Anda di halaman 1dari 44

Identifikasi Bahaya dalam Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan

Mata Kuliah : ADKL-ARKL

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Sinarsih Febrianti Dakhi (1711219002)
Nurul Fitriah Hanifa (1711212013)
Baby Aliska Ramadhani (1711211008)
Elin Rasyita (1711211034)
Intan Hasriyona (1711211036)
Dini Hanifah (1711213002)
Tasha Vebranti (1711211003)

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Andalas
2019
Daftar Isi

Daftar Isi.................................................................................................................................1
Kata Pengantar......................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................................4
Bab III.....................................................................................................................................5
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................5
3.2 Saran...........................................................................................................................5
Lampiran
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................6

2
Kata Pengantar

Puji Syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT dalam membeikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
mengenai “Identifikasi Bahaya”

Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang


Langkah ARKL “Identifikasi Bahaya” yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber. Kami berharap semoga makalah ini bisa
menambah wawasan serta pengalaman pembaca

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman dan
pemahaman yang kami miliki masih kurang. Oleh kerena itu kami berharap
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Padang, Oktober 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) masih belum banyak


dikenal dan digunakan sebagai metoda kajian dampak lingkungan terhadap
kesehatan. Padahal, di beberapa negara Uni Eropa, Amerika dan Australia, ARKL
telah menjadi proses central idea legislasi dan regulasi pengendalian dampak
lingkungan. Dalam konteks AMDAL, efek lingkungan terhadap kesehatan umumnya
masih dikaji secara epidemiologis. Analisis risiko adalah padanan istilah untuk risk
assessment, yaitu karakterisasi efek-efek yang potensial merugikan kesehatan
manusia oleh pajanan bahaya lingkungan.

Dokumen yang perlu dilengkapi dalam Analisis dampak kesehatan lingkungan adalah
sebagai Dokumen AMDAL, UKL dan UPL serta laporan pelaksanaan RKL dan RPL
yang berisi tentang penyakit berbasis lingkungan, pencemaran, keracunan dan
bencana/kejadian luar biasa (KLB).

Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) merupakan proses untuk


menghitung atau memprediksi resiko kesehatan dari parameter cemaran. Tahapan
dalam ARKL adalah sebagai berikut :

 Identifikasi  bahaya (hazard indetification)


 Analisis dosis (dose response assessment)
 Analisis pajanan (exposure assessment)
 Karakterisasi risiko(risk charcarterization)
 Pengelolaan risiko
 Komunikasi risiko

4
Maka dari itu kelompok membuat makalah tentang tahapan ARKL yang pertama,
yaitu Identifikasi bahaya (Hazard identification).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mengidentifikasi bahaya?
2. Bagaimana langkah-langkah dalam mengidentifikasi bahaya?
3. Bagaiman factor/potensi bahaya?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui cara dan langakah-langkah dalam mengidentifikasi
Bahaya
2. Mengetahui factor/potensi bahaya yang dapat terjadi

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN IDENTIFIKASI BAHAYA (hazard identification)

Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama dalam ARKL yang


digunakan untuk mengetahui secara spesifik agen risiko apa yang berpotensi
menyebabkan gangguan kesehatan bila tubuh terpajan. Sebagai pelengkap
dalam identifikasi bahaya dapat ditambahkan gejala – gejala gangguan
kesehatan apa yang terkait erat dengan agen risiko yang akan dianalisis.
Tahapan ini harus menjawab pertanyaan agen risiko spesifik apa yang
berbahaya, di media lingkungan yang mana agen risiko eksisting, seberapa
besar kandungan/konsentrasi agen risiko di media lingkungan, gejala
kesehatan apa yang potensial.

Data identifikasi bahaya risk agent dari berbagai sumber pencemaran dapat
dirangkum dalam suatu tabel. Bila data awal tidak tersedia, harus dilakukan
pengukuran pendahuluan dengan sedikitnya 2 sampel yang mewakili konsentrasi risk
agent paling tinggi dan paling rendah. Selanjutnya dihitung Risk Quotient (RQ) untuk
asupan konsentrasi risk agent. Bila ternyata RQ > 1 berarti ada risiko potensial dan
perlu untuk dikendalikan. Sedangkan bila RQ ≤ 1 untuk sementara pencemaran
dinyatakan masih aman dan belum perlu dikendalikan (Rahman 2007).

