Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“ANALISIS DAN PENERAPAN TEORI MIDDLE RANGE


CULTURAL CARE DIVERSITY & UNIVERSALITY
THEORY”

MATA KULIAH : SAINS DALAM KEPERAWATAN

Oleh :

ASIANA OKTAVIA PURWANINGSIH NIM. 226170100111019


MOCH. GANDUNG SATRIYA NIM. 226170100111031

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
limpahan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “Analisis Dan
Penerapan Teori Middle Range Cultural Care Diversity & Universality Theory”.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Ns. Heri Kristianto., S.Kep., M.Kep.,
Sp. Kep.MB yang telah memberikan saran, dan arahan kepada penulis selama proses
penulisan makalah. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum
sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen
pembimbing dan pembaca demi kesempurnaan makalah ini serta untuk memenuhi
kebutuhan dalam bidang keperawatan. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Malang, November 2022

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Teori adalah sekelompok konsep yang membentuk sebuah pola yang nyata atau
suatu pernyataan yang menjelaskan suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari
fakta-fakta yang telah di observasi tetapi kurang absolut atau bukti secara
langsung.Yang dimaksud teori keperawatan adalah usaha-usaha untuk menguraikan
atau menjelaskan fenomena mengenai keperawatan. Teori keperawatan digunakan
sebagai dasar dalam menyusun suatu model konsep dalam keperawatan,dan model
konsep keperawatan digunakan dalam menentukan model praktek keperawatan. Berikut
ini adalah ringkasan beberapa teori keperawatan yang perlu diketahui oleh para perawat
profesional sehingga mampu mengaplikasikan praktek keperawatan yang didasarkan
pada keyakinan dan nilai dasar keperawatan.
Banyak model konseptual dan teori yang telah dikembangkan para ahli
keperawatan, dimana teori dan model konseptual merupakan suatu cara untuk
memandang, menilai situasi kerja yang menjadi petunjuk bagi perawat dalam
mendapatkan informasi untuk menjadikan perawat peka terhadap apa yang terjadi dan
apa yang harus dia lakukan.
Teori-teori keperawatan juga digunakan dalam praktik, penelitian dan proses
belajar-mengajar dalam bidang keperawatan sehingga perlu diperkenalkan, dikaji dan
dikembangkan untuk memperkuat profesi keperawatan.
Perawat perlu memiliki latar belakang pengetahuan baik secara teoritis maupun
empiris terhadap teori-teori keperawatan yang ada sehingga perawat dapat memahami
dan mengaplikasikan teori-teori tersebut dalam memberikan pelayanan keperawatan
kepada klien sesuai keadaannya.
Salah satu teori keperawatan yang ada adalah teori keperawatan yang
dikembangkan oleh Madeleine Leininger yang lebih dikenal dengan teori “Trans
Cultural”
B. Tujuan
1. Mampu memahami konsep Teori Middle Range Cultural Care Diversity &
Universality Theory dalam praktik keperawatan.
2. Mampu memahami konsep Teori Middle Range Cultural Care Diversity &
Universality Theory dalam pendidikan keperawatan.
3. Mampu memahami konsep Teori Middle Range Cultural Care Diversity &
Universality Theory dalam penelitian keperawatan.
BAB II
ISI

A. Tinjauan Pustaka
1. Sejarah Teori Culture Care
Madeline Leininger adalah pelopor keperawatan transkultural dan seorang
pemimpin dalam keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan yang
berfokus pada manusia. Ia adalah perawat professional pertama yang meraih
pendidikan doctor dalam ilmu antropologi social dan budaya. Dia lahir di Sutton,
Nebraska, dan memulai karir keperawatannya setelah tamat dari program diploma di
“St. Anthony’s School of Nursing” di Denver.
Tahun 1950 ia meraih gelar sarjana dalam ilmu biologi dari “Benedictine
College, Atchison Kansas” dengan peminatan pada studi filosofi dan humanistik.
Setelah menyelesaikan pendidikan tersebut ia bekerja sebagai instruktur, staf
perawatan dan kepela perawatan pada unit medikal bedah sererta membuka sebuah
unit perawatan psikiatri yang baru dimana ia menjadi seorang direktur pelayanan
keperawatan pada St. Joseph’s Hospital di Omaha. Selama waktu ini ia melanjutkan
pendidikan keperawatannya di ”Creigthton University ” di Omaha. Tahun 1954
Leininger meraih gelar M.S.N. dalam keperawatan psikiatrik dari ” Chatolic
University of America” di Washington, D. C. Ia kemudian bekerja pada ”College of
Health” di Univercity of Cincinnati, dimana ia menjadi lulusan pertama (M. S. N )
pada program spesialis keperawatan psikiatrik anak . Ia juga memimpin suatu
program pendidikan keperawatan psikiatri di universitas tersebut dan juga sebagai
pimpinan dalam pusat terapi perawatan psikiatri di rumah sakit milik universitas
tersebut.
Pada tahun 1960, Leininger bersama C. Hofling menulis sebuah buku yang
diberi judul ” Basic Psiciatric Nursing Consept” yang dipublikasikan ke dalam
sebelas bahasa dan digunakan secara luas di seluruh dunia. Selama bekerja pada unit
perawatan anak di Cincinnati, Leininger menemukan bahwa banyak staff yang
kurang memahami mengenai faktor-faktor budaya yang mempengaruhi perilaku
anak-anak. Dimana diantara anak-anak ini memiliki latar belakang kebudayaan yang
berbeda. Ia mengobservasi perbedaan- perbedaan yang terdapat dalam asuhan dan
penanganan psikiatri pada anak-anak tersebut. Terapi psikoanalisa dan terapi strategi
lainnya sepertinya tidak menyentuh anak-anak yang memiliki perbedaan latar
belakang budaya dan keutuhan.
Leininger melihat bahwa para perawat lain juga tidak menampilkan suatu asuhan
yang benar-benar adequat dalam menolong anak tersebut, dan ia dihadapkan pada
berbagai pertanyaan mengenai perbedaan budaya diantara anak-anak tersebut dan
hasil terapi yang didapatkan. Ia juga menemukan hanya sedikit staff yang memiliki
perhatian dan pengetahuan mengenai faktor-faktor budaya dalam mendiagnosa dan
manangani klien.
Pada satu ketika, Prof. Margaret Mead berkunjung pada departemen psikiatri
University of Cincinnati dan Leiniger berdiskusi dengan Mead mengenai adanya
kemungkinan hubungan antara keperawatan dan antropologi. Meskipun ia tidak
mendapatkan bantuan langsung, dorongan, solusi dari Mead, Leininger memutuskan
untuk melanjutkan studinya ke program doktor (Ph.D) yang berfokus pada
kebudayaan, sosial, dan antropologi psikologi pada Universitas Washington.
Sebagai seorang mahasiswa program doktor, Leininger mempelajari berbagai
macam kebudayaan dan menemukan bahwa pelajaran antroplogi itu sangat menarik
dan merupakan area yang perlu diminati oleh seluruh perawat. Kemudia ia
menfokuskan diri pada masyarakat Gadsup di Eastern Highland of New Guinea,
dimana ia tinggal bersama masyarakat tersebut selama hampir dua tahun. Dia dapat
mengobservasi bukan hanya gambaran unik dari kebudayaan melainkan perbedaan
antara kebudayaan masyarakat barat dan non barat terkait dengan praktek dan asuhan
keperawatan untuk mempertahankan kesehatan.
Dari studinya yang dalam dan pengalaman pertama dengan masyarakat Gadsup,
ia terus mengembangkan teori perawatan kulturalnya dan metode ethno nursing.
Teori dan penelitiannya telah membantu mahasiswa keperawatan untuk memahami
perbedaan budaya dalam perawatan manusia, kesehatan dan penyakit. Dia telah
menjadi pemimpin utama perawat yang mendorong banyak mahasiswa dan fakultas
untuk melanjutkan studi dalam bidang anthropologi dan menghubungkan
pengetahuan ini kedalam praktik dan pendidikan keperawatan transkultural.
Antusiasme dan perhatiannya yang mendalam terhadap pengembangan bidang
perawatan transkultural dengan fokus perawatan pada manusia telah menyokong
dirinya selama 4 dekade.
Tahun 1950-an sampai 1960-an, Leininger mengidentifikasi beberapa area
umum dari pengetahuan dan penelitian antara perawatan dan anthropologi formulasi
konsep keperawatan transkultural, praktek dan prinsip teori. Bukunya yang berjudul
Nursing and anthropology : Two Words to Blend ; yang merupakan buku pertama
dalam keperawatan transkultural, menjadi dasar untuk pengembangan bidang
keperawatan transkultural, dan kebudayaan yang mendasari perawatan kesehatan.
Buku yang berikutnya, ”Transcultural Nursing : Concepts, theories, research, and
practise (1978 )” , mengidentifikasi konsep mayor, ide-ide teoritis, praktek dalam
keperawatan transkultural, bukti ini merupakan publikasi definitif pertama dalam
praktek perawatan treanskultural. Dalam tulisannya, dia menunjukkan bahwa
perawatan treanskultural dan anthropologi bersifat saling melengkapi satu sama lain,
menkipun berbeda. Teori dan kerangka konsepnya mengenai Cultural care diversity
and universality dijelaskan dalam buku ini.
Sebagai perawat profesional pertama yang melanjutkan pendidikan ke jenjang
doktor dalam bidang antropologi dan untuk memprakarsai beberapa program
pendidikan magister dan doktor, Leininger memiliki banyak bidang keahlian dan
perhatian. Ia telah memepelajari 14 kebudayaan mayor secara lebih mendalam dan
telah memiliki pengalaman dengan berbagai kebudayaan. Disamping perawatan
transkultural dengan asuhan keperawatan sebagai fokus utama , bidang lain yang
menjadi perhatiannya adalah administrasi dan pendidikan komparatif, teori-teori
keperawatan, politik, dilema etik keperawatan dan perawatan kesehatan, metoda riset
kualitatif, masa depan keperawatan dan keperawatan kesehatan, serta kepemimpinan
keperawatan. Theory of Culture Care saat ini digunakan secara luas dan tumbuh
secara relevan serta penting untuk memperoleh data kebudayaan yang mendasar dari
kebudayaan yang berbeda.

