Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN OLEH:
KELAS:
HUKUM AGRARIA (A)
FAKULTAS HUKUM
2020
BAB I
Latar Belakang
Akhir – akhir ini pembahasan mengenai Omnimbus Law (RUU Cipta kerja) ini sangat
kontroversial dikarenakan terdapat berbagai UU yang dirasa kurang sesuai dengan keadilan
dimasyarakat,.Omnimbus Law adalah sebuah konsep pembentukan undang – undang utama
untuk mengatur masalah yang sebelumnya diatur oleh sejumlah UU atau satu UU yang
sekaligus merevisi beberapa UU, yang bertujuan penciptaan kerja melalui usaha kemudahan,
perlindungan, dan pemberdayaan, usaha mikro, kecil, dan menengah peningkatan ekosistem
investasi dan kemudahan berusaha, dan investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek
strategis nasional.
Dimana Rancangan Undang – Undang ini terdiri dari 11 Klaster dan menyangkut 74
Undang – Undang. Namun Omnibus Law masih dianggap terpusat semata pada kepentingan
investasi skala besar. Saat ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja dikhawatirkan
dapat menyingkirkan hak-hak atas tanah petani, masyarakat adat dan masyarakat miskin dari
wilayah hidup mereka. Dimana HPL telah menyebabkan kekacauan penguasaan tanah, serta
sebagai bentuk penyimpangan dari Hak Menguasai dari Negara (HMN).HMN hanya meliputi
kebijakan pengaturan, pengurusan, pengelolaan dan pengawasan tanah. "Bukan berarti
Negara memiliki tanah, HPL diterjemahkan secara menyimpang,
Dikarenakn hal tersebut pada UU Cipta kerja bagian yang akan saya bahas adalah
pada bagian klaster pertanahan dibidang bank tanah yang dimana diatur pada RUU Ciptakerja
Pasal 129 dimana HPL seakan menjadi jenis hak baru yang begitu kuat dan luas. Lantaran
dapat diberikan kepada instansi pemerintah, BUMN/BUMD, Badan Hukum yang ditunjuk
pemerintah, serta dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
Rumusan Masalah
1. Apakah RUU Cipta kerja pada pasal 129 bagian bank tanah memberikan rasa keadilan
dan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia?
Tujuan Peneletian
1. Mengetahui RUU Cipta kerja pada pasal 129 bagian bank tanah apakah memberikan
rasa keadilan dan kepastian hukum kepada masyarakat Indonesia
BAB II
a. Landasan Teori
Hukum Agraria
Terdapat banyak pengertian mengenai tanah, tetapi Menurut Ali Achmad
Chomzah (2003:04) pengertian Hukum Agraria dalam arti luas sesuai dengan Pasal 2
(1) UUPA, maka sasaran hukum Agraria meliputi: Bumi, air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Karenanya pengertian hukum
Agraria dalam arti luas, merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang mengatur
Hak-Hak Penguasaan atas Sumber-Sumber Alam Indonesia yang meliputi:
1. Hukum Pertanahan. Yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak Pengaturan atas
Tanah Dasar Hukum: UU No.5/1960.
2. Hukum Pengairan. Yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak atas air. Dasar
hukum: UU No:11/1974
3. Hukum Pertambangan. Yaitu bidang hukum yang mengatur hak penguasaan atas
bahan galian. Dasar Hukum: UU No.15/1967.
4. Hukum Kehutanan. Yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas
hutan dan hasil hutan. Dasar Hukum: UU No.5/1967.
5. Hukum Perikanan. Yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas
ikan dan lain-lain dan perairan darat lain.1
Pengertian Tanah
Pengertian Tanah Pengertian tanah menurut kamus Besar Bahasa Indonesia
yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tanah adalah lapisan permukaan bumi
yang diatas sekali. Pengertian tanah menurut kamus Besar Bahasa Indonesia yang
diterbitkan oleh Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tanah adalah lapisan permukaan bumi
yang diatas sekali. Lanjut pengertian tanah menurut kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah : a. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali; b. Keadaan bumi di
suatu tempat; c. Permukaan bumi yang diberi batas; d. Bahan-bahan dari bumi, bumi
sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal dan sebagainya)
1
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia), (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003), hal. 4.