Menurut OSHA, unsur penting dalam setiap program keselamatan dan


kesehatan kerja (K3) yang efektif adalah melaksanakan identifikasi bahaya
dan penilaian risiko yang proaktif dan berkelanjutan. Identifikasi bahaya dan
penilaian risiko merupakan salah satu tahap perencanaan dalam sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang diwajibkan dalam
standar ISO 45001:2018 maupun standar PP No. 50 Tahun 2012 terkait
SMK3.

6
Identifikasi bahaya adalah upaya untuk mengetahui, mengenal, dan
memperkirakan adanya bahaya pada suatu sistem, seperti peralatan, tempat
kerja, proses kerja, prosedur, dll.

Sesuai ISO 45001:2018, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan pengurus dan
pekerja dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko di tempat kerja, di
antaranya:

 Aktivitas rutin dan non-rutin di tempat kerja


 Aktivitas semua pihak yang memasuki tempat kerja termasuk kontraktor,
pemasok, pengunjung, dan tamu
 Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya
 Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja
 Bahaya yang timbul di tempat kerja, meliputi:

7
KATEGORI A KATEGORI B KATEGORI C KATEGORI D
Potensi bahaya Potensi bahaya Risiko terhadap Potensi bahaya
yang yang kesejahteraan yang menimbulkan
menimbulkan menimbulkan atau kesehatan risiko pribadi dan
risiko jangka risiko langsung sehari-hari. psikologis.
panjang pada pada keselamatan.
kesehatan.
 Bahaya  Kebakaran  Air  Pelecehan,
kimia  Listrik Minum termasuk
(debu,  Potensi  Toilet dan intimidasi
uap, gas, bahaya fasilitas dan
asap) mekanik mencuci pelecehan
 Bahaya (tidak  Ruang seksual
biologis adanya makan  Terinfeksi
(penyakit pelindung atau HIV/AIDS
dan mesin) kantin  Kekerasan
gangguan  Tata  P3K di di tempat
oleh virus, graha/ hou tempat kerja
bakteri, sekeeping ( kerja  Stres
binatang penataan Transportasi  Narkoba di
dsb.) dan tempat
 Bahaya perawatan kerja
fisik buruk pada
(kebisinga peralatan
n, dan
peneranga lingkungan
n, kerja)
getaran,
iklim
kerja,
terpeleset,
tersandun
g, dan
jatuh)
 Bahaya
ergonomi
(posisi
duduk,
pekerjaan
berulang-
ulang,
jam kerja
yang
lama)
 Potensi
bahaya
lingkunga
n yang
diakibatk
an oleh 8
polusi/lim
bah yang
dihasilkan
Potensi bahaya didasarkan pada dampaknya terhadap pekerja
Sumber: ilo.org

 Infrastruktur, peralatan dan material, baik yang disediakan perusahaan


maupun pihak lain yang berhubungan dengan perusahaan
 Perubahan pada organisasi, aktivitas atau material yang digunakan
 Perubahan pada sistem manajemen K3 termasuk perubahan yang bersifat
sementara dan berdampak terhadap operasi, proses, dan aktivitas kerja
 Kewajiban perundangan-undangan terkait penilaian risiko dan tindakan
pengendalian
Desain tempat kerja, proses, instalasi mesin/peralatan, prosedur operasional, dan
organisasi kerja.

2.2 IDENTIFIKASI BAHAYA

2.3 Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi
atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor
risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan
psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini
diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan
baku yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping
proses produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait
dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets
(MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia
menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang
digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika
ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin
berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang
berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan
terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.

9
2.2.1 Penilaian Pajanan

Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan


kuantitatif terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat
dan pekerjaan tertentu dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama.
Kelompok itu dikenal juga dengan similar exposure group (kelompok pekerja
dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat
akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi atau
intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan
konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena
pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor
tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko
(bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang
ditentukan oleh frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang
telah dilakukan untuk pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan.
Termasuk yang perlu diperhatikan juga adalah perilaku bekerja, higiene
perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat meningkatkan risiko
gangguan kesehatan.

