FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANASTESIOLOGI
INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR PAROTIS
1) Pemeriksaan fisik
Status general melihat keadaan umum pasien secara
keseluruhan, adakah anemis, ikterus, periksalah
kepala, thorax, abdomen. Selain itu adakah tanda-
tanda kea rah metastasis jauh (paru, tulang dan lain-
lain).
b. Status local
Inspeksi dari warna kulit, struktur, perkiraan ukuran,
dan sampai intaoral, melihat adakah pendesakan
tonsil/uvula).
1) Palpasi untuk menilai konsistensi, permukaan,
mobilitas terhadap jaringan sekitar.
2) Pemeriksaan fungsi n. VII, VIII, IX, X, XI, XII.
c. Status regional
Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening
leher ipsilateral dan kotralateral
d. Pemeriksaan Radiologis
1) USG
USG dilakukan untuk membedakan massa padat
dan kistik. USG pada pemeriksaan penunjang
berguna untuk evaluasi kelainan vaskuler dan
pembesaran jaringan lunak dari leher dan wajah
termasuk kelenjar saliva dan kelenjar limfe.
2) CT-Scan
Gambaran CT-scan tumor parotis yaitu suatu
penampang yang tajam dan pada dasarnya
mengelilingi lesi homogeny yang mempunyai
suatu kepadatan yang lebih tinggi disbanding
glandula tissue. Tumor mempunyai intensitas yang
lebih besar ke area terang (intermediate
brightness). Focus dengan intensitas Signal rendah
(area gelap/rediolusen) biasanya menunjukkan area
fibrosis atau kalsifikasi distropik. Klasifikasi
ditunjukkan dengan tanda kosong (signal void)
pada neoplasma parotid sebagai tanda diagnose.
3) MRI
pemeriksaan ini dapat membedakan massa parotis
benigna atau maligna. Pada massa parotis benigna,
lesi biasanya memiliki tepi yang halus dengan garis
kapsul yang kaku. Namun demikian, pada lesi
maligna dengan grade rendah terkadang
mempunyai pseudokapsular dan memiliki
gambaran radiografi seperti lesi benigna. Lesi
maligna dengan grade tinggi memiliki tepi dengan
gambaran infiltrasi.
4) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah,
urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase,
BUN/Kreatinin, globulin, albumin, serum
elektrolit, faal homeostasis, untuk menilai keadaan
umum dan persiapan operasi.
5) Pemeriksaan Patologi Anatomi
a) FNA belum merupakan pemeriksaan baku.
b) Biopsy insisional à dikerjakan pada tumor
yang inoperable.
c) Biopsy Eksisional à pada tumor parotis yang
operable dilakukan parotidektomi superfisial.
5. Penatalaksanaan medis
a. Penatalaksanaan terapi
1) Terapi radiasi merupakan penanganan kanker
dengan menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk
membunuh sel kanker. Terdapat dua cara
pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal
radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi
diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari
kanker. External radiasi (external beam therapy)
merupakan penanganan dimana radiasi tingkat
tinggi secara tepat diarahkan pada sel kanker.
Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel
kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk
melindungi jaringan yang sehat disekitarnya.
Terapi radiasi tidak menyakitkan dan pemberian
radiasi hanya berlangsung beberapa menit. Internal
radiasi (brachytherapy, implant radiation)
menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam
tubuh sedekat mungkin pada sel kanker. Substansi
yang menghasilkan radiasi disebut radioisotop,
bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral
atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi
memberikan tingkat radiasi yang lebih tinggi
dengan waktu yang relatif singkat bila
dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan
beberapa penanganan internal radiasi secara
sementara menetap didalam tubuh.
2) Kemoterapi
Kanker kolon telah banyak resisten pada hampir
sebagian besar agen kemoterapi. Bagaimanapun
juga kemoterapi yang diikuti dengan ekstirpasi dari
tumor secara teoritis seharusnya dapat menambah
efektifitas dari agen kemoterapi. Kemoterapi
sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor
sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang
berada pada fase pertumbuhan banyak.
b. Penatalaksanaan operatif
1) Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira
– kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal.
Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative.
Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat
dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik
dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru
dikembangkan untuk meminimalkan luasnya
pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop
digunakan sebagai pedoman dalam membuat
keputusan di kolon ; massa tumor kemudian
dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk
kebanyakan lesi. Tujuan pembedahan dalam situasi
ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar
dan mencakup struktur vital sekitarnya, maka
operasi tidak dapat dilakukan.
2) Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang
(stoma) yang dibentuk dari pengeluaran sebagian
bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen
(perut), stoma ini dapat bersifat sementara atau
permanen.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa
sakit ketika dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang
menimbulkan rasa sakit, dalam hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan
untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan
(Sabiston, 2011).
2. Jenis Anestesi
Terdapat 3 jenis anestesi, yaitu General Anestesi, Regional
Anestesi dan Lokal Anestesi, berikut pemmbagiannya :
a. General anestesi
merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan general anestesi
terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah general
anestesi denggan teknik intravena anestesi dan general anestesi
dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan
dengan teknik intubasi yaitu pemasangan endotracheal tube atau
gabungan keduanya inhalasi dan intravena (Latief, 2007).
b. Regional Anestesi
Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat
sebagai analgesik. Anestesi regional hanya menghilangkan nyeri
tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar. Oleh sebab itu, teknik ini
tidak memenuhi trias anestesi karena hanya menghilangkan
persepsi nyeri saja (Pramono, 2017).
c. Local Anestesia
Definisi anestesi lokal adalah tindakan meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat irreversible.
Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran,
analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak
diinginkan dari pasien (Sasongko, 2005). Anestesi local
menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada
jaringan saraf dengan kadar cukup (Ganiswarna, 1995). Obat ini
bekerja pada tiap bagian susunan saraf Sebagai contoh, bila
anestesi lokal dikenakan pada korteks motoris, impuls yang
dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila disuntikkan ke
dalam kulit maka transmisi impuls sensorik dihambat. Pemberian
anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik
dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Banyak macam zat
yang dapat mempengaruhi hantaran saraf, tetapi umumnya tidak
dapat dipakai karena menyebabkan kerusakan permanen pada sel
saraf. Paralisis saraf oleh anestetik lokal bersifat reversible, tanpa
merusak serabut atau sel saraf (Sasongko, 2005).
Anestetik lokal yang pertama ditemukan ialah kokain, suatu
alkaloid yang terdapat dalam daun Erythroxylon coca, semacam
tumbuhan belukar (Alva R & Fadillah A, 2010). Anestetik lokal
sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara
permanen. Kebanyakan anetetik lokal memenuhi syarat ini. Batas
keamanan harus lebar, sebab anestetik lokal akan diserap dari
tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan
masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk
melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai
memperpanjang masa pemulihan. Zat anestetik lokal juga harus
larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa
mengalami perubahan (Katzung,1997)
3. Teknik Anestesi
a) Inhalasi anastesi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau
mesin anestesi langsung ke udara inspirasi. Berikut sub
tehnik anestesi inhalasi :
(1) Menggunakan LMA (Laringeal Mask Airway)
(2) Menggunakan ETT (Endotrakeal tube)
(3) Menggunakan Face mask
b) Parenteral anastesi
(1) TIVA
(2) Intramuskuler
c) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun
obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi
dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi
secara optimal dan berimbang, yaitu:
(1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat
hipnotikum atau obat anestesi umum yang lain.
(2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat
analgetik opiat atau obat general anestesi atau dengan
cara analgesia regional.
(3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat
pelumpuh otot atau general anestesi, atau dengan cara
analgesia regional.
d) Tehnik Anestesi Regional
Jenis Anestesi Regional menurut Pramono (2017)
digolongkan sebagai berikut :
(1) Anestesi Spinal
Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang
subaraknoid disegmen lumbal 3-4 atau lumbal 4-5.
Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal
menembus kulit subkutan lalu menembus ligamentum
supraspinosum, ligamen interspinosum, ligamentum
flavum, ruang epidural, durameter, dan ruang
subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid
adalah dengan keluarnya liquor cerebrospinalis
(LCS). Menurut Latief (2010) anestesi spinal menjadi
pilihan untuk operasi abdomen bawah dan ekstermitas
bawah.
Teknik anestesi ini popular karena sederhana,
efektif, aman terhadap sistem saraf, konsentrasi obat
dalam plasma yang tidak berbahaya serta mempunyai
analgesi yang kuat namun pasien masih tetap sadar,
relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi lebih
sedikit, aspirasi dengan lambung penuh lebih kecil,
pemulihan saluran cerna lebih cepat (Longdong,
2011).
Anestesi spinal memiliki komplikasi.
Beberapa komplikasi yaitu hipotensi terjadi 20-70%
pasien, nyeri punggung 25% pasien, kegagalan
tindakan spinal 3-17% pasien dan post dural punture
headache di Indonesia insidensinya sekitar 10%
pada pasien paska spinal anestesi (Tato, 2017).
Kekurangan dari anestesi spinal dibahas dalam sub
bab komplikasi anestesi spinal.
(2) Anestesi Epidural
Anestesi yang menempatkan obat di ruang
epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada di
antara ligamentum flavum dan durameter. Bagian atas
berbatasan dengan foramen magnum di dasar
tengkorak dan bagian bawah dengan selaput
sakrokoksigeal. Kedalaman ruang rata-rata 5 mm dan
di bagian posterior kedalaman maksimal terletak pada
daerah lumbal. Anestetik lokal di ruang epidural
bekerja langsung pada saraf spinal yang terletak di
bagian lateral. Onset kerja anestesi epidural lebih
lambat dibanding anestesi spinal. Kualitas blokade
sensoris dan motoriknya lebih lemah.
(3) Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi
epidural,karena kanalis kaudalis adalah kepanjangan
dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang
kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup
oleh ligamentum sakrokoksigeal. Ruang kaudal berisi
saraf sakral, pleksus venosus, felum terminale, dan
kantong dura. Teknik ini biasanya dilakukan pada
pasien anak-anak karena bentuk anatominya yang
lebih mudah ditemukan dibandingkan daerah sekitar
perineum dan anorektal, misalnya hemoroid dan
fistula perianal.
3. Rencana Intervensi
1) Tujuan
a) Nyeri Akut
Setelah dilakukan intervensi nyeri klien berkurang dengan
kriteria hasil :
(1) klien mengatakan nyerinya berkurang
(2) nilai VAS(visual analogue scale) kurang dari 4
(3) klien tampak rileks
(4) TTV dalam batas normal : TD = 90-120/60-90
mmHg, Nadi : 60 – 100x/ menit, RR : 12 –
20x/menit
Rencana Intervensi :
(1) Observasi tingkat nyeri pasien menggunakan metode
PQRST
(2) Monitoring vital sign
(3) Pantau keadaan umum pasien
(4) Berikan tehnik nafas dalam
(5) Atur posisi pasien untuk mengurangi nyeri
(6) Edukasi pasien mengenai tindakan yang dilakukan
untuk meredakan nyeri
(7) Kolaborasi dalam pemberian analgetik pasca
operatif
a) Ansietas
Setelah dilakukan intervensi, ansietas pasien dapat diatasi
dengan kriteria hasil :
1) Pasien mengatakan tidak lagi khawatir akan tindakan
yang akan dilakukan
2) Pasien mengatakan mengerti dengan prosedur operasi
dan anestesi
3) Pasien tampak rileks, tidak gelisah
4) TTV dalam batas normal:
TD : 100-120/70-80 mmHg
Nadi : 60-100x/m
RR : 12-20 x/m
Rencana intervensi :
1) Monitor TTV pasien
b) RK Cedera Anestesi
Antistipasi terjadinya resiko cedera akibat prosedur
anestesi Setelah dilakukan asuhan keperawatan anestesi
diharapkan risiko cedera agen anestesi tidak terjadi dengan
kriteria hasil :
(1) Pasien mengatakan siap untuk operasi
(2) Tidak terjadi aspirasi
(3) Tidak terjadi hipotensi akibat vasodilatasi pembuluh
darah
(4) TTV dalam batas normal: TD: 90-12\40/60-90
mmHg Nadi: 60-100 x/menit RR: 16-20 x/menit
Suhu: 36,5oC- 37,5oC SpO2: 95-100 %
(5) Pasien tidak mengalami cedera yang serius sampai
akhir prosedur pembedahan
Rencana Intervensi yang dilakukan adalah :
(1) Observasi adanya penyulit yang dicurigai akan
terjadi
- Penyakit kardiovaskular
- Penyakit pernapasan
- Diabetes mellitus
- Penyakit Hati,Penyakit ginjal, Suhu tubuh
(2) Lakukan pengkajian 6B - Breathing
- Blood
- Brain
- Bowel
- Blader
- Bone
(3) Lakukan Pengkajian LEMON
- L : Look
- E : Evaluate
- M : Mallampaty
- O : Obstruction
- N : Neck
(4) Tanggalkan segala aksesoris pasien
(5) Lakukan persiapan pasien sebelum pembedahan
- Puasakan pasien
- Pengosongan kandung kemih/pemasangan DC
- Status nutrisi pasien/timbang BB/TB
- Keseimbangan cairan dan elektrolit
- Informed consent (persetujuan tindakan anestesi)
(6) Tetapkan kriteria mallampati dan pemeriksaan
tiromentalis
(7) Tentukan status fisik pasien
(8) Kolaborasi pemberian premedikasi
4. Implementasi
Merupakan tahap eempat dalam proses asuhan kepenataan
anestesiologi. Pada tahap ini terdapat bentuk penanganan yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis yang
bertujuan untuk meningkatkan hasil perawatan pasien. Dalam
implementasi terdapat beberapa pertimbangan, yaitu tinjau ulang
segala kemngkinan intervensi yang sesuai dengan masalah pasien,
tinjau ulang kemungkinan konsekuensi, dan buat keputusan tentang
manfaat dari konsekuensi.
5. Evaluasi
Evaluasi Merupakan tahap kelima atau tahap terakhir dari proses
asuhan kepenataan anestesiologi. Tahap evaluasi ini bertujuan
untuk menilai atau menentukan efektifitas dari asuhan kepenataan
anestesiologi yang sudah diberikan. Dalam tahap ini juga
dilakukan penentuan apakah telah terjadi perbaikan dari kondisi
atau kesejahteraan pasien.
ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI
PASIEN Tn. ND DENGAN INFECTED KISTA PAROTIS (D)
DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI EKSISI DENGAN TINDAKAN
ANESTESI GENERAL ANESTESI DENGAN LMA
DI RUANG IBS RSAD TK.II UDAYANA
PADA TANGGAL 28 MARET 2022
I. PENGKAJIAN
1) Pengumpulan Data
1. Anamnesis
a. Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn.ND
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tentara
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan` : Sudah kawin
Golongan darah :B
Alamat : Jl. PB Sudirman
No. CM : 06.65.49
Diagnosa medis : Infected Kista Parotis (D)
Tindakan Operasi : Eksisi
Tanggal MRS : 27 Maret 2022
Tanggal pengkajian : 28 Maret 2022 Jam
Pengkajian: 07.30
Jaminan : BPJS
b. Saat Pengkajian
Pasien mengatakan ada benjolan di pipi kanan dan sedikit sakit
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang bersama dengan anaknya ke RSAD TK. II Udayana pada
tanggal 27 Maret 2022 untuk dilakukan pemeriksaan terkait benjolanya,
setelah dilakukan pemeriksaan pasien didiagnosa mengidap Infected
Kista Parotis (D), kemudian pasien berkonsultasi dengan dokter Anestesi
terkait dengan tindakan yang akan dilakukan, data yang didapat adalah :
terdapat massa pada pipi bagian kanan pasien dengan diameter 3 cm,
pasien mengatakan sakit saat dipegang, dan saat membuka mulut, pasien
ketika ditanya mengenai pembedahan agak merasa cemas, pasien terlihat
tegang, pasien mengatakan memiliki riwayat Hipertensi terkontrol, TTV
: TD : 149/87 mmHg, N : 89, RR :20, BB : 60Kg, TB :180cm, BMI :
18,5
5) Riwayat Kesehatan
- Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? tidak
Jika ya, menderita penyakit apa?
- Riwayat operasi sebelumnya : tahun: jenis:
Komplikasi:
- Riwayat anestesi sebelumnya : tahun: jenis :
Komplikasi:
- Apakah pasien pernah mendapatkan transfusi darah? tidak
jika ya, jumlah : , Reaksi alergi: ya/tidak
- Apakah pasien pernah didiagnosis penyakit menular? tidak
Jika ya, sebutkan……
6) Riwayat pengobatan/konsumsi obat:
a) Obat yang pernah dikonsumsi: Amlodipin
b) Obat yang sedang dikonsumsi: Amlodipin
7) Riwayat Alergi : tidak, jika ya, sebutkan :
8) Kebiasaan :
a) Merokok : Ya , jika ya,jumlah : 3 – 5 batang sehari
b) Alkohol : Ya , jika ya,jumlah : kadang-kadang 1x
dalam seminggu
c) Kopi/teh/soda : tidak , jika ya,jumlah :
2) Air / Minum
Sebelum Sakit
- Frekuensi : ±8 gelas sehari (±2000 ml/hari)
- Jenis : air putih, kopi
- Cara : oral
- Minum Terakhir : pukul 00.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat Ini
- Frekuensi : 8 gelas sehari (±2000 ml)
- Jenis : air putih
- Cara : oral
- Minum Terakhir : 00.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
3) Nutrisi/ makanan
Sebelum Sakit
- Frekuensi : 3 – 4 kali sehari
- Jenis : nasi
- Porsi : 1 piring
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : tidak terkaji
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : 00.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 3 x sehari
- Jenis : nasi
- Porsi : 1 piring
- Diet khusus : tidak ada
- Makanan yang disukai : tidak terkaji
- Napsu makan : baik
- Puasa terakhir : 00.00 wita
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
4) Eliminasi
a) BAB
Sebelum sakit
- Frekuensi : 1 x sehari
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning kecoklatan
- Bau : khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 1 x sehari
- Konsistensi : padat
- Warna : kuning
- Bau : khas feses
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
b) BAK
Sebelum sakit
- Frekuensi : 4 x sehari (1000 – 1500
cc)
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning bening
- Bau : khas urin
- Cara (spontan/dg alat) : spontan
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
Saat ini
- Frekuensi : 2 x sehari ( 250-500 cc)
- Konsistensi : cair
- Warna : kuning bening
- Bau : khas urin
- Cara (spontan/dg alat) : dengan alat
- Keluhan : tidak ada
- Lainnya : tidak ada
6) Interaksi Sosial
- Hubungan dengan lingkungan masyarakat, keluarga, kelompok,
teman baik.
7) Pemeliharaan Kesehatan
- Rasa Aman : pasien mengatakan merasa aman dengan
bed yang berisi pengaman samping
- Rasa Nyaman : pasien merasa tidak nyaman karena
pertama kali dilakukan operasi
- Pemanfaatan pelayanan kesehatan : pasien datang ke RSAD TK
II udayana ketika terdapat benjolan di pipi
2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : komposmetis
GCS : Verbal: 6 Motorik 5 Mata : 4
Penampilan : tampak sakit ringan
0
Tanda-tanda Vital : Nadi = 89 x/menit, Suhu = 36 C, TD =149/87
mmHg,
RR =20 x/menit, Skala Nyeri: 3
BB: 60Kg, TB: 180Cm Cm, BMI: 18,5
Lainnya:………………
2) Pemeriksaan Kepala
Inspeksi :
Bentuk kepala (brakhiocephalus/ bulat ), kesimetrisan (+),
hidrochepalus ( - ), Luka ( - ), darah ( - ), trepanasi ( - ).
Lainnya:…………
Palpasi :
Nyeri tekan ( - ), fontanella / pada bayi (tidak)
Lainnya:…………
3) Pemeriksaan Wajah :
Inspeksi :
Ekspresi wajah (tegang), dagu kecil (+), Edema (-),
kelumpuhan otot-otot fasialis (-), sikatrik (-), micrognathia (-),
rambut wajah (-)
Lainnya:…………
4) Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
- Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + )
- Ekssoftalmus ( - ), Endofthalmus ( + )
- Kelopak mata / palpebra : oedem ( - ), ptosis ( - ), peradangan (
- ) luka ( - ), benjolan ( - )
- Bulu mata (tidak rontok)
- Konjunctiva dan sclera : perubahan warna tidak ada perubahan
warna (merah)
- Reaksi pupil terhadap cahaya : (miosis) isokor ( + )
- Kornea : warna coklat
- Nigtasmus ( - ), Strabismus ( - )
- Ketajaman Penglihatan ( Baik )
- Penggunaan kontak lensa: tidak
- Penggunaan kaca mata: tidak
- Lainnya:………………
Palpasi
Pemeriksaan tekanan bola mata : tidak ada massa ataupun nyeri
Lainnya:………………
5) Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi
- Amati bagian telinga luar : bentuk simetris
Lesi ( - ), nyeri tekan ( - ),peradangan ( - ), penumpukan
serumen (-).
- perdarahan ( - ), perforasi ( - )
- Tes kepekaan telinga : pasien dapat mendengar dengan seimbang,
sama – sama peka pada telinga kiri maupun kanan
- Lainnya:………………
6) Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi
- Amati bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi : tidak ada
pembengkakan dan bentuknya simetris
- Amati meatus : perdarahan ( - ), Kotoran ( - ), Pembengkakan (
- ), pembesaran/polip ( - )
- pernafasan cuping hidung ( - ).
- Lainnya:………………
8) Pemeriksaan Leher
Inspeksi dan amati dan rasakan :
- Bentuk leher simetris, peradangan ( - ), jaringan parut (-),
perubahan warna ( - ), massa ( - )
- Kelenjar tiroid, pembesaran ( - )
- Vena jugularis : pembesaran ( - )
- Pembesaran kelenjar limfe ( - ), posisi trakea (simetris)
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( + ), ekstensi :
( + ), fleksi : ( - ), menggunakan collar : ( - )
- Leher pendek: tidak
- Lainnya:………………
Palpasi
- Kelenjar tiroid: ukuran 1 cm, intensitas lembut
- Vena jugularis : tekanan : tidak ada
- Jarak thyro mentalis , 6 cm : ( + )
- Mobilitas leher : menggerakan rahang kedepan : ( + ), ekstensi :
( + ), fleksi : ( - ), menggunakan collar : ( - )
- Lainnya:………………
9) Pemeriksaan Torak
a) Pemeriksaan Thorak dan Paru
Inspeksi
- Bentuk torak (Normal chest), keadaan kulit ..........................
- Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta ( + / - ),
retraksi suprasternal ( + / - ), Sternomastoid ( + / - )
- Pola nafas : (Eupnea / Takipneu / Bradipnea / Apnea / Chene
Stokes / Biot’s / Kusmaul)
- Batuk (+/- ), jelaskan..................
- Lainnya:………………
Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara kanan dan
kiri teraba (sama / tidak sama). Lebih bergetar sisi
............................
Lainnya:………………
Perkusi
Area paru : ( sonor / hipersonor / dullnes )
Lainnya:………………
Auskultasi
- Suara nafas
Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar ) ,
Area Bronchial : ( bersih / halus / kasar )
Area Bronkovesikuler : ( bersih / halus / kasar )
- Suara Ucapan
Terdengar : Bronkophoni (+/-), Egophoni (+/-),
Pectoriloqy (+/-)
- Suara tambahan
Terdengar : Rales ( + / - ), Ronchi ( + / - ),
Wheezing ( + / - ), Pleural fricion rub ( + / - )
- Lainnya:………………
b) Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Ictus cordis ( + / - ), pelebaran ........cm
Lainnya:………………
Palpasi
Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Lemah / Kuat / Tidak teraba
)
Lainnya:………………
Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : NICS V Mid Clavikula Sinistra)
Batas Kanan : NICS IV Mid Sternalis Dextra
Lainnya:………………
Auskultasi
BJ I terdengar (tunggal , ( keras ), ( reguler )
BJ II terdengar (tunggal ), (keras ), ( reguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( - ), Gallop Rhythm ( -),
Murmur (-)
Lainnya:………………
Palpasi
Perfusi: baik
CRT: < 2 detik
Edema : ( 0 ) pasien tidak mengalami edema
Lakukan uji kekuatan otot : pasien dapat menahan gravitasi dan
tahanan pada semua ekstremitas jadi nilainya 5 tiap ekstremitas
Lainnya:tidak ada
b) Ekstremitas Bawah :
Inspeksi
Palpasi
Perfusi: baik
CRT: < 2 detik
Edema : ( 0 )
Lakukan uji kekuatan otot : ( 5 - 5 )
Lainnya: tidak ada
- Edema : 0 0
0 0
555 555
- uji kekuatan otot : 555 555
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh ( -), nyeri kepala ( -), kaku kuduk ( -), mual –
muntah ( -) riwayat kejang (-), penurunan tingkat kesadaran ( -),
riwayat pingsan ( -), tanda-tanda TIK lainnya:tidak ada
2. Memeriksa nervus cranialis
Nervus I , Olfaktorius (pembau ) :dapat membedakan bau
Nervus II, Opticus ( penglihatan ) : dapat melihat jelas
Nervus III, Ocumulatorius:terdapat reflek pupil kanan dan kiri
Nervus IV, Throclearis :dapat melakukan gerakan memutar pada bola
mata
Nervus V, Thrigeminus :
- Cabang optalmicus : Sentuhan halus kornea (+)
- Cabang maxilaris : Kemampuan mengatup gigi (+)
- Cabang Mandibularis : Kemampuan mengatup gigi (+)
Nervus VI, Abdusen :pandang mata kesamping(+)
Nervus VII, Facialis : ekspresi wajah(+)
Nervus VIII, Auditorius : pendengaran (+)
Nervus IX, Glosopharingeal : Lidah mengucapkan A (+) dan bisa
merasakan rasa makanan.
Nervus X, Vagus : reflek menelan (+)
Nervus XI, Accessorius : tahanan bahu (+)
Nervus XII, Hypoglosal : Menjulurkan lidah (+) dapat merasakan cita
rasa.
3. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpul ( + ), benda tajam ( + ),
Menguji sensasi panas / dingin ( + ), kapas halus ( + ).
4. Memeriksa reflek kedalaman tendon
- Reflek fisiologis
a. Reflek bisep ( + )
b. Reflek trisep ( + )
c. Reflek brachiradialis ( + )
d. Reflek patella ( + )
e. Reflek achiles ( + )
- Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-
kasus tertentu.
a. Reflek babinski ( -)
b. Reflek chaddok ( -)
c. Reflek schaeffer ( -)
b. INTRA ANESTESI
1. RK Disfungsi Respirasi
2. RK Disfungsi Kardiovaskuler
3. RK Trauma Fisik Pembedahan
Alasan prioritas: RK Disgfungsi Respirasi sangat berakibat fatal apabila
tidak segea ditanggulangi atau di cegah, karena dapat menyebabkan
kematian
c. PASCA ANESTESI
1. RK Disfungsi Respirasi
2. RK Disfungsi Kardiovaskuler
3. Resiko Jatuh
Alasan prioritas: pasien Post-op masih dalam pengaruh obat anestesi,
kadang – kadang intake pernafasan pasien masih belum adekuat untuk
memenuhi asupan oksigen dalam tubuh
III. Rencana Intervensi, Implementasi dan Evaluasi
3) Pra Anestesi
Nama : Tn. ND No. CM : 06.65.49
Umur : 52 tahun Dx : Infected Kista Parotis
Jenis kelamin : Laki - laki Ruang : IBS
2. RK Disfungsi Setelah diberikan (1) Periksa TTV 10.15 (1) Memeriksa Assesmen pukul 10.45
Kardiovaskul S:-
asuhan kepenataan pasien TTV pasien
er
anestesi selama 30 (2) Berikan terapi (2) Memberikan O:
10.20
menit, diharapkan cairan sesuai terapi cairan - Tekanan darah 90-
S S S
Frekuensi
Frekuensi
Tekanan
SKALA C STEWARD C C
darah
napas
nadi
Nama : No.CM :
Umur : Diagnosa :
Jenis kelamin : Ruang :
S (Situation) 1. Diagnose : post eksisi Kista Parotis
(D)
2. TTV :
TD : 127/82 mmHg, N : 80x/m ,
SpO2 :99%,RR: 20x/m
3. Jenis operasi : eksisi
4. Jenis anetesi : GA-LMA
5. Aldert score 9
B (Background) 1. Tidak ada komplikasi selama
tindakan pembedahan dan anestesi
2. Selama tidakan pembedahan pasien
diberikan obat
- Ondansetron 4mg/IV
- Fentanyl 75mcg/IV
- Propofol 150mg/IV
- N2O : O2 50:50
- Sevoflurane 2,5%
- Cairan Infus RL 1000ml
A 1. Tidak ada masalah yang timbul
(Assestment/Analisa) selama pasien di ruang recovery