Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam. Namun,

Indonesia belum mampu untuk mengolah sumber daya alamnya secara mandiri.

Dibalik ketertinggalan itu, kebutuhan akan besi dan baja di indonesia kian hari kian

meningkat seiring dengan perkembangan perindustrian di indonesia. Terutama

industri konstruksi, otomotif, perkapalan dll. Karena Indonesia belum sepenuhnya

dapat menyuplai besi dan baja dalam negeri, hal ini mengakibatkan sebagian besar

dari kebutuhan besi dan baja tanah air diimpor dari negara Brazil. Hal ini

mengakibatkan perindustrian di indonesia sulit bekembang dan menyebabkan

ketergantungan kepada negara lain. Kekurangan suplai besi dan baja disebabkan

karena ketersedian pabrik pengolahan besi dan baja yang belum memadai di

Indonesia. Yang kemudian berdampak pada terputusnya rantai peindustrian hulu di

indonesia. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya Indonesia mulai membangun pabrik

metalurgi baru. Ditambah lagi undang-undang nomor empat yang mengharuskan

mineral diolah terlebih dahulu sehingga kebutuhan semakin meningkat. Berkaca dari

hal tersebut, maka kita simpulkan bahwa Indonesia wajib untuk membangun pabrik

tersebut.

1
Oleh karena itu, penulis menulis makalah mengenai perancangan pabrik

pengolahan besi dan baja sebagai referensi untuk membangun pabrik pengolahan

besi dan baja yang efektif di Indonesia.

1.2 Analisis Masalah

KS sebagai produsen besi dan baja, memiliki tiga fasilitas produksi utama,

yaitu pabrik pembuatan besi, pabrik pembuatan baja mentah (slab steel), dan pabrik

pembuatan baja gulungan (coil steel). Tiga pabrik tersebut beroperasi secara

berurutan dari atas kebawah. Jadi pertama-tama KS mengolah bijih besi (iron ore)

menjadi besi, kemudian diolah lagi menjadi baja mentah, dan terakhir diolah

menjadi baja gulungan. Baja gulungan ini kemudian dipotong-potong menjadi baja

lembaran, kawat baja, baja konstruksi, hingga pipa baja. Kemudian baru deh bisa

dijual.

Selama ini, pabrik besi milik KS adalah pabrik dengan teknik direct reduction, yang

menggunakan gas alam sebagai bahan bakarnya. Sementara pabrik baja mentah-nya

menggunakan teknik electric arc furnace/EAF, yang menggunakan listrik. Nah, blast

furnace adalah pabrik yang mampu menghasilkan besi dan baja mentah sekaligus,

dengan menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Perbedaan lainnya, blast

furnace tidak membutuhkan iron ore pellet (bijih besi berbentuk butir pasir agak

2
kasar) dalam membuat besi, melainkan cukup membutuhkan bijih besi saja.

Sementara dalam membuat baja mentah, blast furnace tidak membutuhkan steel

scrap (kepingan-kepingan baja tua) seperti jika menggunakan teknik EAF, melainkan

hanya membutuhkan besi saja. Selama ini pula, kebutuhan untuk iron pellet dan

steel scrap diperoleh dari impor, dan harganya mahal. Jadi keberadaan blast furnace

ini akan membuat biaya produksi KS menjadi lebih efisien, karena blast furnace tidak

membutuhkan dua jenis bahan baku tadi. Disisi lain, KS nantinya tidak perlu lagi

terlalu tergantung pada pasokan gas dan listrik, karena ada alternatif bahan bakar

lain yaitu batubara.