2.2.2 Karakterisasi Risiko

Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran


(magnitude) risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan
keparahan gangguan kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas
bila ada efek toksik, dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek
toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi pajanan bahaya potensial.
Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan informasi tentang
bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik) dengan
perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status
kesehatan pekerja.

10
2.2.3 Penilaian Risiko

Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian


risiko meliputi :
1.Menentukan personil penilai

Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas
lain diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan,
kewenangan maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari
kebutuhan, pada tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan
suatu tim yang terdiri dari beberapa orang.

2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai

Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian /
departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan
obyek ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.

3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja

Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey /


Inspection” yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail.
Dalam kegiatan ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat
semua keadaan di tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan,
jumlah pekerja, kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat
pelindung diri dan hal lain yang terkait.

4. Identifikasi potensi bahaya

Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya


di tempat kerja, misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin,
informasi mengenai data keelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari
(panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau
keluhan pekerja, lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet)

11
dan lain sebagainya. Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap
potensi bahaya tersebut untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya
terutama pada kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.

5. Mencari informasi / data potensi bahaya

Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari


MSDS, petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang
relevan.

6. Analisis Risiko

Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi,
tingkat keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana
tindakan untuk mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat
selengkap mungkin. Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui
upaya sitematik, perbaikan senantiasa akan diperoleh.

7. Evaluasi risiko

Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan


langkah yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko.
Kualifikasi dan kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut.
Konsultasi dan nasehat dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap
analisis dan evaluasi risiko.

8. Menentukan langkah pengendalian

Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan


bagi kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu
ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi
kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu
ditentukan langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :

12
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi,
engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin
atau pelindung diri

b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman


berkaitan dengan risiko,

c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.


d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian
kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama
sesuai dengan kebutuhan.

9. Menyusun pencatatan/pelaporan

Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat


dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan
dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.

10. Mengkaji ulang penelitian

Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu


atau bila terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi,
pengembangan informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan
berkelanjutan penilaian risiko tersebut.

2.2.4 Uraian Identifikasi Bahaya

13
14
15
2.2.5 Langkah Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Sesuai Standar OSHA

ada 6, yaitu :

1. Kumpulkan Semua Informasi Mengenai Bahaya yang Ada di Tempat Kerja

Kumpulkan, atur, dan tinjau segala informasi tentang bahaya di tempat


kerja untuk menentukan potensi bahaya yang mungkin ada atau kemungkinan
pekerja terpapar atau berpotensi terpapar bahaya tersebut.

Informasi terkait bahaya yang tersedia di tempat kerja biasanya meliputi:

 Panduan manual pengoperasian mesin dan peralatan


 Material Safety Data Sheet (MSDS) yang disediakan oleh produsen bahan
kimia
 Laporan inspeksi langsung di lapangan dan laporan inspeksi dari lembaga
pemerintah atau tim audit

16
 Catatan kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebelumnya, serta laporan
investigasi kecelakaan kerja
 Catatan dan laporan kompensasi pekerja yang mengalami kecelakaan atau
terkena penyakit akibat kerja
 Pola kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang sering terjadi
 Hasil pemantauan terkait paparan, penilaian kebersihan industri (industrial
hygiene), dan rekam medis pekerja
 Program K3 yang ada mencakup lockout/tagout, ruang terbatas, proses
manajemen keselamatan, alat pelindung diri (APD) dll.
 Saran dan masukan dari pekerja, termasuk survei atau notulen pada pertemuan
komite K3
 Hasil analisis Job Hazard Analysis (JHA), juga dikenal sebagai Job Safety
Analysis (JSA).

2. Lakukan Inspeksi Secara Langsung untuk Menemukan Potensi Bahaya yang Ada
di Tempat Kerja
Kemungkinan besar bahaya akan muncul seiring dengan adanya
perubahan area/proses kerja, mesin atau peralatan tidak memadai, pengabaian
tindakan pemeliharaan/perbaikan, atau tata graha yang tidak terlaksana
dengan baik.
Meluangkan waktu untuk memeriksa area kerja secara langsung dan berkala dapat
membantu Anda mengidentifikasi adanya bahaya baru atau bahaya yang timbul
berulang kali, untuk segera dilakukan pengendalian sebelum terjadi kecelakaan kerja.

