berpendapat bahwa konflik terjadi karena terdapat dua hal:
1. Konflik biasa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak
secara potensial dan praktis/operasional dapat saling menghambat.
Secara potensial mereka memilik kemampuan untuk mengahambat.
1 Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Hlm.
149
2 Arbi Sanit, 1985. Perwakilan Politik Indonesia, Jakarta: CV Rajawali. Hlm. 131
2
3
2. Konflik dapat terjadi bila ada sesuatu sasaran yang sama-sama dikejar
oleh kedua pihak, namun hanya ada salah satu pihak yang
memungkinkan mencapainya3.
3 Saefulloh dan Eep Fatah, 1988. Posisi Agama Islam dan Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia. Hlm.
43
4 Cholisin dan Nasiwan, 2012. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: Ombak. Hlm 159
4
Surbakti (1992:153) Terdapat dua tipe konflik, yaitu konflik positif dan
konflik negatif. Untuk menentukan sifat suatu konflik, kita harus melihat
tingkat legitimasi masyarakat terhadap sistem politik yang ada.
1. Konflik Positif
Adalah konflik yang tak mengancam eksistensi sistem politik,
biasanya disalurkan melalui mekanisme penyelesaian konflik yang
disepakati bersama dalam konstitusi. Mekanisme tersebut ialah
lembaga demokrasi, seperti partai politik, badan perwakilan rakyat,
pers, pengadilan, pemerintah, dsb.
2. Konflik Negatif
Adalah konflik yang dapat mengancam eksistensi sistem politik yang
biasanya disalurkan melalui cara nonkonstitusional, seperti kudeta,
separatisme, terorisme, dan revolusi7
Sehubungan dengan adanya konflik yang positif dan konflik yang negatif
dalam kaitanya dengan masyarakat, dapat dibagi menjadi dua yakni
masyarakat yang mapan yakni masyatakat yang memiliki stuktur
kelembagaan yang diatur dalam konstitusi dan masyarakat yang belum
mapan yakni masyarakat yang belum memiliki stuktur kelembagaan yang
mendapat dukungan penuh dari seluruh masyarakat.8
b. Struktur Konflik
Menurut Paul Conn, struktur konflik dibedakan menjadi konflik menang-
kalah (zero-sum conflict) dan konflik menang-menang (non zero-sum
conflict).
1. Konflik Menang-Kalah
Adalah konflik yang bersifat antagonistik, sehingga tidak
memungkinkan tercapainya kompromi antara pihak-pihak yang
berkonflik. Cirinya:
Jika terjadi konflik politik dalam masyarakat maka pihak-pihak yang terlibat
dalam konflik, setelah berhasil merumuskan tuntutannya kepada
pemerintah, mereka akan melakukan politisasi. Artinya mereka akan
memasyarakatkan tuntutannya melalui berbagai media komunikasi
sehingga isu menjadi politik, sehingga menjadi pembicaraan di kalangan
pengemuka pendapat maupun di kalangan pemerintahan. Dalam tahap ini
para pihak yang terlibat dalam konflik akan melakukan perhitungan apakah
akan mengadakan koalisi dengan pihak lain atau cukup memeperjuangakan
sendirian. Setelah diputuskan untuk melakukan kaoalisi atau tidak, langkah
selanjutnya berusaha mempengaruhi pembuat keputusan politik, agar yang
terkahir ini mengabulkan tuntutannya.14
melakukan pukulan terhadap ABRI dan Anti Komunis yang lainnya. Ternyata
dugaan PKI salah karena ABRI dan Kelompok Anti Komunis tidak kalah
dengan sekali pukul. Mereka yang diserang segera membalas sehingga terjadi
peristiwa berdarah yang hebat.
Menjelang Pemilu 1971 mulai terlihat bahwa Pemerintah Orde Baru
menganut sifat yang sama dengan Soekarno dalam menghadapi konflik politik
yakni kekhawatiran yang berlebih terhadap konflik. Elit politik Orde Baru
selalu khawatir karena akan mengganggu kestabilan politik, integrasi nasional
dan pembangunan nasional. Ketiga hal tersebut digunakan untuk alasan
membatasi kebebasan di segala bidang. Dampak dari sikap tersebut adalah
pembatasan terhadap kebebasan partai politik. Pada tahun 1973 diadakan
penyederhanaan kepartaian yang menghasilkan tiga partai politik yakni: PPP,
PDI, dan Golkar. Kemudian pada tahun 1985 dikeluarkan UU yang menetapkan
Pancasla sebagai satu-satunya asas yang menutup kemungkinan bagi partai
politik untuk mempunyai ideologi lain. Usaha pemerintah ini dinilai negatif
karena dianggap membatasi kebebasan partai politik meskipun kenyataannya
pertai-partai telah melakukan ketentuan tersebut.
Kejadian yang mirip pada masa Demokrasi Terpimpin terulang kembali.
Kekhawatiran yang berlebih terhadap konflik politik menghasilkan tindakan-
tindakan represif terhadap konflik yang menghilangkan kebebasan yang
menimbulkan ketakutan di dalam masyarakat. Berkurangnya konflik karena
kekerasan yang dihasilkan tindakan represif mengakibatkan terbentuknya
kekuatan absolut dan otoriter. Bila masa Soekarno menghasilkan pembrontakan
G 30 S dan kemelaratan rakyat, masa Soeharto menghasilkan kebangktutan
negara karena korupsi yang luar biasa hebatnya diikuti oleh krisis politik dan
krisis ekonomi yang menimbulkan penderitaan rakyat. Dibandingkan dengan
masa Soekarno, masa Soeharto menghasilkan kekacauan yang lebih parah
karena malapetaka yang dihasilkan oleh pemerintah yang otoriter itu tidak
hanya krisis politik dan krisis ekonomi tapi juga krisis moral yang memerlukan
waktu yag panjang untuk mengatasinya.
14
kebijakan SBY oleh PKS maka DPR dengan jalan voting memutuskan untuk
tidak menaikkkan harga BBM. Kemudian masalah penghianatan koalisi ini
yang sekarang mengerucut menjadi isu Reshufflekabinet.
Memahami konflik politik yang terjadi di Indonesia dilihat dari sudut pandang
penyelesaian konflik dapat dibagi menjadi dua yaitu sejak masa perang
kemerdekaan sampai orde baru dan setelah orde baru sampai saat ini. Sejak
perang kemerdekaan hingga Orde Baru penyelesaian konflik dilakukan dengan
cara kekerasan. Penyelesaian konflik seperti ini menurut Marx ada dua sebab,
pertama karena tidak ada tawar-menawar kelas borjuis dengan proletar. Kedua,
kelas borjuis, sebagaimana manusia pada umumnya tidak akan mau mengurangi
kenikmatan yang mereka peroleh selama ini. Sementara setelah Orde Baru
terjadi keterbukaan pimikiran bahwa pnyelesaian konflik dengan cara
kekerasan mulai ditinggalkan. Penyelesaian konflik politik ini yang seharusnya
dipilih dalam perkembangan politik Indonesia ke depan.
.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
a. Konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak, ketika
keduanya menginginkan suatu kebutuhan yang sama-sama dikejar oleh
kedua pihak tersebut, namun hanya ada salah satu pihak yang
memungkinkan untuk mencapai tujuan tersebut. Konflik mengandung
pengertian benturan seperti perbedaan pendapat, persaingan dan
pertentangan antar individu atau kelompok. Menurut Charles Watkins
berpendapat bahwa konflik terjadi karena terdapat dua hal yaitu:
1. Konflik biasa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak
secara potensial dan praktis/operasional dapat saling menghambat.
Secara potensial mereka memilik kemampuan untuk
mengahambat.
2. Konflik dapat terjadi bila ada sesuatu sasaran yang sama-sama
dikejar oleh kedua pihak, namun hanya ada salah satu pihak yang
memungkinkan mencapainya
b. Salah satu sumber yang menjadi faktor penyebab dari konflik politik adalah
adanya stuktur yang terdiri dari penguasa politik dan sejumlah orang yang
dikuasi. Stuktur ini menyebabkan bahwa konflik politik yang utama adalah
antara penguasa politik dan sejumlah orang yang menjadi objek kekuasaan
politik. Konflik yang hebat antara penguasa politik dengan rakyatnya sendiri
karena ketidakmauan dan ketidakmampuan penguasa politik memahami
dan membela kepentingan rakyatnya. Rakyat tidaklah patut disalahkan
sebagai penyebab terjadinya konflik politik. Hal yang perlu diperhatikan
bahwa konflik politik timbulkan oleh adanya keterbatasan sumber-sumber
daya yang dibutukan untuk hidup semakin besar kemungkinan terjadinya
konflik politik. Dengan kata lain, semakin besar penderitaan dan
kekecewaan rakyat semakin besar dorongan di dalam masyarakat untuk
terlibat konflik dengan penguasa politik.
17
18
c. Tipe konflik terdapat dua tipe, yaitu konflik positif dan konflik negatif.
Sedangkan Struktur konflik menurut Paul Conn dapat dibedakan menjadi
dua yaitu konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan konflik menang-
menang (non zero-sum conflict).
d. Intensitas dalam konflik lebih merujuk kepada besarnya energi (ongkos)
yang dikeluarkan dan tingkat keterlibatan partisipan dalam konflik.
Pegaturan konflik adalah berupa bentuk-bentuk pengendalian yang lebih
diarahkan pada manifestasi konflik daripada sebab-sebab konflik. Dengan
asumsi konflik tidak akan dapat diselesaikan dan dibasmi, maka konflik
hanya dapat diatur saja sehingga konflik tidak mengakibatkan perpecahan
dalam masyarakat. Konsensus politik merupakan penyelesaian konflik
politik secara damai. Dengan demikian penyelesaian konflik politik berhasil
dicapai.
e. Salah satu contoh kasus konflik politik terjadi pada masa perang
kemerdekaan yaitu konflik politik yang pertama terjadi diakibatkan oleh
keputusan yang dibuat oleh PPKI tentang pembuatan sebuah partai tunggal
bagi semua rakyat Indonesia yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia). Namun
tidak terlaksana karena kurang dukungan yang akhirnya memalui Maklumat
Presiden tanggal 4 November 1945 diberikan kesempatan membentuk
partai-partai politik dalam rangka sistem multi partai
DAFTAR PUSTAKA
Fatah Eep dan Saefulloh, 1988. Posisi Agama Islam dan Negara, Jakarta: Ghalia
Indonesia