Blast furnace ini direncanakan akan selesai dibangun dan mulai beroperasi

pada tahun 2014, dan akan memiliki kapasitas produksi 1.2 juta ton besi dan 375

ribu ton baja mentah per tahun. Dengan adanya tambahan produksi tersebut, maka

pabrik baja mentah milik KS yang menggunakan teknik EAF akan lebih menghemat

biaya listrik, karena 1.2 juta ton besi yang dihasilkan melalui teknik blast furnace

tersebut bisa ‘diumpankan’ menjadi baja (dikelola secara langsung di pabrik baja

tanpa proses panjang lagi). Terus, tambahan kapasitas 375 ribu ton baja mentah tadi

diharapkan akan bisa memenuhi kebutuhan pabrik baja gulungan, sehingga KS tidak

perlu lagi mengimpor baja mentah dari luar negeri, dan pada akhirnya sekali lagi,

akan menghemat biaya produksi.

3
Kita tahu bahwa salah satu masalah terbesar dari kinerja KS adalah masalah

efisiensi, dimana biaya produksi KS sangatlah tinggi sehingga laba bersihnya menjadi

kecil, tak peduli sebesar apapun penjualannya. Tingginya biaya produksi tersebut

disebabkan karena KS harus mengimpor berbagai macam bahan baku seperti yang

sudah disebut diatas. Dengan adanya blast furnace, maka nantinya KS bisa

menggunakan bijih besi produksi lokal untuk membuat besi hingga baja mentah,

alias gak perlu ngimpor lagi. Atau paling tidak, impornya bisa dikurangi.

Dengan adanya efisiensi biaya produksi ini, manajemen KS memperkirakan

bahwa pada tahun 2015, atau setahun setelah blast furnace-nya beroperasi, laba

bersih perusahaan akan bertambah sekitar Rp404 milyar dibanding tahun 2014.

Angka Rp404 milyar itu hanya penambahannya saja lho. Jadi laba bersih KS pada

tahun 2015 tersebut mungkin akan berkisar di posisi Rp2 trilyun-an atau lebih,

mengingat laba bersih KS pada tahun 2010 lalu adalah Rp1.1 trilyun.

Terus, bagaimana dengan risiko usahanya?

Diatas, disebutkan bahwa blast furnace akan membutuhkan batubara

sebagai bahan bakar. Batubara yang dimaksud disini bukanlah batubara biasa,

4
melainkan batubara jenis coking coal, yaitu batubara dengan kalori lebih tinggi dari

batubara biasa. Di Indonesia, cuma ada dua perusahaan yang memproduksi

batubara jenis ini, yaitu Borneo Lumbung Energi & Metal (BORN), dan Marubeni

Coal. Permasalahnya, dua perusahaan tersebut belum tentu bisa menyuplai coking

coal untuk KS, karena selain volume produksi mereka terbatas, mereka juga sudah

terikat kontrak penjualan coking coal dengan berbagai perusahaan. Alhasil,

kemungkinan besar KS harus mengimpor dari Brazil dan Chili. Sebenarnya, menurut

perhitungan sama saja, jika kita harus tetap mengimpor dari luar untuk bahan

bakunya dan bahan bakarnya (kokas).

Disinilah mengapa kami mengatakan bahwa proyek blast furnace ini bisa saja

gagal. Persoalan bahan bakar bukanlah persoalan sepele. Jika manajemen KS tidak

mampu menemukan pasokan yang memadai untuk kebutuhan coking coal ini, maka

otomatis pabriknya tidak berjalan, dan akhirnya hanya akan menjadi rongsokan besi

tua. Tetapi semoga manajemen sudah dapat mengantisipasinya.

Berikutnya, dari investasi barang modal senilai Rp4.6 trilyun untuk proyek

blast furnace ini, 85% diantaranya diperoleh dari hutang. Jadi ada juga risiko

tingginya beban bunga pinjaman bisa mempengaruhi laba bersih perusahaan.

Untungnya, bunga pinjaman tersebut cuma 3.65% per tahun. Berdasarkan pendapat

5
dari penilai independen yang ditunjuk perusahaan, financial internal rate of

return (tingkat imbal balik) pada proyek blast furnace mencapai 15.89% per tahun,

atau jauh lebih besar dibanding beban bunga yang 3.65% tadi.

