Anda di halaman 1dari 12

Tugas Individu Dosen Pengampu

Sejarah Pendidikan Islam Hj. Nurzena, M. Ag

Di ajukan untuk memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Oleh :

Ahmad Taufiq 12210112994

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS NEGERI ISLAM SULTAN SYARIF KASIM

RIAU
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Islamisasi
Ilmu Pengetahuan dan Implikasinya Dalam Pendidikan”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan
Implikasinya Dalam Pendidikan” ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Pekanbaru, 03 November 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Setelah Abad 15 M umat islam mengalami kemunduran yang sangat parah
ditandai dengan hancurnya dinasti Abbasiyah sebagai simbol kejayaan umat islam.
Kemudian diikuiti dengan semangat bangsa Erofa yang dengan Renaisance nya
membawa keharuman bangsa tersebut menuju puncak keemasan yang pernah di raih
umat islam sebelumnya. Dari titik kesadaran yang diraih bangsa Erofa tersebut mampu
menemukan berbagai inovasi dalam teknologi industri konsumtif; mesin, listrik,
teknologi pemintalan dll. Setelah waktu berjalan penemuan inovasi ini tidak diimbangi
raw material yang dimiliki bangsa Erofa sehingga memunculkan revolusi industri, yang
mengakibatkan krisis kemanusiaan; Misalnya pengangguran, perbudakan, pemberontakan
sebagai akibat kaum Borjuist yang sudah tidak memerlukan lagi tenaga manusia.
Barangkali untuk keduakalinya islam harus belajar dari keterpurukan Erofa pada
saat itu, mereka sangat cepat mengatasi hal itu dengan mengembalikan seluruhnya pada
tatanan filsafat, misalnya mereka mempelajari Teori Galileo Galilei yang mengatakan
Bumi itu bulat serta teori-teori ilmu bumi lainnya sehingga lahirlah Christopher
Colombus, Vasco de Gama dan Magellan yang menemukan Dunia baru dan jalan laut 1
yang kemudian bangsa Erofa berhasil menaklukan dan menguras kekayaan daerah baru
tersebut dan dibawa kembali kenegera mereka untuk diolah tanpa memperdulikan nasib
rakyat yang di jajah, sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang sarjana timur
Abdurrahman Kawakibi yang telah meneliti sifat-sifat orang Barat, ia mengemukakan
bahwa orang barat “keras kepala, keras hati, materialis, pendengki, mementingkan diri
sendiri, dan pendendam2. Inilah awal mula sejarah terjadinya penjajahan di muka bumi
islam yang kaya akan sumber energi. Selain menguras harta kekayaan bumi islam mereka
pun mencemari budaya lokal dengan budaya Barat bahkan mulai masuknya misi kristen
yang sejalan dengan faham liberal dan sekuler.
Usaha-usaha Barat yang berusaha menggerus akidah sebenarnya dapat ditangkal
artinya usaha meraka tidak seluruhnya berhasil hingga mencabut keimanan, malah
kalangan masyarakat muslim semakin kuat untuk melawan penjajah dengan munculnya
oragnisasi-organisasi keislaman sebut saja Hamas di Palestina, SI di Indonesia. Setelah
usaha-usaha yang dilakukan gagal kaum Erofa mulai mencari dan menyelidiki jalan yang
lebih rumit. Mereka beranggapan bahwa eksistensi kekuatan umat merupakan hasil dari
akidah dan al-din al-islam itu sendiri. Sehingga mereka berusaha secara intensif
berpropaganda untuk melemahkan kekuatan dan ikatan umat melalui al-din al-islam;
menukar pemahaman dan pengamalan syariah yang menjadi prinsip-prinsip islam yang
kukuh dan aktif, bermotivasi, penuh dengan nilai-nilai positif kepada bentuk yang kaku

