Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Activity Based Costing (ABC) ialah sistem informasi biaya yang berorientasi pada
penyediaan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personel perusahaan
melakukan pengelolaan terhadap aktivitas. Sistem informasi ini menggunakan aktivitas
sebagai basis serta pengurangan biaya dan penentuan secara akurat biaya produk atau jasa
sebagai tujuan. Sistem informasi ini diterapkan dalam perusahaan manufaktur jasa dan
dagang.
Sedangkan Activity Based Costing menurut Hansen and Mowen (1999: 321) adalah suatu
sistem kalkulasi biaya yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas kemudian ke pr
Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2009:25) Activity-Based Costing adalah: “Metode
membebankan biaya aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya pemakaian sumber daya dan
membebankan biaya pada objek biaya, seperti produk atau pelanggan, berdasarkan besarnya
pemakaian aktivitas, serta untuk mengukur biaya dan kinerja dari aktivitas yang terikat
dengan proses dan objek biaya”.
Sistem ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi akuntansi
yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk
menghasilkan produk secara akurat. Hal ini didorong oleh:
1. Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective.
2. Advanced manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik
dalam product cost menjadi lebih tinggi dari primary cost.
3. Adanya strategi perusahaan yang menerapkan market driven strategy.
2.2 Konsep Dasar ABC
Pada dasarnya konsep penghitungan activity based costing lahir karena sistem akuntansi
biaya tradisional dirasa kurang mampu memenuhi kebutuhan informasi penghitungan harga
pokok yang dibutuhkan secara akurat. Ada dua asumsi penting yang mendasari Metode
Activity based Costing, yaitu:
1. Aktivitas-aktivitas yang  menyebabkan timbulnya biaya, bahwa sumber daya pembantu
atau sumber daya tidak langsung menyediakan kemampuannya untuk  melaksanakan 
kegiatan  bukan hanya  sekedar  penyebab  timbulnya biaya.
2. Produk atau  pelanggan  jasa,  dimana produk menyebabakan timbulnya permintaan atas
dasar aktivitas untuk membuat produk atau jasa yang diperlukan berbagai    kegiatan
yang menimbulkan sumber daya untuk melaksanakan aktivitas tersebut.
2.3 Tujuan ABC
Sistem biaya konvensional kurang mampu memenuhi kebutuhan manajemen dalam
perhitungan harga pokok produk yang akurat, terlebih apabila melibatkan biaya produksi
tidak langsung yang cukup besar dan keanekaragaman produk. Hal ini mengakibatkan
pengambilan keputusan yang kurang tepat oleh pihak manajemen sehubungan dengan
strategi yang ditetapkan, sedangkan metode Activity based costing system (ABC)
menggunakan berbagai tingkatan aktivitas dalam pembebanan biaya produksi tidak
langsung.
Tujuan Activity Based Costing adalah untuk menglokasikan biaya ke transaksi dari
aktivitas yang dilaksanakan dalam suatu organisasi dan kemudian mengalokasikan biaya
tersebut secara tepat ke produk sesuai dengan pemakaian aktivitas setiap produk. Full
costing dan variable costing (konvensional) menitikberatkan penentuan harga pokok produk
pada fase produk saja, sedangkan untuk Activity Based Costing menitikberatkan penentuan
harga pokok produk pada semua fase pembuatan produk yang terdiri dari :
1. Fase design dan pengembangan produk
 Biaya design (design expenses)
 Biaya pengujian (testing expenses)
2. Fase produksi
 Unit level activity cost
 Batch level activity cost
 Product sustaining activity cost 
 Facility sustaining activity cost
3. Fase dukungan logistic
 Biaya iklan (advertising expenses)
 Biaya distribusi (distribution expenses)
 Biaya garansi produk (product guarantee expenses).
2.4 Klasifikasi ABC
Biaya overhead pabrik biasanya muncul dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk
pemakaian bahan tambahan, biaya tenaga kerja tak langsung, pengawasan mesin produksi,
pajak, asuransi, hingga fasilitas-fasilitas tambahan yang diperdalam ABC, proses identifikasi
aktivitas merupakan salah satu bagian yang penting dari tahapan tahapan pembebanan biaya
overhead pabrik. Tahap pertama pada identifikasi aktivitas, aktivitas yang luas
dikelompokkan ke dalam 4 kategori aktivitas, yaitu :
1. Unit Level Activities (tingkat unit)
Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan sekali untuk setiap unit sehingga biaya
produk yang berhubungan dengan aktivitas yang dibebankan berdasarkan jumlah unit
yang diproduksi. Misalnya : jam tenaga kerja langsung. Semakin banyak jumlah unit
yang diproduksi maka semakin banyak juga tenaga kerja langsung dibutuhkan.
2. Bacth Level Activity (tingkat bacth)
Yaitu berupa ativitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mendukung produksi sejumlah
order tertentu (batch). Aktivitas ini dilakukan sekali untuk setiap batch sehingga biaya
produksi yang berhubungan dengan aktivitas ini dibebankan berdasarkan jumlah batch
yang diproduksi misalnya : biaya set-up mesin. Semakin banyak unit yang diproduksi
tidak mempengaruhi biaya pada aktivitas set-up, tetapi semakin sering set-up dilakukan
maka semakin besar pula biaya set-up mesin.

3. Product Sustaining Activities


Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensi suatu
produk, pemeliharaan produk, pengembangan produkdan inovasi produk.Beban biaya
yang terjadi pada aktivitas ini dapat ditelusuri pada setiap jenis produk yang dihasilkan,
tetapi sumber daya yang dikonsumsi tidak tergantung pada jumlah unit ataupun batch
dari produk yang dihasilkan perusahaan. Semakin banyak jenis produk yang dihasilkan
maka semakin sering aktivitas ini dilakukan sehingga semakin besar biaya yang
dibutuhkannya.
4. Facility Sustaining Activities.
Berupa aktivitas atau kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensi
perusahaan, seperti pemasaran, sumber daya manusia, pengembangan sistem,
pemeliharaan fasilitas dan lain-lain. Tetapi aktivitas ini tidak berhubungan dengan
jumlah produk, batch maupun jenis produk. Sedangkan pada saat melakukan
pembebanan biaya dari tiap kelompok tersebut, biaya yang muncul tersebut
diklasifikasikan sesuai dengan kelompok aktivitasnya, sehingga dalam membebankan
biaya sistem ABC dapat digambarkan dengan dua tahapan, yaitu :
 Aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi keinginan customer mengkonsumsi
sumber daya dalam sejumlah uang tertentu.
 Biaya setiap sumber daya yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas harus dibebankan
objek biaya atas dasar unit aktivitas yang dikonsumsi oleh objek biaya itu sendiri
bukan dalam proses produksi.
2.5 Tahap – Tahap ABC
1. Mengidentifikasikan Biaya Sumber Daya dan Aktivitas
Tahap pertama dalam merancang sistem ABC adalah mengidentifikasikan biaya sumber
daya dan melakukan analisis aktivitas. Biaya sumber daya adalah biaya yang dikeluarkan
untuk melakukan berbagai aktivitas. Sebagian besar biaya sumber daya ada dalam
subrekening buku besar, seperti bahan, supplies, pembelian, penanganan bahan,
pergudangan, ruang kantor, mebel, dan peralatan lain, bangunan, peralatan pabrik,
utilitas gaji, dan tunjangan, teknik dan akuntansi.
2. Membebankan Biaya Sumber Daya ke Aktivitas
Aktivitas menimbulkan biaya sumber daya. Driver sumber daya (Resources driver)
digunakan untuk membebankan biaya sumber daya ke aktivitas. Kriteria penting untuk
memilih cost driver yang baik adalah hubungan sebab akibat. Driver sumber daya
biasanya meliputi:
a. meter untuk utilitas
b. jumlah tenaga kerja untuk aktivitas yang berkaitan dengan penggajian
c. jumlah setup untuk aktivitas setup mesin
d. d. jumlah pemindahan untuk aktivitas penanganan bahan.
e. jam mesin untuk aktivitas menjalankan mesin dan
f. luas lantai untuk aktivitas kebersihan.
3. Membebankan Biaya ke Objek Biaya
Jika aktivitas sudah diketahui, selanjutnya perlu untuk mengukur biaya aktivitas per unit.
Hal ini dilakukan dengan cara mengukur biaya per unit untuk output yang diproduksi
oleh aktivitas tersebut. Perbandingan selama beberapa waktu dengan organisasi lain
dapat digunakan untuk menentukan efisiensi (produktivitas) untuk aktivitas-aktivitas
tersebut.
2.6 Kelebihan ABC
Adapun kelebihan dari system Activity Based Costing adalah :
1. Dapat mengatasi diversitas volume dan produk sehingga pelaporan biaya produknya lebih
akurat.
2. Mengidentivikasi biaya overhead dengan kegiatan yang menimbulkan biaya tersebut.
3. Dapat mengurangi biaya perusahaan dengan mengidentifikasi aktivitas yang tidak
bernilai tambah.
4. Memberikan kemudahan kepada manajemen dalam melakukan pengambilan keputusan.
2.7 Kelemahan ABC
Ada beberapa kelemahan yang dimiliki oleh Activity Based Costing systems menurut
Caster dan Usry ( 2005: 513 ) sebagai berikut :
1. ABC ( Activity Based Costing systems ) mengharuskan manajer membuat perubahan
radikal dalam cara berpikir mereka mengenai biaya. Cara yang paling berguna untuk
memahami logika ABC ( Activity Based Costing ) systems ialah dengan mengakui
bahwa Activity Based Costing memperlakukan semua biaya sebagai biaya variable
karena ABC ( Activity Based Costing ) didesain sebagai alat pembuat keputusan strategis
dalam jangkan panjang.
2. ABC ( Activity Based Costing systems ) tidak menunjukkan biaya yang akan dapat
dihindari dengan menghentikan suatu produk. ABC ( Activity Based Costing systems )
berusaha untuk menunjukkan sumber daya dalam jangka panjang dari setiap produk
namun tidak memprediksikan berapa banyak pengeluaran yang akan dipengaruhi oleh
keputusan tertentu.
3. ABC ( Activity Based Costing systems ) memerlukan usaha pengumpulan data
melampaui yang diperlukan untuk memenuhi persyratan pelaporan eksternal.
2.8 Manfaat ABC
Manfaat yang dihasilkan oleh perusahaan yang menerapkan Activity Based
Costing adalah:
1. Memperbaiki mutu pengambilan keputusan.
2. Memungkinkan manajemen melakukan perbaikan terus-menerus terhadap kegiatan untuk
mengurangi biaya overhead.
3. Memberikan kemudahan dalam penentuan biaya relevan.
2.9 Contoh Perhitungan Metode ABC

tabel 2.1 Contoh Perhitungan Menggunakan Metode ABC

Keterangan Jumalah (Rp)

Biaya Bahan Habis Pakai Umum 101.923.000,10

Biaya Gizi 125.244.000

Biaya Gaji Perawat 129.476.362

Biaya ATK 5.310.767,86

Biaya Diklat 6.861.362,37

Biaya Air 18.923.610,12

Biaya Telfon 3.791.333,99

Biaya Linen 33.365.499,71

Biaya Pemeliharaan Fasilitas 22.033.033,52

Biaya Penyusutan Fasilitas


1. Air Conditioner 4.638.836,52
2. Bed 3.036.980,82
3. Televise 3.001.138,70
4. Kulkas 4.039.070,37
5. Dispenser 5.386.000,00
6. Sofa Tamu 9.440.366,97
7. Lemari Pakaian 2.340.438,73
8. Meja Pasien 2.702.468,63
9. Kursi 2.920.317,19
10. Heater Water 10.595.533,06
11. Meja Makan 8.775.000
12. Jam Dinding 128.033,79

Biaya Penyusutan Gedung 69.312.629,18

Biaya Pemeliharaan Gedung 46.730.813,80

Biaya Kebersihan 37.109.337,45

Biaya Listrik 107.884.374,20

Total 764.970.309,20

Jumlah Hari Pakai 1.176

Biaya Pokok Per Kamar 650.484,95

Presentase laba 15% 97.572,74

Tarif kamar rawat inap per hari 748.057,70


3.1 Pengertian
Prinsip penghitungan Unit Cost metode distribusi ganda atau double distribution (DD)
adalah memindahkan biaya yang timbul di unit-unit non penghasil (Non Revenue Centre) ke
unit penghasil (Revenue Centre) secara bertahap sehingga biaya yang timbul di unit non
revenue centre menjadi habis atau menjadi nol karena telah berpindah semuanya ke unit
penghasil atau revenue centre. Pemindahan berlangsung 2 kali, yang pertama dari unit non
penghasil ke sesama unit non penghasil dan ke unit penghasil. Lalu pemindahan kedua dari
unit non penghasil ke unit penghasil. Metode pembebanan biaya 2 langkah yaitu ke sesama
unit penunjang, lalu ke unit produksi. Dalam metode ini, pada tahap pertama dilakukan
distribusi biaya asli dari unit penunjang tertentu ke unit penunjang lain dan unit produksi.
Hasilnya, sebagian unit penunjang sudah didistribusikan ke unit produksi, akan tetapi
sebagian masih berada di unit penunjang. Artinya, ada biaya yang tertinggal di unit
penunjang, yaitu biaya yang diterimanya dari unit penunjang lain. Biaya yang masih berada
di unit penunjang ini dalam tahap selanjutnya atau tahap kedua akan didistribusikan ke unit
produksi, sehingga tidak ada lagi biaya yang tersisa di unit penunjang. Karena metode ini
dilakukan dua kali distribusi biaya, maka metode ini dinamakan metode distribusi ganda
atau double distribution.

3.2 Kelebihan metode double distribution


Menghitung unit cost terkait dengan upaya memberikan informasi biaya perlayanan yang
tepat dan valid bagi manajemen. Informasi ini akan sangat bermanfaat  dalam
mendukung pengambilan keputusan manajerial di RS. Penting bagi manajemen untuk
memperoleh informasi biaya perlayanan (unit cost) dengan cepat, tetapi lebih penting
lagi bahwa informasi biaya perlayanan (unit cost) yang diberikan merupakan informasi
yang valid dengan proses yang benar. Salahsatu kelebihan metode double distribution
dalam konteks UC perlayanan di RS adalah lebih mudah dipelajari karena proses
perhitungannya sederhana.
Kelebihan ini dapat juga menjadi suatu kelemahan apabila dilihat dari aspek
kepentingan manajemen. Daripada menghitung UC dengan menggunakan metode
double distributian (yang banyak biasnya) dengan proses tertentu, sama saja dengan
"YANG PENTING INFORMASI UNIT COST TERSEDIA BAGAIMANAPUN
CARANYA". Hal ini terntu saja akan mengakibatkan kesalahan bagi manajemen apabila
menggunakan informasi UC tersebut untuk pengambilan keputusan manajerial.

3.3 Kelemahan metode double distribution menurut pakar


Pakar akuntansi biaya Kaplan (dalam Kaplan dkk, 2017), mengatakan bahwa secara
historis, biaya dalam organisasi pelayanan kesehatan dilakukan dengan cara yang tidak
biasa, Biaya dihitung dengan menggunakan metode seperti ratio-of-costs-to-
charges (RCC) atau biaya berdasarkan relative value units (RVU) yang telah
dikembangkan untuk RS dan layanan dokter. Masih mengacu pada pendapat Kaplan
dkk, karena sistem biaya yang digunakan di organisasi pelayanan kesehatan sangat
kacau, satu-satunya informasi yang dapat diandalkan untuk manajemen RS adalah
laporan yang berasal dari laporan pendapatan lini-item, yang diatur berdasarkan kategori
pengeluaran, dan bukan berdasarkan kondisi medis. Akibatnya dalam memangkas biaya,
manajemen cenderung memaksakan pemotongan yang sembarang pada tingkat line-
item, seperti membatasi pengeluaran pada obat-obatan atau menerapkan potongan 10%
untuk memotong seluruh biaya personil. Ini adalah jenis pengurangan sembarang yang
dapat menurunkan hasil (kualitas) ke pasien. Untuk meyakinkan pembaca tentang
Kaplan, berikut adalah penjelasan rinci tentang Kaplan. ROBERT S. KAPLAN adalah
Senior Fellow and Marvin Bower Professor of Leadership Development, Emeritus at
Harvard Business School.
Saat ini Dia bekerjasama dengan Michael Porter pada Value-Based Health Care,
terutama dalam mengukur biaya layanan kesehatan dan memperkenalkan model
pembayaran untuk memberikan insentif bagi hasil pasien yang lebih baik dan biaya yang
lebih rendah. Kaplan adalah codeveloper activity-based costing (ABC) dan balanced
scorecard (BSC). Dan saat ini sedang memperluas penggunaan peta strategi dan BSC
untuk kerjasama antar organisasi. Dia telah menulis 14 buku dan lebih dari 175 artikel,
termasuk 25 di Harvard Business Review. Buku-bukunya yaitu The Execution Premium:
Linking Strategy to Operations for Competitive Advantage, buku kelima mengenai
balanced scorecard ditulis bersama David Norton, dan Time-Driven Activity-Based
Costing dengan Steve Anderson. Dipilih untuk Elected to the Accounting Hall pada
tahun 2006, Kaplan menerima Lifetime Contribution Award dari Management
AccountingSection of the American Accounting Association (AAA) pada tahun 2006,
Lifetime Contribution Award for Distinguished Contributions to Advancing the
Management Accounting Profession from IMA® (Institute of Management
Accountants) pada tahun 2008, dan the IMA Distinguished Advocate Award in 2016. 
3.4 Kelemahan metode double distribution secara terkhnis akuntansi biaya
 Relative Value Unit/RVU biasanya dijadikan dasar dalam mengalokasi biaya pada
metode double distributian. Berikut ini adalah beberapa kelemahan model alokasi RVU
sekaligus kelemahan metode double):
a. Diasumsikan bahwa setiap RVU menggunakan sumber-daya yang sama persis,
b. Artinya; semua jenis biaya diasumsi akan naik/turun secara seragam bergantung
pada dasar RVU,
c. Mis; Jika reagen cost dianggap dasar RVU, maka semua jenis biaya akan naik/turn
berbasis naik/turunnya RVU reagen cost.
Kelemahan metode RVU dan double sistribution seperti dijelaskan diatas, menunjukkan
bahwa sebenarnya konsep ini lebih cocok untuk membuat standar (standar biaya) karena
lebih memfokuskan pada hasil akhir dan tidak berorientasi pada perbaikan model
pembebanan yang justru sangat diperlukan dalam akuntansi biaya. Karena itu hasil
analisis metode ini sebenarnya tidak sesuai apabila digunakan untuk pengambilan
keputusan manajerial seperti kebijakan tarif, penilaian kinerja instalasi khususnya
mengenai efesiensi, dan untuk anggaran RS.
3.5 langkah-langkah penghitungan unit cost metode Double Distribution.

1. Mengidentifikasi pusat biaya unit produksi dan penunjang.


2. Menentukan dasar alokasi yang akan digunakan untuk
mendistribusikan semua biaya unit penunjang ke unit produksi.
3. Mendistribusikan semua biaya asli unit penunjang dan biaya
operasional ke unit penunjang yang lain dan unit produksi.
4. Menentukan bobot yang akan digunakan untuk mendistribusikan biaya unit
produksi ke masing-masing output unit produksi.
5. Menghitung unit cost masing-masing unit produksi
3.5 Contoh perhitungan unit cost metode Double Distribution.

Tabel 3.1 Biaya Unit Penunjang dan Unit Produksi

No. Nama Unit Total Biaya


A. UNIT PENUNJANG
1 Kepala Penunjang Umum Rp 43.853.432
2 Administrasi 103.772.841
3 Keuangan 12.382.821
4 Pembukuan 64.963.397
5 Personalia 52.960.214
6 Sekretariat 46.870.543
7 Diklat 3.188.000
8 Logistik 224.689.192
9 Kabag Keperawatan 47.563.362
10 Kabag Penunjang Medis 2.421.891
11 Bengkel 224.294.486
12 Sanitasi 44.953.290
13 Kamar Cuci 143.040.816
14 Dapur 325.305.671
15 Keamanan 59.508.285
16 Pastoral Care 5.410.500
17 Medical Record 224.580.367
18 Direktur 20.876.350
19 Komite Mutu 4.245.000
20 Rumah Sakit Hana Charitas 282.921.097
B. UNIT PRODUKSI
1 Kendaraan 145.558.948
2 Bangsal Clara 289.896.816
3 Bangsal Fransiskus 454.334.646
4 Bangsal Maria 100.392.910
5 Farmasi 2.682.489.078
6 Laboratorium 368.668.595
7 Radiologi 114.704.595
8 Emergency 594.707.968
9 Kamar Bedah 75.382.153
10 Kamar Bersalin 180.000
11 Poliklinik 14.581.802
Jumlah Rp 6.841.043.711

Tabel 3.1 Luas Bangunan 2014


No Nama Bagian Luas Bangunan (M2)
1 Kepala Penunjang Umum 6
2 Administrasi-Kasir 14
3 Keuangan 6
4 Pembukuan 12
5 Personalia 12
6 Sekretariat - Humas 26
7 Diklat 12
8 Logistik 36
9 Bengkel 15
10 Sanitasi 12
11 Kamar Jahit 40
12 Kamar Cuci 56
13 Kendaraan 4
14 Keamanan 4
15 Kabag. Keperawatan 12
16 Bangsal Clara 375
17 Bangsal Fransiskus 390
18 Bangsal Maria 108
19 Pastoral Care 20
20 Kamar Jenasah 20
21 Kabag. Penunjang Medis 12
22 Farmasi 38
23 Laboratorium 48
24 Radiologi 32
25 Dapur/Gizi 124
26 Kabag. Pelayanan Medik 12
27 Kamar Bedah 48
28 Kamar Besalin/VK 36
29 UGD 117
30 Klinik Rawat Jalan 60
31 Rekam Medik 44
32 HCU
33 Direktur 12
34 P2K3 4
35 Komite Medik 37
36 Komite Mutu/Pasien savety 12
37 Rumah Sakit 6120
Total 7936

Anda mungkin juga menyukai