Jika melihat dari ulasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa blast furnace

ini menghasilkan efisiensi biaya perusahaan namun tidak menambah kapasitas

produksi. KS memang menambah kapasitas produksi besi dan baja mentah masing-

masing 1.2 juta ton dan 375 ribu ton tiap tahun, namun yang mereka jual bukan baja

mentah, namun yang sudah diolah lebih lanjut menjadi gulungan atau lembaran

baja. Proses blast furnace ini tidak menambah kapasitas produksi, namun hanya

mengamankan pasokan bahan baku gulungan baja tersebut. Jadi dapat disimpulkan

bahwa proses blast furnace juga belum bisa menambah pasokan gulungan atau

lembaran baja melainkan menambah efisiensi bahan baku yang dibutuhkan untuk

kedepannya, itupun jika KS mampu menemukan pasokan kokas (cooking coal)

dengan harga ekonomis.

KS juga memiliki proyek lain selain proyek blast furnace, yaitu proyek pabrik

baja mentah yang dibangun bersama Posco Steel, dengan kapasitas produksi 3 juta

ton baja mentah, dimana 1 juta ton diantaranya bisa dipakai KS untuk menambah

kapasitas produksi baja gulungan. Proyek ini ditargetkan selesai tahun 2013 lalu, dan

6
sekarang sudah mulai berproduksi.

1.3 Pendekatan

Sampai saat ini Indonesia masih menggunakan proses Reduksi dikarenakan

Indonesia kaya akan gas alam sehingga lebih mudah digunakan, namun ternyata

produksi menggunakan proses EAF membutuhkan biaya yang cukup besar dan juga

energi listrik yang besar. Sehingga, Indonesia melalui PT Krakatau Posco sudah mulai

menggunakan proses blast furnace walaupun proses ini tidak mutlak lebih baik dari

proses Reduksi. Banyak kelemahannya diantara lain, kita harus mengimpor bahan

bakar berupa cooking coal (kokas) yaitu batu bara kualitas tinggi yang belum mampu

di produksi dalam negeri.

7
BAB II

HASIL DAN DESAIN

2.1 Hasil Analisa Pembuatan Besi Baja

Pictorial Flowsheet secara umum dalam pembuatan besi dan baja.

Ada beberapa macam produksi yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel untuk

menghasilkan baja, diantaranya:

8
1. Pabrik Besi Spons (PBS)

Pabrik besi spons menerapkan teknologi berbasis gas alam dengan proses

reduksi langsung menggunakan teknologi Hyl dari Meksiko. Pabrik ini menghasilkan

besi spons (Fe) dari bahan mentahnya berupa biji besi pelet, dengan menggunakan

gas alam.

Pabrik Besi Spons memiliki dua buah unit produksi dan menghasilkan 2,3 juta ton

besi spons per tahun.

a. Hyl I (DRP I dan unit reformer DRP II) : Beroperasi sejak tahun 1979, proses

tidak kontinyu (Discharge), masing-masing memiliki kapasitas 1 juta besi

spons per tahun. Tingkat metalisasi 88 – 89 %. Unit ini beropersi dengan

menggunakan 4 modul batch proces dimana setiap modulnya mempunyai

dua buah reaktor.

b. Hyl III : Memulai operasinya pada tahun 1994 dengan menggunakan 2-shafts

continuous process, memiliki kapasitas 1,3 juta ton besi spons per tahun.

Tingkat metalisasi 91 – 92 %.

Besi Spons yang dihasilkan oleh pabrik ini memiliki keunggulan dibanding

sumber lain terutama disebabkan karena rendahnya kandungan residual. Sementara

itu tingginya kandungan karbon menyebabkan proses di dalam Electric Arc Furnace

9
(EAF) menjadi lebih efisien dan proses pembuatan baja menjadi lebih akurat.

Sehingga hal tersebut menjamin konsistensi kualitas produk baja

Besi spons yang berbentuk butiran merupakan bahan baku utama pembuatan baja,

yang nantinya dikirim melalui unit Conveyor Feeding System ke dapur listrik di SSP I,

SSP II dan BSP.

2. Billet Steel Plant (BSP)

Proses produksi Billet Steel Plant sebagai berikut :

a. Persiapan

Persiapan terdiri dari penanganan bahan baku, persiapan unit produksi (EAF, leadle,

CCM), utility listrik dan air serta instrument-instrumen pendukung. Bahan baku

utama yaitu spons dan scrap serta bahan penunjang yaitu kapur, Ferro alloy,

Vanadium, dan Molibdium.

b. Proses Produksi

i. Peleburan

10
Tahap peleburan terdiri dari :

a). Charging

Memasukkan bahan baku kedalam furnace sesuai dengan komposisi tertentu secara

partial dan continues feeding.

b). Penetrasi

Merupakan proses pemanasan awal baja dengan memasukkan electrode

carbon kedalam furnace yang diberi muatan listrik tegangan tinggi 600 KW dengan

dibantu injeksi O2.

c). Melting

Merupakan proses peleburan baja

d). Refening

Merupakan tahap pemurnian baja dari kerak-kerak baja (sluge)

e). Pouring

Yaitu tahap proses penuangan cairan baja kedalam leadle.

ii. Secondary Process (RH Vacum Degassing dan LF)

Yaitu tahap perbaikan komposisi baja cair dan temperatur dengan cara penambahan

material, pengadukan (Blowing) dan pemanasan. Pada unit instalasi Leadle Furnace

(LF) penambahan material dimaksudkan agar diperoleh karakteristik tertentu dari

11
baja yang diinginkan. Sedangkan RH adalah proses menghilangkan gas-gas baja cair

terutama untuk carbonisasi, biasanya untuk bahan-bahan yang mahal.

iii. Proses pencetakan (Continues Casting)

a) Percetakan baja

Proses pencetakan berlangsung di unit concast machine (CCM) dimana baja

cair dalam leadle diluncurkan ke moult (cetakan baja) mengalir ke stand quite dan

dibekukan atau didinginkan secara langsung atau tidak langsung dengan air atau

udara (Colling Bed).

b) Pemotongan /cutting

Baja yang telah didinginkan dan berbentuk billet tersebut dikenakan proses

penarikan dan pelurusan, kemudian dilakukan proses pemotongan dengan ukuran

tertentu sesuai dengan pemesanan.

12
3. Pabrik Slab Baja/ Slab Steel Plant (SSP I)

Pabrik Slab Baja dibagi menjadi 2 divisi yaitu PSB I dan PSB II. Secara prinsip

aliran proses produksi pada kedua pabrik tersebut sama yaitu peleburan (melting),

secondary process ,dan pengecoran (Casting). Tetapi perbedaan pada secondary

proses PSB II dilengkapi dengan unit RH Vacum Dequshing.

Adapun tahapan proses produksi PSB adalah sebagai berikut :

i. Persiapan

Pada tahap ini kegiatan yang berlangsung adalah :

1). Penyiapan bahan baku utama (Spons dan Scrap), bahan baku tambahan (ferro

alloy, cassium, vanadium, molibdium, titanium) dan bahan penunjang yaitu

kapur/kapur bakar.

2). Persiapan instalasi EAF, konfirmasi power listrik, air, leadle, alat transportasi,

dedusting, metalurgy.

ii. Proses Produksi

1) Peleburan

Tahap proses peleburan terdiri dari :

a) Charging

Pemasukan bahan baku kedalam furnace secara manual dan continues feeding.

13
b) Penetrasi

Peleburan awal bahan baku masih berbentuk padat melalui transfer panas electrode

dengan tegangan 600 KW pada material.

c) Peleburan

Material lebur menjadi cairan baja dan sludge.

d) Refening

Pemurnian baja cair dari unsur-unsur pengotor baja dan oksida (sludge) dan

penambahan bahan aditif.

e) Pouring

Cairan baja yang sudah memenuhi komposisi metalurgy dan temperatur, dituang

dari canal furnace ke ladle yang diangkut oleh brige crane.

2) Continuous Casting

Cairan baja dari LF/RH dipindahkan pada unit CCM kemudian dikeluarkan ke

Tundish-Mould-Stand Guide dan melalui pendinginan terbentuk slab baja. Slab baja

dipotong dengan mesin pemotong, kemudian dipindahkan dengan unit Cross

Transfer pada area colling bed.

3). Finishing Slab Slab baja yang sudah didinginkan dengan udara selama 24 – 36

jam, dipotong sesuai dengan pesanan dengan menggunakan mesin ripping cutting.

14
Kemudian dilakukan inspeksi visual. Apabila ditemukan cacat fisik permukaan maka

dilakukan pengupasan permukaan dengan menggunakan Unit Scarfing atau Scarfing

machine.

4. Pabrik Slab Baja/ Slab Steel Plant (SSP II)

Adapun tahapan proses produksi PSB adalah sebagai berikut :

a. Persiapan

Pada tahap ini kegiatan yang berlangsung adalah :

1) Penyiapan bahan baku utama (Spons dan Scrap), bahan baku

tambahan (ferro alloy, cassium, vanadium, molibdium, titanium) dan

bahan penunjang yaitu kapur/kapur bakar.

2) Persiapan instalasi EAF, konfirmasi power listrik, air, leadle, alat

transportasi, dedusting, metalurgy.

15
b. Proses Produksi

1) Peleburan

Tahap proses peleburan terdiri dari :

a) Charging

Pemasukan bahan baku kedalam furnace secara manual dan continues feeding.

b) Penetrasi

Peleburan awal bahan baku masih berbentuk padat melalui transfer panas electrode

dengan tegangan 600 KW pada material.

c) Peleburan

Material lebur menjadi cairan baja dan sluge.

d) Refening

Pemurnian baja cair dari unsur-unsur pengotor baja dan oksida (sluge) dan

penambahan bahan aditif.

e) Pouring

Cairan baja yang sudah memenuhi komposisi metalurgy dan temperatur,dituang

dari canal furnace ke ladle yang diangkut oleh brige crane.

2) Secondary Process

Cairan baja yang sudah memenuhi metalurginya, pada unit leadle furnace

(LF)/ RH Vacum Degassing untuk memenuhi tingkat yang dipersyaratkan konsumen.

16
3) Continuous Casting Machine

Cairan baja dari LF/RH dipindahkan pada unit CCM kemudian dikeluarkan ke

Tundish-Mould-Stand Guide dan melalui pendinginan terbentuk slab baja. Slab baja

dipotong dengan mesin pemotong, kemudian dipindahkan dengan unit Cross

Transfer pada area colling bed.

4) Finishing Slab

Slab baja yang sudah didinginkan dengan udara selama 24 – 36 jam, dipotong

sesuai dengan

pesanan dengan

menggunakan

mesin ripping

cutting.

Kemudian

dilakukan inspeksi visual. Apabila ditemukan cacat fisik permukaan maka dilakukan

pengupasan permukaan dengan menggunakan Unit Scarfing atau Scarfing machine.

Slab baja yang memenuhi persyaratan Quality Control diberi status di area slab Yard

dan selanjutnya dengan sradel Carrier dan atau kendaraan trailer diangkut ke PPBLP.

17
 Dari billets dan blooms dapat dihasilkan menjadi Seamless Tube, Structural Mill,

dan Bars and Rods dengan menggunakan Rolling Mill

 Slabs dan thin slabs dapat juga dihasilkan atau dibentuk menjadi Plates, Pipe, jika

dengan menggunakan Hot Strip Mill dapat dihasilkan Hot Rolled Sheets dan Hot

Rolled Coils. PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk mampu menghasilkan baja

lembaran panas berkualitas tinggi untuk penggunaan khusus karena telah

menjalankan proses kontrol thermomekanik dan proses desulfurisasi

menggunakan ladle furnace.Penggunaan baja lembaran panas meliputi aplikasi-

aplikasi seperti yang tercantum di bawah ini:

18
o Pipa & Tabung

o Konstruksi Umum & Las

o Komponen & Rangka Otomotif

o Jalur Pipa untuk Minyak & Gas

o Casing & Tubing Pipa Sumur Minyak

o Tabung Gas

o Baja Tahan Korosi Cuaca

o Rerolling

o Konstruksi Kapal

o Boiler & Pressurized Container

 Selain menggunakan Hot Strip Mill, digunakan juga Cold Mill. Cold Mill akan

menghasilkan baja lembaran dingin. Baja lembaran dingin yang banyak dikenal

dengan nama 'baja putih' ('white steel') adalah salah satu bentuk produk baja

yang dihasilkan dari proses pengerolan dingin. 'Baja putih' ini memiliki sifat

tipikal yang berbeda secara signifikan dengan 'baja hitam' atau baja lembaran

panas. Baja lembaran dingin memiliki kualitas permukaan yang lebih baik, lebih

tipis dan dengan ukuran yang lebih presisi, serta mempunyai sifat mekanis yang

baik dan formability yang sangat bagus. Baja dalam kategori ini umumnya

dimanfaatkan dalam proses pembentukan karena material ini memiliki

19
formability, weldability, dan kualitas roughness yang lebih baik. Baja putih ini

juga dipakai untuk aplikasi dalam industri galvanizing (zinc-coating),

enamelware (porcelain-coating), dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan

kaleng makanan berlapis timah (tin mill-black plate) dalam industri makanan

dan minuman. Untuk lembaran baja yang dikuatkan (annealed sheet), kisaran

ketebalan baja putih yang dihasilkan Krakatau Steel adalah 0,20 hingga 3,00

mm, sedangkan untuk unannealed (dalam bentuk gulungan) ketebalan

maksimumnya adalah 2,00 mm.

Aplikasi baja lembaran dingin yang diproduksi Krakatau Steel antara lain

dalam bidang-bidang sebagai berikut:

 Penggunaan Umum

 Otomotif

 Galvanized Sheet

 Pipa & Tabung

 Porcelain Enamelware

 Tin Mill Black Plate

20
2.2 Hasil Analisa Letak Pabrik PT Krakatau Steel

PT. Krakatau Steel merupakan industri baja yang berdiri dan beroperasi di

Kota Cilegon. PT. Krakatau Steel berada pada tempat yang strategis, yaitu berada

dekat pelabuhan yang merupakan sarana transportasi untuk mendapatkan bahan

baku dan pendistribusian produk baik ke dalam negeri maupun ke luar negeri.

PT. Krakatau Steel berada di Kota Cilegon, dimana sebelah utara terdapat pelabuhan

Merak, sebelah barat terdapat pelabuhan Cigading, sebelah timur dan selatan

terdapat Kabupaten Serang, yang semuanya masuk dalam Provinsi Banten.

21
2.3 Sumber Daya Manusia

Krakatau Steel sebagai perusahaan besar tentunya akan membutuhkan

jumlah SDM yang besar pula, berdasarkan data dari

http://www.bumn.go.id/krakatausteel/tentang-sdm-hrd/demografi-pegawai-foto/,

untuk data tahun 2013 adalah sebagai berikut:

Keterangan Jumlah
Tetap 5056
Kontrak 7
Direksi 7
Satu level di bawah 29
direksi
Dua level di bawah 129
direksi
S3 3
S2 73
S1 349
D3 411
D2 0
D1 335
SMA 3707
SMP 185
SD 0
Jumlah Laki-laki 4899
Jumlah Perempuan 164
Usia > 56 tahun 0
Usia 46 - 55 tahun 3503
Usia 36 - 45 tahun 579
Usia 26 - 35 tahun 402
Usia 25 tahun 579
Jumlah Total 20417

22
2.4 Financial Performance

Sebagai perusahaan multi nasional, Krakatau Steel tentunya membutuhkan

modal finansial yang cukup besar untuk pembelian bahan, pengolahan bahan,

hingga alat untuk mengolahnya. Namun hasil yang didapatkan juga tidak kalah

besar, berikut perkiraan keuangan yang dibutuhkan dan yang akan didapat oleh

PT Krakatau Steel.

Sumber : http://www.bumn.go.id/krakatausteel/kinerja-keuangan/laba-rugi/

Jenis Jumlah (juta)Rp


(juta)
  Pendapatan Bersih 12.078.062

  Produk Baja 11.587.335

      Lokal 9.603.938

      Luar Negeri 1.983.397

  Real Estate dan Perhotelan 29.639

  Jasa Lainnya 461.088

      Jasa Rekayasa dan Konstruksi 117.867

      Jasa Teknologi Informasi 10.035

      Lain-lain 333.186

  Penghasilan (beban) Lain-lain 61.405

     Laba (rugi) Selisih Kurs 157.283

     Penghasilan Bunga 39.168

     Penjualan Limbah Produksi 20.557

23
    Beban Bunga -321.571

    Lain-lain 165.968

  Pos Luar Biasa 2.577

  Beban Pokok Pendapatan 11.476.485

  Produk Baja 11.090.588

      Pemakaian Bahan Baku 5.166.044

      Upah Langsung 446.005

      Beban Pabrikasi 4.357.040

      Persediaan Barang Jadi Awal Tahun 2.656.320

      Pembelian 184.647

      Persediaan Barang Jadi Akhir Tahun -1.719.468

    Non Manufaktur 385.897

      Tanah dan Jasa Kawasan Industri 127.059

      Jasa Rekayasa dan Konstruksi 24.465

      Jasa Teknologi Informasi 2.728

      Jasa Lain-lain 231.645

  Beban Usaha 818.220

     Penjualan 230.700

      Ongkos Angkut 162.823

      Gaji, Upah dan Kesejahteraan 27.740

      Beban Kantor 3.438

24
      Klaim Pelanggan 8.990

      Transportasi dan Komunikasi 3.483

      Lain-lain 24.226

    Umum dan Administrasi 587.520

      Gaji, Upah dan Kesejahteraan Karyawan 383.985

      Penyisihan Piutang Ragu-ragu 1.292

      Penyusutan dan Amortisasi 21.628

      Beban Asuransi dan Sewa 102.509

      Transportasi dan Komunikasi 17.035

      Jasa Profesional 11.032

      Beban Kantor 26.767

      Beban Perawatan dan Pemeliharaan 19.355

      Lain-lain 1.269

      Pendidikan dan Pelatihan 2.648

  Beban (manfaat) Pajak -21.063

     Tahun Berjalan 49.732

    Tangguhan -70.795

  Hak Minoritas Atas Laba Bersih Anak 3.805


Perusahaan

25
26
BAB III

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan uraian yang ada di bab sebelumnya, kami memberikan kesimpulan

yaitu :

 Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan bahan baku

pembuatan besi dan baja, sehingga masih mengandalkan impor dari

Brazil.

 Dalam pembuatan besi dan baja, umumnya menggunakan metode Basic

Oxygen Furnace (BOF) atau menggunakan metode Electric Arc Furnace

(EAF).

 Baja yang diproduksi di Indonesia dipasarkan ke dalam negeri dan luar

negeri (cari lagi)

 Letak pabrik PT Krakatau Steel sudah baik dengan beberapa

pertimbangan yaitu dekat dengan pelabuhan, sumber listrik, dan juga

sumber air,sehingga lebih efisien dalam transportasi bijih,dan

pengolahan bijih besi.

27
Berdasarkan analisis kondisi yang telah kami lakukan, berikut beberapa rekomendasi

yang kami berikan untuk pabrik pembuatan besi dan baja di Indonesia :

 Proses pembuatan besi dan baja untuk Indonesia lebih baik

menggunakan metode tanur tinggi.

 Iron ore yang diekspor ke luar negeri sebaiknya diolah di dalam negeri

dan digunakan sabagai bahan baku pembuatan besi dan baja, sehingga

Indonesia menjadi negara mandiri dan tidak perlu impor bahan baku

pembuatan besi dan baja dari luar negeri.

28

Anda mungkin juga menyukai