1
Abul Hasan Ali Nadwi, Islam dan Dunia, (Bandung : Angkasa,2008), cet. Ke-1, hlm. 100
2
Ibid, hlm. 125
dan tidak memiliki kemampuan untuk membangkitkan jiwa serta mengarahkan
kehidupan umat islam.
Inilah yang dikenal sebagai penaklukan intelektual, Sebuah proses yang
menggunakan konsepsi filosofis dan metafisis (dibawah lindungan logika, kebiasaan, dan
pragmatik) yang akan menimbulkan kontroversi berkelanjutan, rumit serta penuh dengan
unsur penipuan.Hasilnya adalah kehancuran Umat buktinya adalah timbulnya sekte-sekte
dalam agama yang akan lebih melemahkan umat dan menghancurkan kesatuannya serta
mengalihkan pedoman para ulamanya atas sumber-sumber yang sahih bagi islam, al-
Qur’an dan Sunnah3.
Penjajah Barat beserta para Orientalisnya memulai propagandanya dengan
mengubah pemikiran serta kesusilaan ajaran islam agar dicemarkan, memisahkan Islam
dari kehidupan keseharian dan memutarbalikan menjadi kepercayaan yang aneh,
sehingga keruntuhan intelektual islam mulai runtuh dan tidak mimilki keyakinan diri
untuk mempertahankan pribadi bahkan negaranya.
Usaha – usaha Barat tersebut menyebabkan kondisi umat islam berada pada posisi
terbawah; umat islam di intervensi, dikhianati, dijajah, dieksploitir, dibunuh dipaksa
menukar agamanya. Dimedia massa islam digambarkan konvensional; agresif, pemusnah,
tidak mempunyai undang-undang, bangsa yang ganas, tidak berperadaban, fanatik, kolot,
serta kuno. Umat islam digambarkan sebagai pusatnya peperangan, perpecahan,
pergolakan dan pertentangan antar sesama, kemiskinan dll. Intinya dunia Islam sedang
“Sakit”.
Dari kegalauan itu semua ada sebuah ide dari golongan muda yang terhimpun
dalam Perhimpunan Ilmuwan Sosial Muslim yang mensponsori berdirinya Institut
Pemikiran Islam International (IIIT) yang berdiri pada abad 14 H tepatnya tahun 1402
H/1982 mereka beranggapan bahwa untuk merubah keterpurukan islam adalah dengan
merubah sistem pendidikan yang ada sekarang4. Dimana dikotomi antara ilmu
pengetahuan dengan islam begitu lebar. Mereka percaya dengan penyatuan kedua elemen
tersebut bisa menjadi “titik balik” dunia islam menuju “Golden age” yang pernah diraih
islam sebelumnya.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Islamisasi Ilmu Pengetahuan?
b. Bagaimana Prokontra Islamisasi Ilmu Pengetahuan?
c. Bagaimana Langkah – Langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan?
d. Bagaimana Implikasi dalam pendidikan?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Islamisasi Ilmu Pengetahuan!
b. Untuk mengetahui bagaimana implikasinya dalam pendidikan!

3
International Instiutut of Islamic Thought, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terjemhan (Jakarta: Lontar Utama,2000),
hlm-xvi
4
Ibid, hlm. 9
BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan islamisasi Ilmu
Pengetahuan perlu kirannya memperhatikan pendapat para pakar agar batasan
pembahsan ini lebih jelas arahnya.
Menurut kalangan akademisi di UIN Malang, ada bebrbagai pendapat atau
versi tentang pemahaman Islamisasi Ilmu Pengetahuan5, yaitu:

1) Versi pertama beranggapan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan


merupakan sekedar memberikan ayat-ayat yang sesuai dengan ilmu
pengetahuan umum yang ada (ayatisasi).
2) Kedua, mengatakan bahwa Islamisasi dilakukan dengan cara
mengislamkan orangnya.
3) Ketiga, Islamisasi yang berdasarkan filsafat Islam yang juga diterapkan di
UIN Malang dengan mempelajari dasar metodologinya.
4) keempat, memahami Islamisasi sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang
beretika atau beradab. Dengan berbagai pandangan dan pemaknaan yang
muncul secara beragam ini perlu kiranya untuk diungkap dan agar lebih
dipahami apa yang dimaksud “Islamisasi Ilmu Pengetahuan”.
Pengertian Islamisasi ilmu pengetahuan ini secara jelas diterangkan oleh
al-Attas, yaitu:
Pembebasan manusia dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-
nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belengu paham sekuler
terhadap pemikiran dan bahasa Juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya
yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab
manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang
sebenarnya, dan berbuat tidak adil terhadapnya. Islamisasi adalah suatu proses
menuju bentuk asalnya yang tidak sekuat proses evolusi dan devolusi6.
Ini artinya dengan Islamisasi ilmu pengetahuan, umat Islam akan
terbebaskan dari belengu hal-hal yang bertentangan dengan Islam, sehingga
timbul keharmonian dan kedamaian dalam dirinya, sesuai dengan fitrahnya.
Untuk melakukan Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut, menurut al-Attas,
perlu melibatkan dua proses yang saling berhubungan. Pertama ialah melakukan
proses pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk

5
Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang, Edisi 22. Th.
2005, 25.
6
Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas,
diterjemahkan oleh Hamid Fahmy dkk, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib al-Attas (Bandung:
Mizan, 1998), hlm. 341
kebudayaan dan peradaban Barat, dan kedua, memasukan elemen-elemen Islam
dan konsep-konsep kunci ke dalam setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini
yang relevan.7 Jelasnya, “ilmu hendaknya diserapkan dengan unsur-unsur dan
konsep utama Islam setelah unsur-unsur dan konsep pokok dikeluarkan dari setiap
ranting.
Al-Attas menolak pandangan bahwa Islamisasi ilmu bisa tercapai dengan
melabelisasi sains dan prinsip Islam atas ilmu sekuler. Usaha yang demikian
hanya akan memperburuk keadaan dan tidak ada manfaatnya selama “virus”nya
masih berada dalam tubuh ilmu itu sendiri sehingga ilmu yang dihasilkan pun jadi
mengambang, Islam bukan dan sekuler pun juga bukan. Padahal tujuan dari
Islamisasi itu sendiri adalah untuk melindungi umat Islam dari ilmu yang sudah
tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan. Islamisasi ilmu
dimaksudkan untuk mengembangkan kepribadian muslim yang sebenarnya
sehingga menambah keimanannya kepada Allah, dan dengan Islamisasi tersebut
akan terlahirlah keamanan, kebaikan, keadilan dan kekuatan iman8.
Menurut al-Faruqi, Islamisasi adalah usaha “untuk mendefinisikan
kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi
yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran,
memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian
rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat
bagi cause (cita-cita).”
Secara umum, Islamisasi ilmu tersebut dimaksudkan untuk memberikan
respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan
Islam yang “terlalu” religius, dalam model pengetahuan baru yang utuh dan
integral tanpa pemisahan di antaranya.
Selain kedua tokoh di atas, ada beberapa pengembangan definisi dari
Islamisasi ilmu pengetahuan tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Osman Bakar, Islamisasi ilmu pengetahuan adalah sebuah program yang berupaya
memecahkan masalah-masalah yang timbul karena perjumpaan antara Islam
dengan sains modern sebelumnya9.Progam ini menekankan pada keselarasan
antara Islam dan sains modern tentang sejauhmana sains dapat bermanfaat bagi
umat Islam.
Dan M. Zainuddin menyimpulkan bahwa Islamisasi pengetahuan pada
dasarnya adalah upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi Barat
terhadap realitas dan kemudian menggantikannya dengan worldviewnya sendiri
(Islam)10.

7
Rosnani Hashim, , Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan, dalam Islamia:
Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005) hlm.35
8
 Ibid
9
Osman Bakar, Tauhid dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), 233
10
M. Zainuddin, Filsafat Ilmu: Persfektif Pemikian Islam (Malang: Bayu Media, 2003), hlm. 160
Dari pengertian Islamisasi pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa
Islamisasi dilakukan dalam upaya membangun kembali semangat umat Islam
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan melalui kebebasan penalaran
intelektual dan kajian-kajian rasional – empirik dan filosofis dengan tetap merujuk
kepada kandungan Al-quran dan Sunnah Nabi. Sehingga umat Islam akan bangkit
dan maju menyusul ketinggalan dari umat lain, khususnya Barat.
Maraknya kajian dan integrasi keilmuan (islamisasi ilmu pengetahuan)
dewasa ini dengan center didengungkan oleh kalangan intelektual muslim antara
lain Naquib Al Attas dan Ismail Raji’ Al Faruqi, tidak lepas dari kesadaran
berislam ditengah pergumulan dunia global yang sarat dengan kemajuan iptek. Ia
misalnya berpendapat bahwa umat Islam akan maju dan dapat menyusul Barat
manakala mampu mentransformasikan ilmu pengetahuan dalam memahami
wahyu, atau sebaliknya mampu memahami wahyu untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan.
Walaupun sudah muncul pada tahun 70-an konsep Islamisasi Ilmu
Pengetahuan versi al Faruqi pertama kali di sosialisasikan secara internasional
dalam seminar Om Islamization Of Knowledg di Islamabad, Pakistan 4-9
Januari /82. seminar ini terlaksana atas kerja sama National Hijra Centenery
celebration Commiteee Pakistan, The Instute of Education, Islamic University,
Islamabad Pakistan, dan IIIT. Seminar itu dihadiri oleh sarjana terkemuka dari
Negara-negara muslim.
Komposisi seminar tersebut memperlihatkan bahwa pada masa awal
perkembangannya konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan mendapat dukungan dari
beberapa negara Muslim terutama Saudi Arabia, Pakistan , dan Malaysia.
Beberapa sarjana terkemuka tersebut tidak hanya mendukung akan tetapi terlibat
langsung dalam proses diseminasi konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
Mereka berperan dalam proses pendidrian Universitas Islam Internasional
(International Islamic University ) di Jedah, Kuala Lumpur, dan Karachi. Proyek
pendidikan tinggi Keislaman pertama yang direkomendasi Organisasi Konferensi
Islam (OKI). Di Kuala Lumpur, tahun1983 didirikan International Islamic
University Malaysia (IIUM), demikian halnya di Jeddah dan Karachi. Pendirian
universitas –universitas tersebut sangat kental dengan semangat Islamisasi Ilmu
Pengetahuan baik dalam filsafatnya, Visi dan Misi, serta tujuannya.
Di Indonesia, dukungan kuat terhadap konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan
al-Faruqi dimulai pada tahun 1990-an dimulai dengan didirikannya Institut For
Science and Teknology Studies (ISTECS), yang bertujuan untuk menyemarakkan
Islamisasi sains di Indonesia oleh sekelompok ilmuwan muda di Badan Penelitian
dan Pengembangan Teknologi (BPPT). Dan puncaknya ditandatanganinya piagam
berdirinya International Islam Forum for Science, Teknology And Human
Rescource Development (IIFTIHAR) di depan ka’bah oleh Prof. Dr. B.J Habibie
(saat Itu Menristek dan ketua ICMI) dan Habibi menjabat sebagai ketuannya.
b. Implikasi Dalam Pendidikan
a. Aspek Kelembagaan
Persoalan mendasar pada aspek kelembagaan ini menyangkut bentuk
lembaga yang diinginkan atau diharapkan pasca islamisasi. Dalam diskripsi yang
lebih tegas islamisasi dalam aspek kelembagaan adalah penyatuan dua sistem
pendidikan, yakni pendidikan Islam (agama) dan sekuler (umum). Artinya
melakukan modernisasi bagi lembaga pendidikan agama dan Islamisasi
pendidikan sekuler. Adanya lembaga pendidikan modern (barat Sekuler),
dipandang sebagai kamuflase yang mengatasnamakan Islam, dan menjadikan
Islam sebagai simbol. Mengantisipasi ini perlu didirikannya lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang baru sebagai tandingan. Sepertinya implikasi dari
Islamisasi ilmu pengetahuan pada aspek kelembagaan adalah terbentuknya
lembaga independent yang mengintegrasikan pengembangan ilmu agama dan
umum, artinya apa pun nama lembaga tersebut yang terpenting adalah
terintegrasinya secara komprehensif antara sistem umum dan agama.

b. Aspek Kurikulum
Universitas harus memiliki kurikulum inti, karena kurikulum inilah yang
menunjukkan essensi dari universitas. Dalam hal ini kurikulum yang telah
dikembangkan di Barat tidak boleh diabaikan. Pengembangan kurikulum dala
Islam dari kebenaran fundamental dan yang tidak dapat diubah dari prinsip tauhid
(Aqur’an dan Sunnah). Meskipun dalam prosesnya kurikulum membolehkan
adanya pengadopsian dari buku-buku Barat, namun juga memberikan prioritas
utama sebagai sumber yakni Al-qur’an dan Sunnah.
c. Aspek Pendidik
Dalam hal ini para pendidik ditempatkan pada posisi yang selayaknya,
yakni kompetensi dan profesional yang mereka miliki dihargai sebagai mana
mestinya. Bagi al-Faruqi tidak selayaknya para pendidik mengajar dengan prinsip
keikhlasan, pendidik harus diberikan honorium sesuai keahliannya. Disamping itu
tidak selayaknya pendidik tamu (dari luar) dihargai lebih tinggi dibandigkan
dengan pendidik milik sendiri.
Pendidik harus benar-benar Islam dan memiliki basic keislaman yang
mantap. Di samping itu, staf-staf pengajar yang diiginkan dalam universitas Islam
adalah staf pengajar yang shaleh serta memiliki visi keislaman. Memiliki
kemampuan dalam menafsirkan berbagai teori berdasarkan pendekatan Islami
secara meyakinkan serta mampu membimbigng mahasiswa secara tepat untuk
menemukan pemecahan dari jawaban yang benar.
Selain kemampuan subtantif, pendidik juga dituntut memiliki kemampuan
nonsubtantif, yakni multiskill didaktis. Kemampuan ini mencakup keterampilan
dalam menggunakan metode dan strategi pembelajaran, pengelolaaan atau
menejemen pendidikan, pengevaluasian dan lain sebagainya. Yang secara
keseuruhan bertumpu pada unsur Tauhid.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
uraian diatas penulis berkesimpulan bahwa Islamisasi Ilmu Pengetahuan perlu
ditindaklanjuti karena sesuai dengan konsep, prinsip metodologi yang jelas yaitu
berlandaskan ketahuidan dan keimanan serta memiliki rencana kerja mengingat
keterpurukan dunia islam saat ini ditingkat yang paling parah. Sehingga perlu adanya
pembaharuan salah satunya adalah dibidang pendidikan. Dimana pendidikan kita harus
diarahkan pada keimanan yang merupakan core dari gagasan tersebut yang menyebutkan
lima kesatuan yaitu kesatuan tuhan, kesatuan alam semesta, kesatuan kebenaran dan
pengetahuan, kesatuan kehidupan dan kesatuan kemanusiaan. Yang kemudian
diaplikasikan dengan berbagai langkah-langkah secara global salah satunya adalah
menguasai ilmu-ilmu pengetahuan modern dan menguasi kembali warisan islam yang
selanjutnya harus di kaji diteliti dan dikritisi agar terpisah ilmu-ilmu pengetahuan yang
bersifat sekuler dan atheis sehingga akan telihat jelas bahwa ilmu yang dihasilkan
bersumber dari islam. selanjutnya diharapkan muncul ilmu-ilmu pengetahuan baru yang
berparagidma islam.
Namun masih terkendala dengan konsep kesatuan manusia dimana Penggagasnya
menyarankan umat islam bersatu di bawah kepemimpinan yang satu. Hal ini masih
banyak ditentang terutama oleh kelompok demokrasi.
Langkah sederhana yang dapat menunjang terlaksana gagasan tersebut adalah
dengan menerapkannya di sekolah-sekolah karena peluang untuk mewujudkan Islamisasi
Ilmu Pengetahuan terbuka lebar dengan muncul nya KTSP dan pendidikan berkarakter.
Yang perlu diperhatikan adalah kompetensi dan kemauan individu sebagai
pendidik yang akan bisa melaksanakan program tersebut mengingat system pendidikan
kita masih terdapat dikotomi antara agama dan ilmu pengetahuan serta sumber daya
manusia yang masih berparadigma barat. Inilah sebuah tantangan besar buat seorang
Guru Pendidikan Agama Islam agar bisa menjadi core bagi guru lainnya dalam rangka
melaksnakan proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Anshari, Endang Saifudin., Kuliah Al-Islam, (Jakarta: CV Rajawali,1980)

Bakar, Osman., Tauhid dan Sains (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994)

Daud, Wan Mohd Nor Wan., The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad
Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid Fahmy dkk, Filsafat dan Praktik Pendidikan
Islam Syed M. Naquib al-Attas (Bandung: Mizan, 1998)

Djakfar, Muhammad., Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Peluang dan Tantangan UIN Malang, dalam
M.Zainuddin dkk. (ed), Memadu sains dan Agama: menuju Universitas Islam Masa
Depan (Malang: Bayumedia, 2004)

Fahmi, Asma Hasan., Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang)

Hashim, Rosnani., Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan,
dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/
Juli-September 2005)

International Instiutut of Islamic Thought, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Terjemhan (Jakarta:


Lontar Utama,2000)

Nadwi, Abul Hasan Ali., Islam dan Dunia, (Bandung : Angkasa,2008)

Ramayulis., Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2010)

R, Topik., Kontroversi Islamisasi Sains, dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang, Edisi
22 Th. 2005.

Shopan, Mohammad., Islamisasi Ilmu Pengetahuan, dalam Logos: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan
Humaniora, Vol.4 No.1 Januari 2005

Tafsir, Ahmad., Perkuliahan Filsafat Pendidikan Islami, hari selasa tgl 15 maret 2011

——————, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: Rosdakarya, 2010)

Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN
Malang, Edisi 22. Th. 2005,

Wiryokusumo, Iskandar dan Usman Mulyadi, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Jakarta:


Bina Aksara,1988)

Zainuddin, M., Filsafat Ilmu: Persfektif Pemikian Islam (Malang: Bayu Media, 2003)

Anda mungkin juga menyukai