Demi nikmatnya memeluk kasih seorang ayah Putih yang Hitam
Matahari terbit dari ufuk timur. Cuaca di pagi ini benar-
benar panas. Cahayanya terang benderang memenuhi kaca rumah gadis remaja labil itu. Sinar jingga datang dan menembus mata Lyla Koora Dazk, walaupun sinarnya menjadi hitam. Cerahnya pagi benar-benar membangunkan Lyla dari mimpi pahitnya. Genap dua purnama ia tak bisa menjalankan ritualnya.
Diambilah toples kue yang sudah hilang penghuninya, ia
lempar toples itu ke kaca “Prangggg!”. Lyla benar-benar frustasi dan menitihkan air matanya yang sudah habis itu sembari pergi ke ujung lorong rumahnya. Ia membayangkan bagaimana teman-temannya bisa setega itu dengan dia, sebelumnya mereka berteman. Kini mereka saling bermusuhan.
“Pagi ini kelabu seperti biasanya”, kata Lyla dengan
naiknya salah satu alis.
Tetapi, ia tetap harus bersekolah. Gadis 12 tahun itu
berjalan lemas mengambil handuk lembut berwarna hitam kesukaannya. Kemudian menyiapkan baju dan sarapan dengan menu daging rusa yang diolah oleh dirinya sendiri. Lyla berlari menuju ke pintu rumah besarnya dan menaiki angkot yang sudah lama mangkal didepan rumahnya.
“Aku rindu ayah”, batinnya.
Dua bulan yang lalu, Lyla masih asyik bermain dengan
teman-teman sekolahnya. Sibuk melempar pesawat kertas, bermain bola, bermain petak umpet telah menjadi kebiasaan yang Lyla senangi. Ia tak tahu bahwa akhir- akhir ini, para teman Lyla berubah sikap.
“Anak nakal, anak nakal”
“Anak setan, anak setan”
Berlari Lyla dan menangis di kamar mandi sekolah.
Anehnya seluruh guru tak ada yang menghiburnya dikala ia benar-benar membutuhkan sosok dewasa disampingnya. Entah memang karena Lyla yang sulit untuk diajak berbicara, atau memang dengan sengaja para guru menjauhi Lyla.
Kala itu, jam olahraga tiba. Seluruh murid kelas Ceria
menghadiri kelas olahraga dengan rasa semangat yang tinggi. Datanglah Lyla, ia membantu Bu Ester mengambilkan bola di gudang gelap. Tetapi, ia kesal karena mengambil bola itu sendiri. Raut wajahnya berbeda dari sebelumnya. Lyla dipenuhi amarah, tapi ia masih mencoba untuk menahannya.
Saat bel istirahat berbunyi, Lyla dan kawan-kawannya
bergegas untuk mengganti pakaian kotor mereka dengan seragam berbau khas laundry yang mereka bawa dari rumah. Dari kamar ganti, Lyla berteriak.
“Teman-teman ambilkan seragamku di tas ransel!”, teriak
Berdiam diri, mengharapkan temannya datang membawakan seragamnya. Akhirnya Bu Ester pergi ke kamar ganti dan menanyakan keberadaan Lyla dimana.
“Lyla dimana kamu? Ibu Guru Ratu sudah datang di kelas.
Kelas matematika segera dimulai”, teriak Bu Ester mencari Lyla.
“Bu saya disini! Kamar ganti pintu nomor 3”, teriakan
Lyla menjawab tanpa adanya kepanikan.
“Ya ampun nak, lama sekali kamu berada diruang ganti.
Apakah kau baik-baik saja?”, tanya Bu Ester
“Tidak bu, teman-temanku bertindak buruk padaku. Aku
membenci mereka!”, ujar Lyla.
Bu Ester segera membawakan Lyla seragam ganti dari
kantin dan meminta Lyla untuk berganti pakaian secepatnya. Bu Ester khawatir akan keberadaan Lyla yang basah kuyup di ruang ganti. Tak lama, Bu Ester membawa Lyla kembali dalam kelas Ceria.
“Teman-temanku jahat semua, lihat bu ini ulah mereka.