 Lakukan inspeksi rutin terhadap semua operasi kerja, peralatan, area kerja,
dan segala fasilitas yang terdapat di area kerja
 Libatkan pekerja untuk ikut berpartisipasi dalam inspeksi dan lakukan diskusi
dengan para pekerja tentang bahaya apa saja yang mereka temukan di tempat
kerja atau yang mereka laporkan
 Dokumentasikan setiap inspeksi yang dilakukan untuk mempermudah
verifikasi bahaya yang sudah dikendalikan atau diperbaiki. Hasil dokumentasi

17
dapat berupa form, foto atau video pada area kerja yang terdapat potensi
bahaya
 Inspeksi yang dilakukan mencakup semua bidang dan kegiatan, seperti
penyimpanan dan pergudangan, pemeliharaan fasilitas dan peralatan, dan
kegiatan kontraktor, subkontraktor dan pekerja sementara di tempat kerja
 Periksa alat-alat berat/ transportasi yang digunakan secara rutin
 Gunakan formulir inspeksi potensi bahaya yang telah disediakan. Inspeksi
biasanya mencakup potensi bahaya yang sering terjadi di area kerja, di
antaranya
- Tata graha secara umum
- Terpleset, tersandung, dan terjatuh
- Bahaya listrik
- Bahaya dari peralatan
- Kebakaran dan ledakan
- Bahaya dari proses/praktik kerja
- Kekerasan ditempat kerja
- Ergonomi
- Prosedur tanggap darurat yang tidak memadai atau bahkan tidak tersedia.
 Sebelum mengubah operasi, lokasi kerja, atau alur kerja; membuat perubahan
besar pada organisasi; atau memperkenalkan peralatan, material, atau proses
kerja yang baru, sebaiknya diskusikan dengan pekerja dan lakukan evaluasi
perubahan yang direncanakan dengan mempertimbangkan bahaya dan risiko
terkait.

Catatan:
Banyak bahaya yang dapat diidentifikasi menggunakan metode sederhana. Pekerja
dapat menjadi sumber informasi utama dan sangat berguna dalam identifikasi bahaya,
terutama jika mereka dilatih tentang cara mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko.
3. Lakukan Identifikasi Bahaya terhadap Kesehatan Kerja

18
Suatu bahaya kesehatan akan muncul bila seseorang kontak dengan
sesuatu yang dapat mengakibatkan gangguan/kerusakan bagi tubuh ketika
terjadi paparan yang berlebihan. Bahaya kesehatan dapat menimbulkan
penyakit yang diakibatkan oleh paparan suatu sumber bahaya di tempat kerja.
Potensi bahaya kesehatan tersebut mencakup faktor kimia (pelarut,
perekat, cat, debu beracun, dll.), faktor fisik (kebisingan, penerangan, getaran,
iklim kerja, dll.), bahaya biologis (penyakit menular), dan faktor ergonomi
(tugas monoton/berulang, postur canggung, angkat berat, dll.).
Meninjau rekam medis pekerja dapat membantu Anda dalam mengidentifikasi
bahaya kesehatan yang terkait dengan paparan di tempat kerja.

 Identifikasi bahaya kimia. Lakukan peninjauan pada MSDS dan label produk
untuk mengidentifikasi bahaya bahan kimia yang digunakan di tempat kerja
Anda
 Identifikasi seluruh aktivitas yang dapat mengakibatkan luka pada kulit akibat
paparan bahan kimia berbahaya/ bahan kimia masuk ke dalam tubuh melalui
penyerapan pada kulit
 Identifikasi bahaya fisik. Mengidentifikasi paparan kebisingan yang
berlebihan (di atas 85dB), suhu ekstrem (dalam atau luar ruangan), atau
sumber radiasi (bahan radioaktif, sinar-X, atau radiasi frekuensi radio)
 Identifikasi bahaya biologis. Perhatikan apakah pekerja berpotensi terkena
sumber-sumber penyakit menular, jamur, bersumber dari hewan (bulu atau
kotoran) yang mampu menimbulkan reaksi alergi atau asma akibat kerja
 Identifikasi bahaya ergonomi. Memeriksa seluruh tahapan aktivitas kerja yang
membutuhkan pengangkatan berat, pengangkatan manual, gerakan berulang,
atau tugas yang berpotensi menimbulkan getaran yang signifikan
 Lakukan penilaian paparan secara kuantitatif. Bila memungkinkan, gunakan
pemantauan dan pengukuran paparan secara langsung menggunakan alat
khusus

