PENDAHULUAN
Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam. Namun,
Indonesia belum mampu untuk mengolah sumber daya alamnya secara mandiri.
Dibalik ketertinggalan itu, kebutuhan akan besi dan baja di indonesia kian hari kian
dapat menyuplai besi dan baja dalam negeri, hal ini mengakibatkan sebagian besar
dari kebutuhan besi dan baja tanah air diimpor dari negara Brazil. Hal ini
ketergantungan kepada negara lain. Kekurangan suplai besi dan baja disebabkan
karena ketersedian pabrik pengolahan besi dan baja yang belum memadai di
indonesia. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya Indonesia mulai membangun pabrik
mineral diolah terlebih dahulu sehingga kebutuhan semakin meningkat. Berkaca dari
hal tersebut, maka kita simpulkan bahwa Indonesia wajib untuk membangun pabrik
tersebut.
1
Oleh karena itu, penulis menulis makalah mengenai perancangan pabrik
pengolahan besi dan baja sebagai referensi untuk membangun pabrik pengolahan
KS sebagai produsen besi dan baja, memiliki tiga fasilitas produksi utama,
yaitu pabrik pembuatan besi, pabrik pembuatan baja mentah (slab steel), dan pabrik
pembuatan baja gulungan (coil steel). Tiga pabrik tersebut beroperasi secara
berurutan dari atas kebawah. Jadi pertama-tama KS mengolah bijih besi (iron ore)
menjadi besi, kemudian diolah lagi menjadi baja mentah, dan terakhir diolah
menjadi baja gulungan. Baja gulungan ini kemudian dipotong-potong menjadi baja
lembaran, kawat baja, baja konstruksi, hingga pipa baja. Kemudian baru deh bisa
dijual.
Selama ini, pabrik besi milik KS adalah pabrik dengan teknik direct reduction, yang
menggunakan gas alam sebagai bahan bakarnya. Sementara pabrik baja mentah-nya
furnace adalah pabrik yang mampu menghasilkan besi dan baja mentah sekaligus,
furnace tidak membutuhkan iron ore pellet (bijih besi berbentuk butir pasir agak
2
kasar) dalam membuat besi, melainkan cukup membutuhkan bijih besi saja.
hanya membutuhkan besi saja. Selama ini pula, kebutuhan untuk iron pellet dan
steel scrap diperoleh dari impor, dan harganya mahal. Jadi keberadaan blast furnace
ini akan membuat biaya produksi KS menjadi lebih efisien, karena blast furnace tidak
membutuhkan dua jenis bahan baku tadi. Disisi lain, KS nantinya tidak perlu lagi
terlalu tergantung pada pasokan gas dan listrik, karena ada alternatif bahan bakar
Blast furnace ini direncanakan akan selesai dibangun dan mulai beroperasi
pada tahun 2014, dan akan memiliki kapasitas produksi 1.2 juta ton besi dan 375
ribu ton baja mentah per tahun. Dengan adanya tambahan produksi tersebut, maka
pabrik baja mentah milik KS yang menggunakan teknik EAF akan lebih menghemat
biaya listrik, karena 1.2 juta ton besi yang dihasilkan melalui teknik blast furnace
tersebut bisa ‘diumpankan’ menjadi baja (dikelola secara langsung di pabrik baja
tanpa proses panjang lagi). Terus, tambahan kapasitas 375 ribu ton baja mentah tadi
diharapkan akan bisa memenuhi kebutuhan pabrik baja gulungan, sehingga KS tidak
perlu lagi mengimpor baja mentah dari luar negeri, dan pada akhirnya sekali lagi,
3
Kita tahu bahwa salah satu masalah terbesar dari kinerja KS adalah masalah
efisiensi, dimana biaya produksi KS sangatlah tinggi sehingga laba bersihnya menjadi
kecil, tak peduli sebesar apapun penjualannya. Tingginya biaya produksi tersebut
disebabkan karena KS harus mengimpor berbagai macam bahan baku seperti yang
sudah disebut diatas. Dengan adanya blast furnace, maka nantinya KS bisa
menggunakan bijih besi produksi lokal untuk membuat besi hingga baja mentah,
alias gak perlu ngimpor lagi. Atau paling tidak, impornya bisa dikurangi.
bahwa pada tahun 2015, atau setahun setelah blast furnace-nya beroperasi, laba
bersih perusahaan akan bertambah sekitar Rp404 milyar dibanding tahun 2014.