Pengertian Hak Milik
Menurut Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja (2007:25)2 dapat diketahui
bahwa dari jenis-jenis hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal 16 ayat 1 Undang-
Undang Pokok Agraria, yang berbunyi : 1) Hak-hak atas tanah yang dimaksudkan
dalam pasal 4 ayat (1) ialah :
a. Hak milik,
b. Hak guna usaha,
c. Hak guna bangunan
d. Hak pakai,
e. Hak sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak tersebut di atas akan
ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagai disebutkan dalam pasal 53.
Hak milik merupakan hak yang paling kuat atas tanah, yang memberikan
kewenangan kepada pemiliknya untuk memberikan kembali suatu hak lain di atas
bidang tanah hak milik yang dimilikinya tersebut (dapat berupa hak guna bangunan
atau hak pakai, dengan penegecualian hak guna usaha) yang hampir sama dengan
kewenangan Negara (sebagai penguasa) untuk memberikan hak atas tanah kepada
warganya. Dari ketentuan selanjutnya mengenai hak milik yang diatur dalam Undang-
Undang Pokok Agraria pasal 21 yang menyatakan bahwa : 1. Hanya warga Negara
Indonesia dapat mempunyai Hak Milik, 2. Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan
hukum yang dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-syratnya. 3. Orang asing yang
sesudahnya berlakunya uud ini memperoleh Hak Milik karena pewarisan tanpa wasiat
atau campuran harta karena perkawinan, demikian pula warga Negara Indonesia yang
mempunyai Hak Milik dan setelah berlakunya Unadang-Undang ini kehilangan
kewarganegaraannya 25 itu. wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu
tahun sejak diperolehnya hak tersebut lampau Hak Milik itu tidak dilepaskan, maka
hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan
2
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2007, hlm. 24
bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. 4. Selama
seseorang di samping kewernegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan
asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik dan baginya berlaku
ketentuan dalam pasal ayat (3) pasal ini.
Menurut Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja (2003:29)3 dapat diketahui
bahwa pada dasarnya hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki oleh warga Negara
Indonesia tunggal saja, dan tidak dapat dimiliki oleh warga Negara asing dan badan
hukum, baik yang didirikan di Indonesia maupun yang didirikan di luar negeri dengan
penegecualian badan-badan hukum tertentu yang diatur dalam pereturan pemerintah
nomor 38 tahun 1963. Subyek hak milik atas tanah ada dua yaitu perseorangan dan
badan hukum:
1. Persorangan Hanya warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas
tanah. Hal ini diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA yang menentukan bahwa hanya
perseorangan yang berkewarganegaraan Indonesia yang dapat mempunyai hak milik
atas tanah.
2. Badan-badan hukum tertentu Pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang
dapat mempunyai hak milik hal ini diatur dalam Pasal 21 ayat (2) UUPA. Badan-
badan hukum yang dapat mempunyai hak milik menurut 26 Pasal 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 38 tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum Yang
Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, yaitu bank yang didirikan oleh Negara
(Bank Negara), koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial. Dalam pasal
8 ayat (1) Peraturan menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9
Tahun 1999 tentang Cara pemberian dan Pembatalan Hak atas tanah negara dan hak
pengelolaan, ditentukan bahwa badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah hak
milik adalah bank pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial yang ditunjuk oleh
pemerintah. Selain warga negara Indonesia dan badan-badan hukum yang telah
ditentukan dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang
Penunjukan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah dan
Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
9 Tahun 1999 tentang Tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan
Hak pengelolaan, bagi pemilik atas tanah, maka dalam waktu 1 tahun harus
melepaskan atau mengalihkan hak milik atas tanahnya kepada pihak lain yang
memenuhi syarat.
3
Ibid 25
Menurut Supriadi (2007: 154)4 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
1997 dinyatakan bahwa pendaftaran tanah dilaksnakan berdasarkan asas :
a. Asas Sederhana Yaitu agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya
dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para
pemegang hak atas tanah.
b. Asas Aman Yaitu pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat
sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan
pendafatarn tanah itu sendiri.
c. Asas Terjangkau Yaitu keterjakauan bagi pihak-pihak yang memerlukan khususnya
dengan memeperhatikan golongan ekonomi lemah.Pelayanan yang diberikan dalam
rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang
memerlukan.
d. Asas Mukhtahir Yaitu kelengkapan yang mememadai dalam pelaksanaan dan
kesinambungan daloam pemeliharaan datanya.Data yang tersedia harus menunjukkan
keadaan yang muktahir.Untuk itu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan
perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut dipeliharanya
data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga data
yang tersimpan di kantor Pertanahan sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
e. Asas Terbuka Yaitu, Agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh
keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota.