19
 Lakukan peninjauan rekam medis untuk mengidentifikasi kasus cedera
pada muskuloskeletal, iritasi kulit atau dermatitis, gangguan pendengaran
akibat bising (GPAB), atau penyakit paru-paru yang terkait dengan paparan di
tempat kerja.

4. Lakukan Investigasi pada Setiap Insiden yang Terjadi


Insiden di tempat kerja ─ termasuk kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja, near-misses dan laporan tentang bahaya lainnya ─ memberikan indikasi
yang jelas tentang di mana bahaya berada.
Dengan menyelidiki insiden dan membuat laporan secara menyeluruh,
Anda akan dengan mudah mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan besar
akan mengakibatkan sesuatu yang fatal di masa mendatang. Tujuan
investigasi adalah untuk menemukan akar penyebab insiden atau faktor-faktor
yang memengaruhi bahaya, agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

 Kembangkan rencana dan prosedur yang jelas untuk melakukan investigasi


insiden, sehingga penyelidikan dapat dimulai dengan segera ketika terjadi
insiden. Rencana-rencana tersebut harus mencakup ha-hal seperti:
- Siapa yang akan terlibat
- Bagaimana alur komunikasinya
- Bahan, peralatan, dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan
- Bagaimana dengan formulir dan template laporan investigasinya
 Latih tim investigasi tentang teknik investigasi insiden, pemahaman yang
menekankan objektivitas, dan keterbukaan pikiran selama proses penyelidikan
 Lakukan investigasi bersama dengan tim yang kompeten, mencakup
perwakilan dari manajemen dan pekerja
 Lakukan investigasi pada setiap near-misses atau kejadian hampir celaka yang
terjadi
 Identifikasi dan analisis akar penyebab untuk mengetahui kelemahan program
K3 yang menjadi dasar kemungkinan terjadinya insiden

20
 Komunikasikan hasil investigasi kepada manajer, supervisor, dan pekerja
untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali
 Investigasi insiden yang efektif tidak berhenti pada identifikasi satu faktor
pemicu insiden saja. Tim investigasi biasanya akan mengajukan pertanyaan,
"Kenapa?" dan "Apa yang menjadi penyebab insiden?".

Misalnya jika ditemukan akar penyebab kecelakaan ada pada peralatan,


penyelidikan yang baik tentu akan menimbulkan pertanyaan: "Mengapa
peralatan tidak memadai?", "Apakah peralatan dipelihara dengan baik?" dan
"Bagaimana kecelakaan serupa seharusnya dapat dicegah?"

Demikian pula, investigasi kecelakaan yang baik bukan mencari siapa yang
salah dalam insiden, tetapi bagaimana memperbaiki kesalahan tersebut agar
kejadian serupa tidak terulang kembali.

Catatan:
Sesuai regulasi PERMENAKER No. PER.03/MEN/1998 tentang tata cara pelaporan
dan pemeriksaan kecelakaan, laporan kecelakaan kerja dari pimpinan unit perusahaan
selanjutnya disampaikan kepada Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu
2x24 jam. Dapat disampaikan secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis.
5. Lakukan Identifikasi Bahaya yang Terkait dengan Situasi Darurat dan Aktivitas
Non-rutin
Keadaan darurat dapat menghadirkan bahaya yang bisa menimbulkan
risiko serius bagi pekerja. Aktivitas non-rutin, seperti inspeksi, pemeliharaan,
atau perbaikan juga dapat menghadirkan potensi bahaya. Rencana dan
prosedur perlu dikembangkan untuk merespons secara tepat dan aman
terhadap bahaya yang dapat diduga terkait dengan keadaan darurat dan
aktivitas non-rutin.