Kumintai tolong untuk mengambilkan seragamku yang tertinggal di kelas namun tak ada yang mau. Aku basah kuyup dan menunggu selama dua jam diruang ganti karena mereka bu!”, teriak Lyla tanpa segan menghadap seluruh teman-teman dan gurunya itu.
“ Tidak bu, Lyla berbohong. Sejak dari pagi ia selalu
memaksa kami untuk membantunya dan berperilaku aneh”, jawab salah satu gadis yang pakaiannya nyentrik.
“Lihat dirimu Na! Kamu tidak mau mengambilkan
seragam dan masih memarahiku. Sudah begitu, kamu juga tidak meminta maaf padaku atas perbuatanmu!”, Lyla menyelah.
“Sudah, sudah. Untuk apa bertengkar, tidak ada yang
salah. Ini hanyalah kesalahpahaman. Nala tidak ada diruang ganti sewaktu Lyla memintai tolong”, sahut Bu Ratu menenangkan.
“Iya, lebih baik kita saling bermaaf-maafan. Lihatlah!
Bukankah pertengakaran kali ini membuat seluruh murid kelas Ceria menjadi muram?”, pinta Bu Ester.
Wajah mereka memerah dipenuhi amarah, dengan
setengah hati mereka meminta maaf.
“Itulah anak-anak pentingnya untuk tidak berburuk
sangka. Dengan demikian, kita terhindar dari musuh- musuh yang akan membentuk kerugian bagi diri kita sendiri”, amanah yang disampaikan Ibu Ester.
Sepulangnya dari sekolah, Lyla masih dipenuhi oleh
amarah. Ia membanting semua benda yang ada dirumahnya. Tak ada yang menghentikannya. Ibunya lebih memilih menggenggam tangan seorang lelaki dengan batu akik besar yang bertebaran di jarinya, daripada menggenggam tangan polos Lyla. Ia sedih harus kehilangan sosok ayah yang sering menceritakan dongeng-dongeng untuknya.
Lyla menjadi sosok yang keras kepala setelah kehilangan
kedua orang tuanya. Apa yang diajarkan oleh ayahnya selalu menjadi sisi baik bagi kehidupan Lyla, namun ketika membayangkan sang Ibu, ia menjadi sosok yang sangat sulit untuk diatur. Ia hanya tinggal bersama dengan pembantunya yang bernama Bi Nem. Pembantunya itu juga dapat dikatakan kewalahan dengan sikap Lyla, yang dulunya periang sekarang menjadi murung dan mudah marah.
Sekolah yang menjadi tempat ternyaman baginya juga
sudah pudar. Setiap hari, hanya cemooh yang Lyla dengarkan.
“Anak setan!”
“Anak gila!”
Sekuat itu gadis dengan pakaian serba mewah bernama
Nala, mengajak teman-temannya yang lain untuk mencemooh Lyla dengan kata-kata yang tak pantas. Setelah kejadian kecil yang menjadi besar dan tidak adanya ampunan satu sama lain, Lyla hanya melampiaskan kekesalannya dengan melempar barang- barang yang berada dirumahnya. Sampai-sampai Bi Nem mengganti seluruh vas bunga keramik dengan vas bunga berbahan dasar plastik. Ini mencegah luka yang dapat sewaktu-waktu mengenai tubuh Lyla.
Sore yang muram ini, Bu Ester datang kerumah Lyla.
Sebenarnya selama ini, Bu Ester mengetahui bahwa Lyla masih mendapatkan cemooh dari teman-teman lainnya. Bu Ester hanya memberi teguran pada gadis berpakaian nyentrik itu, bukan pada Lyla. Tetapi hasilnya tetap sama saja, sampai akhirnya Bu Ester harus turun tangan pergi kerumah Lyla.
Inilah saat-saat yang ditunggu Lyla. Ia mengintip dari
jendela kamarnya saat mengetahui Bu Ester datang kerumahnya. Karena sudah 14 bulan, tak pernah kehadiran tamu dirumahnya.
Rumah yang bisa dibilang sangat luas, dengan fasilitas
yang lengkap, dan udara yang cukup dipandang Bu Ester dengan mata telanjang. Ia tak menyangka, bahwa Lyla hadir dengan keadaan yang banyak anak lain ingin berada didalamnya.
“Masuk bu!”, Bi Nem menemui Bu Ester dengan senyum
mencoba menghubungi orang tua dari anak-anak yang merundung Lyla, namun tak ada balasan”, raut wajah sedih menggambarkan perasaan iba Bu Ester pada Lyla.
“Lyla hanya tinggal bersama saya bu, ayahnya meninggal
naas satu tahun yang lalu. Namun, sengaja ibunya tak memberitahu keluarga lain perihal ayah Lyla telah meninggal dengan alasan takut Lyla menangis setiap hari”, cerita Bi Nem bermula sembari memberi air di cangkir berwarna merah.
“Saya ingin berterus terang saja dengan ibu, Lyla
sekarang semakin labil emosinya. Saya mencoba menggali informasi mengenai Lyla disekolah. Namun tak banyak guru yang mau menjelaskan”, lanjut Bi Nem dengan tatapan sadis.
Bu Ester yang sudah mengerti percakapan ini ujungnya
akan kemana itu, pergi berjalan untuk mencari udara. Dilihatnya sesuatu yang tak bisa dicerna pikiran. Dimana bayi rusa bersimpah darah berceceran di taman. Sungguh pemandangan yang tak mengenakkan mata. Menengok ke kanan, Bu Ester melihat buku hitam dengan judul besar “Ilmu Hitam Keluarga Dazk: Menghidupkan Orang Mati”.
“Benar Bu, ini penyebab keluarga ini hancur. Berawal
dari hal kecil lalu hilangnya nyawa Ayah Lyla, hingga para guru bungkam mengenai permasalahan Lyla. Ini penyebabnya”, jelas Bi Nem.
“Satu-satunya jalan agar kehidupan Lyla kembali seperti
awal dan ia dapat hidup dengan ayahnya adalah kehadiran ibu dirumah ini”, lanjut Bi Nem.
Mendengar hal itu, Bu Ester segera membuka buku itu
dan menemukan tulisan “akan berjumpa 14 bulan setelah sang ayah dipanggil dan akan kembali”.
Lyla turun dari tangga menyembunyikan serpihan kaca
dibalik badannya dan mengatakan “Bu Ester, sudah lama saya menyaksikan bagaimana kejamnya ibu saya disini. Saya lelah menghadapi dunia ini, terlebih satu kesalahan kecil yang saya buat di sekolah membuat semakin banyak orang yang membenci saya. Saya juga rindu pada ayah dan menunggu sampai 14 bulan agar ayah hadir lagi. Namun, keegoisan ibu saya membuat pertemuan saya dengan ayah tertunda. Lelah sudah saya berburu rusa tetapi ayah saya tetap tak kembali. Kebaikan hati ibu adalah kuncinya, ibu termakan oleh skenario yang saya buat agar ibu hadir kerumah saya. Ini berarti Ibu adalah nyawa pengganti ayah saya agar beliau dapat berjumpa lagi dengan saya”. Putih yang Hitam
Matahari yang terbit sedang panas-panasnya. Dalam
kegerahan ini seorang anak bernama Lyla muncul dari balik tirai rumah besarnya.
Bagian 1:
(Lyla berjalan menuju ke ruang tamu sambil membanting
toples kosong)
Lyla: “Hah apaan ini? Kosong? Kurang ajar!”
Lyla: “Mbok cepatlah kesini! Kamu ini sudah dibayar
akan mengisi toples tersebut dengan daging yang segar”
Lyla: “Sudah tidak usah. Dasar malas”
(Lyla menuju ke kamar mandi. Ia mengambil arang hitam
yang dilumurkan ke seluruh tubuhnya)
Lyla: “Kapan aku bisa menjalankan ritual lagi?”
Bagian 2
Lyla berangkat ke sekolah dan mendapatkan cemooh
dari teman-temannya. Teman-temannya merundungnya karena menurut mereka, Lyla adalah anak yang aneh.
(Di pagi hari, pelajaran olahraga)
Teman 1: “ Anak nakal, anak nakal”
Teman 2: “Anak setan, anak setan”
Lyla: “Persetan dengan kalian semua!”
Mendengar emosi muridnya, Bu Ester bersegera melerai
dan membantu Lyla untuk menenangkan dirinya.
(Mereka berjalan melewati koridor sekolah dengan
tangisan Lyla yang memecah keheningan koridor)
Lyla: “Ada apa dengan para binatang itu? Kenapa semua
selalu merundungku?” (sembari menangis kencang, nafasnya naik turun dengan cepat).
Bu Ester: “Lyla anak baik. Mereka merundung Lyla itu
perbuatan yang sangat buruk. Sudah, sekarang Lyla ganti pakaian dahulu.”
(Bu Ester mengantar Lyla sampai ke kamar ganti dan
meninggalkannya dengan keringat yang sudah bercucuran)
Lyla: “Teman-teman woy anak setan! Ambilkan
seragamku di tas ransel. Aku sudah masuk ke kamar ganti, sial!”
(2 jam berlalu dan Lyla masih berada di kamar mandi)
Teman-teman Lyla tidak ada yang mau mengambilkan
Lyla seragam sekolahnya.
(Bu Ester datang mencari Lyla dengan terburu-buru)
Bu Ester: ”Lyla apa kamu masih ada di dalam nak?
Pelajaran matematika sudah dimulai. Bu Ratu sudah menunggu.” Lyla: “Bu saya disini! Kamar ganti pintu nomor 3. Saya kepanasan dan tidak tahu harus apa”
(Bu Ester menuju ke kamar ganti nomor 3 dengan panik)
Bu Ester: “Ya ampun nak, lama sekali kamu berada
diruang ganti. Apakah kau baik-baik saja?”
Lyla: “Tidak bu, teman-temanku bertindak buruk padaku.
Aku membenci mereka!”
Bu Ester segera membawakan Lyla seragam ganti dari
kantin dan meminta Lyla untuk berganti pakaian secepatnya. Bu Ester khawatir akan keberadaan Lyla yang basah kuyup di ruang ganti. Tak lama, Bu Ester membawa Lyla kembali dalam kelas Ceria.
Lyla: “Teman-temanku jahat semua, lihat bu ini ulah
mereka. Kumintai tolong untuk mengambilkan seragamku yang tertinggal di kelas namun tak ada yang mau. Aku basah kuyup dan menunggu selama dua jam diruang ganti karena mereka bu!”
Teman 3: “Tidak bu, Lyla berbohong. Sejak dari pagi ia
selalu memaksa kami untuk membantunya dan berperilaku aneh”
Lyla: “Lihat dirimu Na! Kamu tidak mau mengambilkan
seragam dan masih memarahiku. Sudah begitu, kamu juga tidak meminta maaf padaku atas perbuatanmu!”
Bu Ratu: “Sudah, sudah. Untuk apa bertengkar, tidak ada
yang salah. Ini hanyalah kesalahpahaman. Nala tidak ada diruang ganti sewaktu Lyla memintai tolong” Bu Ester: “Sudah, sudah. Untuk apa bertengkar, tidak ada yang salah. Ini hanyalah kesalahpahaman. Nala tidak ada diruang ganti sewaktu Lyla memintai tolong”
Bagian 3
Sepulangnya dari sekolah, Lyla masih dipenuhi oleh
amarah. Ia membanting semua benda yang ada dirumahnya. Tak ada yang menghentikannya. Ibunya lebih memilih menggenggam tangan seorang lelaki dengan batu akik besar yang bertebaran di jarinya, daripada menggenggam tangan polos Lyla. Ia sedih harus kehilangan sosok ayah yang sering menceritakan dongeng-dongeng untuknya.
(Prang, prang, prang… suara pecahan kaca dari seluruh
perabot rumah yang Lyla banting)
Lyla yang frustasi mengacak-acak rambutnya dan
menuju ke halaman rumahnya untuk berburu rusa. Ia mengenakan pakaian putih kesukaannya dengan membawa pisau dan membunuh rusa-rusa dirumahnya secara brutal.
(Bel rumah besar itu berbunyi) Bu Ester datang dengan
penuh keramahan yang memang sudah melekat pada dirinya.
Bu Ester: “Selamat sore, saya Bu Ester. Guru Lyla di
sekolah”
Simbok: “Selamat sore, oh iya Bu Ester. Silakan masuk!”
Inilah saat-saat yang ditunggu Lyla. Ia mengintip dari
jendela kamarnya saat mengetahui Bu Ester datang kerumahnya. Karena sudah 14 bulan, tak pernah kehadiran tamu dirumahnya.
Dengan sebuah buku yang Lyla bawa ia mulai
membacakan mantra sambil komat-kamit
Lyla: “Sudah lama tidak ada yang berkunjung.
Pengunjung pertama neraka ini akan menjadi tumbalnya. Terima kasih Astreo. Sambiren sampean matengga sambungan Iblis! Sambiren sampean matengga sambungan Iblis” (diulang sampai didepan wajah Bu Ester)
Bu Ester: “Keadaan disekolah makin sulit dikendalikan
Bu. Saya mencoba menghubungi orang tua dari anak- anak yang merundung Lyla, namun tak ada balasan”
Simbok: “Lyla hanya tinggal bersama saya bu, ayahnya
meninggal naas satu tahun yang lalu. Namun, sengaja ibunya tak memberitahu keluarga lain perihal ayah Lyla telah meninggal dengan alasan takut Lyla menangis setiap hari” (Simbok memberi cangkir merah)
Simbok: “Silakan diminum, Bu!”
Bu Ester: “Saya ingin berterus terang saja dengan ibu,
Lyla sekarang semakin labil emosinya. Saya mencoba menggali informasi mengenai Lyla disekolah. Namun tak banyak guru yang mau menjelaskan”
Bu Ester yang sudah mengerti percakapan ini ujungnya
akan kemana itu, pergi berjalan untuk mencari udara. Dilihatnya sesuatu yang tak bisa dicerna pikiran. Dimana bayi rusa bersimpah darah berceceran di taman. Sungguh pemandangan yang tak mengenakkan mata. Menengok ke kanan, Bu Ester melihat buku hitam dengan judul besar “Ilmu Hitam Keluarga Dazk: Menghidupkan Orang Mati”.
Simbok: “Benar Bu, ini penyebab keluarga ini hancur.
Berawal dari hal kecil lalu hilangnya nyawa Ayah Lyla, hingga para guru bungkam mengenai permasalahan Lyla. Ini penyebabnya”
Bu Ester: “Satu-satunya jalan agar kehidupan Lyla
kembali seperti awal dan ia dapat hidup dengan ayahnya adalah kehadiran ibu dirumah ini”
Mendengar hal itu, Bu Ester segera membuka buku itu
dan menemukan tulisan “akan berjumpa 14 bulan setelah sang ayah dipanggil dan akan kembali”.
Lyla masih melantunkan mantranya itu dan saat
melewati pukul 17.13 ia berhenti.
Lyla: “Hahahahahahhaa inilah mangsaku. Bu Ester, sudah
lama saya menyaksikan bagaimana kejamnya ibu saya disini. Saya lelah menghadapi dunia ini, terlebih satu kesalahan kecil yang saya buat di sekolah membuat semakin banyak orang yang membenci saya. Saya juga rindu pada ayah, dan menunggu sampai 14 bulan agar ayah hadir lagi. Namun, keegoisan ibu saya membuat pertemuan saya dengan ayah tertunda. Lelah sudah saya berburu rusa tetapi ayah saya tetap tak kembali. Kebaikan hati ibu adalah kuncinya, ibu termakan oleh skenario yang saya buat agar ibu hadir kerumah saya. Ini berarti Ibu adalah nyawa pengganti ayah saya agar beliau dapat berjumpa lagi dengan saya ” Simbok memberi Lyla serpihan kaca dan buku besar hitam kepada Lyla. Ditikamnya Bu Ester hingga titik darah penghabisannya.
(Ritual pun berjalan)
Source: Cerita ini diambil, dianalisis, dan dikupas tuntas
dengan sumber 5 Kasus Pembunuhan Suami Dengan Dalang Istri Sendiri | Dream.co.id