UU Cipta Kerja
Menurut Audrey O” Brien (2009), Omnibus Law adalah suatu rancangan
undang-undang yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu
undang-undang.5 Dengan berpacu pada pengertian tersebut, belakangan ini Indonesia
telah mengeluarkan sebuah RUU dengan nama RUU Cipta Kerja (Omnibus Law).
Salah satu substansi yang dibahas adalah mengenai pertanahan yang dimana akan
dibentuk suatu badan dengan nama Bank Tanah.
Bank Tanah
4
Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, cetakan ke Dua jakarta 2008, hlm. 154
5
“Arti dan Sejarah Omnibus Law Atau UU Sapu Jagat",https://tirto.id/arti-dan-sejarah-omnibus-law-atau-uu-
sapu-jagat-f5Du
Pengertian Bank Tanah sebagaimana yang tercantum dalam buku “the best
practise land bank” adalah suatu lembaga yang dibentuk untuk mempromosikan
revitalisasi (menghidupkan kembali) lingkungan dari properti, khususnya untuk
penataan kembali pemilikan dan penggunaan kembali perumahan dan pemukiman di
perkotaan, selain itu beberapa pembangunan yang mengarah ke sebuah
industri/komersial sebagai penerapan dari kewenangan bank tanah. Menurut RUU
Cipta Kerja pada pasal 125 ayat 2 menyatakan bahwa Badan bank tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan badan khusus yang mengelola tanah. Tanah yang
dikelola badan bank tanah diberikan hak pengelolaan dengan kewenangan sebagai
berikut:
menyusun rencana peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang;
menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian tanah hak pengelolaan
untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak ketiga;
menentukan tarif dan menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang
wajib tahunan dari pihak ketiga sesuai dengan perjanjian.
B. Pembahasan
Mengenai hak agraria hak agraria memiliki hak egeindom dan bagaimana ,
pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bagunan (HGB), dan Hak Pakai (HP)
jika bandingkan dengan hak pengelolaan bank tanah. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 6
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
Negara, dalam jangka waktu waktu paling lama 25 tahun dan dapat dierikan hak guna
usaha paling lama sampai 35 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau
peternakan. Sedangkan pengertian
Hak Guna Bagunan yang diatur pada Undang-Undang Republik Indonesia No.
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria 7 Hak guna bangunan
adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat
diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun.
Hak pakai yang diatur di Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria adalah hak untuk menggunakan
dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah
milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya dan memiliki jangka waktu yang tertentu atau
selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu dan tidak boleh disertai
syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan.
Jika dihubungkan dengan RUU Cipta Kerja dimana didalam hak pengelolaan
mengatur tentang HGB, HGU, HP mengenai jangka waktu yaitu terdapat pada pasal
129 ayat 28 dimana Hak atas tanah di atas hak pengelolaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diberikan hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Dan
pada pasal 129 ayat 3 mengatur mengenai Jangka waktu hak guna bangunan di atas
hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan perpanjangan
dan pembaharuan hak apabila sudah digunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan
tujuan pemberian haknya yang dimana nanti akan diatur kedalam PP.
6
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
7
Ibid.
8
Rancangan Undang – Undang Cipta Kerja
Dimana mengenai jangka waktunya masih lah belum jelas dikarenakan akan
diatur kedalam PP, yang menjadi permasalahannya apakah pengaturannya akan tidak
beda jauh ketika RUU Hak Cipta sebelumnya ketika sebelum direvisi? Dikarenakan
pada saat sebelum direvisi hak pengelolaan mengatur bahwa tanah yang dikelola
badan bank tanah diberikan hak pengelolaan yang dapat diberi HGU, HGB, dan Hak
Pakai (HP) dengan jangka waktu 90 (sembilanpuluh) tahun. Pemberian jangka waktu
ini sangat berlebihan dan bahkan menandingi undangundang buatan kolonial yang
mengatur tentang pemberian hak erfpacht dengan jangka waktu 75 tahun. Hal ini bisa
menjadi ancaman serius, atas nama peningkatan kesejahteraan dengan memudahkan
investasi dapat merampas hakhak rakyat kecil, alih-alih HGU tersebut digunakan
untuk usaha perkebunan dan pertanian untuk peningkatan taraf hidup rakyat
Indonesia. Dimana tidak ada kepastian hukum didalam aturan tersebut.