 Identifikasi kemungkinan bahaya yang dapat timbul dari setiap tahapan


aktivitas ketika keadaan darurat dan aktivitas non-rutin, dengan

21
mempertimbangkan jenis material dan peralatan yang digunakan serta lokasi
kerjanya. Potensi bahaya biasanya timbul ketika:
- Kebakaran dan ledakan
- Penggunaan bahan kimia berbahaya
- Tumpahan bahan kimia berbahaya
- Start up (menghidupkan mesin) setelah shut down (mematikan mesin) yang
direncanakan atau tidak direncanakan
- Aktivitas-aktivitas non-rutin, seperti jarang melakukan aktivitas
pemeliharaan
- Wabah penyakit
- Keadaan darurat akibat cuaca atau bencana alam
- Darurat medis
- Kekerasan di tempat kerja.

6. Kelompokkan Sifat Bahaya yang Teridentifikasi, Tentukan Langkah-Langkah


Pengendalian Sementara, dan Tentukan Prioritas Bahaya yang Perlu Pengendalian
Secara Permanen
Langkah berikutnya adalah menilai dan memahami bahaya yang
teridentifikasi dan jenis-jenis kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang
dapat timbul akibat bahaya tersebut. Informasi ini dapat digunakan untuk
mengembangkan tindakan pengendalian sementara dan menentukan prioritas
bahaya mana saja yang butuh tindakan pengendalian permanen.

 Evaluasi setiap bahaya dengan mempertimbangkan tingkat keparahan.


Perhatikan apa saja dampak dari paparan bahaya dan jumlah pekerja yang
mungkin terpapar
 Gunakan tindakan pengendalian sementara untuk melindungi pekerja sampai
program pencegahan dan pengendalian bahaya secara permanen dapat
diimplementasikan
 Perhatikan tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan bahaya untuk
memprioritaskan bahaya atau risiko mana yang harus ditangani terlebih

22
dahulu. Dalam hal ini, pengurus memiliki kewajiban untuk mengendalikan
semua bahaya yang dapat menimbulkan dampak serius dalam jangka waktu
yang panjang bagi pekerja.

Catatan:
"Risiko" adalah akibat atau konsekuensi dari bahaya dan paparan. Dengan demikian
risiko dapat dikurangi dengan mengendalikan atau menghilangkan bahaya atau
dengan mengurangi paparan yang mengenai pekerja. Penilaian risiko membantu
pengurus memahami bahaya yang ada di tempat kerja mereka dan memprioritaskan
bahaya untuk segera dilakukan pengendalian secara permanen.

2.3 FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA

Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya


potensi bahaya di tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja
merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta
dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam
rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum,
potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai
faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri;
2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di
dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan
baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor manusia, merupakan
potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia yang melakukan
pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik
maupun psikis.
Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat
dikelompokkan antara lain sebagai berikut :

23
1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan
gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya:
terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas
penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.
a) Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari
sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar
kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas
makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.
Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat
unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan
bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan
bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di
dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-
pengion.
 Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses
ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan
materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha,
partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki
karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α),
partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
 Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan
menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-
pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam
jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa
informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang

24
digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar
inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak
(yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai
berikut :
 -Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk
mengenalinya diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan
detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai
kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor
alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.
 -Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses
ionisasi, eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi.
Pengaruh radiasi terhadap manusia
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel
genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki,
sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik
dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang
dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi.
Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu
yang terpapar radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat
bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek
segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada
individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi,
seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar
dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari
sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek

25
radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah
terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi),
efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek
deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan
radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat
paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada
sel.
Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya
proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan
yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi
pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang
diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa
saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan
meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang
bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati
dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian
adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini
menjadi 100%.
Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat
kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada
tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak
membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel
yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan
tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat
proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi
secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan
muncul setelah masa laten yang lama. Semakin besar dosis paparan, semakin
besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak
ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami

26
perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan
diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan.
Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu
yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat
toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau
kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan
efek pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi,
namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu.
a. Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
b. Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
c. Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
 Contoh : Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/
tungku pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan.

Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai
keperluan
Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan
yang harus dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya
terhadap seseorang. Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh
International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi,
yaitu :
1. Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus didasarkan
pada azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi paparan
hanya disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi
individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau bahaya yang timbul
terhadap kesehatan.
2. Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak
boleh melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi
pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non
stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.

27
3. Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as
reasonably achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan
sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber radiasi
harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi
dapat ditekan serendah-rendahnya.
b) Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki
ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu
penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering
digunakan sebagai istilah untuk menyatakan suara yang tidak diinginkan
yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam
(Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak
dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan
kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi
Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi,
turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance
tenaga kerja.
Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka
waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun
kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di
klaim. Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya.
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz),
yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya.
Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari
berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan
luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).

28
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka
bising dibagi dalam 3 kategori:
 Occupational noise (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising
yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin ketik.
 Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi
bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz.
 Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat
adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan
bedil.
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat
ditentukan apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat
diklasifikasikan seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima /
dikehendaki atau tidak dikehendaki / bising.

Skala Intensitas Desibel Batas


Jenis Bunyi Dengar Tertinggi

Halilintar 120 DB
Meriam 110 DB
Mesin uap 100 DB
Jalan yang ramai 90 DB
Pluit 80 DB
Kantor gaduh 70 DB
Radio 60 Db
Rumah gaduh 50 DB
Kantor pada umumnya 40 DB
Rumah tenang 30 DB
Kantor perorangan 20 DB
Sangat tenang , Suara daun jatuh, 10 DB

29
Tetesan air
Tabel Skala Intensitas Kebisingan
Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan
Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992),
tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level
=Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA,
berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode
atau interval waktu pengukuran.
2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah
rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3) Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar
belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa
gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran dilakukan, jika diambil
nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan
kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil
penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising
dan yang mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh
sebab itu para karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin
diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat)
telinga guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan
juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa
pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang
teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah
komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai
akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah
keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di

30
kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh
kebisingan yang terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi
pekerja yang akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya
menurunkan produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin
dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber
getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan
proteksi dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25
dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh
pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu
penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi
kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
c) Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan
menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga
menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan
kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu
cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang
dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan
penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya
objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji
misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan
relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik
mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya
penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap
objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada
orang yang lebih muda.

31
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan
menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya.
Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing),
menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan
berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk
mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini
akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap
atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan
dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
 Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
 Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat
kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan dengan
lampu-lampu tersendiri.
 Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing tenaga
kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak diberikan
tugas di malam hari. Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti
diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-
kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni
silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan
pengaturan atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
- Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon
kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
- Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa
sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
- Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di
muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.

32
- Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
- Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh
bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi
bayangan- bayangan.

Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan


kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
b. Kelemahan mental
c. Kerusakan alat penglihatan (mata).
d. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan
bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya
mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
 Jarak antara gedung dan bangunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya
cahaya matahari ke tempat kerja
 Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya
matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup
 Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak melebihi
32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan
bayang-bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan
daya penerangan yang tetap dan menyebar
serta tidak berkedip-kedip.
Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit
kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.
Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja,

33
produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping,
kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
d) Getaran
Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising
seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus
menerus atau intermitten.
Metode kerja dan keterampilan memegang peranan penting dalam
memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered
tool” berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal
sebagai ” Raynaud’s phenomenon ” atau ” vibration-induced white
fingers”(VWF).
Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem
saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit
tulang belakang.
Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai
tubuh:
 3 . 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
 6 . 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung,
pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram
terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
 10 Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
 13 . 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
 < 20 Hz : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi
lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.

2. Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia
yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau
mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui :inhalation (melalui pernafasan),

34
ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit).
Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung
dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap.
asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk
bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:
a. Pernapasan ( inhalation
b. Kulit (skin absorption )
c. Tertelan ( ingestion )
d. Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.

Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia


adalah
a) Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan
adalah bagain tubuh yang paling umum terkena.
Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor.
b) Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak.
Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada
alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan
dan oedema ( bengkak )
Contoh :
Kulit : asam, basa,pelarut, minyak
Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene,
chlorine ,bromine, ozone.
c) Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi
pada kulit atau organ pernapasan
Contoh :

35
Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy
hardeners, turpentine.
Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
d) Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan
atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah.
Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5%
volume udara
Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau
mencegah oksigenasi normal pada kulit.
Contoh :
Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen
sulphide
e) Kanker
Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah
terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan
kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan .
Contoh :
Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver
angiosarcoma) ; 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos
(kanker paru-paru , mesothelioma);
Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride,
dichromates, beryllium
f) Efek Reproduksi
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual
dari seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang
dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar,
sebagai contoh :aborsi spontan.
Contoh :

36
Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol,
mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g) Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ
atau sistem tubuh.
Contoh :
Otak : pelarut, lead, mercury, manganese
Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
3. Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh
kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber
pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC,
Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan
dalam proses produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan
Anda, faktor biologi merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan
ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan
diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga
bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung
diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor
biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut :
a) Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan
batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan
sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan
kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan
oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
b) Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus

37
tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas.
Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV,
dan sebagainya.
c) Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena
berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup
dari organisme atau hewan lain.
d) Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin
ditemukan di tempat kerja, diantaranya :
- Daerah pertanian
Lingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja
dapat terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing,
Asma bronkhiale atau keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil
metabolisme jamur.
- Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan
adalah bakteri penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan
Infeksi saluran pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
- Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk
dari hewan
Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini
misalnya : Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau
terhirup, Brucellosis, Infeksi Salmonella.
Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi,
terutama untuk laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan
yang megandung organisme pathogen
- Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit

38
seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi
yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system
pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem
pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.

Cara penularan kedalam tubuh manusia


Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk
kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :
1. Melalui saluran pernapasan
2. Melalui mulut (makanan dan minuman)
3. Melalui kulit apabila terluka

Mengontrol bahaya dari faktor biologi


Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari
dengan pencegahan antara lain dengan :
1. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu
yang mengandung organism patogen
2. Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
3. Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali
setiap bulan
5. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya
mikroorganisme yang patogen pada system pendingin.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan
mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.

4. Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan
oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma
ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja,
termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak

39
tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun
ketidakserasian antara manusia dan mesin.

Pembebanan Kerja Fisik


a. Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial
ekonomi dan derajat kesehatan.
b. Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga
kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa observasi,
beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut
dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan.
Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis
yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-
40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

5. Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan
oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau
kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak
sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau
pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai,
kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai
akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu
yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut
akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
a) Stress
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap
tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini
dinamakan stress.
Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian,
penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.

40
Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi,
gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial,
penyakit kulit seperti eksim,dll.

6. Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang
sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis
kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin,
serta bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak),
gancu (tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari
tumpukan bahan baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed
additive), cutter, mesin bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet
akibat terkena part panas, dan kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka
bakar akibat kebocoran gas, terjepit part, semburan panas dari blow down
otomatis, kebakaran, dan peledakan.

41
Bab III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama dalam ARKL yang


digunakan untuk mengetahui secara spesifik agen risiko apa yang berpotensi
menyebabkan gangguan kesehatan bila tubuh terpajan. Menurut OSHA, unsur
penting dalam setiap program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang
efektif adalah melaksanakan identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang
proaktif dan berkelanjutan.

Identifikasi bahaya dan penilaian risiko merupakan salah satu tahap


perencanaan dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) yang diwajibkan dalam standar ISO 45001:2018 maupun standar PP
No. 50 Tahun 2012 terkait SMK3

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan
sebagai referensi bagi pembaca terutama terkait dengan materi identifikasi
bahaya. Selain itu penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih
terdapat kekurangan sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca, demi sempurnanya penulisan makalah ini.

42
Lampiran

I. Lampiran 1

43
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 tahun 2001 tentang Pedoman Teknis
Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan 3
www.SafetySign.co.id

Bung ‘okles. 2008. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan


Kerja. http://okleqs.wordpress.com/2008/05/23/pengenalan-bahaya-di-
lingkungan-kerja/. Diakses 20 Oktober 2019

Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan


Darah Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan Xiv
Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Tahun 2008.Managemen
Kesehatan Lingkungan Industri.USU. Sumatera Utara.

http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2016489-radiasi-pengertian-jenis-jenis-
dan/#ixzz1fpWSbEW8

44

Anda mungkin juga menyukai