Anda di halaman 1dari 88

ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI

PASIEN Tn. ND DENGAN INFECTED KISTA


PAROTIS (D) DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI
EKSISI DENGAN TINDAKAN ANESTESI GENERAL
ANESTESI DENGAN LMA
DI RUANG IBS RSAD TK.II UDAYANA
PADA TANGGAL 28 MARET 2022

NAMA : I Made Oktavian Dwi Chandra


NIM : 18D10016
KELOMPOK :1

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANASTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR PAROTIS

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi
Tumor parotis adalah pertumbuhan sel ganas yang menyerang
kelenjar liur parotis. Dari tiap 5 tumor kelenjar liur, 4
terlokalisasi di glandula parotis, 1 berasal dari kelenjar liur
kecil atau submandibularis dan 30 % adalah maligna.
Disebutkan bahwa adanya perbedaan geografik dan suku
bangsa: pada orang Eskimo tumor ini lebih sering ditemukan,
penyebabnya tidak diketahui. Sinar yang mengionisasididuga
sebagai faktor etiologi. Dalam rongga mulut terdapat 3
kelenjar liur yang besar yaitu kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sub lingualis. Kelenjar parotis
merupakan kelenjar liur utama yang terbesar dan menempati
ruangan di depan prosesus mastoid dan liang telinga luar.
Tumor ganas parotis pada anak jarang didapat.
Tumor paling sering pada anak adalah karsinoma
mukoepidermoid, biasanya jenis derajat rendah. Massa dalam
kelenjar liur dapat menjadi ganas seiring dengan bertambahnya
usia. Prevalensi tumor ganas yang biasanya terjadi pada orang
dengan usia lebih dari 40 tahun adalah 25 % tumor
parotis, 50 % tumor submandibula, dan satu setengah sampai
dua pertiga dari seluruh tumor kelenjar liur minor adalah
ganas.
Keganasan pada kelenjar liur sebagian besar asimtomatik,
tumbuhnya lambat,dan berbentuk massa soliter. Rasa sakit
didapatkan hanya 10-29% pasien dengan keganasan pada
kelenjar parotisnya. Rasa nyeri yang bersifat episodik
mengindikasikan adanya peradangan atau obstruksi daripada
akibat dari keganasan itu sendiri. Massa pada kelenjar liur
yang tidak nyeri dievaluasi dengan aspirasi menggunakan
jarum halus (Fine Needle Aspiration) atau biopsi.
Pencitraan menggunakan CT-Scan dan MRI dapat
membantu. Untuk tumor ganas, pengobatan dengan eksisi dan
radiasi menghasilkan tingkat kesembuhan sekitar 50%, bahkan
pada keganasan dengan derajat tertinggi.
Tumor jinak rongga mulut yang timbul dari kelenjer saliva
minor atau mayor
biasanya timbul pada kelenjer parotis submaksila dan
sublingual. Sel-sel pada
tumor inti masih memiliki fungsi yang sama dengan asalnya
(Arif mansoer, 2001). Tumor-tumor jinak dari glandula parotis
yang teretak di bagian medial
n.facialis dapat menonjol ke dalam oropharynx, dan
mendorong tonsil ke medial (Zwaveling, 2006).
Mengingat banyaknya masalah yang dialami akibat yang
ditimbulkan, maka perlu adanya perawatan dan support sistem
yang intensif, serta tindakan yang komprehensif melalui proses
asuhan keperawatan, sehingga diharapkan masalah yang ada
dapat teratasi dan komplikasi yang mungkin terjadi dapat
dihindari secara dini.
Peran perawat pada kasus tumor parotis meliputi sebagai
pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien yang
mengalami tumor parotis, sebagai pendidik memberikan
pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta
sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti
asuhan keperawatan kepada klien tumor parotis melalui
metode ilmiah. Tumor jinak rongga mulut yang timbul dari
kelenjer saliva minor atau mayor biasanya timbul pada kelenjer
parotis submaksila dan sublingual. Sel-sel pada tumor inti
masih memiliki fungsi yang sama dengan asalnya. (Arif
mansoer, 2001)
Tumor-tumor jinak dari glandula parotis yang teretak di
bagian medial
n.facialis dapat menonjol ke dalam oropharynx, dan
mendorong tonsil ke medial (Zwaveling, 2006).
Tumor didefinisikan sebagai pertumbuhan baru suatu
jaringan dengan multiplikasi sel-sel yang tidak terkontrol dan
progresif, disebut juga neoplasma. Kelenjar Parotis adalah
kelenjar air liur terbesar yang terletak di depan telinga.(kamus
kedokteran Dorland edisi 29, 2005).
2. Etiologi
a. Idiopatik
Idiopatik adalah jenis yang paling sering dijumpai. Siklus
ulserasi yang sangat nyeridan penyembuhan spontan dapat
terjadi beberapa kali disdalam setahun. Infeksi virus,
defisiensi nutrisi, dan stress emosional, adalah factor
etiologik yang umum.
b. Genetik
Resiko kanker/tumor yang paling besar diketahui ketika
ada kerabat utama dari pasien dengan kanker / tumor
diturunkan dominan autososom. Onkogen merupakan
segmen DNA yang menyebabkan sel meningkatkan atau
menurunkan produk produk penting yang berkaitan
dengan pertumbuhan dan difesiensi sel akibatnya sel
memperlihatkan pertumbuhan dan penyebaran yang
tidak terkendali semua sifat sifat kanker fragmen fragmen
genetic ini dapat merupakan bagian dari virus virus tumor.
c. Bahan-bahan kimia
obat-obatan hormonal Kaitan hormon hormon dengan
perkembangan kanker tertentu telah terbukti. Hormon
bukanlah karsinogen, tetapi dapat mempengaruhi
karsigogesis Hormon dapat mengendalikan atau
menambah pertumbuhan tumor.
d. Faktor imunologis
Kegagalan mekanisme imun dapat mampredisposisikan
seseorang untuk mendapat kan kanker tertentu. Sel sel
yang mempengaruhi perubahan (bermutasi) berbeda
secara antigenis dari sel sel yang normal dan harus dikenal
oleh system imun tubuh yang kemudian memusnahannya.
Dua puncak insiden yang tinggi untuk tumbuh nya tumor
pada masa kanak kanak dan lanjut usia, yaitu dua periode
ketika system imun sedang lemah.
3. Tanda dan gejala
Biasanya terdapat pembengkakan di depan telinga dan
kesulitan menggerakkan salah satu sisi wajah. Pada tumor
parotis benigna biasanya asimtomatis (81%), nyeri dirasakan
pada sebagian pasien (12%) dan paralisis
nervus facialis (7%). Paralisis nervus fasialis lebih sering
didapatkan pada pasien dengan tumor parotis maligna. Adanya
bengkak biasanya mengurangi kepekaan wilayah tersebut
terhadap rangsang (painless) dan menyebabkan pasien
kesulitan
dalam menelan.
Tanda pada tumor benigna benjolan bisa digerakkan,
soliter dan keras. Namun, pada pemeriksaan tumor maligna
diperoleh benjolan yang terfiksasi, konsistensi keras dan cepat
bertambah besar.
a. Adanya benjolan yang mudah digerakkan
b. Pertumbuhan amat
c. Tidak memberikan keluhan
b. Paralisis fasial unilateral
4. Pemeriksaan diagnostic
a. Anamnesis
Keluhan yang didapatkan berupa benjolan yang
soliter, tidak nyeri, di pre/infra/retro aurikuler, jika
terdapat rasa nyeri yang sedang sampai berat biasanya
terdapat pada keganasan. Terjadinya paralisis nervus
facialis pada 2-3% kasus keganasan parotis. Adanya
disfagia, sakit tenggorokan, dan gangguan
pendengaran. Dan dapat pula terjadi pembesaran
kelenjar getah bening apabila terjadi metastasi. Selain
itu dalam anamnesis perlu ditanyakan bagaimana
progresivitas penyakitnya, adakah factor-faktor resiko
yang dimiliki oleh pasien, dan bagaimana pengobatan
yang telah diberikan selama ini.

1) Pemeriksaan fisik
Status general melihat keadaan umum pasien secara
keseluruhan, adakah anemis, ikterus, periksalah
kepala, thorax, abdomen. Selain itu adakah tanda-
tanda kea rah metastasis jauh (paru, tulang dan lain-
lain).
b. Status local
Inspeksi dari warna kulit, struktur, perkiraan ukuran,
dan sampai intaoral, melihat adakah pendesakan
tonsil/uvula).
1) Palpasi untuk menilai konsistensi, permukaan,
mobilitas terhadap jaringan sekitar.
2) Pemeriksaan fungsi n. VII, VIII, IX, X, XI, XII.
c. Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening
leher ipsilateral dan kotralateral
d. Pemeriksaan Radiologis
1) USG
USG dilakukan untuk membedakan massa padat
dan kistik. USG pada pemeriksaan penunjang
berguna untuk evaluasi kelainan vaskuler dan
pembesaran jaringan lunak dari leher dan wajah
termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe.
2) CT-Scan
Gambaran CT-scan tumor parotis yaitu suatu
penampang yang tajam dan pada dasarnya
mengelilingi lesi homogeny yang mempunyai
suatu kepadatan yang lebih tinggi disbanding
glandula tissue. Tumor mempunyai intensitas yang
lebih besar ke area terang (intermediate
brightness). Focus dengan intensitas Signal rendah
(area gelap/rediolusen) biasanya menunjukkan area
fibrosis atau kalsifikasi distropik. Klasifikasi
ditunjukkan dengan tanda kosong (signal void)
pada neoplasma parotid sebagai tanda diagnose.
3) MRI
pemeriksaan ini dapat membedakan massa parotis
benigna atau maligna. Pada massa parotis benigna,
lesi biasanya memiliki tepi yang halus dengan garis
kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi
maligna dengan grade rendah terkadang
mempunyai pseudokapsular dan memiliki
gambaran radiografi seperti lesi benigna. Lesi
maligna dengan grade tinggi memiliki tepi dengan
gambaran infiltrasi.
4) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah,
urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase,
BUN/Kreatinin, globulin, albumin, serum
elektrolit, faal homeostasis, untuk menilai keadaan
umum dan persiapan operasi.
5) Pemeriksaan Patologi Anatomi
a) FNA belum merupakan pemeriksaan baku.
b) Biopsy insisional à dikerjakan pada tumor
yang inoperable.
c) Biopsy Eksisional à pada tumor parotis yang
operable dilakukan parotidektomi superfisial.
5. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan terapi
1) Terapi radiasi merupakan penanganan kanker
dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk
membunuh sel kanker. Terdapat dua cara
pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal
radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi
diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari
kanker. External radiasi (external beam therapy)
merupakan penanganan dimana radiasi tingkat
tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker.
Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel
kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk
melindungi jaringan yang sehat disekitarnya.
Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian
radiasi hanya berlangsung beberapa menit. Internal
radiasi (brachytherapy, implant radiation)
menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam
tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi
yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop,
bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral
atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi
memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi
dengan waktu yang relatif singkat bila
dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan
beberapa penanganan internal radiasi secara
sementara menetap didalam tubuh.
2) Kemoterapi
Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir
sebagian besar agen kemoterapi. Bagaimanapun
juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari
tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah
efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi
sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor
sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang
berada pada fase pertumbuhan banyak.
b. Penatalaksanaan operatif
1) Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira
– kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal.
Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative.
Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat
dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik
dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru
dikembangkan untuk meminimalkan luasnya
pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop
digunakan sebagai pedoman dalam membuat
keputusan di kolon ; massa tumor kemudian
dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk
kebanyakan lesi. Tujuan pembedahan dalam situasi
ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar
dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka
operasi tidak dapat dilakukan.
2) Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang
(stoma) yang dibentuk dari pengeluaran sebagian
bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen
(perut), stoma ini dapat bersifat sementara atau
permanen.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa
sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang
menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan
untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan
(Sabiston, 2011).
2. Jenis Anestesi
Terdapat 3 jenis anestesi, yaitu General Anestesi, Regional
Anestesi dan Lokal Anestesi, berikut pemmbagiannya :
a. General anestesi
merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi
terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah general
anestesi denggan teknik intravena anestesi dan general anestesi
dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan
dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotracheal tube atau
gabungan keduanya inhalasi dan intravena (Latief, 2007).
b. Regional Anestesi
Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat
sebagai analgesik. Anestesi regional hanya menghilangkan nyeri
tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab itu, teknik ini
tidak memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan
persepsi nyeri saja (Pramono, 2017).
c. Local Anestesia
Definisi anestesi lokal adalah tindakan meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible.
Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran,
analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak
diinginkan dari pasien (Sasongko, 2005). Anestesi local
menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada
jaringan saraf dengan kadar cukup (Ganiswarna, 1995). Obat ini
bekerja pada tiap bagian susunan saraf Sebagai contoh, bila
anestesi lokal dikenakan pada korteks motoris, impuls yang
dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila disuntikkan ke
dalam kulit maka transmisi impuls sensorik dihambat. Pemberian
anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik
dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Banyak macam zat
yang dapat mempengaruhi hantaran saraf, tetapi umumnya tidak
dapat dipakai karena menyebabkan kerusakan permanen pada sel
saraf. Paralisis saraf oleh anestetik lokal bersifat reversible, tanpa
merusak serabut atau sel saraf (Sasongko, 2005).
Anestetik lokal yang pertama ditemukan ialah kokain, suatu
alkaloid yang terdapat dalam daun Erythroxylon coca, semacam
tumbuhan belukar (Alva R & Fadillah A, 2010). Anestetik lokal
sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara
permanen. Kebanyakan anetetik lokal memenuhi syarat ini. Batas
keamanan harus lebar, sebab anestetik lokal akan diserap dari
tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan
masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk
melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai
memperpanjang masa pemulihan. Zat anestetik lokal juga harus
larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa
mengalami perubahan (Katzung,1997)

3. Teknik Anestesi
a) Inhalasi anastesi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Berikut sub
tehnik anestesi inhalasi :
(1) Menggunakan LMA (Laringeal Mask Airway)
(2) Menggunakan ETT (Endotrakeal tube)
(3) Menggunakan Face mask
b) Parenteral anastesi
(1) TIVA
(2) Intramuskuler
c) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun
obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi
dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi
secara optimal dan berimbang, yaitu:
(1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat
hipnotikum atau obat anestesi umum yang lain.
(2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat
analgetik opiat atau obat general anestesi atau dengan
cara analgesia regional.
(3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat
pelumpuh otot atau general anestesi, atau dengan cara
analgesia regional.
d) Tehnik Anestesi Regional
Jenis Anestesi Regional menurut Pramono (2017)
digolongkan sebagai berikut :
(1) Anestesi Spinal
Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang
subaraknoid disegmen lumbal 3-4 atau lumbal 4-5.
Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal
menembus kulit subkutan lalu menembus ligamentum
supraspinosum, ligamen interspinosum, ligamentum
flavum, ruang epidural, durameter, dan ruang
subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid
adalah dengan keluarnya liquor cerebrospinalis
(LCS). Menurut Latief (2010) anestesi spinal menjadi
pilihan untuk operasi abdomen bawah dan ekstermitas
bawah.
Teknik anestesi ini popular karena sederhana,
efektif, aman terhadap sistem saraf, konsentrasi obat
dalam plasma yang tidak berbahaya serta mempunyai
analgesi yang kuat namun pasien masih tetap sadar,
relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih
sedikit, aspirasi dengan lambung penuh lebih kecil,
pemulihan saluran cerna lebih cepat (Longdong,
2011).
Anestesi spinal memiliki komplikasi.
Beberapa komplikasi yaitu hipotensi terjadi 20-70%
pasien, nyeri punggung 25% pasien, kegagalan
tindakan spinal 3-17% pasien dan post dural punture
headache di Indonesia insidensinya sekitar 10%
pada pasien paska spinal anestesi (Tato, 2017).
Kekurangan dari anestesi spinal dibahas dalam sub
bab komplikasi anestesi spinal.
(2) Anestesi Epidural
Anestesi yang menempatkan obat di ruang
epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada di
antara ligamentum flavum dan durameter. Bagian atas
berbatasan dengan foramen magnum di dasar
tengkorak dan bagian bawah dengan selaput
sakrokoksigeal. Kedalaman ruang rata-rata 5 mm dan
di bagian posterior kedalaman maksimal terletak pada
daerah lumbal. Anestetik lokal di ruang epidural
bekerja langsung pada saraf spinal yang terletak di
bagian lateral. Onset kerja anestesi epidural lebih
lambat dibanding anestesi spinal. Kualitas blokade
sensoris dan motoriknya lebih lemah.
(3) Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi
epidural,karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan
dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup
oleh ligamentum sakrokoksigeal. Ruang kaudal berisi
saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale, dan
kantong dura. Teknik ini biasanya dilakukan pada
pasien anak-anak karena bentuk anatominya yang
lebih mudah ditemukan dibandingkan daerah sekitar
perineum dan anorektal, misalnya hemoroid dan
fistula perianal.

e) Teknik anestesi Lokal


(1) Lidokain, yang pertama amino amida-jenis obat bius
lokal, pertama kali disintesis di bawah nama Xylocaine
oleh ahli kimia Swedia Nils Löfgren pada tahun
1943.Bengt Lundqvist rekan-Nya melakukan percobaan
anestesi injeksi pertama pada dirinya sendiri. Ini
pertama kali dipasarkan di1949. Etimologi: dari salah
satu dari banyak nama kimia - [alpha-Diethylamino-2
,6-dimethylacetani-] - Lide + ~ ocaine (Rughaidah,
2009). Pada teknik anestesi ini kita lakukan
penghambatan jalannya penghantar rangsangan dari
pusat perifer (Purwanto D,1994).
Dikenal dua cara (Howe & Geoffrey L, 1994)
Nerve blok yaitu: anestesi lokal dikenakan langsung
pada syaraf, sehingga menghambat jalannya
rangsangan dari daerah operasi yang diinnervasinya.
Field blok yaitu: disuntikkan pada sekeliling lapangan
operasi, sehingga menghambat semua cabang syaraf
proksimal sebelum masuk kedaerah operasi (Howe &
Geoffrey L, 1994). Anestesi blok berfugsi untuk
mengontrol daerah pembedahaan. Kontraindikasi dari
anestesi blok yaitu pada pasien dengan pendarahan,
walaupun perdarahan terkontrol. Kesuksesan anestesi
blok tergantung pada pengetahuan anatomi local dan
teknik yang baik (Howe & Geoffrey L, 1994).
(2) Tramadol
adalah analog opioid sintetis dari kodein pertama
kali disintesis pada tahun 1962 oleh perusahaan jerman
Grunenthal dalam upaya untuk mengurangi efek
samping dari opioid seperti depresi pernafasan. Secara
umum, tramadol bekerja sebagai agonis opioid selektif
untuk reseptor µ, dan afinitas lemah untuk κ dan
reseptor δ . Afinitas untuk reseptor µ adalah sekitar 10
kali lipat lebih lemah dari kodein dan 6000 kali dari
morfin. Tramadol adalah analgetik yang bekerja secara
sentral yang memiliki afinitas sedang pada reseptor μ
yang lemah (Ifar et al, 2011). Penggunaan obat-obat
anatesi umum, hanya membuat pasien kehilangan
kesadaran, untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan
obat golongan opioid dan untuk merelaksasi kerja otot
dapat digunakan obat pelumpuh otot. Ketiga kombinasi
diatas dikenal sebagai trias anastesi “The triad of
anesthesia” yaitu Narkosis (kehilangan kesadaran),
analgesia (mengurangi rasa sakit), dan relaksasi otot
(Latief dkk, 2002), Tramadol secara luas digunakan
sebagai obat penghilang rasa sakit derajat ringan
sampai sedang. Rumus kimia dari tramadol yaitu 2-
[(dimetilamino)metil1-(3-(metoksifenil)-sikloheksanol
hidroklirida yang merupakan sintetik dari kelompok
aminosikloheksanol yang bersifat agonis opioid
(Wojciech, 2010). Tramadol sama efektifnya dengan
morfin atau meperidin untuk nyeri ringan sampai
sedang tetapi untuk nyeri berat atau kronik lebih lemah
(Dewoto, 2010)
4. Rumatan Anestesi
1) Rumatan Anestesi GA
a) Obat Premedikasi
(1) Sedatif : Midazolam
(2) Antikholinergik : Sulfas Atropin
(3) Antiemetik : Ondansetron
b) Obat Induksi: Propofol, Ketamin
c) Obat Analgesik : Ketorolac, Fentanyl, Petidin,
d) Maintenance: N2O : O2 = 60 : 40 + volatile agent
e) Terapi Cairan
(1) Jika terjadi perdarahan kurang dari 20% berikan cairan
kristaloid atau koloid
(2) Jika terjadi perdarahan lebih dari 20% maka harus
dilakukan transfusi darah
f) Preoksigenasi
Sebelum dilakukan induksi, dilakukan preoksigenasi
selama 5 menit dengan oksigen 100% bertujuan untuk
membuang nitrogen yang masih tersimpan dalam
volume residu sehingga FRC (Functional Residual
Capacity) terisi oleh O2 murni. Preoksigenasi dapat
memberi cadangan oksigen selama 10 menit saat
periode apneu.

2) Rumatan Anestesi Regional Anestesi


Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal menurut
Pangesti (2017) ialah:
a) Jenis Obat dan Dosis Obat
Menurut Mangku (2010) obat-obat spinal anestesi
sebagai berikut:
(1) Bupivakain
Bupivakain dikenal dengan markain. Potensi 3-
4 kali dari lidokain dan lama kerjanya 2-5 kali
lidokain. Dosis umum 1-2 ml/kg BB. Durasi
panjang 180 – 600 menit. Penggunaan dosisnya
untuk infiltrasi lokal dan blok saraf kecil
digunakan larutan 0,25%, blok saraf labih besar
digunakan larutan 0,5%, blok epidural digunakan
larutan 0,5%-0,75%, untuk subaraknoid blok
digunakan larutan 0,5%- 0,75%. Penggunaan
bupivakain 0,5% cukup untuk prosedur
pembedahan hingga 120 menit. Penambahan
efinefrin, opioid, agonis reseptor akan
memperpanjang durasi analgesia (Fahruddin, 2017)
Keuntungan bupivakain dibandingkan yang lain
adalah potensi bupivakain hampir 3-4 kali lipat
dari lidokain dan 8 kali lipat dari prokain. Masa
kerja bupivakain 2- 3 kali lebih lama dibandingkan
mepivakain atau lidokain. Namun, bupivakain
merupakan anestesi lokal yang toksisitasnya paling
tinggi terhadap sistem kardiovaskuler
dibandingkan dengan anestesi lokal lainnya (Agus,
2013).
(2) Lidokain
Nama dagang dari obat lidokain adalah
xylokain. Lidokain sangat mudah larut dalam air
dan sangat stabil. Toksisitas 1,5 kali dari prokain.
Tidak iritatif terhadap jaringan walau diberikan
dalam konsentrasi 88%. Diperlukan waktu 2 jam
untuk hilang dari efek obat, bila ditambah dengan
adranalin akan memperpanjang waktu hilangnya
efek obat sampai 4 jam. Efek kerja dua kali lebih
cepat dari prokain. Penggunaan dosis tergantung
cara pemberiannya. Untuk infiltrasi lokal diberikan
larutan 0,5%. Blok saraf yang kecil diberikan
larutan 1%, blok saraf yang lebih besar diberikan
larutan 1,5%, blok epidural diberikan larutan 1,5%
- 2%, untuk blok subaraknoid diberikan larutan
diberikan hiperbarik 5%. Dosis untuk orang
dewasa 50 mg – 750 mg (7-10 mg/ kgBB).
Lidokain memiliki durasi 90 – 200 menit.
(3) Prokain
Nama lain dari obat ini adalah novokain atau
neokain. Nama kimia dari obat prokain adalah
paraaminobenzodiac acid ester dari diethylamino.
Prokain dianggap sebagai obat standar baik dalam
potensi maupun dalam toksisitas suatu obat
anestesi lokal. Ditetapkan potensi dan toksisitas
serta indeks anestesinya 1 dibanding dengan
kokain maka toksisitas prokain 1/4 toksisitas
kokain. Penggunaan dosis tergantung cara
pemberiannya. Infiltrasi lokal pada orang dewasa
diberikan larutan 0,5% -1,0% dengan dosis
maksimal 1 gram (200 ml). Untuk blok saraf
diberikan larutan 1%-2% sebanyak 75 ml,
sedangkan untuk blok fleksus dipakai larutan 1%
sebanyak 30 ml, untuk blok epidural diberikan
larutan 1% sebanyak 15-50 ml, dan untuk
subaraknoid blok diberikan larutan 2% sebanyak 2
ml. Memiliki onset cepat 3 – 5 menit, durasi
singkat 60-90 menit. Tidak ada data yang
bertentangan bahwa durasinya tersebut
diperpanjang dengan vasokonstriksi ataupun tidak.
(4) Prilokain
Nama dagang dari prilokain adalah propitokain,
xylonest, citanest, dan distanest. Efek iritasi lokal
pada tempat penyuntikan jauh lebih kecil daripada
prokain. Toksisitasnya kira-kira 60% dari toksisitas
lidokain potensinya sama dengan lidokain.
Daripada lidokain, prilokain lebih kuat, daya
penetrasinya lebih baik, mulai kerjanya dan lama
kerjanya lebih lama dan efektif pada konsentrasi
0,5%-5,0%. Penggunaan dosis untuk infiltrasi lokal
digunakan larutan 0,5%, blok pleksus digunakan
larutan 2%-3%, bloko epidural digunakan larutan
2%-4% untuk blok subaraknoid digunakan larutan
5%. Dosis maksimal tanpa adrenalin 400 mg
sedangkan dengan adrenalin bisa diberikan sampai
dosis 600 mg. Prilokain memiliki durasi sedang
120-240 menit.
5. Risiko Anastesi
Pemberian anestesi umum dengan teknik inhalasi, intravena
maupun imbang mempunyai risiko komplikasi pada
pasien.Kematian merupakan risiko komplikasi yang dapat
terjadi pada pasien pasca pemberian anestesi. Kematian yang
disebabkan anestesi umum terjadi < 1:100.000 kasus, selain
kematian ada komplikasi lain yaitu serangan jantung, infeksi
paru, stroke, trauma pada gigi atau lidah (Pramono, 2014).
Risiko komplikasi pada anestesi umum minimal apabila kondisi
pasien sedang optimal, namun sebaliknya jika pasien
mempunyai riwayat kebiasaan yang kurang baik misalnya
riwayat penyalah gunaan alkohol atau obat-obatan, alergi pada
komponen obat, perokok, mempunyai riwayat penyakit
jantung,paru dan ginjal maka risiko komplikasi anestesi umum
akan lebih tinggi (Pramono, 2014). Risiko komplikasi pada
anestesi umum tersebut dapat diminimalkan bahkan dicegah.
Dokter anestesi dan perawat anestesi berperan penting dalam
meminimalkan risiko komplikasi tersebut yaitu dengan cara
mempersiapkan pasien sebelum operasi dengan melakukan
kunjungan pre anestesi (Pramono, 2014).

Indikasi Spinal Anestesi


Menurut Latief (2010) indikasi dari tindakan spinal anestesi
sebagai berikut:
1) Pembedahan pada ektermitas bawah
2) Pembedahan pada daerah panggul
3) Tindakan sekitar rektum-perineum
4) Pembedahan perut bagian bawah
5) Pembedahan obstetri-ginekologi
6) Pembedahan urologi
7) Pada bedah abdomen bagian atas dan bedah
pediatrik, dikombinasikan dengan anestesi umum ringan
Kontraindikasi Spinal Anestesi
Menurut Morgan (2013) kontraindikasi spinal anestesi
digolongkan sebagai berikut :
1) Kontraindikasi absolut
a) Pasien menolak
b) Infeksi pada tempat daerah penyuntikan
c) Hipovolemia berat, syok
d) Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
e) Tekanan intrakranial meninggi
f) Fasilitas resusitasi minim
g) Kurang pengalaman / tanpa didampingi konsultan
anesthesia
2) Kontraindikasi relatif
a) Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
b) Infeksi sekitar tempat suntikan
c) Kelainan neurologis
d) Kelainan psikis
e) Penyakit jantung
f) Hipovolemia ringan
g) Nyeri punggung kronis
h) Pasien tidak kooperatif
3) Kontraindikasi kontroversial
a) Tempat penyuntikan yang sama pada operasi
sebelumnya
b) Ketidakmampuan komunikasi dengan pasien
c) Komplikasi operasi
d) Operasi yang lama
e) Kehilangan darah yang banyak
f) Manuver pada kompromi pernapasan
C. WOC Tumor Parotis
D. Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus
1. Pengkajian
a. Aktivitas dan istirahat
Gejala :
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia,
tidak tidur semalaman karena diare. Merasa gelisah dan
ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan
efek proses penyakit.
b. Sirkulasi
Tanda :
Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses
inflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis
(kekurangan vitamin K). Tekanan darah hipotensi,
termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk,
kering, lidah pecahpecah (dehidrasi/malnutrisi).
c. Integritas ego
Gejala :
Ansietas, ketakutan misalnya : perasaan tak berdaya/tak
ada harapan. Faktor stress akut/kronis misalnya: hubungan
dengan keluarga dan pekerjan, pengobatan yang mahal.
Tanda :
Menolak, perhatian menyempit, depresi.
d. Eliminasi
Gejala :
Perubahan pola defekasi akibat kelemahan faktor pencetus
kemalasan.
Tanda :
Menurunya bising usus, tak adanya peristaltik atau adanya
peristaltik yang dapat dilihat di hemoroid, fisura anal (25
%), fistula perianal.
e. Makanan dan cairan
Gejala :
Penurunan lemak, tonus otot dan turgor kulit buruk.
Membran mukosa bibir pucat; luka, inflamasi rongga
mulut.
Tanda :
Anoreksia, mual dan muntah. Penurunan berat badan,
tidak toleran terhadap diit/sensitive; buah segar/sayur,
produk susu, makanan berlemak.
f. Hygiene
Tanda :
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri.
Stomatitis menunjukan kekurangan vitamin. Bau badan.
g. Nyeri dan kenyamanan
Gejala ;
Nyeri/nyeri tekan pada pipi kuadran kiri bawah
(mungkin hilang dengan defekasi), titik nyeri berpindah,
nyeri tekan (atritis).
Tanda :
Nyeri tekan abdomen/distensi.
h. Keamanan
Gejala ;
Riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik,
vaskulitis, Arthritis (memperburuk gejala dengan
eksaserbasi penyakit usus). Peningkatan suhu 39-
40°Celcius (eksaserbasi akut). Penglihatan kabur, alergi
terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine
kedalam usus dan mempunyai efek inflamasi).
Tanda :
Lesi kulit mungkin ada misalnya : eritema nodusum
(meningkat, nyeri tekan, kemerahan dan membengkak)
pada tangan, muka; pioderma ganggrenosa (lesi tekan
purulen/lepuh dengan batas keunguan) pada paha, kaki
dan mata kaki.
i. Seksualitas
Gejala :
Frekuensi menghindari aktivitas seksual.
j. Interaksi social
Gejala :
Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi.
Ketidak mampuan aktif dalam sosial.
k. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala :
Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus.
2. Masalah Kesehatan Anestesi
a. Pre Anestesi
 Nyeri Akut
 Ansietas
 RK Cedera Anestesi
b. Intra Anestesi
 RK Disfungsi Respirasi
 RK Disfungsi Kardiovaskular
 RK Trauma Pembedahan
c. Post Anestesi
 RK Disfungsi Respirasi
 RK Disfungsi Kardiovaskuler
 Resiko Jatuh

3. Rencana Intervensi
1) Tujuan
a) Nyeri Akut
Setelah dilakukan intervensi nyeri klien berkurang dengan
kriteria hasil :
(1) klien mengatakan nyerinya berkurang
(2) nilai VAS(visual analogue scale) kurang dari 4
(3) klien tampak rileks
(4) TTV dalam batas normal : TD = 90-120/60-90
mmHg, Nadi : 60 – 100x/ menit, RR : 12 –
20x/menit
Rencana Intervensi :
(1) Observasi tingkat nyeri pasien menggunakan metode
PQRST
(2) Monitoring vital sign
(3) Pantau keadaan umum pasien
(4) Berikan tehnik nafas dalam
(5) Atur posisi pasien untuk mengurangi nyeri
(6) Edukasi pasien mengenai tindakan yang dilakukan
untuk meredakan nyeri
(7) Kolaborasi dalam pemberian analgetik pasca
operatif

a) Ansietas
Setelah dilakukan intervensi, ansietas pasien dapat diatasi
dengan kriteria hasil :
1) Pasien mengatakan tidak lagi khawatir akan tindakan
yang akan dilakukan
2) Pasien mengatakan mengerti dengan prosedur operasi
dan anestesi
3) Pasien tampak rileks, tidak gelisah
4) TTV dalam batas normal:
TD : 100-120/70-80 mmHg
Nadi : 60-100x/m
RR : 12-20 x/m
Rencana intervensi :
1) Monitor TTV pasien

2) Kaji tingkat kecemasan pasien

3) Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam

4) KIE pasien mengenai prosedur pembedahan dan anestesi


yang akan dilakukan

5) Kolaborasi dalam pemberian sedasi

b) RK Cedera Anestesi
Antistipasi terjadinya resiko cedera akibat prosedur
anestesi Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi
diharapkan risiko cedera agen anestesi tidak terjadi dengan
kriteria hasil :
(1) Pasien mengatakan siap untuk operasi
(2) Tidak terjadi aspirasi
(3) Tidak terjadi hipotensi akibat vasodilatasi pembuluh
darah
(4) TTV dalam batas normal: TD: 90-12\40/60-90
mmHg Nadi: 60-100 x/menit RR: 16-20 x/menit
Suhu: 36,5oC- 37,5oC SpO2: 95-100 %
(5) Pasien tidak mengalami cedera yang serius sampai
akhir prosedur pembedahan
Rencana Intervensi yang dilakukan adalah :
(1) Observasi adanya penyulit yang dicurigai akan
terjadi
- Penyakit kardiovaskular
- Penyakit pernapasan
- Diabetes mellitus
- Penyakit Hati,Penyakit ginjal, Suhu tubuh
(2) Lakukan pengkajian 6B - Breathing
- Blood
- Brain
- Bowel
- Blader
- Bone
(3) Lakukan Pengkajian LEMON
- L : Look
- E : Evaluate
- M : Mallampaty
- O : Obstruction
- N : Neck
(4) Tanggalkan segala aksesoris pasien
(5) Lakukan persiapan pasien sebelum pembedahan
- Puasakan pasien
- Pengosongan kandung kemih/pemasangan DC
- Status nutrisi pasien/timbang BB/TB
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
- Informed consent (persetujuan tindakan anestesi)
(6) Tetapkan kriteria mallampati dan pemeriksaan
tiromentalis
(7) Tentukan status fisik pasien
(8) Kolaborasi pemberian premedikasi

c) Resiko Komplikasi Disfungsi Respirasi


Selama intra operasi pasien tidak terjadi disfungsi respirasi
dengan kriteria hasil:
(1) Tidak terdapat secret pada jalan napas
(2) Tidak terdapat sumbatan jalan napas
(3) Saturasi oksigen 100%,
(4) RR 12-20x/menit
Rencana Intervensi :
(1) Observasi TTV pasien setiap 5 menit
(2) Monitor ekspansi dada setiap 5 menit
(3) Berikan oksigen dengan simple mask 5-6 LPM
(4) Lakukan analisa gas darah arteri: pH, PaCO2, dan
PaO2
(5) Lakukan persiapan peralatan dan obat-obatan
sesuai dengan perencanaan teknik anestesi
(6) Lakukan monitoring Intra-Anestesi
(7) Lakukan pemeliharaan jalan napas
(8) lakukan suctioning pada jalan nafas
(9) Kolaborasikan pemasangan ETT/LMA
(10) Lakukan pemasangan alat ventilasi mekanik dan
alat nebulisasi
(11) Lakukan pengakhiran tindakan anestesi: reverse
dan ekstubasi
(12) Ajarkan pasien napas dalam secara teratur
(13) Ajarkan pasien teknik batuk efektif

d) Resiko Komplikasi Disfungsi Kardiovaskuler


Selama intra operasi tidak terjadi gangguan kardiovaskuler
dengan kriteria hasil:
(1) Tekanan darah 90-140/60-90 mmHg
(2) MAP 60-120
(3) Frekuensi Nadi 60-100x/menit
Rencana Intervensi :
1. Monitoring tanda-tanda vital
2. Monitoring MAP
3. Monitoring tanda dan gejala penurunan curah
jantung
- Perubahan irama jantung
- Perubahan gambaran EKG (distritmia/arit mia
- Distensi vena jugularis
- Perubahan tekanan darah meningkat /menurun
- Nadi teraba lemah
- CRT <2 detik
- Warna kulit pucat/sianosis
- Adanya suara jantung tambahan
6. Monitoring perdarahan
7. Monitoring produksi urine
8. Monitoring kebutuhan cairan
9. Kolaborasi dalam pemberian terapi cairan intra
operatif
10. Monitoring balance cairan
11. Kolaborasi dalam pemberian obat
vasopressor/inot ropik sesuai program terapi

e) Resiko Trauma Pembedahan


Setelah dilakukan asuhan kepenataan diharapkan Resiko
Trauma Pembedahan dapat dicegah dengan kriteria :
(1) tercapainya hipnotik
(2) analgetik
(3) relaksasi otot
(4) Amnesia dan
(5) Arefleksia
Rencana Intervensi :
(1) Siapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan
perencanaan teknik anestesi
(2) Asistensi pelaksanaan anestesi sesuai dengan
program kolaboratif spesialis anestesi
(3) Bantu pemasangan alat monitoring non invasif
(4) Monitoring Intra-Anestesi
(5) Atasi penyulit yang timbul
(6) Lakukan pemeliharaan jalan napas
(7) Lakukan pemasangan alat ventilasi mekanik
(8) Lakukan pengakhiran tindakan anestesi
(9) Lakukan pengakhiran tindakan anestesi: reverse dan
ekstubasi

f) Resiko Komplikasi Disfungsi Respirasi Post op


Setelah diberikan asuhan kepenataan anestesi, diharapkan
Resiko Komplikasi Disfungsi respirasi dapat diatasi
dengan kriteria hasil
(1) Tidak ada secret dalam saluran nafas
(2) Tidak ada sumbatan jalan napas
(3) Saturasi oksigen 100%,
(4) RR 12-20x/menit
Rencana Intervensi :
(1) Observasi TTV pasien setiap 5 menit
(2) Monitor ekspansi dada setiap 5 menit
(3) Berikan oksigenasi 4% dengan nasal kanul
(4) Ajarkan pasien tehnik nafas dalam
(5) Ajarkan pasien batuk efektif
(6) Edukasi pasien atau keluarga pasien mengenai efek
dari obat anestesi

g) Resiko Komplikasi Gangguan Kardiovaskuler Post op


Setelah diberikan asuhan kepenataan anestesi diharapka
Resiko Komplikasi Gangguan Kardiovaskuler dapat
dihindari dengan kriteria hasil:
(1) Tekanan darah 90-140/60-90 mmHg
(2) MAP 60-120
(3) Frekuensi Nadi 60-100x/menit
Rencana Intervensi :
(1) Periksa TTV pasien
(2) Berikan terapi cairan sesuai kebutuhan pasien
(3) Persiapkan obat – obatan emergency resusitasi
(4) Kolaborasikan dengan dokter Sp.An dalam
pemberian vasopressor
h) Resiko Jatuh
Setelah dilakukan asuhan kepenataan anestesi diharapkan
Resiko jatuh berkurang dengan Kkriteria hasil:
(1) Pasien tidak terjatuh dari bed
(2) Pasien dipasangkan gelang kuning
(3) Pasien merasa aman
Rencana Intervensi :
(1) Kaji Tanda – tanda vital pasien
(2) Kaji aldrette score
(3) Pasang pengaman pada pasien : bantal atau
penyangga pada bed
(4) Pasang gelang kuning pada pasien
(5) Awasi individu secara ketat selama di kamar pulih
sadar

4. Implementasi
Merupakan tahap eempat dalam proses asuhan kepenataan
anestesiologi. Pada tahap ini terdapat bentuk penanganan yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis yang
bertujuan untuk meningkatkan hasil perawatan pasien. Dalam
implementasi terdapat beberapa pertimbangan, yaitu tinjau ulang
segala kemngkinan intervensi yang sesuai dengan masalah pasien,
tinjau ulang kemungkinan konsekuensi, dan buat keputusan tentang
manfaat dari konsekuensi.
5. Evaluasi
Evaluasi Merupakan tahap kelima atau tahap terakhir dari proses
asuhan kepenataan anestesiologi. Tahap evaluasi ini bertujuan
untuk menilai atau menentukan efektifitas dari asuhan kepenataan
anestesiologi yang sudah diberikan. Dalam tahap ini juga
dilakukan penentuan apakah telah terjadi perbaikan dari kondisi
atau kesejahteraan pasien.
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI
PASIEN Tn. ND DENGAN INFECTED KISTA PAROTIS (D)
DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI EKSISI DENGAN TINDAKAN
ANESTESI GENERAL ANESTESI DENGAN LMA
DI RUANG IBS RSAD TK.II UDAYANA
PADA TANGGAL 28 MARET 2022

I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn.ND
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tentara
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan` : Sudah kawin
Golongan darah :B
Alamat : Jl. PB Sudirman
No. CM : 06.65.49
Diagnosa medis : Infected Kista Parotis (D)
Tindakan Operasi : Eksisi
Tanggal MRS : 27 Maret 2022
Tanggal pengkajian : 28 Maret 2022 Jam
Pengkajian: 07.30
Jaminan : BPJS

2) Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. S
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA sederajat
Pekerjaan : Tentara
Suku Bangsa : Jawa
Hubungan dg Klien : Anak klien
Alamat : Lingkungan Kartika Gg. IV/7
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
a. Saat Masuk Rumah Sakit
Pasien mengatakan Terdapat benjolan pada pipi kanan pasien

b. Saat Pengkajian
Pasien mengatakan ada benjolan di pipi kanan dan sedikit sakit
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang bersama dengan anaknya ke RSAD TK. II Udayana pada
tanggal 27 Maret 2022 untuk dilakukan pemeriksaan terkait benjolanya,
setelah dilakukan pemeriksaan pasien didiagnosa mengidap Infected
Kista Parotis (D), kemudian pasien berkonsultasi dengan dokter Anestesi
terkait dengan tindakan yang akan dilakukan, data yang didapat adalah :
terdapat massa pada pipi bagian kanan pasien dengan diameter 3 cm,
pasien mengatakan sakit saat dipegang, dan saat membuka mulut, pasien
ketika ditanya mengenai pembedahan agak merasa cemas, pasien terlihat
tegang, pasien mengatakan memiliki riwayat Hipertensi terkontrol, TTV
: TD : 149/87 mmHg, N : 89, RR :20, BB : 60Kg, TB :180cm, BMI :
18,5

3) Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu

4) Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
keluarga (diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, perdarahan
tidak normal, asma)

5) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? tidak
Jika ya, menderita penyakit apa?
- Riwayat operasi sebelumnya : tahun: jenis:
Komplikasi:
- Riwayat anestesi sebelumnya : tahun: jenis :
Komplikasi:
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? tidak
jika ya, jumlah : , Reaksi alergi: ya/tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? tidak
Jika ya, sebutkan……
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
a) Obat yang pernah dikonsumsi: Amlodipin
b) Obat yang sedang dikonsumsi: Amlodipin
7) Riwayat Alergi : tidak, jika ya, sebutkan :
8) Kebiasaan :
a) Merokok : Ya , jika ya,jumlah : 3 – 5 batang sehari
b) Alkohol : Ya , jika ya,jumlah : kadang-kadang 1x
dalam seminggu
c) Kopi/teh/soda : tidak , jika ya,jumlah :

c. Pola Kebutuhan Dasar


1) Udara atau oksigenasi
Sebelum Sakit
- Gangguan pernafasan : tidak ada
- Alat bantu pernafasan : tidak ada
- Sirkulasi udara : baik
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya :
Saat Ini
- Gangguan pernafasan : tidak ada
- Alat bantu pernafasan : tidak ada
- Sirkulasi udara : baik
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya :

2) Air / Minum
Sebelum Sakit
- Frekuensi : ±8 gelas sehari (±2000 ml/hari)
- Jenis : air putih, kopi
- Cara : oral
- Minum Terakhir : pukul 00.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : 8 gelas sehari (±2000 ml)
- Jenis : air putih
- Cara : oral
- Minum Terakhir : 00.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

3) Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 3 – 4 kali sehari
- Jenis : nasi
- Porsi : 1 piring
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : tidak terkaji
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : 00.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 3 x sehari
- Jenis : nasi
- Porsi : 1 piring
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : tidak terkaji
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : 00.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi : 1 x sehari
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 1 x sehari
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning
- Bau : khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

b) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : 4 x sehari (1000 – 1500
cc)
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning bening
- Bau : khas urin
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 2 x sehari ( 250-500 cc)
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning bening
- Bau : khas urin
- Cara (spontan/dg alat) : dengan alat
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada

5) Pola aktivitas dan istirahat


a) Aktivitas
Kemampuan Perawatan 0 1 2 3 4
Diri
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu
orang lain dan alat, 4: tergantung total

b) Istirahat Dan Tidur


Sebelum sakit
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? tidak
- Berapa jam anda tidur: malam 8 jam, siang 1 jam
Saat ini
- Apakah anda pernah mengalami insomnia? iya
- Berapa jam anda tidur: malam 6 jam, siang -

6) Interaksi Sosial
- Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok,
teman baik.

7) Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : pasien mengatakan merasa aman dengan
bed yang berisi pengaman samping
- Rasa Nyaman : pasien merasa tidak nyaman karena
pertama kali dilakukan operasi
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan : pasien datang ke RSAD TK
II udayana ketika terdapat benjolan di pipi

8) Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam


kelompok sosial sesuai dengan potensinya.
- Konsumsi vitamin : tidak terkaji
- Imunisasi : tidak terkaji
- Olahraga : tidak terkaji
- Upaya keharmonisan keluarga: tidak terkaji
- Stres dan adaptasi : tidak terkaji

2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : komposmetis
GCS : Verbal: 6 Motorik 5 Mata : 4
Penampilan : tampak sakit ringan
0
Tanda-tanda Vital : Nadi = 89 x/menit, Suhu = 36 C, TD =149/87
mmHg,
RR =20 x/menit, Skala Nyeri: 3
BB: 60Kg, TB: 180Cm Cm, BMI: 18,5
Lainnya:………………

2) Pemeriksaan Kepala
 Inspeksi :
Bentuk kepala (brakhiocephalus/ bulat ), kesimetrisan (+),
hidrochepalus ( - ), Luka ( - ), darah ( - ), trepanasi ( - ).
Lainnya:…………
 Palpasi :
Nyeri tekan ( - ), fontanella / pada bayi (tidak)
Lainnya:…………

3) Pemeriksaan Wajah :
 Inspeksi :
Ekspresi wajah (tegang), dagu kecil (+), Edema (-),
kelumpuhan otot-otot fasialis (-), sikatrik (-), micrognathia (-),
rambut wajah (-)
Lainnya:…………

4) Pemeriksaan Mata
 Inspeksi :
- Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + )
- Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( + )
- Kelopak mata / palpebra : oedem ( - ), ptosis ( - ), peradangan (
- ) luka ( - ), benjolan ( - )
- Bulu mata (tidak rontok)
- Konjunctiva dan sclera : perubahan warna tidak ada perubahan
warna (merah)
- Reaksi pupil terhadap cahaya : (miosis) isokor ( + )
- Kornea : warna coklat
- Nigtasmus ( - ), Strabismus ( - )
- Ketajaman Penglihatan ( Baik )
- Penggunaan kontak lensa: tidak
- Penggunaan kaca mata: tidak
- Lainnya:………………

 Palpasi
Pemeriksaan tekanan bola mata : tidak ada massa ataupun nyeri
Lainnya:………………

5) Pemeriksaan Telinga
 Inspeksi dan palpasi
- Amati bagian telinga luar : bentuk simetris
Lesi ( - ), nyeri tekan ( - ),peradangan ( - ), penumpukan
serumen (-).
- perdarahan ( - ), perforasi ( - )
- Tes kepekaan telinga : pasien dapat mendengar dengan seimbang,
sama – sama peka pada telinga kiri maupun kanan
- Lainnya:………………

6) Pemeriksaan Hidung
 Inspeksi dan palpasi
- Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi : tidak ada
pembengkakan dan bentuknya simetris
- Amati meatus : perdarahan ( - ), Kotoran ( - ), Pembengkakan (
- ), pembesaran/polip ( - )
- pernafasan cuping hidung ( - ).
- Lainnya:………………

7) Pemeriksaan Mulut dan Faring


 Inspeksi dan Palpasi
- Amati bibir : Kelainan konginetal tidak ada, warna bibir merah
muda, lesi ( - ), bibir pecah (- ).
- Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries ( - ), Kotoran ( - ), Gingivitis
( - ), gigi palsu ( - ), gigi goyang ( - ), gigi maju ( - ).
- Kemampuan membuka mulut < 3 cm : ( - )
- Lidah : Warna lidah : merah muda, Perdarahan ( - ), Abses ( - ),
Ukuran ….
- Orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : tidak ada, uvula (
simetris ), Benda asing : ( tidak )
- Tonsil : T 0
- Mallampati : II
- Perhatikan suara klien : tidak berubah
- Lainnya:………………

8) Pemeriksaan Leher
 Inspeksi dan amati dan rasakan :
- Bentuk leher simetris, peradangan ( - ), jaringan parut (-),
perubahan warna ( - ), massa ( - )
- Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
- Vena jugularis : pembesaran ( - )
- Pembesaran kelenjar limfe ( - ), posisi trakea (simetris)
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( + ), ekstensi :
( + ), fleksi : ( - ), menggunakan collar : ( - )
- Leher pendek: tidak
- Lainnya:………………

 Palpasi
- Kelenjar tiroid: ukuran 1 cm, intensitas lembut
- Vena jugularis : tekanan : tidak ada
- Jarak thyro mentalis , 6 cm : ( + )
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( + ), ekstensi :
( + ), fleksi : ( - ), menggunakan collar : ( - )
- Lainnya:………………

9) Pemeriksaan Torak
a) Pemeriksaan Thorak dan Paru
 Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest), keadaan kulit ..........................
- Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( + / - ),
retraksi suprasternal ( + / - ), Sternomastoid ( + / - )
- Pola nafas : (Eupnea / Takipneu / Bradipnea / Apnea / Chene
Stokes / Biot’s / Kusmaul)
- Batuk (+/- ), jelaskan..................
- Lainnya:………………
 Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan
kiri teraba (sama / tidak sama). Lebih bergetar sisi
............................
Lainnya:………………
 Perkusi
Area paru : ( sonor / hipersonor / dullnes )
Lainnya:………………
 Auskultasi
- Suara nafas
 Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar ) ,
 Area Bronchial : ( bersih / halus / kasar )
 Area Bronkovesikuler : ( bersih / halus / kasar )
- Suara Ucapan
 Terdengar : Bronkophoni (+/-), Egophoni (+/-),
Pectoriloqy (+/-)
- Suara tambahan
 Terdengar : Rales ( + / - ), Ronchi ( + / - ),
Wheezing ( + / - ), Pleural fricion rub ( + / - )
- Lainnya:………………

b) Pemeriksaan Jantung
 Inspeksi
Ictus cordis ( + / - ), pelebaran ........cm
Lainnya:………………

 Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Lemah / Kuat / Tidak teraba
)
Lainnya:………………

 Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : NICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : NICS IV Mid Sternalis Dextra
Lainnya:………………

 Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal , ( keras ), ( reguler )
BJ II terdengar (tunggal ), (keras ), ( reguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm ( -),
Murmur (-)
Lainnya:………………

10) Pemeriksaan Abdomen


 Inspeksi
- Bentuk abdomen : (datar )
- Massa/Benjolan ( - ), Kesimetrisan ( + ),
- Bayangan pembuluh darah vena (+ )
- Lainnya:………………
 Auskultasi
Frekuensi peristaltic usus . 5 – 35 x/menit , Borborygmi ( - )
Lainnya:………………
 Perkusi : Tympani ( + ), dullness ( - ), Lainnya.........................
 Palpasi
- Distensi ( - ), Difans muskular ( -)
- Palpasi Hepar :
Nyeri tekan ( - ), pembesaran ( - ), perabaan (lunak), permukaan
(tidak teraba), tepi hepar tidak teraba . ( N = hepar tidak teraba).
- Palpasi Lien : Pembesaran lien : ( - )
- Palpasi Appendik :
 Titik Mc. Burney . nyeri tekan ( - ), nyeri lepas ( - ), nyeri
menjalar kontralateral ( - ).
 Acites atau tidak : Shiffing Dullnes ( - ) Undulasi ( - )
- Palpasi Ginjal :Nyeri tekan( - ), pembesaran ( - ). (ginjal tidak
teraba).
- Lainnya:………………

11) Pemeriksaan Tulang Belakang :


 Inspeksi:
- Kelainan tulang belakang: Kyposis (-), Scoliosis (-), Lordosis (-)
Perlukaan (-), infeksi (-), mobilitas (leluasa)
- Lainnya: tidak ada
 Palpasi:
Fibrosis (-), HNP (-)
Lainnya: tidak ada

12) Pemeriksaan Ekstremitas


a) Ekstremitas Atas
 Inspeksi

Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris), deformitas ( - )


Fraktur (-), lokasi fraktur : -, kebersihan luka : bersih, terpasang
gips ( - ), Traksi ( - ), atropi otot ( - )
IV line: terpasang di tangan kiri, ukuran abocatch : 18, tetesan:
20 tetes/ menit
ROM: baik
Lainnya: tidak ada

 Palpasi

Perfusi: baik
CRT: < 2 detik
Edema : ( 0 ) pasien tidak mengalami edema
Lakukan uji kekuatan otot : pasien dapat menahan gravitasi dan
tahanan pada semua ekstremitas jadi nilainya 5 tiap ekstremitas
Lainnya:tidak ada
b) Ekstremitas Bawah :
 Inspeksi

Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris ), deformitas ( - )


Fraktur ( - ), lokasi fraktur ( - ) , jenis fraktur (-) kebersihan
luka (tidak ada luka) , terpasang gips ( - ), Traksi ( - ), atropi otot
( -)
IV line: terpasang di : tangan kiri,tetesan: ( - )
ROM: baik (harus dilatih)
Lainnya: tidak ada

 Palpasi

Perfusi: baik
CRT: < 2 detik
Edema : ( 0 )
Lakukan uji kekuatan otot : ( 5 - 5 )
Lainnya: tidak ada

Kesimpulan palpasi ekstermitas :

- Edema : 0 0
0 0

555 555
- uji kekuatan otot : 555 555

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh ( -), nyeri kepala ( -), kaku kuduk ( -), mual –
muntah ( -) riwayat kejang (-), penurunan tingkat kesadaran ( -),
riwayat pingsan ( -), tanda-tanda TIK lainnya:tidak ada
2. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) :dapat membedakan bau
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) : dapat melihat jelas
Nervus III, Ocumulatorius:terdapat reflek pupil kanan dan kiri
Nervus IV, Throclearis :dapat melakukan gerakan memutar pada bola
mata
Nervus V, Thrigeminus :
- Cabang optalmicus : Sentuhan halus kornea (+)
- Cabang maxilaris : Kemampuan mengatup gigi (+)
- Cabang Mandibularis : Kemampuan mengatup gigi (+)
Nervus VI, Abdusen :pandang mata kesamping(+)
Nervus VII, Facialis : ekspresi wajah(+)
Nervus VIII, Auditorius : pendengaran (+)
Nervus IX, Glosopharingeal : Lidah mengucapkan A (+) dan bisa
merasakan rasa makanan.
Nervus X, Vagus : reflek menelan (+)
Nervus XI, Accessorius : tahanan bahu (+)
Nervus XII, Hypoglosal : Menjulurkan lidah (+) dapat merasakan cita
rasa.
3. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul ( + ), benda tajam ( + ),
Menguji sensasi panas / dingin ( + ), kapas halus ( + ).
4. Memeriksa reflek kedalaman tendon
- Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( + )
b. Reflek trisep ( + )
c. Reflek brachiradialis ( + )
d. Reflek patella ( + )
e. Reflek achiles ( + )
- Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-
kasus tertentu.
a. Reflek babinski ( -)
b. Reflek chaddok ( -)
c. Reflek schaeffer ( -)

3. Data Penunjang Diagnostik


a. Pemeriksaan Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
WBC 7.8 ‘5.0-10.0’ 10^9/1
LYM 2.7 ‘0.5-5.0’ 10^9/1
LYM% 35.1 ‘15.0-50.0’ %
MID 0.3 ‘0.1 – 1.5’ 10^9/1
MID% 4.5 ‘2.0 – 15.0’ %
GRA 4.8 ‘1.2 – 8.0’ 10^9/1
GRA% 60.4 ‘35.0 – 80.0’ %
HGB 15.1 ‘14.0 – 18.0’ g/dl
MCH 28.6 ’25.0 – 35.0’ pg
MCHC 31.5 ’31 – 38.0’ g/dl
ABC 5.29 ‘4.50 – 6.50’ 10^12/1
RBC 90.7 ‘75.0 – 100.0’ fl
MCV 48.0 ‘35.0 – 55.0’ %
HCT 66.5 ‘30.0 – 150.0’ fl
RDWa 12.8 ‘11.0- 16.0’ %
RDW% 294 ‘150 – 450’ 10^9/1
PLT 8.4 ‘8.0 -11.0’ fl
MPV 10.9 ‘0.1 – 99.9’ fl
PDWa 0.24 ‘0.01 – 9.99’ %
PCT 16.0 0.1 – 99.9 %
P-LCR
Koagulasi
Masa perdarahan 1’30” menit 1- 3 menit
Masa pembekuan 10’ menit 6 – 12 menit

b. Pemeriksaan Radiologi : tidak ada


Hasil Pemeriksaan radiologi -
c. Lain-lain: tidak ada
Hasil pemeriksaan -

4. Therapi Saat ini :


Pemberian Cepraz 1g
IVFD RL 500ml
5. Kesimpulan status fisik (ASA):
ASA I Karena pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik berat
6. Pertimbangan Anestesi
a. Faktor penyulit:
Pasien tidak bisa membuka mulut maksimal
b. Jenis Anestesi: General Anestesi
Indikasi: karena pasien akan dilaukan pembedahan dibagian tubuh
atas
c. Teknik Anestesi: Laryngeal Mask Airway
Indikasi: pasien akan dilakukan pembedahan kurang lebih selama 2
jam dan untuk mematenkan jalan nafas
2) Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


I. PRE ANESTESI
1. DS: Terdapat massa pada pipi kanan Nyeri Akut
- Pasien mengatakan pasien, terjadi pembengkakan,
nyeri pada massa di sakit saat digerakkan
pipi kanannya ↓
DO: Nyeri Akut
- P : diakibatkan oleh
massa pada pipi kanan
- Q : rasa sakit seperti
nyeri tumpul
- R : di daerah wajah
bagian kanan tepatnya
di pipi kanan
- S : skala VAS : 3
- T : sakitnya timbul
ketika disentuh,
menekuk leher dan
membuka mulut
2. DS: pasien mengatakan Pasien akan dilakukan prosedur Ansietas
merasa cemas dengan pembedahan, Pasien baru
tindakan operasi pertama kali melakukan tindakan
DO:
pembedahan
 Pasien terlihat tegang

 TTV : TD : 149/87
Peningkatan Reaksi
mmHg, N : 89
x/menit, RR : 20x/ Simpatomimetik
menit, BB : 60Kg, TB ↓
: 180cm, BMI : 18,5 Ansietas
3. FR: Prosedur Pembedahan Eksisi Resiko Komplikasi
 Pasien akan diberikan ↓ Cedera Pembedahan
tindakan General Tindakan Anastesi General
Anestesi dengan Anestesi Inhalasi LMA
Tehnik LMA ↓
 Pasien akan diberikan RK Cidera Anestesi
obat – obatan anestesi
 TTV : TD : 149/87
mmHg, N : 89
x/menit, RR : 20x/
menit, BB : 60Kg, TB
: 180cm, BMI : 18,5

II. INTRA ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem


1 FR : Efek obat anestesi mendepresi RK Disfungsi
 Pasien akan diberikan nafas, dan posisi pasien yang Respirasi
tindakan General lateral
Anestesi dengan ↓
tehnik LMA RK Disfungsi Respirasi
 ASA : I
 TTV: TD : 149/87
mmHg, N : 89
x/menit, RR : 20x/
menit, BB : 60Kg, TB
: 180cm, BMI : 18,5

2 FR: Efek Agen anestesi mendepresi RK Disfungsi


 Pasien akan diberikan kardiovaskuler Kardiovaskuler
tindakan General ↓
Anestesi dengan Tekanan darah pasien pre op
tehnik LMA yang tinggi
 ASA : I ↓
 TTV: TD : 149/87 RK Disfungsi Kardiovaskuler
mmHg, N : 89
x/menit, RR : 20x/
menit, BB : 60Kg, TB
: 180cm, BMI : 18,5

FR : Infected Kista Parotis RK Trauma Fisik


 Pasien akan diberikan ↓ Pembedahan
tindakan General Tindakan Eksisi dan pemasangan
Anestesi dengan LMA
tehnik LMA ↓
 ASA : I RK Trauma Fisik Pembedahan
 TTV: TD : 149/87
mmHg, N : 89
x/menit, RR : 20x/
menit, BB : 60Kg, TB
: 180cm, BMI : 18,5

III. PASCA ANESTESI

No Symptom Etiologi Problem

1. FR : Pasien Post-anestesi GA, pasien RK Disfungsi


FR : masih terpapar obat – obatan Respirasi
 Pasien akan diberikan anestesi yang mendepresi nafas
tindakan General ↓
Anestesi dengan RK Disfungsi Respirasi
tehnik LMA
 ASA : I
 TTV: TD : 149/87
mmHg, N : 89
x/menit, RR : 20x/
menit, BB : 60Kg, TB
: 180cm, BMI : 18,5
2. FR : Pasien Post-anestesi GA, pasien RK Disfungsi
 Pasien akan diberikan masih terpapar obat – obatan Kardiovaskuler
tindakan General anestesi yang mendepresi sistem
Anestesi dengan Kardiovaskuler
tehnik LMA ↓
 ASA : I RK Disfungsi Kardiovaskuler
 TTV: TD : 149/87
mmHg, N : 89
x/menit, RR : 20x/
menit, BB : 60Kg, TB
: 180cm, BMI : 18,5
FR : Pasien Post-anestesi GA, pasien Resiko Jatuh
 Pasien akan diberikan masih terpapar obat – obatan
tindakan General anestesi yang mempengaruhi
Anestesi dengan saraf motorik
tehnik LMA ↓
 ASA : I Resiko Jatuh
 TTV: TD : 149/87
mmHg, N : 89
x/menit, RR : 20x/
menit, BB : 60Kg, TB
: 180cm, BMI : 18,5

II. Problem ( Masalah )


a. PRE ANESTESI
1. Nyeri Akut
2. Ansietas
3. RK Cedera Agen Anestesi
Alasan prioritas: nyeri akut pasien berhubungan langsung dengan
penyakit yang didiagnosa dan nyeri dan menyebabkan rantai efek berupa
terjadinya ketidak nyamanan yang mengakibatkan cemas dan dapat
mempengaruhi TTV pasien di intra

b. INTRA ANESTESI
1. RK Disfungsi Respirasi
2. RK Disfungsi Kardiovaskuler
3. RK Trauma Fisik Pembedahan
Alasan prioritas: RK Disgfungsi Respirasi sangat berakibat fatal apabila
tidak segea ditanggulangi atau di cegah, karena dapat menyebabkan
kematian

c. PASCA ANESTESI
1. RK Disfungsi Respirasi
2. RK Disfungsi Kardiovaskuler
3. Resiko Jatuh
Alasan prioritas: pasien Post-op masih dalam pengaruh obat anestesi,
kadang – kadang intake pernafasan pasien masih belum adekuat untuk
memenuhi asupan oksigen dalam tubuh
III. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi

3) Pra Anestesi
Nama : Tn. ND No. CM : 06.65.49
Umur : 52 tahun Dx : Infected Kista Parotis
Jenis kelamin : Laki - laki Ruang : IBS

No Problem Rencana Intervensi Jam Implementasi Evaluasi Nama &


(Masalah) Tujuan Intervensi Paraf
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan 1) Observasi 07.30 1) Mengobservasi Assessment pukul 08.00
kepenataan 1. anestesi tingkat nyeri tingkat nyeri S:
diharapkan nyeri akut pasien pasien - Pasien mengatakan
sudah bisa
Kriteria Hasil: menggunakan menggunakan
mengendalikan
1) Skala nyeri menjadi 1-3 metode PQRST metode PQRST nyerinya
(nyeri ringan) 2) Monitoring 2) Memonitoring - Pasien mengatakan
skala nyerinya 3 saat
2) Pasien tidak meringis Vital Sign 07.33 Vital Sign ditanya menggunakan
3) Tanda-tanda vital 3) Pantau keadaan 3) Memantau skala VAS
dalam rentang normal umum pasien 07.33 keadaan umum O:
1. TD 90-140/60-90 4) Berikan tehnik pasien - Pasien terlihat lebih
rileks
mmHg nafas dalam 4) Memberikan
- Pasien tidak meringis
2. Nadi 60-100x/menit 5) Atur posisi yang tehnik nafas - TTV : TD : 125/85
07.35
3. RR 16-20x/menit membuat pasien dalam mmHg, N : 85
tidak nyeri 5) Mengedukasi x/menit, RR :
20x/menit
6) Edukasi pasien 07.35 pasien
A: masalah teratasi
mengenai mengenai
P: pertahankan kondisi
tindakan yang tindakan yang pasien
dilakukan untuk dilakukan untuk
meredakan meredakan
nyeri nyeri
7) kolaborasi
dalam
pemberian
analgetik
2. Ansietas Setelah dilakukan 1) Monitor TTV 07.33 1) Memonitor Assesmen pukul 08.00
intervensi sealma 1 x 60 pasien TTV pasien S:

menit, ansietas pasien 2) Kaji tingkat 2) Mengkaji - Pasien mengatakan


07.33 tidak merasa cemas lagi
dapat diatasi dengan kecemasan tingkat - Pasien mengatakan
kriteria hasil : pasien kecemasan sudah mengerti
mengenai tindakan yang
1) Pasien mengatakan 3) Ajarkan teknik 07.35 pasien akan dilakukan
tidak lagi khawatir relaksasi nafas 3) Mengajarkan
akan tindakan yang dalam teknik relaksasi O:
akan dilakukan 4) KIE pasien nafas dalam - Pasien tampak rileks
- TTV dalam batas
2) Pasien mengatakan mengenai 4) Melakukan KIE
normal :
07.40
mengerti dengan prosedur pasien TD : 125/85 mmHg,
prosedur operasi dan pembedahan mengenai N : 85 x/menit, RR :
20x/menit
anestesi dan anestesi prosedur
A : masalah ansietas teratasi
3) Pasien tampak rileks yang akan pembedahan
P : pertahankan kondisi
tidak gelisah dilakukan dan anestesi pasien
4) TTV dalam batas 5) Kolaborasi yang akan
normal: dalam dilakukan
TD : 100-120/70-80 pemberian
mmHg sedasi
Nadi : 60-100x/m
RR : 12-20 x/m
3. RK Cedera Antistipasi terjadinya 1) Observasi 07.30 1) Mengobservasi Assessmen pukul 08.00
Agen
resiko cedera akibat adanya penyulit adanya penyulit S :
Anestesi
prosedur anestesi Setelah yang dicurigai yang dicurigai - Pasien mengatakan
siap untuk operasi
dilakukan asuhan akan terjadi akan terjadi
O:
keperawatan anestesi --Penyakit - Penyakit
diharapkan risiko cedera kardiovask kardiovaskul - Penyulit sudah
diobservasi dan
agen anestesi tidak ular er
ditemukan pasien
terjadi dengan kriteria - Penyakit - Penyakit hanya kesulitan
dalam membuka
hasil : pernapasan pernapasan
mulut
(1) Pasien mengatakan - Diabetes - Diabetes - Riwayat penyakit
pasien sudah di
siap untuk dilakukan mellitus mellitus
observasi
tindakan operasi - Penyakit - Penyakit - Pasien sudah siap
untuk dilakukan
(2) Tidak terjadi aspirasi Hati,Penyaki Hati,Penyaki
tindakan
di intra t ginjal, Suhu t ginjal, Suhu - TTV :
(3) Tidak terjadi tubuh tubuh TD : 125/85
mmHg, N : 85
hipotensi akibat 2) Lakukan 2) Melakukan x/menit, RR :
07.33
vasodilatasi pembuluh pengkajian 6B pengkajian 6B 20x/menit
darah - Breathing - Breathing A : masalah cedera anestesi
teratasi
(4) TTV dalam batas - Blood - Blood
P : pertahankan kondisi
normal: TD: 90- - Brain - Brain pasien
12\40/60-90 mmHg - Bladder - Bladder
Nadi: 60-100 x/menit - Bowel - Bowel
RR: 16-20 x/menit - Bone - Bone
Suhu: 36,5oC- 3) Lakukan 3) Melakukan
37,5oC SpO2: 95-100 Pengkajian Pengkajian
07.33
% LEMON LEMON
(5) Pasien tidak - L : Look - L : Look
mengalami cedera - E : Evaluate - E : Evaluate
yang serius sampai - M : Mallampaty - M : Mallampaty
akhir prosedur - O : Obstruction - O : Obstruction
pembedahan - N : Neck - N : Neck
4) Tanggalkan 4) Menanggalkan
segala aksesoris 07.33 segala aksesoris
pasien pasien
5) Lakukan 5) Melakukan
persiapan pasien 07.35 persiapan
sebelum pasien sebelum
pembedahan pembedahan
- Puasakan - Puasakan
pasien pasien
- Pengosonga - Pengosongan
n kandung kandung
kemih/pem kemih/pemas
asangan DC angan DC
- Status - Status nutrisi
nutrisi pasien/timba
pasien/timb ng BB/TB
ang BB/TB - Keseimbanga
- Keseimban n cairan dan
gan cairan elektrolit
dan - Informed
elektrolit consent
- Informed (persetujuan
consent tindakan
(persetujua anestesi)
n tindakan 6) Menetapkan
anestesi) kriteria
6) Tetapkan 07.35 mallampati dan
kriteria pemeriksaan
mallampati dan tiromentalis
pemeriksaan 7) Menentukan
tiromentalis status fisik
7) Tentukan status pasien
07.35
fisik pasien 8) Berkolaborasi
8) Kolaborasi pemberian
pemberian premedikasi
premedikasi 07.40

ASSESMEN PRA INDUKSI/ RE- ASSESMEN


Tanggal :
Kesadaran : Kesadaran Compos Mentis Pemasangan IV line : √ 1 buah □ 2 buah □ ukuran 18 G
Tekanan darah : 125/85 mmHg, Nadi : 85x/mnt. Kesiapan mesin anestesi : √ Siap/baik □ ………
RR : 20 x/mnt Suhu : - 0C Sumber gas medik : √ Siap/baik √ N20, O2, Sevofluran
Saturasi O2 : - %
Gambaran EKG : -
Penyakit yang diderita : √Tidak ada □ Ada, sebutkan……………
Gigi palsu : √ Tidak ada □ Ada , permanen □ Ada,sudah dilepas
Alergi : √ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
Kontak lensa : √Tidak ada □ Ada , sudah dilepas.
Penggunaan obat sebelumnya: √ Tidak ada □ Ada, sebutkan…………
CATATAN LAINNYA:
4) Intra Anestesi
Nama : Tn. ND No. CM : 06.65.49
Umur : 52 tahun Dx : Infected Kista Parotis
Jenis kelamin : Laki - laki Ruang : IBS

No Problem Rencana Intervensi Jam Implementasi Evaluasi Nama &


(Masalah) Tujuan Intervensi Paraf
1. RK Setelah dilakukan 1) Observasi TTV pasien 09.00 1) Mengobserva Assesmen pukul 10.10
Disfungsi setiap 5 menit si TTV S: -
tindakan
Respirasi 2) Monitor ekspansi pasien setiap
kepenataan anestesi dada setiap 5 menit 5 menit O:
3) Berikan oksigen 2) Memonitor - Tidak terjadi
selama 1x 60 09.00
dengan simple mask ekspansi komplikasi respirasi
menit, diharapkan 5-6 LPM dada setiap 5 selama pembedahan
4) Lakukan analisa gas menit
Resiko Komplikasi 09.00 3) Melakukan - SpO2 dalam batas
darah arteri: pH,
dapat dicegah PaCO2, dan PaO2 persiapan normal : 97 – 100%
5) Lakukan persiapan peralatan dan - Tidak terjadi sianosis
dengan kriteria
peralatan dan obat- obat-obatan A: masalah teratasi
hasil : obatan sesuai dengan sesuai
P: pertahankan kondisi
perencanaan teknik dengan
1) Tidak pasien
anestesi perencanaan
terjadi 6) Lakukan monitoring teknik
perianestesi anestesi
komplikasi
7) Lakukan 09.00 4) Melakukan
pemeliharaan jalan monitoring
Respirasi napas perianestesi
8) lakukan suctioning 5) Melakukan
2) SpO2 pasien 09.05
pada jalan nafas pemeliharaan
pada batas 9) Berikan obat jalan napas
antikolinergik 6) Berkolaboras
normal 97 – 09.15
10) Kolaborasikan i dalam
99% pemasangan LMA pemasangan
11) Lakukan pemasangan LMA
3) Tidak
alat ventilasi mekanik 09.15 7) Melakukan
terjadi dan alat nebulisasi pemasangan
12) Lakukan pengakhiran alat ventilasi
sianosis
tindakan anestesi: mekanik dan
reverse dan ekstubasi alat
13) Ajarkan pasien napas nebulisasi
dalam secara teratur 10.00 8) Melakukan
14) Ajarkan pasien teknik pengakhiran
batuk efektif tindakan
anestesi:
reverse dan
ekstubasi
9) Melakukan
10.05 suctioning
pada jalan
nafas

2. RK Setelah dilakukan 1. Monitoring tanda- 09.00 1. Memonitorin Assesmen pukul 10.10


Disfungsi S:-
intervensi selama tanda vital g tanda-
Kardiovas
kuler intra operasi, 2. Monitoring MAP tanda vital O:
diharapkan masalah 3. Monitoring tanda dan 09.00 2. Memonitorin - tekanan darah dalam
batas normal : 100/70 –
RK Disfungsi gejala penurunan g MAP 120/90 mmHg
Kardiovaskuler curah jantung 09.00
3. Memonitorin - MAP : 60 – 120
- Nadi : 60 – 100x/menit
tidak terjadi dengan - Perubahan g tanda dan
A : masalah teratasi
kriteria hasil: irama jantung gejala
P : pertahankan kondisi
- Tekanan darah - Perubahan penurunan pasien
90-140/60-90 gambaran EKG curah jantung
mmHg (distritmia/arit - Perubaha
- MAP 60-120 mia n irama
- Frekuensi Nadi - Distensi vena jantung
60-100x/menit jugularis - Perubahan
- Perubahan tekanan gambaran
darah meningkat EKG
/menurun (distritmia/
- Nadi teraba lemah arit mia
- CRT <2 detik - Distensi
- Warna kulit vena
pucat/sianosis jugularis
- Adanya suara - Perubahan
jantung tambahan tekanan
4. Monitoring darah
perdarahan meningkat
5. Monitoring produksi /menurun
urine - Nadi teraba
6. Monitoring kebutuhan lemah
cairan - CRT <2
7. Kolaborasi dalam detik
pemberian terapi - Warna kulit
cairan intra operatif pucat/siano
8. Monitoring balance sis
cairan - Adanya
9. Kolaborasi dalam suara
pemberian obat jantung
vasopressor/inot tambahan
ropik sesuai 4. Memonitorin
09.10
program terapi g perdarahan
5. Memonitorin
09.10 g produksi
urine
6. Memonitorin
09.10
g kebutuhan
cairan
7. Berkolaboras
09.15
i dalam
pemberian
terapi cairan
intra operatif
8. memonitorin
09.20 g balance
cairan
9. berkolaborasi
dalam
09.30
pemberian
obat
vasopressor
/inot ropik
sesuai
program
terapi
3. RK Setelah dilakukan (1) Siapkan peralatan dan 09.00 (1) Siapkan Assesmen pukul 10.10
Trauma
tindakan obat-obatan sesuai peralatan dan S : -
Fisik
Pembedah kepenataan dengan perencanaan obat-obatan O:
an - Trias anestesi tercapai
anestesi selama teknik anestesi sesuai
- Pasien tetap dalam sedasi
1x60 menit (2) Asistensi pelaksanaan dengan dalam selama
diharapkan tidak anestesi sesuai dengan perencanaan pembedahan
- TTV dalam batas normal
terjadi masalah program kolaboratif teknik
TD : 100/70 – 125/90
trauma fisik spesialis anestesi anestesi
N : 60 - 100x/menit
pembedahan (3) Bantu pemasangan 09.00 (2) Asistensi
RR : 16-20x/menit
dengan kriteria alat monitoring non pelaksanaan
SpO2 : 97 - 100%
hasil : invasif anestesi A : masalah teratasi
1. Tercapainya trias (4) Monitoring Intra- sesuai P : pertahankan kondisi
anestesi Anestesi dengan pasien

(hipnotik, (5) Atasi penyulit yang program


analgesia, dan timbul kolaboratif
relaksasi) (6) Lakukan spesialis
2. Pasien tetap pemeliharaan jalan anestesi
dalam stadium napas (3) Bantu
09.00
anestesi III plana (7) Lakukan pemasangan pemasangan
3 alat ventilasi alat
3. TTV dalam batas mekanik monitoring
normal : (8) Lakukan pengakhiran 09.00 non invasif
- TD : 110- tindakan anestesi (4) Monitoring
120/70-80 (9) Lakukan pengakhiran Intra-
mmHg tindakan anestesi: Anestesi
- Nadi : 60-100 reverse dan ekstubasi (5) Atasi
09.15
x/menit penyulit
- RR :12- yang timbul
20x/m (6) Lakukan
4. SpO2dalam 09.15 pemeliharaan
batas normal : jalan napas
95-100 % (7) Lakukan
09.15 pemasangan
alat ventilasi
mekanik
(8) Lakukan
pengakhiran
10.00
tindakan
anestesi
5) Pasca Anestesi
Nama : Tn. ND No. CM : 06.65.49
Umur : 52 tahun Dx : Infected Kista Parotis
Jenis kelamin : Laki - laki Ruang : IBS

No Problem Rencana Intervensi Jam Implementasi Evaluasi Nama &


(Masalah) Tujuan Intervensi Paraf
1. RK Disfungsi Setelah diberikan (1) Observasi TTV 10.15 (1) Mengobservasi Assesmen pukul 10.45
Respirasi
asuhan kepenataan pasien setiap 5 TTV pasien S: -
anestesi selama 30 menit setiap 5 menit O:
10.15
menit, diharapkan (2) Monitor ekspansi (2) Memonitor - Tidak ada secret dalam
saluran nafas
Resiko Komplikasi dada setiap 5 ekspansi dada - Tidak ada sumbatan
Disfungsi respirasi menit setiap 5 menit jalan nafas
dapat diatasi dengan (3) Berikan - Saturasi oksigen 97 –
10.15 (3) Memberikan
100%
kriteria hasil : oksigenasi 4% oksigenasi 4% - RR :16 – 20 x/menit
(1) Tidak ada secret dengan nasal dengan nasal A: masalah teratasi
P: pertahankan kondisi
dalam saluran kanul kanul pasien
nafas (4) Ajarkan pasien 10.20 (4) Mengajarkan
(2) Tidak ada tehnik nafas pasien tehnik
sumbatan jalan dalam nafas dalam
10.20
napas (5) Ajarkan pasien (5) Mengajarkan
(3) Saturasi oksigen batuk efektif pasien batuk
100%, (6) Edukasi pasien efektif
(4) RR 12-20x/menit atau keluarga 10.25 (6) Mengedukasi
pasien mengenai pasien atau
efek dari obat keluarga pasien
anestesi mengenai efek
dari obat
anestesi

2. RK Disfungsi Setelah diberikan (1) Periksa TTV 10.15 (1) Memeriksa Assesmen pukul 10.45
Kardiovaskul S:-
asuhan kepenataan pasien TTV pasien
er
anestesi selama 30 (2) Berikan terapi (2) Memberikan O:
10.20
menit, diharapkan cairan sesuai terapi cairan - Tekanan darah 90-

Resiko Komplikasi kebutuhan pasien sesuai 140/60-90 mmHg


Gangguan (3) Persiapkan obat – kebutuhan - MAP 60-120
Kardiovaskuler dapat obatan pasien - Frekuensi Nadi 60-
10.20
dihindari dengan emergency (3) Mempersiapkan 100x/menit
kriteria hasil: resusitasi obat – obatan - Tidak terjadi gangguan
1) Tekanan darah (4) Kolaborasikan emergency pada irama jantung
90-140/60-90 dengan dokter resusitasi A : masalah RK Disfungsi
Kardiovaskuler dicegah
mmHg Sp.An dalam 10.25 (4) Berkolaborasika
P : pertahankan kondisi
2) MAP 60-120 pemberian n dengan dokter pasien
3) Frekuensi Nadi vasopressor Sp.An dalam
60-100x/menit pemberian
vasopressor
3. Resiko Jatuh Setelah dilakukan (1) Kaji Tanda – 10.15 (1) Mengkaji Tanda Asesmen pukul 10.45
tanda vital – tanda vital S :
asuhan kepenataan
pasien pasien
anestesi diharapkan (2) Kaji aldrette (2) mengkaji - pasien mengatakan
score 10.15 aldrette score bahwa dirinya merasa
Resiko jatuh aman dan nyaman
(3) Pasang pengaman (3) Memasang
berkurang dengan pada pasien : pengaman pada O :
10.17
bantal atau pasien : bantal
Kkriteria hasil:
penyangga pada atau penyangga - pasien sudah
(1) Pasien tidak bed pada bed dipasangkan gelang
(4) Pasang gelang (4) Memasang kuning
terjatuh dari bed 10.17
kuning pada gelang kuning
(2) Pasien pasien pada pasien - pasien terlihat rileks
(5) Awasi individu 10.17 (5) Mengawasi
dipasangkan A : masalah teratasi
secara ketat individu secara
gelang kuning selama di kamar ketat selama di P : pertahankan kondisi
pulih sadar kamar pulih pasien
(3) Pasien merasa
sadar
aman
IV. Catatan Perkembangan

Nama : Tn. ND No. CM : 06.65.49


Umur : 52 tahun Dx : Infected Kista Parotis
Jenis kelamin: Laki - laki Ruang : IBS

No Tanggal Jam Problem Catatan Perkembangan Nama &


(Masalah ) Paraf
1. 28/3/2022 08.00 Nyeri Akut S:
- Pasien mengatakan sudah bisa
mengendalikan nyerinya
- Pasien mengatakan skala nyerinya 3
saat ditanya menggunakan skala VAS
O:
- Pasien terlihat lebih rileks
- Pasien tidak meringis
- TTV : TD : 125/85 mmHg, N : 85
x/menit, RR : 20x/menit
A: masalah teratasi
P: pertahankan kondisi pasien
2. 28/3/2022 08.00 Ansietas S:
- Pasien mengatakan tidak merasa cemas
lagi
- Pasien mengatakan sudah mengerti
mengenai tindakan yang akan dilakukan
O:
- Pasien tampak rileks
- TTV dalam batas normal :
TD : 125/85 mmHg, N : 85 x/menit,
RR : 20x/menit
A : masalah ansietas teratasi
P : pertahankan kondisi Pasien
3. 28/3/2022 08.00 S:
- Pasien mengatakan siap untuk operasi
O:
- Penyulit sudah diobservasi dan
ditemukan pasien hanya kesulitan
dalam membuka mulut
- Riwayat penyakit pasien sudah di
observasi
- Pasien sudah siap untuk dilakukan
tindakan
- TTV :
TD : 125/85 mmHg, N : 85
x/menit, RR : 20x/menit
A : masalah cedera anestesi teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
4. 28/3/2022 10.10 RK Disfungsi S: -
Respirasi O:
- Tidak terjadi komplikasi respirasi
selama pembedahan
- SpO2 dalam batas normal : 97 –
100%
- Tidak terjadi sianosis
A: masalah teratasi
P: pertahankan kondisi pasien
5. 28/3/2022 10.10 RK Disfungsi S:-
Kardiovaskuler O:
- tekanan darah dalam batas normal :
100/70 – 120/90 mmHg
- MAP : 60 – 120
- Nadi : 60 – 100x/menit
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi
6. 28/3/2022 10.10 RK Trauma Fisik S : -
Pembedahan O:
- Trias anestesi tercapai
- Pasien tetap dalam sedasi dalam selama
pembedahan
- TTV dalam batas normal
TD : 100/70 – 125/90
N : 60 - 100x/menit
RR : 16-20x/menit
SpO2 : 97 - 100%
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi
7. 28/3/2022 10.45 RK Dsfungsi S: -
Respirasi O:
- Tidak ada secret dalam saluran nafas
- Tidak ada sumbatan jalan nafas
- Saturasi oksigen 97 – 100%
- RR :16 – 20 x/menit
A: masalah teratasi
P: pertahankan kondisi pasien
8. 28/3/2022 10.45 RK Disfungsi S:-
Kardiovaskuler O:
- Tekanan darah 90-140/60-90 mmHg
- MAP 60-120
- Frekuensi Nadi 60-100x/menit
- Tidak terjadi gangguan pada irama
jantung
A : masalah RK Disfungsi Kardiovaskuler
dicegah
P : pertahankan kondisi pasien
9. 28/3/2022 10.45 Resiko Jatuh S:
- pasien mengatakan bahwa dirinya
merasa aman dan nyaman
O:
- pasien sudah dipasangkan gelang kuning
- pasien terlihat rileks
A : masalah teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
V. Format Hand Over Kamar Operasi ke Ruang Recovery

Nama : Tn. ND No. CM : 06.65.49


Umur : 52 tahun Dx : Infected Kista Parotis
Jenis kelamin: Laki - laki Ruang : IBS

S (Situation) 1. Diagnose : post eksisi Kista Parotis


(D)
2. TTV :
TD : 120/72 mmHg, N : 72x/m ,
SpO2 :99%,RR: 20x/m
3. Jenis operasi : eksisi
4. Jenis anetesi : GA-LMA
5. Aldert score 8
B (Background) 1. Tidak ada komplikasi selama di
ruang recovery
2. Selama tidakan pembedahan pasien
diberikan obat
- Ondansetron 4mg/IV
- Fentanyl 75mcg/IV
- Propofol 150mg/IV
- N2O : O2 50:50
- Sevoflurane 2,5%
- Cairan Infus RL 1000ml
A 1. RK Disfungsi Respirasi
(Assestment/Analisa) 2. RK Disfungsi Kardiovaskuler
3. Resiko Jatuh

R 1. Pantau Aldrete score


(Recommendation)
2. Lanjutkan program terapi
3. Pantau TTV pasien
4. Monitoring oksigenasi
Nama dan Paraf yang Nama Paraf
menyerahkan pasien

Nama dan paraf yang Nama Paraf


menerima pasien
PASCA ANESTESI

CATATAN PASIEN DI KAMAR PEMULIHAN :


Waktu masuk RR: Pk…….
Penata anestesi pengirim :
Penata anestesi penerima :
Tanda Vital : □TD: mmHg □Nadi:x/menit □RR: x/menit □Temperatur : 0
C
Kesadaran : □ Sadar betul □Belum sadar □Tidur dalam
Pernafasan : □ Sponta □Dibantu □VAS
Penyulit Intra operatif :
Instruksi Khusus :

S S S
Frekuensi

Frekuensi

Tekanan

SKALA C STEWARD C C
darah
napas

nadi

ALDRETTE BROMAGE SCORE


NYERI SCORE
O SCORE
O O
(Lingkar) R R R
E E E
28 220 Gerakan penuh dari
20 200 0 Saturasi O2 Pergerakan
tungkai
26 180 1
12 160 2 Tak mampu
8 180 140 Pernapasan Pernafasan
3 ekstensi tungkai
160 120
4
140 100 Tak mampu fleksi
120 80 5 Sirkulasi Kesadaran
6 lutut
100 60
80 40 7 Tak mampu fleksi
8 Aktifitas
60 20
motorik pergelangn kaki
0 9
10
Kesadaran
Lama Masa Pulih :
Menginformasikan keruangan untuk menjemput pasien :
1. Jam : Penerima : 2. Jam : Penerima : 3. Jam :
Penerima :

KELUAR KAMAR PEMULIHAN


Pukul keluar dar RR : Pk. ke ruang: □ rawat inap □ ICU □ Pulang □ lain-lain:
SCORE ALDRETTE :
SCORE STEWARD:
SCORE BROMAGE:
SCORE PADSS (untuk rawat jalan): □ not applicable
SCORE SKALA NYERI: □ Wong Baker:
Nyeri : □ tidak □ ada
Risiko jatuh : □ tidak beresiko □ resiko rendah □ resiko tinggi
Risiko komplikasi respirasi : □ tidak □ ada
Rsiko komplikasi kardiosirkulasi □ tidak □ ada
Rsiko komplikasi neurolgi : □ tidak □ ada
Lainya

INSTRUKSI PASCA BEDAH:


Pengelolaan nyeri :
Penanganan mual/ muntah :
Antibiotika :
Obat-obatan lain :
Infus :
Diet dan nutrisi :
Pemantauan tanda vital : Setiap Selama
Lain-lain :
Hasil pemeriksaan penunjang/obat/barang milik pasien) yang diserahkan melalui perawat ruangan/ICU :
1) 2) 3)
VI. Format Hand Over recovery Room ke Ruang Rawat Inap

Nama : No.CM :
Umur : Diagnosa :
Jenis kelamin : Ruang :
S (Situation) 1. Diagnose : post eksisi Kista Parotis
(D)
2. TTV :
TD : 127/82 mmHg, N : 80x/m ,
SpO2 :99%,RR: 20x/m
3. Jenis operasi : eksisi
4. Jenis anetesi : GA-LMA
5. Aldert score 9
B (Background) 1. Tidak ada komplikasi selama
tindakan pembedahan dan anestesi
2. Selama tidakan pembedahan pasien
diberikan obat
- Ondansetron 4mg/IV
- Fentanyl 75mcg/IV
- Propofol 150mg/IV
- N2O : O2 50:50
- Sevoflurane 2,5%
- Cairan Infus RL 1000ml
A 1. Tidak ada masalah yang timbul
(Assestment/Analisa) selama pasien di ruang recovery

R 1. Pantau TTV pasien


(Recommendation) 2. Lanjutkan pemberian terapy sesuai
dengan instruksi dokter anestesi
dan DPJP
Nama dan Paraf yang Nama Paraf
menyerahkan pasien

Nama dan paraf yang Nama Paraf


menerima pasien

Anda mungkin juga menyukai