Dan pada pasal 129 RUU Cipta Kerja Presiden menegasakan bank tanah ini
diperlukan untuk menjamin kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan
pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan konsolidasi lahan, serta reforma
agraria tetapi jika kita lihat dimana RUU ini HPL seakan menjadi jenis hak baru yang
begitu kuat dan luas. Lantaran dapat diberikan kepada instansi pemerintah,
BUMN/BUMD, Badan Hukum yang ditunjuk pemerintah, serta dapat dikerjasamakan
dengan pihak ketiga menurut pendapat saya hal tersebut juga memiliki maksud
tertentu, dan menurut Maria S.W. Sumardjono ia menyatakan: apa yang dimaksud
omnibus law UU Cipta Kerja sebagai lembaga berfungsi sebagai Bank Tanah? Sebab
saat ini sudah ada Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Manajemen Aset Negara
(LMAN) yang sejatinya sudah menyelenggarakan fungsi bank tanah itu. Kenapa
harus dibuat baru? Apakah karena ini ada maksuid tertentu, yakni untuk membantu
mempermudah perizinan usaha atau persetujuan. Menyediakan tanah dan membantu
mempermudah izin, semua tanah yang dikumpulkan maka dengan status Hak
Pengelolaan Lahan (HPL)9. Dan menurut pendapat saya hal yang dinyatakan tersebut
ada benarnya dan dapat mengakibatkan pengunaan kekuasaan secara sewenang-
wenang dan tidak adanya keadilan bagi masyarakar Indonesia.
9
“Urgensi Pengaturan Bank Tanah dalam RUU Cipta Kerja”
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f632dcd1c3c7/urgensi-pengaturan-bank-tanah-dalam-ruu-
cipta-kerja
BAB III
Kesimpulan
RUU Cipta Kerja ini belum dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi
masyarakat indonesia dikarenakan terdapat ketidakjelasaan peraturan mengenai bank tanah
pada pasal 129 RUU Cipta Kerja dimana tidak diaturnya mengenai jangka waktunya
perpanjanagn dan pembaharuan hak masih lah belum jelas dikarenakan akan diatur kedalam
PP, dimana dibutuhkanlah suatu kepastian mengenai hal ini dan hal yang ditakutkan apabila
pengaturannya akan tidak beda jauh ketika RUU Hak Cipta sebelumnya ketika sebelum
direvisi dimana hak pengelolaan mengatur bahwa tanah yang dikelola badan bank tanah
diberikan hak pengelolaan yang dapat diberi HGU, HGB, dan Hak Pakai (HP) dengan jangka
waktu 90 (sembilanpuluh) tahun. Menut pendapat saya pemberian jangka waktu ini sangat
berlebihan dikarenakan hal ini bisa menjadi ancaman serius, atas nama peningkatan
kesejahteraan dengan memudahkan investasi dapat merampas hakhak rakyat kecil, alih-alih
HGU tersebut digunakan untuk usaha perkebunan dan pertanian untuk peningkatan taraf
hidup rakyat Indonesia. dan mengenai bank tanah Dan pada pasal 129 RUU Cipta Kerja
Presiden menegasakan bank tanah ini diperlukan untuk menjamin kepentingan umum,
kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, dan
konsolidasi lahan, serta reforma agraria tetapi jika kita lihat dimana RUU ini HPL seakan
menjadi jenis hak baru yang begitu kuat dan luas. Lantaran dapat diberikan kepada instansi
pemerintah, BUMN/BUMD dan hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesewenag –
wenangan kekuasaan dan memiliki maksud tertentu didalam pembuatan aturan tersebut.
Saran
Hendaknya negara mendengarkan apa yang menjadi harapan dan cita-cita rakyat Indonesia
khususnya dalam meperbaiki taraf hidup dan mewujudkan kesejahteraan pada sektor
pertanahan dikarenakan banyaknya kontra terhadap Rancangan Undang – Undang
ini.Lakukan analisa mendalam untuk mencari solusi yang terbaik, yang menguntungkan
banyak pihak, dengan tetap menjaga kedaulatan, keadilan bagi bangsa dan rakyat Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak-Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2007
Web
https://tirto.id/arti-dan-sejarah-omnibus-law-atau-uu-sapu-jagat-f5Du
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5f632dcd1c3c7/urgensi-pengaturan-bank-tanah-
dalam-ruu-cipta-kerja
Undang – Undang
Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria