Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PNEUMOTHORAX

Di Buat Oleh :
Ali Ababil (PO71202220006)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLTEKKES KEMENKES JAMBI JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2022/202


LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMOTHORAX
1.1 Definisi
Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2003).
Pneumothorak ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif,
2000).
Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura
(W. Sudoyo, 2006).
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga
pleura. Pneumotoraks terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pneumotoraks terbuka,
pneumotoraks tertutup dan pneumotoraks ventil.
1. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga
pleura dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan intra
pleura sana dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura disekitar nao (0)
sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan
pada waktu ekspirasi tekanannya positif.
2. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara
yg dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi dan tidak ada
hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga pleura menjadi
negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh, sehingga masih ada rongga
pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.
3. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus
kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi,
udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya masih negatif.
1.2 Etiologi
Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkhus.
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula
yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu
penyebab tersaring terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan
dengan adanya obstruksi empisema.
 Infeksi saluran napas
 Trauma dada
 Cedera paru akut yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan bahan
kimia
 Penyakit inflamasi paru akut dan kronis
 Keganasan

1.3 Manifestasi klinis


1. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pluritik akut yang
terlokalisasi pada paru yang sakit
2. Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak napas, peningkatan kerja
pernapasan, dan dispnea
3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat
4. Suara napas yang jauh tidak ada
5. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan
6. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumotoraks
7. Tension pneumotorak
a. Hipoksimia (Tanda awal)
b. Ketakutan
c. Gawat napas (takipenea berat)
d. Peningkatan tekanan jalan napas puncak dan rerata, penurunan
komplians, dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif (aotu-PEEP)
pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik
e. Kolaps kardiovaskuler (frekuensi jantung >140kali/menit pada setiap
hal berikut: sianosis perifer, hipotensi)
1.4 Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan intrabronkhial,
sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yang
tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga sampai ke alveoli. Saat
ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan
lebih tinggi dari tekanan di alveolus maupun di bronchus, sehingga udara ditekan
keluar malalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan
jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk,
bersin dan mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian
perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau alveolus
itu akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak mau
keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi yang
mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura. Apabila ada
obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan membuat tekanan
pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan dengan berulangnya
pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi terjadi karena udara
ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, terlebih jika klien
batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih kuat dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar,
tekanan dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah
faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan
fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan
menyebabkan pneumotoraks.
1.5 Klasifikasi
a. Pneumothorak spontan
Pneumothorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab.
b. Pneumothorak spontan primer
Suatu pneumothorak yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang
mendasari sebelumnya.
c. Pneumothorak spontan sekunder
Suatu pneumothorak yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya
(tunerkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru).
d. Pneumothorak traumatik
Pneumothorak yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru.
e. Pneumothorak traumatik bukan latrogenik
Pneumothorak yang terjadi karena jejas kecelakaan.
f. Pneumothorak traumatik latrogenik
Pneumothorak yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.
g. Pneumothorak tertutup
Suatu pneumothorak dengan tekanan udara di rongga pleura yang sedikit
lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraksbkontralateral
tetapi tekanannya masih lebih rendah dari tekanan atmosfer.
h. Pneumothorak terbuka
Terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi
udara dapat keluar melelui luka tersebut.
i. Tension pneumothoraks
Terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk
kedalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura
tidak dapat keluar.

1.6 Komplikasi
a) Pneumothoraks tension: mengakibatkan kegagalan respirasi akut
b) Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks: henti
jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.
c) Emfisema subkutan dan pneumomediastinum: sebagai akibat komplikasi
pneumothoraks spontan
d) Fistel bronkopleural
e) Empiema
f) Pneumothoraks simultan bilateral
1.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana dari kelainan ini bergantung pada tipe, ukuran manisfestasi klinis,
serta penyakit yang menyertai. Ukuran pneumotorak ditentukan berdasarkan jarak
antara apeks paru dengan kubah ipsilateral rongga toraks, seperti yang terlihat pada
rontgen toraks posisi tegak. Dikatakan pneumotoraks minimal bila jaraknya adalah
< 3 cm dan besar bila jaraknya > 3 cm.
Pada kelainan yang minimal biasanya tidak membutuhkan adanya intervensi dan
biasanya pasien cukup diobservasi kecuali menetapnya udara yang terkumpul.
Tidak dibutuhkan adanya tindakan yang lebih jauh lagi bila pada pemeriksaan foto
rontgen menunjukkan hasil yang sama dalam 24 jam. Pada pneumotorak yang luas,
dibutuhkan tatalaksana rawat inap.
Tatalaksana dari kelainan ini termasuk evakuasi udara dari rongga pleura dan
menutup kebocoran yang terjadi. Pada keadaan dimana udara yang terjebak
memiliki volume yang cukup besar dan pasien mengalami kesulitan bernapas,
dibutuhkan penusukan selang trakeostomi dan pemberian tekanan negatif dengan
menggunakan suction (-20 cmH2O). Selang trakeostomi ditusukkan pada garis mid
aksila sela iga 4-5. Paru harus mengalami ekspansi secara lambat karena ekspansi
secara cepat akibat evakuasi udara yang terjebak, dapat menimbulkan komplikasi
baru yaitu udem paru. Pada keadaan pneumotoraks yang cukup luas, akan lebih baik
untuk tidak memberikan tekanan negatif secara terburu-buru namun sebaliknya
membiarkan udara yang terjebak untuk keluar secara perlahan-lahan dan kemudian
membaik secara spontan sebelun suction digunakan.
Suction dapat dipertahankan sampai tidak didapatkannya udara pada rongga
toraks. Suction kemudian dapat dilepas namun selang WSD dapat dipertahankan.
Jika pada pemantau selama 24 jam, tidak ditemukan adanya udara lagi, maka
selang dapat dilepas. Bila udara tetap ditemukan, maka hal tersebut merupakan
tanda adanya kerusakan permukaan lapisan udara pleura, parenkim paru atau fistula
bronkopleura yang membutuhkan tindakan operasi.