2. Konsep Utama dan definisi teori Leininger


Teori ini diambil dari disiplin ilmu antropologi dan keperawatan. Ia mendefinsikan
keperawatan transkultural sebagai bagian utama dari keperawatan yang berfokus
pada studi perbandingan dan analisa perbedaan budaya serta bagian budaya di dunia
dengan tetap menghargai nilai-nilai asuhan, pengalaman sehat sakit dan juga
kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat.
a. Care mengacu kepeada suatu fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan
dengan pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan pemberian
pengalaman maupun perilaku kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya
dan bertujuan untuk memperbaiki kondisi maupun cara hidup manusia.
b. ”Caring”, mengacu kepada suatu tindakan dan aktivitas yang ditujukan secara
langsung dalam pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan individu
lain dan kelompok didalam memenuhi kebutuhannya untuk memperbaiki
kondisi kehidupan manusia atau dalam menghadapi kematian.
c. Kebudayaan merupakan suatu pembelajaran, pembagian dan transmisis nilai,
keyakinan, norma-norma, dan gaya hidup dalam suatu kelompok tertentu yang
memberikan arahan kepada cara berfikir mereka, pengambilan keputusan, dan
tindakkan dalam pola hidup.
d. Perawatan kultural mengacu kepada pembelajaran subjektif dan objektif dan
transmisi nilai, keyakinan, pola hidup yang membantu, mendukung,
memfasilitasi atau memungkinkan ndividu lain maupun kelompok untuk
mempertahankan kesjahteraan mereka, kesehatan, serta untuk memperbaiki
kondisi kehidupan manusia atau untuk memampukan manusia dalam
menghadapi penyakit, rintangan dan juga kematian.
e. Cultural care diversity (perbedaan perawatan kultural) mengacu kepada variabel-
variabel, perbedaan-perbedaan, pola, nilai, gaya hidup, ataupun simbol
perawatan di dalam maupun diantara suatu perkumpulan yang dihubungkan
terhadap pemberian bantuan, dukungan atau memampukan manusia dalam
melakukan suatu perawatan.
f. Cultural care universality (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu
pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman ang paling
dominan, pola-pola, nilai-nilai, gaya hidup atau simbol-simbol yang
dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberian
bantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang memungkinkan
untuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan pada
suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.
g. Keperawatan mengacu kepada suatu pembelajaran humanistik dan profesi
keilmuan serta disiplin yang difokuskan pada aktivitas dan fenomena perawatan
manusia yang bertujuan untuk membantu, memberikan dukungan, menfasilitasi,
atau memampukan individu maupun kelompok untuk memperoleh kesehatan
mereka dalam suatu cara yang menguntungkan yang berdasarkan pada
kebudayaan atau untuk menolong orang-orang agar mampu menghadapi
rintangan dan kematian.
h. Pandangan dunia mengacu kepada cara pandang manusia dalam memelihara
dunia atau alam semesta untuk menampilkan suatu gambaran atau nilai yang
ditegakkan tentang hidup mereka atau lingkungan di sekitarnya.
i. Dimensi struktur sosial dan budaya mengacu pada suatu pola dinamis dan
gambaran hubungan struktural serta faktor-faktor organisasi dari suatu bentuk
kebudayaan yang meliputi keagamaan, kebudayaan, politik, ekonomi,
pendidikan, teknologi , nilai budaya dan faktor-faktor etnohistory serta
bagaimana faktor-faktor ini dihubungkan dan berfungsi untuk mempengaruhi
perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda.
j. Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau
pengalaman-pengalaman yang memberikan arti bagi perilaku manusia,
interpretasi, dan interaksi sosial dalam lingkungan fisik, ekologi, sosial politik,
dan atau susunan kebudayaan.
k. ”Etnohistory ” mengacu kepada keseluruhan fakta-fakta pada waktu yang
lampau, kejadian-kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, kebudayaan
serta suatu institusi yang difokuskan kepada manusia/masyarakat yang
menggambarkan, menjelaskan dan menginterpretasikan cara hidup manusia
dalam suatu bentuk kebudayaan tertentu dalam jangka waktu yang panjang
maupun pendek.
l. Sistem perawatan pada masyarakat tradisional mengacu kepada pembelajaran
kultural dan transmisi dalam masyarakat tradisional (awam) dengan
menggunakan pengetahuan dan keterampilan tradisonal untuk memberikan
bantuan, dukungan atau memfasilitasi tindakan untuk individu lain, kelompok
maupun suatu institusi dengan kebutuhan yang lebih jelas untuk memperbaiki
cara hidup manusia atau kondisi kesehatan ataupun untuk menghadapi rintangan
dan situasi kematian.
m. Sistem perawatan profesional mengacu kepada pemikiran formal, pembelajaran,
transmisi perawatan profesional, kesehatan, penyakit, kesejahteraan dan
dihubungkan dalam pengetahuan dan keterampilan praktek yang berlaku dalam
institusi profesional biasanya personil multi disiplin untuk melayani konsumen.
n. Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan secara
kultural memiliki nilai dan praktek serta merefleksikan kemampuan individu
maupun kelompok untuk menampilkan kegiatan budaya mereka sehari-hari,
keuntungan dan pola hidup
o. Mempertahankan perawatan kultural mengacu kepada semua bantuan,
dukungan, fasilitas atau pengambilan keputusan dan tindakan profesional yang
memungkinkan yang dapat menolong orang lain dalam suatu kebudayaan
tertentu dan mempertahankan nilai perawatan sehingga mereka dapat
memperthanakan kesejahteraannya, pulih dari penyakit atau menghadapi
rintangan mapun kematian.
p. Negosiasi atau akomodasi perawatan kultural mengacu pada semua bantuan,
dukungan, fasilitas, atau pembuatan keputusan dan tindakan kreatifitas
profesional yang memungkinkan yang menolong masyarakat sesuai dengan
adaptasi kebudayaan mereka atau untuk bernegosiasi dengan fihak lain untuk
mencapai hasil kesehatan yang menguntungkan dan memuaskan melalui petugas
perawatan yang profesional
q. Restrukturisasi perawatan transkultural mengacu pada seluruh bantuan,
dukungan, fasilitas atau keputusan dan tindakan profesional yang dapat
menolong klien untuk mengubah atau memodifikasi cara hidup mereka agar
lebih baik dan memperoleh pola perawatan yang lebih menguntungkan dengan
menghargai keyakinan dan nilai yang dimiliki klien sesuai dengan budayanya.
r. Perawatan kultural yang konggruen mengacu kepada kemampuan kognitif untuk
membantu, mendukung, menfasilitasi atau membuat suatu keputusan dan
tindakan yang dapat memperbaiki kondisi individu, atau kelompok dengan nilai
budaya, keyakinan dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk
memperoleh kesejahteraan dan kesehatan.

3. Asumsi Mayor
Asumsi mayor untuk mendukung teory cultural care : diversity and universality yang
dikemakan oleh Leininger :
a. “Care” adalah esensi keperawatan serta focus yang mempersatukan perbedaan
sentral dan dominant dalam suatu pelayanan.
b. Perawatan (Caring) yang didasarkan pada kebudayaan adalah sutau aspek
esensial unuk memperoleh kesejahteraan, kesehatan, pertumbuhan dan
ketahanan, serta kemampuan untuk enghadapi rinangan maupun kematian.
c. Perawatan yang berdasarkan budaya adalah bagian yang paling komprehensif
dan holistic untuk mengetahui, menjelaskan, menginterprestasikan dan
memprediksikan fenomena asuhan keperawatan serta memberikan panduan
dalam pengambilan keputusan dan tindakan perawatan.
d. Keperawatan traskultural adalah disiplin ilmu perawatan humanistic dan profesi
yang memiliki tujuan utama untuk melayani individu, dan kelompok.
e. “Caring” yang berdasarkan kebudayaan adalah suatu aspek esensial untuk
mengobati dan menyembuhkan dimana pengobatan tidak akan mungkin
dilakukan tanpa perawatan, sebaliknya perawatan dapat tetap eksis tanpa
pengobatan.
f. Konsep keperawatan cultural, arti, ekspresi, pola-pola, proses dan struktur dari
bentuk perawatan transkultural yang beragam dengan perbedaan dan persamaan
yang ada.
g. Setiap kebudayaan manusia memiliki pengetahuan dan praktek perawatan
tradisional serta praktik professional yang bersifat budaya dan individual.
h. Praktek perawatan keyakinan dan nilai budaya dipengaruhi oleh dan cenderung
tertanam dalam pandangan dunia, bahasa, filosofi, agama, kekeluargaan, sosial,
politik, pendidikan, ekonomi, teknologi, etnohistory, dan lingkungan
kebudayaan.
i. Keuntungan, kesehatan dan kepuasan terhadap budaya perawatan mempengaruhi
kesehatan dan kesejahteraan individu, keluarga, kelompok, komunitas di dalam
lingkungannya.
j. Kebudayaan dan keperawatan yang konggruen dapat terwujud apabila pola-pola,
ekspresi dan nilai-nilai perawatan digunakan secara tepat, aman dan bermakna.
k. Perbedaan dan persamaan perawatan cultural tetap berada diantara masyarakat
tradisioal dan professional pada setiap kebudayaan manusia.
l. Konflik cultural, beban praktek kebudayaan, stress kultural merefleksikan
kurangnya pengetahuan perawatan kultural untuk memberikan perawatan, rasa
aman, tangung jawab yang koggruen dengan kebudayaan.
m. Metode penelitian kualitatif ethnonursing memberikan intepretasi dan temuan
yang penting mengenai pemberian asuhan keperawatan dengan kebudayaan
komplek yang berbeda.
4. Esensi keperawatan dan Kesehatan
a. Perbedaan-perbedaan interkultural terhadap keyakinan kepetrawatan, nilai dan
praktek akan merefleksikan perbedaan kemampuan identifikasi dan praktek
asuhan keperawatan yang bersifat umum.
b. Kebudayaan yang memiliki nilai iindividualisme yang tinggi dengan model
independen akan menunjukan tanda-tanda dari nilai dan praktek keperawatan
diri, dimana kebudayaan yang tidak memiliki nilai individualisme dan
independen akan menunjukan tanda terbatas dan praktek keperawatan diri.
c. Jika terdapat hubungan yang erat antara praktek dan keyakinan pemberi dan
penerima pelayanan praktek keperawatan , hasil yang diperoleh klien akan dapat
ditingkatkan dan lebih memuaskan.
d. Klien dari kebudayaan yang berbeda dapat mengidentifikasi nilai caring dan non
caring mereka serta keyakinan terhadap ethnonursing.
e. Perbedaan utama antara nilai perawatan tradisional dengan perawatan
profesional, merupakan tanda dari konflik budaya antara pemberi pelayanan
kesehatan profesional dan klien.
f. Praktek dan tindakan caring yang diterapkan dengan menggunakan teknologi
berbeda secara kultural dan memiliki perbedaan terhadap hasil dalam pencapaian
kesehatan dan kesejahteraan klien.
g. Tanda terpenting dari ketergantungan perawat terhadap teknologi merupakan
tanda dari depersonalisasi asuhan keperawatn humanistik pada klien.
h. Bentuk simbolis dan fungsi ritual dari praktek dan perilaku asuhan keperawatan
memiliki hasil dan makna berbeda dalam kebudayaan yang berbeda.
i. Politik, agama, ekonomi, hubungan kekeluargaan, nilai budaya dan lingkungan
memberikan pengaruh yang besar terhadap praktek budaya untuk mencapai
kesejahteraan individu, keluarga dan kelompok.

5. Konsep kebudayaan menurut Leininger dalam buku Transcutural Nursing;


concepts, theories and practices (1978 & 1995)
a. Kebudayaan yang mempersepsikan penyakit ke dalam bentuk pengalaman tubuh
internal dan bersifat personal (contohnya yang disebabkan oleh kondisi fisik,
genetic,stress dalam tubuh) lebih cenderung menggunakan teknik dan metode
keperawatan diri secara fisik dari pada melakukan perawatan berdasarkan
budaya yang memandang penyakit sebagai suatu keyakinan kultural dan ekstra
personal serta pengalaman budaya secara langsung.
b. Budaya sangat menekankan proses, prilaku dan nilai perawatan (caring),
memegang peranan yang lebih cenderung dilakukan wanita daripada pria.
c. Kebudayaan yang menekankan pada prilaku dan proses pengobatan (caring)
cenderung dilaksanakan oleh pria daripada wanita.
d. Klien (masyarakat umum / tradisional) yang membutuhkan pelayanan
keperawatan (caring), pertama sekali cenderung untuk mencari bantuan dari
pihak keluarga maupun relasinya dalam mengatasi masalahnya, baru kemudian
mencari pemberi pelayanan kesehatan professional apabila orang-orang
terdekatnya tidak mampu memeberikan kondisi yang efektif, keadaan klien
semakin memburuk atau jika terjadi kematian.
e. Kegiatan perawatan yang banyak dipraktekkan di masyarakat (ethno caring
activities), yang memiliki keuntungan terapeutik bagi klien dan keluarganya,
kurang dipahami oleh kebanyakan perawat professional di Werstern.
f. Jika terdapat prilaku perawatan yang efektif dalam suatu kebudayaan maka
kebutuhan pengobatan dan pelayanan dari petugas professional akan berkurang.
g. Perbedaan mendasar antara praktek keperawatan tradisional dan professional
mengakibatkan konflik budaya dan membebani praktek keperawatan.
h. Perawatan transkultural akan mempersiapkan perawat untuk dapat menyusun
asuhan keperawatan pada setiap budaya yang berbeda, dan dapat menentukan
hasil yang tepat sesuai dengan kebudayaan klien tersebut.
i. Keberhasilan dalam perawatan kesehatan akan sulit dicapai apabila pemberi
pelayanan tersebut tidak menggunakan pengetahuan dan praktek yang
didasarkan atas keyakinan dan nilai budaya klien.

6. The Sunrise Model (Model Matahari Terbit)


Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Matahari terbit sebagai lambang/ symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai
pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur
sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat
mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki
berfokus pada keperawatan profesional dan sistem perawatan kesehatan secara
umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis
hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model
ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan/tidak dapat dipisahkan
dari budaya mereka.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak
tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger
adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan
profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien
atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga
masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien.
Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam
pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.
Model konseptual asuhan keperawatan transkultural dapat dilihat pada gambar
berikut :

Gambar : The Sun Rise Model


Proses keperawatan Transcultural Nursing
Leininger Sunrise Model merupakan pengembangan dari konseptual model asuhan
keperawatan transkultural.Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger
dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam
bentuk matahari terbit (Sunrise Model) seperti yang terdapat pada gambar 1.
Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh
perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari
mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada
pada ”Sunrise Model” yaitu :
Terdapat 7 (tujuh) komponen dalam sunrise model tersebut, yaitu :
a. Faktor Teknologi ( Technological Factors )
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk
memilih atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam
pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemanfatan teknologi kesehatan,
maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu tentang penggunaan
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat
ini, alasan mencari kesehatan, persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau
mengatasi masalah kesehatan.
b. Faktor keagamaan dan falsafah hidup (Religous and Philosofical Factors)
Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan
motivasi yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya di atas segalanya bahkan di
atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti :
agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai
konsep diri yang utuh.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)
Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama
lengkap dan nama panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal
lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang
dilakukan rutin oleh keluarga.
d. Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa
yang dianggap baik dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan
dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah posisi dan jabatan, bahasa
yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan
pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan
dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.
e. Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor)
Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan transkultural.
Misalnya peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung,
jumlah anggota keluarga yang menunggu.
f. Faktor ekonomi (Economical Faktor)
Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang
dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi
yang ada pada umumnya dimanfaatkan klien antara lain asurannsi, biaya
kantor, tabungan.
Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan.
g. Faktor pendidikan (Educational Factor)
Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam
menmpuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan individu, maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti
ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya yang sesuai
dengan kondisi kesehatannya. Perawat perlu mengkaji latar belakang
pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis pendidikan, serta kemampuan
belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya
yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan.
(Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang
sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan
interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu
proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu
proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan
tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar,
1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural
(Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki
klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan
kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien
bertentangan dengan kesehatan.
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses
melahirkan dan perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomodation/negotiation
1) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan
dan melaksanakannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mncoba untuk memahami budaya masing-masing


melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak
percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan
terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan
menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan,
mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi
dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang
dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang
sesuai dengan latar belakang budaya klien.

B. Metode
Hasil pencarian literatur melalui publikasi di tiga database, Google Scholar, Science
Direct, dan ProQuest. Kata kuci pencarian sumber dibatasi pada teori Teori Middle
Range Cultural Care Diversity & Universality Theory, Ibu Hamil, Pantang Makanan
(Tarak). Peneliti memperoleh 163 artikel yang sesuai dengan kata kunci dan
dipublikasikan mulai tahun 2018-2022. Peneliti kemudian melakukan screening
(penyaringan) yang dilakukan sesuai dengan topik studi literatur berdasarkan judul
artikel. Setelah memperoleh artikel yang sesuai dengan kata kunci, artikel tersebut
dikaji dan kemudian disaring dengan beberapa kriteria yaitu dipublikasikan mulai tahun
2018 – 2022, harus full paper, hasil suatu penelitian, artikel dalam Bahasa Indonesia
atau Bahasa inggris sehingga diperoleh 77 artikel. Kemudian, peneliti melakukan
assessment berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dan Full-text articles sehingga
diperoleh 4 artikel yang dapat digunakan dalam studi literatur. Hasil seleksi artikel studi
dapat digambarkan dalam Diagram Flow dibawah ini:

2009 Flow Diagram

Records identified through database


searching
Identification (Pro-Quest n= 8), (Science Direct n=
35), (Google Scholar n= 120)

Records after duplicates removed


(n = 2)

Screening

Records screened Records excluded


(n = 161) (n =84)

Eligibility Full-text articles Full-text articles


assessed for eligibility excluded, with reasons
(n = 77) (n=73)

Articles used according


Included
to the criteria
(n = 4)

