3.1 Pengantar
Founder dalam start up adalah jabatan bagi seseorang atau beberapa orang yang
mencetuskan suatu ide dalam sebuah perusahaan startup. Secara umum founder
menggali ide melalui pikirannya sendiri, kemudian membuat rencana, strategi, hingga
aplikasi dan kontrol dilapangan.
Seorang enterpreneur dalam start up harus memiliki pola pikir dan kualitas yang
mumpuni, apalagi seorang founder, harus memiliki jiwa enterpreneur. founder haruslah
seseorang yang tahan banting, seseorang yang memiliki jiwa jiwa kepemimpinan,
seseorang yang siap berkerja 24 jam untuk timnya, sesorang yang siap berkorban
pikiran dan tenaga.
Pola pikir dan kualitas founder start-up menjadi penentu masa depan dari bisnis
start up yang dibangun, jika founder memiliki pola pikir dan kualitas yang baik, maka
akan menjadi pertimbangan para investor dan calon pengguna dari bisnis start up yang
akan dibangun.
1
3.2 Kualitas Yang Diperlukan Seorang Founder dan/atau Co-founder
Dewasa ini semakin banyak perusahaan startup baru yang bermunculan.
Gejolak startup ini tentu membangkitkan semangat dari anak-anak muda dengan cita-
cita yang tinggi untuk merealisasikan aspirasi dan juga ide-ide mereka. Namun,
mendirikan sebuah perusahaan startup bukanlah perkara yang mudah. Karena itu, tak
heran jika banyak sekali perusahaan-perusahaan startup yang gagal untuk bertahan dan
berkembang.
Ada banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan dari sebuah
startup, salah satunya adalah kualitas seorang founder. Seorang founder yang
berkualitas akan membawa startup-nya menuju jalur kesuksesan. Namun sebaliknya,
jika seorang founder tidak memiliki kualitas yang cukup baik maka bisa jadi startup
tersebut akan mengalami kesulitan untuk berkembang atau bahkan mengalami
kegagalan. maka dari itu, berikut adalah beberapa kualitas yang harus dimiliki oleh
seorang founder:
2
Kotter, 1996; Bass, 1985; Burns, 1978; Collins & Porras, 1994);
meningkatkan keberlanjutan perusahaan dan kinerja berkelanjutan (misalnya
Kantabutra, 2006; Avery, 2004; Avery & Bergsteiner, 2010, 2011; Collins &
Porras, 1994); berhubungan positif dengan motivasi pengikut, komitmen
organisasi dan kinerja (Bass, 1985); kinerja tim (Schaubroeck et al., 2007).
Waldman dkk. (2001) berpendapat bahwa komunikasi yang efektif
digunakan oleh pemimpin visioner untuk mengubah sikap dan keluaran
bawahan yang mengarah pada transformasi organisasi. Dapat dikatakan,
komunikasi yang efektif sangat penting bagi seorang pemimpin visioner untuk
mendapatkan dan mempertahankan dukungan dari para pengikutnya.
Kurangnya visi yang dikomunikasikan dengan jelas membuat orang tidak
responsif terhadap visi dan tujuan organisasi (Heath & Heath, 2010). Studi
berbeda mengkonfirmasi bahwa pemimpin yang fokus pada visi perusahaan
lebih sukses (Çınar & Kaban, 2012). Demikian pula, Breevaart et al. (2014)
menegaskan bahwa studi yang berbeda menunjukkan bahwa pemimpin
visioner memainkan peran besar dalam meningkatkan keuntungan organisasi
mereka. Huang dkk. (2010) berpendapat bahwa memberdayakan pengikut
dengan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan
menghasilkan komitmen terhadap visi dan organisasi.
Seorang founder yang memiliki kemampuan visioner selalu bisa
menemukan berbagai potensi perusahaan yang bahkan mungkin tidak disadari
oleh founder lain. Dan setelah seorang founder menemukan potensi dari
perusahaan tersebut di masa yang akan datang, maka seorang founder yang
visioner akan segera melahirkan berbagai ide yang dapat meningkatkan
kemampuan perusahaannya agar dapat bersaing dengan para pesaingnya.
Dengan kemampuan ini diyakini bahwa founder yang visioner mampu
mencapai visi dan misi dari sebuah perusahaan, atau tujuan di masa depan.
Namun tentunya membutuhkan dukungan penuh dari anggota timnya secara
keseluruhan kepada founder agar tujuan tersebut pada akhirnya dapat tercapai.
Namun, pada kenyataannya seorang founder tidak langsung memiliki
3
kemampuan visioner tersebut, melainkan harus melalui latihan terlebih dahulu
untuk mendapatkannya. Berikut merupakan cara yang dapat dilakukan
seorang founder untuk melatih kemampuan visionernya:
4
dibutuhkan atau diinginkan konsumen, maka seorang founder bisa
memulai untuk membangun suatu nilai.
4. Berpikir dinamis
Seorang founder yang visioner harus selalu mendiskusikan
semua hal yang penting hingga semua yang dibahas menjadi jelas dan
dapat dipahami. Setelah tercapainya sebuah kesepakatan, maka founder
harus mengerti mengenai langkah yang seperti apa saja yang perlu
dijalankan demi kebaikan perusahaan.
5
3.2.2 Founder harus out of the box
Berpikir out of the box berarti seorang founder harus berani melakukan
sesuatu yang berbeda. Dengan demikian founder akan mampu menciptakan
sesuatu yang berbeda dari yang lain serta memiliki nilai lebih. Cara berpikir
seperti ini akan membuat seorang founder lebih unggul dari yang lain. Karena
seseorang yang berpikir out of the box mampu mengimplementasikan sesuatu
yang biasa menjadi sesuatu yang luar biasa.
Kunci untuk menjadi inovatif dalam dunia bisnis untuk membawa
bisnis menuju keberhasilan suatu perusahaan ialah out of the box. Yang
dimaksud dengan out of the box sendiri adalah memasukkan unsur-unsur
berikut:
1. Berawal dari tujuan agar tidak hanya berbisnis tetapi juga untuk
memudahkan orang lain
2. Memiliki nilai untuk memfasilitasi orang lain yang mendasari kegiatan
usahanya
3. Dapat menerjemahkan nilai yang ada menjadi sebuah produk ataupun
layanan yang memberikan manfaat bagi penggunanya
4. Menghasilkan produk ataupun jasa dengan memegang sebuah prinsip
kerjasama
Terdapat beberapa tokoh atau founder yang telah
mengimplementasikan empat prinsip diatas, sebagai contoh adalah Nadiem
Makarim (Gojek), Belva Devara (Ruang Guru), Larry Page (Google), Mark
Zuckerberg (Facebook), dan Zhang Yiming (TikTok). Dari kelima founder
diatas semuanya memiliki satu kesamaan yaitu mendirikan bisnisnya dengan
berawal dari kesadaran untuk memenuhi kebutuhan sesama yang belum
terpenuhi, dengan begitu dapat mempermudah kehidupan bagi sesama.
Hal ini dapat kita lihat dari awal berdirinya perusahaan-perusahaan
tersebut. Tujuan dari didirikannya Gojek adalah diharapkan dapat mengurangi
kemacetan dengan mengakomodasi pengemudi ojek pengkolan agar dapat
6
bekerja dengan lebih efisien. Kemudian Ruangguru yang menawarkan
layanan pendidikan dan juga materi pembelajaran yang disampaikan oleh
guru-guru terbaik se-indonesia, hal ini bermaksud untuk mendorong
peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia serta dapat diakses oleh siswa
maupun siswi dimanapun mereka berada..
Selanjutnya, tujuan membantu sesama juga dilakukan oleh Facebook,
TikTok, dan Google. Pada awalnya Facebook dibuat dengan memiliki maksud
untuk membantu memberikan wadah bagi mahasiswa untuk saling mengenal
satu sama lain, sedangkan Google bertujuan untuk memudahkan pengguna
mengakses segala macam informasi yang berasal dari seluruh dunia.
Sementara itu, founder TikTok berusaha untuk memenuhi apa yang
dibutuhkan pengguna yang terus berinovasi seiring dengan berkembangnya
tren, dimana saat ini di industri konten sebagian besar pengguna mempunyai
preferensi untuk memproduksi konten yang berupa video.
Jika melihat kesamaan dari kelima perusahaan tersebut yakni bahwa
keberhasilan Gojek, Ruangguru, Google, Facebook, dan TikTok tidak terlepas
dari seluruh aktivitas bisnisnya yang dilandasi dengan nilai melayani sesama.
dan mereka telah berhasil mewujudkan nilai tersebut pada produk atau jasa
yang mereka tawarkan, keberhasilan mereka terlihat dari banyaknya
pengguna, besarnya pendapatan yang diperoleh, nilai valuasi perusahaan,
serta berbagai macam penghargaan yang telah mereka terima. Dan satu hal
yang tidak terpisahkan dari nilai melayani sesama adalah inovasi produk yang
berkelanjutan. Dan satu hal lagi yang harus diperhatikan adalah kolaborasi.
Kesuksesan biasanya juga datang dari kolaborasi atau kerjasama, karena pada
dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.
Begitu juga dengan apa yang dilakukan kelima founder di atas. Mereka telah
melakukan berbagai bentuk kerjasama dengan berbagai entitas bisnis,
pemerintah, sosial dan lainnya. Hal ini tentu memberikan kontribusi besar
bagi kesuksesan mereka.
7
3.2.3 Founder harus membantu timnya untuk solid
Memiliki sebuah tim yang solid dalam perusahaan adalah impian bagi
semua founder perusahaan. Namun, banyak dari mereka yang merasa
kesulitan untuk mewujudkannya karena kurangnya kemampuan dalam
membangun sebuah tim. Padahal, tim yang solid memberikan dampak yang
sangat baik bagi pertumbuhan perusahaan dibandingkan dengan tim yang
bekerja secara individual. Oleh Karena itu, sudah menjadi kewajiban seorang
founder untuk bisa membantu timnya menjadi tim yang solid. Maka, hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
8
3. Membangun komunikasi yang baik
Salah satu faktor yang sangat penting dalam dunia kerja adalah
terjalinnya komunikasi yang baik antar individu. Komunikasi yang
terjalin denga baik antar rekan kerja tentunya akan memberikan
kemudahan dalam mengatasi suatu permasalahan yang terjadi pada
pekerjaan yang sedang dilakukan. Sebagai pemimpin perusahaan,
seorang founder harus membangun komunikasi yang baik antara dirinya
dengan timnya maupun antar tim itu sendiri.
9
5. Dari tugas sederhana dapat otomatis menghasilkan perilaku yang ditentukan
(Humphrey, 1951)
6. Pikiran yang diatur untuk menghasilkan hasil tertentu dan respon spontan
seseorang berdasarkan pengalaman (Cohen-Kdoshay & Meiran, 2007)
7. Mindset diarahkan pada tujuan dan ketika tujuan tersebut tidak sesuai maka
seseorang akan mengubah strategi untuk mencapai tujuan tersebut (Chen et
al., 2020)
8. Persepsi dari suatu keadaan merupakan salah satu kepekaan mindset
terhadap factor lingkungannya (Mathisen & Arnulf, 2013)
10
Entrepreneurship, University of Applied Sciences, Tallinn, Estonia tahun 2018
yang berjudul “Are students’ mindsets those of typical start-up founders?”
ditemukan hasil penelitian yang menunjukkan adanya kesamaan sifat, karakter
psikologis, pola pikir, dan lainnya antara siswa dengan pendiri Start-Up (Rungi,
2019). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif pada
sampel 53 pendiri startup dan 1.509 muridnya. Penelitian tersebut menggunakan
data yang dikumpulkan di Estonia, negara anggota UE dengan konsentrasi Start-
Up yang jauh lebih tinggi daripada rata-rata Eropa. Estonia dianggap sebagai
lokasi yang baik untuk studi ini karena karakteristiknya yang ramah terhadap Start-
Up dan inovatif (World Economic Forum, 2015) dan kinerja akademiknya yang
tinggi (PISA, 2015).
Banyak perbedaan signifikan yang ditemukan antara kelompok pendiri
Start-Up dan mahasiswa (dalam 12 dari 19 variabel) (Rungi, 2019), dan ini
mendukung kesimpulan bahwa mahasiswa pada kenyataannya tidak menyerupai
tipikal pendiri start-up. Hasil penelitian tersebut pula menunjukkan bahwa untuk
nilai menunjukkan pendiri Start-Up lebih pada bagian keterbukaan dan
peningkatan diri dari kontinum daripada siswa pada umumnya (yang lebih dekat
dengan "kekuatan" dan "pencapaian"; Lindeman dan Verkasalo, 2005; Myyry dan
Helkama, 2001), sejalan dengan nilai-nilai pendiri Start-Up (“self-direction”;
Fernández et al., 2013; Gorgievski et al., 2011). Pendiri Start-Up memiliki hasil
nilai yang lebih baik, menekankan fokus pribadi mereka (yaitu bagian keterbukaan
dan pengembangan diri dari rangkaian nilai), daripada fokus sosial, menunjukkan
bahwa pendiri start-up lebih individualistis daripada siswa. Pada lingkungan bisnis
untuk Start-Up memaksa para pendirinya untuk memiliki kemampuan terkait
pembelajaran tingkat lanjut.
11
Podsakoff, 2003). Oleh karena itu, Teamwork Performance tercermin dalam
kesediaan anggota untuk berbagi kesulitan dan saling membantu satu dengan yang
lainnya saat bekerja; semua itu adalah tujuan dari teamwork untuk memenuhi
keseluruhan kebutuhan dan tujuan kerja organisasi (Podsakoff et al., 2003).
Pembentukan tim di perusahaan manufaktur dapat dibenarkan dengan fakta
bahwa pengembangan produk baru, implementasi inovasi, akuisisi teknologi baru,
solusi berkualitas, pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan pasar,
implementasi kerja dan peningkatan produktivitas di perusahaan manufaktur
berjalan lebih baik saat bekerja dalam tim (Haringtone-Mackin, 1994; Maginn,
1994; Hellers, 2000; Ķēniņš Kings, 2002; Forands, 2003; Hamilton, Nickerson, &
Owan, 2003; West, 2004; Boning, Ichniowski, & Shaw, 2007; Vīksna, 2009;
Bikfalvi, 2011; Grant & Hallam, 2016; etc.) Bekerja dalam tim memberikan lebih
banyak kreativitas, pertukaran ide, reaksi yang lebih cepat terhadap perubahan, dan
pembagian tugas bersama, yang memungkinkan untuk melakukan beberapa tugas
pada saat yang bersamaan (Vīksna, 2009, p. 121).
Meskipun dalam beberapa studi, penulis mengungkapkan bahwa tim
berisiko tinggi tidak dibentuk dalam jumlah besar dan membutuhkan kompetensi
khusus untuk pesertanya (Hellerstedt, 2009). Pendiri perusahaan start-up
kebanyakan mencari semangat dan keyakinan wirausahawan dalam ide bisnis di
tim mereka, anggota atau peserta yang mampu beradaptasi dan berkembang
bersama perusahaan, menyukai ide start-up dan siap mengambil risiko,
berkomitmen dan antusias melihat perusahaannya luar biasa (Al-Masri, 2017).
Menurut Gulati dan DeSantola (2016), telah dibuktikan secara teoritis bahwa para
pendiri perusahaan start-up mulai berpikir tentang pembentukan tim hanya selama
fase pertumbuhan, kecuali jika ide tersebut sudah muncul di peer group.
Selanjutnya, jika sebuah perusahaan start-up telah dimulai bersama dengan
beberapa rekan, keberhasilannya bisa lebih jelas dan lebih mudah untuk pulih
setelah menghadapi beragam masalah (Lejiņa, 2018).
Adapun hubungan antara Empowering Leadership (EL) dan Teamwork
Performance (TP), yaitu EL diajukan sebagai soal tingkatan pembagian
12
kewenangan ketimbang situasi kerja. Inilah yang perlu dilakukan para manajer
untuk membuat penilaian mereka tentang siapa dan untuk apa pemberdayaan harus
dibagi (Ford & Fottler,1995). Pemberdayaan dapat dianggap efektif jika ada hasil
yang baik antara pemimpin dan anggotanya (Tung & Chang, 2011). Ketika
karyawan memiliki lebih otonomi dalam pekerjaan mereka, itu membantu untuk
meningkatkan TP mereka (Yukl & Fu, 1999). Selain itu, TP juga mensyaratkan
interaksi dan kerjasama antara anggota dan tujuan akhir tim tidak dapat dicapai
kecuali semua anggota tidak kooperatif dan berinteraksi dalam tugas (Wageman,
1995). Akibatnya, EL mungkin bermanfaat bagi kerja sama tim hasil dengan
mendorong anggota tim untuk proaktif memecahkan masalah mereka,
mempercepat tanggapan tim anggota, dan meningkatkan kualitas kerja dengan tim
anggota (Cohen & Bailey, 1997).
13
3.6 Kesimpulan
Founder dalam start up adalah jabatan bagi seseorang atau beberapa orang
yang mencetuskan suatu ide dalam sebuah perusahaan startup. Secara umum
founder menggali ide melalui pikirannya sendiri, kemudian membuat rencana,
strategi, hingga aplikasi dan kontrol dilapangan.
Seorang founder yang berkualitas akan membawa startup-nya menuju jalur
kesuksesan. Namun sebaliknya, jika seorang founder tidak memiliki kualitas yang
cukup baik maka bisa jadi startup tersebut akan mengalami kesulitan untuk
berkembang atau bahkan mengalami kegagalan. maka dari itu, berikut adalah
beberapa kualitas yang harus dimiliki oleh seorang founder:
1. Founder harus visioner
2. Founder harus out of the box
3. Founder harus membantu timnya untuk solid
Seorang founder harus memiliki kemampuan untuk melihat peluang yang
ada. Seorang founder memiliki mindset yang mampu menciptakan usaha dengan
berbagai situasi yang ada dan mampu untuk mengembangkan peluang. Menurut
psikologi mindset diarahkan pada tujuan yang berdasarkan dari pengalaman
sebelumnya.
Menurut (Marquis dan Tilcsik, 2013), seorang wirausaha jadi memiliki
pola pikir baru yang rentan. Tidak hanya pengembangan bisnis saja yang menjadi
fokus utama, tetapi juga memikirkan bagaimana cara menghasilkan bisnis yang
menguntungkan (Jain et al., 2008).
Teamwork berarti suatu kombinasi dari fisik dan kekuatan mental anggota
kelompok yang secara bersama-sama, mereka rela mengorbankan kepentingan
pribadi untuk mencapai tujuan bersama (Podsakoff, MacKenzie, Lee, &
Podsakoff, 2003). Oleh karena itu, Teamwork Performance tercermin dalam
kesediaan anggota untuk berbagi kesulitan dan saling membantu satu dengan yang
lainnya saat bekerja; semua itu adalah tujuan dari teamwork untuk memenuhi
keseluruhan kebutuhan dan tujuan kerja organisasi (Podsakoff et al., 2003).
14
3.7 Pertanyaan Kajian dan Diskusi
1. Jelaskan bagaimana yang dimaksud kualitas seorang founder dalam startup?
2. Mengapa kualitas founder sangat penting dalam startup dan kualitas yang
seperti apa yang harus dimiliki seorang founder?
3. Jelaskan bagaimana yang dimaksud mindset seorang founder dalam startup?
4. Bagaimakah seseorang agar dapat memiliki mindset seorang founder?
5. Jelaskan bagaimana yang dimaksud teamwork dalam startup?
6. Bagaimana cara seorang founder agar dapat membangun sebuah teamwork
dalam startup?
GLOSARIUM
Startup : Perusahaan rintisan yang didirikan oleh satu atau banyak orang
untuk mengembangkan sebuah produk atau layanan unik yang
sesuai dengan target pasar.
Value : Sebuah nilai atau kepercayaan yang dianut dalam hidup sehari-hari.
Dinamis : Istilah umum yang merujuk kepada segala sesuatu atau kondisi yang
terus-menerus berubah, bergerak secara aktif dan mengalami
perkembangan berarti. Secara etimologi, kata ini diserap dari
bahasa Perancis dynamque, yang berasal dari bahasa Yunani yang
berarti kekuatan atau tenaga.
15
Out of the box : Bagaimana seseorang dapat berpikir dari sudut pandang yang lain
sehingga berbeda dengan kebanyakan orang.
DAFTAR PUSTAKA
Blank, S., & Dorf, B. (2020). The startup owner's manual: The step-by-step guide for
building a great company. John Wiley & Sons.
Grimes, M. G. (2018). The pivot: How founders respond to feedback through idea and
identity work. Academy of Management Journal, 61(5), 1692-1717.
Gunawan, A. (27 Juli 2020). Kunci Inovatif: Out of The Box. Binus Business School.
https://bbs.binus.ac.id/gbm/2020/07/27/kunci-inovatif-out-of-the-box/
16
Jáki, E., Molnár, E. M., & Kádár, B. (2019). Characteristics and challenges of the
Hungarian startup ecosystem. Vezetéstudomány-Budapest Management
Review, 50(5), 2-12.
Kurniullah, A. Z., Simarmata, H. M. P., Sari, A. P., Sisca, S., Mardia, M., Lie, D., ...
& Fajrillah, F. (2021). Kewirausahaan dan Bisnis. Yayasan Kita Menulis.
Kartini, K., & Callista, G. C. (2021). The Influence of Startup Business Characteristics
on Investment Decisions of Business Angels: A Case Study in Indonesia. The
Journal of Asian Finance, Economics and Business, 8(6), 931–938.
Lūsēna-Ezera, I., Līduma, D., & Egliņš-Eglītis, A. E.-E. (2019, May 13). Teamwork
impact on start-up manufacturing enterprise work provision.
Lynch, M. P., & Corbett, A. C. (2021). Entrepreneurial mindset shift and the role of
cycles of learning. Journal of Small Business Management, 1-22.
Nwachukwu, C., Chladkova, H., Zufan, P., & Olatunji, F. (2017). Visionary leadership
and its relationship to corporate social performance. Imperial Journal of
Interdisciplinary Research, 3(4), 1302-1311.
17
Raharja, S. U. J. (2020). Entrepreneurial Spirit in Economic Development: A Study of
Two Digital Start-up Companies in Jakarta, Indonesia. Review of Integrative
Business and Economics Research, 9, 220-231.
Reina, D., Reina, M., & Hudnut, D. (2017). Why trust is critical to team success. Center
for Creative Leadership.
Robert C. F., Ronald F. P., & Loren R. F. (2017) Strategies for building effective virtual
teams: Trust is key. Business Horizons, 60 (1) 25-34.
Rungi, M. (2019). Are students’ mindsets those of typical start-up founders? Higher
Education, Skills and Work-Based Learning, 9(4), 596–598.
Terbeck, H., Rieger, V., Van Quaquebeke, N., & Engelen, A. (2022). Once a founder,
always a founder? The role of external former founders in corporate
boards. Journal of Management Studies, 59(5), 1284-1314.
Van Tulder, R., & Keen, N. (2018). Capturing collaborative challenges: Designing
complexity-sensitive theories of change for cross-sector partnerships. Journal of
Business Ethics, 150(2), 315-332.
Zaheer, H., Breyer, Y., Dumay, J., & Enjeti, M. (2019). Straight from the horse's
mouth: Founders' perspectives on achieving ‘traction’in digital start-
ups. Computers in Human Behavior, 95, 262-274.
18
19