Angka Rp404 milyar itu hanya penambahannya saja lho. Jadi laba bersih KS pada
tahun 2015 tersebut mungkin akan berkisar di posisi Rp2 trilyun-an atau lebih,
mengingat laba bersih KS pada tahun 2010 lalu adalah Rp1.1 trilyun.
sebagai bahan bakar. Batubara yang dimaksud disini bukanlah batubara biasa,
4
melainkan batubara jenis coking coal, yaitu batubara dengan kalori lebih tinggi dari
batubara jenis ini, yaitu Borneo Lumbung Energi & Metal (BORN), dan Marubeni
Coal. Permasalahnya, dua perusahaan tersebut belum tentu bisa menyuplai coking
coal untuk KS, karena selain volume produksi mereka terbatas, mereka juga sudah
kemungkinan besar KS harus mengimpor dari Brazil dan Chili. Sebenarnya, menurut
perhitungan sama saja, jika kita harus tetap mengimpor dari luar untuk bahan
Disinilah mengapa kami mengatakan bahwa proyek blast furnace ini bisa saja
gagal. Persoalan bahan bakar bukanlah persoalan sepele. Jika manajemen KS tidak
mampu menemukan pasokan yang memadai untuk kebutuhan coking coal ini, maka
otomatis pabriknya tidak berjalan, dan akhirnya hanya akan menjadi rongsokan besi
Berikutnya, dari investasi barang modal senilai Rp4.6 trilyun untuk proyek
blast furnace ini, 85% diantaranya diperoleh dari hutang. Jadi ada juga risiko
Untungnya, bunga pinjaman tersebut cuma 3.65% per tahun. Berdasarkan pendapat
5
dari penilai independen yang ditunjuk perusahaan, financial internal rate of
return (tingkat imbal balik) pada proyek blast furnace mencapai 15.89% per tahun,
atau jauh lebih besar dibanding beban bunga yang 3.65% tadi.
Jika melihat dari ulasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa blast furnace
produksi. KS memang menambah kapasitas produksi besi dan baja mentah masing-
masing 1.2 juta ton dan 375 ribu ton tiap tahun, namun yang mereka jual bukan baja
mentah, namun yang sudah diolah lebih lanjut menjadi gulungan atau lembaran
baja. Proses blast furnace ini tidak menambah kapasitas produksi, namun hanya
mengamankan pasokan bahan baku gulungan baja tersebut. Jadi dapat disimpulkan
bahwa proses blast furnace juga belum bisa menambah pasokan gulungan atau
lembaran baja melainkan menambah efisiensi bahan baku yang dibutuhkan untuk
KS juga memiliki proyek lain selain proyek blast furnace, yaitu proyek pabrik
baja mentah yang dibangun bersama Posco Steel, dengan kapasitas produksi 3 juta
ton baja mentah, dimana 1 juta ton diantaranya bisa dipakai KS untuk menambah
kapasitas produksi baja gulungan. Proyek ini ditargetkan selesai tahun 2013 lalu, dan
6
sekarang sudah mulai berproduksi.
1.3 Pendekatan
Indonesia kaya akan gas alam sehingga lebih mudah digunakan, namun ternyata
produksi menggunakan proses EAF membutuhkan biaya yang cukup besar dan juga
energi listrik yang besar. Sehingga, Indonesia melalui PT Krakatau Posco sudah mulai
menggunakan proses blast furnace walaupun proses ini tidak mutlak lebih baik dari
proses Reduksi. Banyak kelemahannya diantara lain, kita harus mengimpor bahan
bakar berupa cooking coal (kokas) yaitu batu bara kualitas tinggi yang belum mampu
7
BAB II
Ada beberapa macam produksi yang dilakukan oleh PT Krakatau Steel untuk
8
1. Pabrik Besi Spons (PBS)
Pabrik besi spons menerapkan teknologi berbasis gas alam dengan proses
reduksi langsung menggunakan teknologi Hyl dari Meksiko. Pabrik ini menghasilkan
besi spons (Fe) dari bahan mentahnya berupa biji besi pelet, dengan menggunakan
gas alam.
Pabrik Besi Spons memiliki dua buah unit produksi dan menghasilkan 2,3 juta ton
a. Hyl I (DRP I dan unit reformer DRP II) : Beroperasi sejak tahun 1979, proses
b. Hyl III : Memulai operasinya pada tahun 1994 dengan menggunakan 2-shafts
continuous process, memiliki kapasitas 1,3 juta ton besi spons per tahun.
Tingkat metalisasi 91 – 92 %.
Besi Spons yang dihasilkan oleh pabrik ini memiliki keunggulan dibanding
itu tingginya kandungan karbon menyebabkan proses di dalam Electric Arc Furnace
9
(EAF) menjadi lebih efisien dan proses pembuatan baja menjadi lebih akurat.
Besi spons yang berbentuk butiran merupakan bahan baku utama pembuatan baja,
yang nantinya dikirim melalui unit Conveyor Feeding System ke dapur listrik di SSP I,
a. Persiapan
Persiapan terdiri dari penanganan bahan baku, persiapan unit produksi (EAF, leadle,
CCM), utility listrik dan air serta instrument-instrumen pendukung. Bahan baku
utama yaitu spons dan scrap serta bahan penunjang yaitu kapur, Ferro alloy,
b. Proses Produksi
i. Peleburan
10
Tahap peleburan terdiri dari :
a). Charging
Memasukkan bahan baku kedalam furnace sesuai dengan komposisi tertentu secara
b). Penetrasi
carbon kedalam furnace yang diberi muatan listrik tegangan tinggi 600 KW dengan
c). Melting
d). Refening
e). Pouring
Yaitu tahap perbaikan komposisi baja cair dan temperatur dengan cara penambahan
material, pengadukan (Blowing) dan pemanasan. Pada unit instalasi Leadle Furnace
11
baja yang diinginkan. Sedangkan RH adalah proses menghilangkan gas-gas baja cair
a) Percetakan baja
cair dalam leadle diluncurkan ke moult (cetakan baja) mengalir ke stand quite dan
dibekukan atau didinginkan secara langsung atau tidak langsung dengan air atau
b) Pemotongan /cutting
Baja yang telah didinginkan dan berbentuk billet tersebut dikenakan proses
12
3. Pabrik Slab Baja/ Slab Steel Plant (SSP I)
Pabrik Slab Baja dibagi menjadi 2 divisi yaitu PSB I dan PSB II. Secara prinsip
aliran proses produksi pada kedua pabrik tersebut sama yaitu peleburan (melting),
i. Persiapan
1). Penyiapan bahan baku utama (Spons dan Scrap), bahan baku tambahan (ferro
kapur/kapur bakar.
2). Persiapan instalasi EAF, konfirmasi power listrik, air, leadle, alat transportasi,
dedusting, metalurgy.
1) Peleburan
a) Charging
Pemasukan bahan baku kedalam furnace secara manual dan continues feeding.
13
b) Penetrasi
Peleburan awal bahan baku masih berbentuk padat melalui transfer panas electrode
c) Peleburan
d) Refening
Pemurnian baja cair dari unsur-unsur pengotor baja dan oksida (sludge) dan
e) Pouring
Cairan baja yang sudah memenuhi komposisi metalurgy dan temperatur, dituang
2) Continuous Casting
Cairan baja dari LF/RH dipindahkan pada unit CCM kemudian dikeluarkan ke
Tundish-Mould-Stand Guide dan melalui pendinginan terbentuk slab baja. Slab baja
3). Finishing Slab Slab baja yang sudah didinginkan dengan udara selama 24 – 36
jam, dipotong sesuai dengan pesanan dengan menggunakan mesin ripping cutting.
14
Kemudian dilakukan inspeksi visual. Apabila ditemukan cacat fisik permukaan maka
machine.
a. Persiapan
15
b. Proses Produksi
1) Peleburan
a) Charging
Pemasukan bahan baku kedalam furnace secara manual dan continues feeding.
b) Penetrasi
Peleburan awal bahan baku masih berbentuk padat melalui transfer panas electrode
c) Peleburan
d) Refening
Pemurnian baja cair dari unsur-unsur pengotor baja dan oksida (sluge) dan
e) Pouring
2) Secondary Process
Cairan baja yang sudah memenuhi metalurginya, pada unit leadle furnace
16
3) Continuous Casting Machine
Cairan baja dari LF/RH dipindahkan pada unit CCM kemudian dikeluarkan ke
Tundish-Mould-Stand Guide dan melalui pendinginan terbentuk slab baja. Slab baja
4) Finishing Slab
Slab baja yang sudah didinginkan dengan udara selama 24 – 36 jam, dipotong
sesuai dengan
pesanan dengan
menggunakan
mesin ripping
cutting.
Kemudian
dilakukan inspeksi visual. Apabila ditemukan cacat fisik permukaan maka dilakukan
Slab baja yang memenuhi persyaratan Quality Control diberi status di area slab Yard
dan selanjutnya dengan sradel Carrier dan atau kendaraan trailer diangkut ke PPBLP.
17
Dari billets dan blooms dapat dihasilkan menjadi Seamless Tube, Structural Mill,
Slabs dan thin slabs dapat juga dihasilkan atau dibentuk menjadi Plates, Pipe, jika
dengan menggunakan Hot Strip Mill dapat dihasilkan Hot Rolled Sheets dan Hot
18
o Pipa & Tabung
o Tabung Gas
o Rerolling
o Konstruksi Kapal
Selain menggunakan Hot Strip Mill, digunakan juga Cold Mill. Cold Mill akan
menghasilkan baja lembaran dingin. Baja lembaran dingin yang banyak dikenal
dengan nama 'baja putih' ('white steel') adalah salah satu bentuk produk baja
yang dihasilkan dari proses pengerolan dingin. 'Baja putih' ini memiliki sifat
tipikal yang berbeda secara signifikan dengan 'baja hitam' atau baja lembaran
panas. Baja lembaran dingin memiliki kualitas permukaan yang lebih baik, lebih
tipis dan dengan ukuran yang lebih presisi, serta mempunyai sifat mekanis yang
baik dan formability yang sangat bagus. Baja dalam kategori ini umumnya
19
formability, weldability, dan kualitas roughness yang lebih baik. Baja putih ini
kaleng makanan berlapis timah (tin mill-black plate) dalam industri makanan
dan minuman. Untuk lembaran baja yang dikuatkan (annealed sheet), kisaran
ketebalan baja putih yang dihasilkan Krakatau Steel adalah 0,20 hingga 3,00
Aplikasi baja lembaran dingin yang diproduksi Krakatau Steel antara lain
Penggunaan Umum
Otomotif
Galvanized Sheet
Porcelain Enamelware
20
2.2 Hasil Analisa Letak Pabrik PT Krakatau Steel
PT. Krakatau Steel merupakan industri baja yang berdiri dan beroperasi di
Kota Cilegon. PT. Krakatau Steel berada pada tempat yang strategis, yaitu berada
baku dan pendistribusian produk baik ke dalam negeri maupun ke luar negeri.
PT. Krakatau Steel berada di Kota Cilegon, dimana sebelah utara terdapat pelabuhan
Merak, sebelah barat terdapat pelabuhan Cigading, sebelah timur dan selatan
21
2.3 Sumber Daya Manusia
http://www.bumn.go.id/krakatausteel/tentang-sdm-hrd/demografi-pegawai-foto/,
Keterangan Jumlah
Tetap 5056
Kontrak 7
Direksi 7
Satu level di bawah 29
direksi
Dua level di bawah 129
direksi
S3 3
S2 73
S1 349
D3 411
D2 0
D1 335
SMA 3707
SMP 185
SD 0
Jumlah Laki-laki 4899
Jumlah Perempuan 164
Usia > 56 tahun 0
Usia 46 - 55 tahun 3503
Usia 36 - 45 tahun 579
Usia 26 - 35 tahun 402
Usia 25 tahun 579
Jumlah Total 20417
22
2.4 Financial Performance
modal finansial yang cukup besar untuk pembelian bahan, pengolahan bahan,
hingga alat untuk mengolahnya. Namun hasil yang didapatkan juga tidak kalah
besar, berikut perkiraan keuangan yang dibutuhkan dan yang akan didapat oleh
PT Krakatau Steel.
Sumber : http://www.bumn.go.id/krakatausteel/kinerja-keuangan/laba-rugi/
Lokal 9.603.938
Lain-lain 333.186
23
Beban Bunga -321.571
Lain-lain 165.968
Pembelian 184.647
24
Klaim Pelanggan 8.990
Lain-lain 24.226
Lain-lain 1.269
Tangguhan -70.795
25
26
BAB III
yaitu :
Brazil.
(EAF).
27
Berdasarkan analisis kondisi yang telah kami lakukan, berikut beberapa rekomendasi
yang kami berikan untuk pabrik pembuatan besi dan baja di Indonesia :
Iron ore yang diekspor ke luar negeri sebaiknya diolah di dalam negeri
dan digunakan sabagai bahan baku pembuatan besi dan baja, sehingga
Indonesia menjadi negara mandiri dan tidak perlu impor bahan baku
28