Setelah mencari artikel dengan topik yang sudah ditentukan dari berbagai sumber
kemudian peneliti melakukan seleksi untuk mendapatkan artikel yang sesuai. Dalam
melakukan seleksi peneliti menggunakan 4 tahapan yaitu :
a. Identification (Identifikasi)
Proses pencarian literatur melalui database yang dilakukan dengan
menggunakan database Google Scholar, Science Direct, dan ProQuest dengan kata
kunci pada teori Teori Middle Range Cultural Care Diversity & Universality
Theory, Ibu Hamil, Pantang Makanan (Tarak) untuk memperoleh artikel yang
sesuai dengan tujuan penelitian.
b. Screening (penyaringan)
Proses penyaringan artikel yang dilakukan sesuai dengan topik studi literatur.
Setelah memperoleh artikel yang sesuai dengan kata kunci, artikel tersebut dikaji
dan kemudian disaring dengan beberapa kriteria, seperti: artikel dipublikasikan
mulai tahun 2018 – 2022, harus full paper, hasil suatu penelitian, artikel dalam
Bahasa Indonesia atau Bahasa inggris.
c. Eligibility (Kelayakan)
Proses seleksi kelayakan artikel untuk dijadikan tinjauan literatur dengan cara
mengkaji lebih lanjut untuk kemudian disaring dengan menggunakan kriteria
inklusi dan ekslusi sehingga diperoleh total artikel yang relevan dengan penelitian.
Kemudian penulis melakukan analisis kelayakan dari artikel yang sesuai dengan
kriteria inklusi seperti: artikel berkaitan dengan teori Teori Middle Range Cultural
Care Diversity & Universality Theory, Ibu Hamil, Pantang Makanan (Tarak),
artikel berbahasa Inggris, artikel berbahasa Indonesia yang terbit mulai tahun 2018
– 2022.
d. Included (Memasukkan)
Artikel yang telah sesuai dengan topik kajian dimasukkan sebagai tinjauan
literatur. Artikel yang dimasukkan dalam studi literatur ini harus memenuhi topik
kajian. Setelah melalui tahap identification, screening, dan eligibility maka dapat
diketahui total jumlah artikel yang relevan dan dapat dimasukkan sebagai artikel
yang akan dianalisis dalam studi literatur ini. Peneliti menganalisa artikel yang
telah ditentukan sesuai dengan kriteria kemudian disesuaikan dengan flow chart
dari PRISMA diagram dalam melakukan studi literatur. PRISMA diagram
menggambarkan pola tahapan dalam melakukan seleksi artikel dalam studi
literatur. Penggunaan flow chart bertujuan untuk menggambarkan suatu tahapan
penyelesaian terhadap suatu masalah secara sederhana, terurai, rapi dan jelas.
NO JUDUL PENELITI METODE HASIL
1 Budaya Masyarakat Yang Siti Maryam, April 2021 Metode yang digunakan Hasil karakteristik umur responden sebagian besar
Merugikan Kesehatan Pada metode survey kualitatif, adalah > 30 Tahun yaitu 4 responden (67%), untuk
Ibu Nifas Dan Bayi Jenisnya semi kualitatif pekerjaan responden hampir seluruhnya yaitu
Community Culture That dengan pendekatan sebagai ibu rumah tangga yaitu 5 responden
Heats Health In Protection observasional, ( 83%), dari segi pendidikan hampir seuruhnya
Mother And Baby Pendekatan waktu cross adalah SD- SMA yaitu 5 responden (83%),
sectional sedangkan berdasarkan uturan anak yang di
lahirkan sebagian besar adalah anak ke ≤ 2 (67%)
dan karakteristik hari nifas ke adalah seluruhnya
adalah nifas ≤ 7 hari (100%). Kesimpulan masih
adanya ibu nifas yang menggunakan rebusan daun
sirih untuk di gunakan cebok pada alat kelamin,
memakai gurita atau stagen pada perutnya, ada
yang meminum jamu tradisional untuk
menghilangkan bau pada cairan yang dikeluarkan
alat kelamin, dan juga mandi pagi tidak boleh
terlalu siang karena dapat menimbulkan rabun.
bayi masih di pakaikan gurita.
2 Budaya dan Keyakinan Nita Mandasari, Rina Afrina, Penelitian ini Hasil:
Pantang Makan terhadap Agus Purnama, 2020 menggunakan metode Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan
Proses Peyembuhan Luka deskriptif korelasi. bahwa ibu dengan budaya dan keyakinan
Episiotomi memantang makanan mengalami keterlambatan
proses penyembuhan luka episiotomi hal ini
karena ibu pantang terhadap suatu makanan
sehingga nutrisi dibutuhkan tubuh tidak adekuat.
Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan
yang signifikan antara budaya dan keyakinan (
pantang makan) dengan proses penyembuhan
luka episiotomi ibu post partum dengan nilai ρ -
Value = 0,001.
Kesimpulan : Tenaga kesehatan
dapat memberikan informasi kepada ibu nifas
tentang kebutuhan nutrisi dalam proses
penyembuhan luka, memberikan penyuluhan t
entang pantangan makan pada ibu nifas.
3 Budaya masyarakat tentang Endah Munawaroh, menggunakan metode Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya
perawatan masa nifas (study Enik (2017) kualitatif dengan desain budaya praktek perawatan masa nifas tarak makan
fenomenologi transkultural fenomenologi dan aktifitas yang masih dilakukan antara lain: 1)
praktek perawatan masa nifas Budaya yang dipertahankan: minum jamu kunyit,
pada keluarga jawa) di desa wuwung, duduk kaki lurus (tapih). 2) Budaya yang
baosan kidul, kecamatan dinegosiasi: tidak keluar rumah sebelum masa
ngrayun, kabupaten ponorogo nifas selesai, tidak makan telur dan daging ayam,
tidak makan panas dan pedas, tidak tidur siang,
tidak makan padat setelah petang, tidak
bersengama (campur), tidak makan bawang putih,
konsumsi sayuran hijau. 3)Budaya yang
direstrukturisasi: senden, memakai centing, pijat
rahim (nyengkakne weteng), tidak konsumsi
banyak air, tidak makan jemek (pisang).
Kesimpulan dari penelitian budaya perawatan
nifas yang harus direstrukturisasi karena
bertentangan dengan kesehatan yaitu, pijat rahim
(nyengkakne weteng). Sedangkan budaya yang
masih dapat dinegosiasi adalah tidak bersenggama
(campur). Budaya yang masih dapat dipertahankan
yaitu minum jamu kunyit.
4 Hubungan antara pantang Rentika Fitri Marcelina, Analitik Observasional Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir
makanan dengan Penyembuhan Fauziyatun Nisa, Des 2018 dengan rancangan cross seluruh (76%) ibu nifas yang tidak berpantang
luka perineum Di ruang mawar sectional makanan hampir seluruhnya (82%) penyembuhan
Rsi jemursari surabaya . lukanya baik. Hasil uji statistic didapatkan
 = 0,000 <  = 0,05, maka H0 artinya
ada hubungan antara pantang makanan dengan
penyembuhan luka perineum di RSI Jemursari.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa semakin
ibu berpantang makanan yang dibutuhkan
selama masa nifas, maka akan mempengaruhi
penyembuhan luka perineum. Saran bagi tenaga
kesehatan lebih komprehensif untuk memberikan
penjelasan tentang bahaya pantang makanan
tidak hanya kepada ibu nifas tetapi juga
keluarganya.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Teori ini memiliki beberapa Kelebihan Dan Kekurangan.