1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Thoraks ( Rontgen ) Pengembangan Paru-Paru
X-foto Thoraks 2 Arah ( PA/AP Dan Lateral )
Diagnosis fisik :
 Bila pneumotoraks < 30% atau hematotorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
 Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase
cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase
dengan continues suction unit.
 Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
 Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotomi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap dan Astrup
3. Terapi
 Antibiotika.
 Analgetika.
 Expectorant.
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI PADA KASUS
PNEUMOTHORAX

2.1 Pengkajian Keperawatan


A. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan
klien/asuransi kesehatan.
Keluhan utama meliputi sesak napas , bernapas terasa berat pada dada,
dan keluhan susah untuk melakukan pernapasan.
a) Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat,
tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya
dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti
peluru yang menembus dada dan paru. Ledakan yang menyebabkan
peningkatan tekanan udara dan terjadi tekanan di dada yang mendadak
menyebabkan tekanan dalam paru meningkat. Kecelakaan lalu lintas
biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda tajam
langsung menembus pleura.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB
paru di mana sering terjadi pada pneumotoraks spontan.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumotorak seperti
kanker paru,asma, TB paru dan lain-lain.
d) Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku
klien pada tindakan yan dilakukan terhadap dirinya.
1.1 Pemeriksaan Umum
1. Pengkajian fisik (warna, nadi, pernafasan, TD, auskultasi dada
2. Keadaan Umum
a. Kesadaran :
b. TTV : TD, N, RR, S, BB
B1(Breathing)
 Inspeksi : Peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan
otot bantu pernpasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga
dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang
produktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi
yang sehat.
 Palpasi : Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping
itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga bisa
saja normal atau melebar.
 Perkusi : Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai
timpani, dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks
yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.
 Auskultasi : Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang
sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan maka akan
semakin tipis, sehingga suara napas terdengar amforis, bila ada fistel
brongkhopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka.

B2 (Blood)
 Perawat perlu memonitor pneumotoraks pada status kardiovaskular yang
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan
pengisian kapiler darah.
B2 (Brain)
 Pada inspeksi, tingkat kesadaraan perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis, somnolen atau koma.
B4 (Bladder)
 Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh kaarena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria. Oliguria
merupakan tanda awal dari syok.
B5 (Bowel)
 Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
 Pada trauma di rusuk dada, sering kali didapatkan adanya kerusakan otot
dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien
sering dijumpai mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan
aktivitas sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan
keletihan fisik secara umum.
1.2 Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan denagan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga pleura.
2) Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan WSD.
3) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada
informasi.

1.3 Rencana Keperawatan


No INTERVENSI RASIONAL
1.  Identifikasi faktor penyebab  Memahami penyebab dari
kolaps spontan, trauma kolaps paru sangat penting
keganasan, infeksi komplikasi untuk mempersiapkan WSD
mekanik pernapasan. pada pneumothoraks dan
 Kaji kualitas, frekuensi, dan menentukan untuk intervensi
kedalaman pernapasan, lainnya.
laporkan setiap perubahan yang  Dengan mengkaji kualitas,
terjadi frekuensi dan kedalaman
 Observasi tanda-tanda vital pernapasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.
 Peningkatan RR dan
takikardi merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi
paru.
2.  Perhatikan undulasi pada  Perawat harus yakin apa
selang WSD yang menjadi penyebab,
 Anjurkan pasien memegang segera periksa kondisi
selang bila ingin mengubah system drainase, dan amati
posisis tanda-tanda kesulitan
 Beri penjelasan pada klien bernapas.
tentang perawatan WSD  Menghindari tarikan spontan

 Bantu dan ajarkan klien untuk peda selang yang menpunyai

melakukan batuk dan napas resiko tercabutnya selang

dalam yang efektif. dari rongga dada.


 Meningkatakan sikap
kooperatif klien dan
mengurangi resiko trauma
pernapasan.
 Menekan darah yang nyeri
ketika batuk atau napas
dalam.
3.  Kaji patologi masalah individu  Informasi penurunan takut
 Identifikasi kemungkinan karena ketidaktahuan.
kambuh/ komplikasi jangka Memberikan pengetahuan
panjang. dasar untuk pemahaman
 Kaji ulang tanda/ gejala yang kondisi dinamik dan
memerlukan evaluasi medic pentingnya intervensi
cepat, contoh nyeri dada tiba- terapeutik.
tiba, dispnea, pernapasan  Penyakit paru yang ada
lanjut. seperti PPOM berat dan

 Kaji ulang praktik kesehatan keganasan dapat

yang baik, contoh nutrisi baik, meningkatkan insiden

istirahat, latihan. kambuh.


 Berulangnya pneumothorak/
hemotorak memerlukan
intervensi medik untuk
mencegah/ menurunkan
potensial komplikasi.
 Mempertahankan kesehatan
umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi Yang Di Harapkan Dari Hasil Tindakan Keperawatan Adalah Pola
Pernafasan Klien Kembali Efektif, Tidak Terjadi Resiko Trauma Pernafasan, Dan Klien
Dapat Beraktifitas Kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system
pernapasan.Salemba Medika: Jakarta.2008
Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV.Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.2006

Anda mungkin juga menyukai