Kelebihan :
1. Dengan adanya teori yang terfokus pada konsep budaya dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien, membantu perawat untuk lebih peka terhadap budaya.
Perawat harus memperhatikan budaya yang berbeda yang mengharuskan mereka
untuk menanggapi kebutuhan pasien untuk asuhan keperawatan yang efektif.
2. Konsep dan hubungan yang disajikan berada pada tingkat abstraksi yang
memungkinkannya diterapkan dalam banyak situasi berbeda, sehingga membuat
teori ini sangat dapat digeneralisasikan.
3. Dibandingkan dengan teori-teori lain yang berfokus pada orang, kesehatan,
lingkungan, dan keperawatan, Leininger menyoroti perawatan sebagai inti dari
keperawatan , namun dengan asumsi itu didasarkan pada data budaya.
4. Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat memberikan pengetahuan
kepada perawat dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang
berbeda.
5. Teori ini sangat berguna pada setiap kondisi perawatan untuk memaksimalkan
pelaksanaan model-model teori lainnya (teori Orem, King, Roy, dll).
6. Penggunakan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang akan
berdampak terhadap pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit.
7. Penggunanan teori trancultural dapat membantu perawat untuk membuat keputusan
yang kompeten dalam memberikan asuhan keperawatan.
8. Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan pengembangan
praktek keperawatan.

Kelemahan :
1. Ini juga bisa menjadi penyebab utama kesalahan dalam membuat keputusan klinis
seperti kesalahan persepsi hasil dan kesalahan persepsi nilai yang ditempatkan
pasien dalam hasil. Keunikan individu harus diperhatikan untuk membantu
pengambilan data.
2. Mungkin ada masalah dalam mengadaptasi atau mengintegrasikan budaya orang
lain yang dapat menjadi penyebab kejutan budaya di pihak perawat.
3. Teori tidak memberikan perhatian pada penyakit, gejala, pengobatan, dll.
4. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri sendiri dan hanya
digunakan sebagai pendamping dari berbagai macam konseptual model lainnya.
5. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi
masalah keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya

B. Implikasi Teoritis
1. Pendidikan Keperawatan
Masih ada kebutuhan kritis bagi perawat untuk dididik dalam keperawatan
transkultural dalam program sarjana dan pascasarjana. Masih ada kebutuhan akan
fakultas berkualitas yang disiapkan dalam keperawatan transkultural untuk
mengajar dan membimbing penelitian di sekolah keperawatan.
2. Praktek Keperawatan
Perawat kini menyadari pentingnya keperawatan transkultural dalam perawatan
manusia, khususnya perawat Filipina yang bekerja di luar negeri. Dengan
meningkatnya kesadaran publik saat ini akan biaya perawatan kesehatan, budaya
yang berbeda, dan hak asasi manusia, ada permintaan yang jauh lebih besar untuk
perawatan orang yang komprehensif, holistik, dan transkultural untuk melindungi
dan memberikan perawatan berbasis kualitas dan untuk mencegah tuntutan hukum
terkait perawatan klien yang tidak tepat.
3. Penelitian Keperawatan
Dengan perawat saat ini dihadapkan pada budaya yang berbeda, dan meningkatnya
jumlah perawat yang tertarik pada dunia keperawatan transkultural, akan masuk
akal untuk memprediksi bahwa akan ada lebih banyak kemajuan yang berkaitan
dengan penelitian kualitatif dalam budaya yang beragam. Hal ini juga dapat
membantu calon perawat yang memiliki minat dalam penelitian.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Teori ini dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
mempertimbangkan aspek budaya, nilai –nilai, norma dan agama, serta Teori ini dapat
digunakan untuk melengkapi teori konseptual yang lain dalam praktik asuhan
keperawatan.
1. Aplikasi Teori dalam Pendidikan
Masih ada kebutuhan kritis bagi perawat untuk dididik dalam keperawatan
transkultural dalam program sarjana dan pascasarjana. Masih ada kebutuhan akan
fakultas berkualitas yang disiapkan dalam keperawatan transkultural untuk mengajar
dan membimbing penelitian di sekolah keperawatan.
2. Aplikasi Teori dalam praktik keperawatan
Perawat kini menyadari pentingnya keperawatan transkultural dalam perawatan
manusia, khususnya perawat Filipina yang bekerja di luar negeri. Dengan
meningkatnya kesadaran publik saat ini akan biaya perawatan kesehatan, budaya
yang berbeda, dan hak asasi manusia, ada permintaan yang jauh lebih besar untuk
perawatan orang yang komprehensif, holistik, dan transkultural untuk melindungi
dan memberikan perawatan berbasis kualitas dan untuk mencegah tuntutan hukum
terkait perawatan klien yang tidak tepat.
3. Aplikasi Teori dalam penelitian
Dengan perawat saat ini dihadapkan pada budaya yang berbeda, dan meningkatnya
jumlah perawat yang tertarik pada dunia keperawatan transkultural, akan masuk akal
untuk memprediksi bahwa akan ada lebih banyak kemajuan yang berkaitan dengan
penelitian kualitatif dalam budaya yang beragam. Hal ini juga dapat membantu calon
perawat yang memiliki minat dalam penelitian.

B. SARAN
Penerapan teori Leinienger diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu
antropologi agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik. Pelaksanaan teori
Leinienger memerlukan penggabungan dari teori keperawatan yang lain yang terkait,
seperti teori adaptasi, self care dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai