Anda di halaman 1dari 72

Panduan Penggunaan Antimikroba

untuk Terapi dan Profilaksis


RSUD Bengkalis
Tahun 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas limpahan
karunia dan melalui petunjuk dan bimbingan-Nya, buku Panduan Penggunaan
Antimikroba untuk Terapi dan Profilaksis Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis
tahun 2022 ini dapat diterbitkan.
Buku Panduan Penggunaan Antimikroba untuk Terapi dan Profilaksis
Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis tahun 2022 ini dibuat salah satunya dalam
rangka pelaksanaan Pengendalian Resistensi Antibiotik di Rumah Sakit Umum
Daerah Bengkalis sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 8 Tahun 2015
tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Buku
panduan ini akan menjadi dasar pemilihan antibiotik empirik dan profilaksis sesuai
diagnosis, sebelum hasil kultur dan resistensi diperoleh. Dengan adanya buku
pedoman ini rasionalisasi pemberian antibiotik di RSUD Bengkalis akan semakin
baik dan pelayanan secara umum juga menjadi meningkat.
Buku Panduan Penggunaan Antimikroba untuk Terapi dan Profilaksis
Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis tahun 2022 ini berisikan penggunaan
antibiotik, penggolongan antibiotik sesuai dengan jenis penyakit pada masing-
masing organ dan gambaran pola resistensi kuman di RSUD Bengkalis.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini, untuk itu kritik
dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini
dapat memberi manfaat bagi klinisi RSUD Bengkalis dan semua pihak yang
membutuhkan.

Bengkalis, Agustus 2022

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................ i

Daftar Isi ...................................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan .....................................................................................................1

Latar Belakang .................................................................................................1

Tujuan ..............................................................................................................2

Bab II Tata Laksana....................................................................................................3

Kegiatan Pelayanan Kefarmasian Dalam Terapi Antibiotik............................3

Bab III Prinsip Penggunaan Antibiotik ......................................................................12

Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Kombinasi .........................................12

Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Kelompok Khusus ............................13

Pembatasan Penggunaan Antibiotik .............................................................16

Penggantian Terapi Antibiotik Intravena ke Antibiotik Oral ..........................17

Bab IV Penilaian Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit .......................................18


Batasan ..........................................................................................................18

Tujuan ............................................................................................................18

Penilaian Kuantitas Penggunaan Antibiotik ..................................................18


Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotik ....................................................19

Pemeriksaan Mikrobiologi, Pelaporan Pola Mikroba Dan Kepekaannya .....22

Bab V Panduan Penggunaan Antimikroba di RSUD Bengkalis ..............................26

Panduan Penggunaan Antibiotik Terapi ...............................................................26

Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis.........................................................51

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba,
antimikrobal resistance, AMR) telah menjadi menjadi masalah kesehatan yang
mendunia, dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu
pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba terjadi
karena tekanan seleksi yang sangat berhubungan dengan penggunaan
antimikroba dan penyebaran mikroba resisten. Tekanan seleksi resistensi dapat
dihambat dengan cara menggunakan secara bijak, sedangkan proses penyebaran
dapat dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal.
Resistensi antimikroba yang dimaksud adalah resistensi terhadap
antimikroba yang efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur,
virus, dan parasit. Bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan
antimikroba yang dimaksud adalah penggunaan antimikroba.
Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-study) tahun
2000-2005 pada 2594 individu di masyarakat memperlihatkan bahwa 43%
Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antimikroba antara lain: ampisilin
(34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%). Sedangkan pada 781
pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli resisten
terhadap berbagai jenis antimikroba, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%),
kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%) dan gentamisin (18%). Hasil penelitian
ini membuktikan bahwa masalah resistensi antimikroba juga terjadi di Indonesia.
Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa di Surabaya dan Semarang terdapat
masalah resistensi antimikroba, penggunaan antimikroba yang tidak bijak dan
pengendalian infeksi yang belum optimal. Penelitian AMRIN ini menghasilkan
rekomendasi berupa metode yang telah divalidasi untuk mengendalikan resistensi
antimikroba secara efisien. Hasil penelitian tersebut telah disebarluaskan ke
rumah sakit lain di Indonesia melalui lokakarya nasional pertama di Bandung
tanggal 29-31 Mei 2005, dengan harapan agar rumah sakit lain juga dapat
melaksanakan “self assessment program” menggunakan metode yang telah
divalidasi seperti yang dimaksud di atas. Pelaksanaannya dapat disesuaikan
dengan situasi dan kondisi di masing-masing rumah sakit, sehingga akan

1
diperoleh data resistensi antimikroba, data penggunaan antimikroba, dan
pengendalian infeksi di Indonesia. Namun sampai sekarang, gerakan
pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara nasional belum
berlangsung baik, terpadu, dan menyeluruh sebagaimana yang terjadi di beberapa
negara.
Berbagai cara perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah resistensi
antimikroba ini. Gerakan penanggulangan dan pengendalian resistensi
antimikroba secara paripurna ini disebut dengan Program Pengendalian
Resistensi Antimikroba (PPRA). Dalam rangka pelaksanaan PPRA di Rumah
Sakit Umum Daerah Bengkalis terlaksana dengan baik, maka perlu disusun
Panduan Penggunaan Antimikroba untuk Terapi dan Profilaksis Rumah Sakit
Umum Daerah Bengkalis.

B. TUJUAN
Buku Panduan Penggunaan Antimikroba untuk Terapi dan Profilaksis Rumah
Sakit Umum Daerah Bengkalis tahun 2022 ini agar menjadi panduan dalam
pengambilan keputusan penggunaan antibiotik.

2
BAB II
TATA LAKSANA

KEGIATAN PELAYANAN KEFARMASIAN DALAM TERAPI ANTIBIOTIK

1. Pemilihan Dalam Rangka Perencanaan

Pemilihan jenis antibiotik dan cakram (disc diffusion method) antibiotik yang
digunakan di rumah sakit didasarkan pada Kebijakan/ Pedoman Penggunaan
Antibiotik, Pedoman Diagnosis dan Terapi/ Protokol Terapi, serta Formularium
Rumah Sakit yang disahkan oleh direktur rumah sakit. Proses pemilihan antibiotik
meliputi:
a. Antibiotik yang disesuaikan dengan pola kuman lokal dan sensitifitas
bakteri
b. Antibiotik yang bermutu
c. Antibiotik yang cost effective

2. Perencanaan

Perencanaan dilakukan berdasarkan data epidemiologi pola penyakit dengan


cara melihat data catatan rekam medik, data penggunaan sebelumnya, serta
persediaan yang ada. Perencanaan dibuat dengan memperhatikan waktu tunggu
kedatangan barang (lead time), jenis, jumlah antibiotik serta disc yang digunakan.
Perencanaan yang baik akan menjamin ketersediaan antibiotik.

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan realisasi perencanaan yang telah disepakati,


disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran, dilakukuan melalui pembelian,
rekonstitusi, pencampuran (iv admixture), pengemasan ulang, atau sumbangan/
dropping/ hibah. Pencampuran/ pengemasan ulang antibiotik perlu
memperhatikan aspek stabilitas, kondisi aseptis dan kompatibilitas.

4. Penyimpanan

Penyimpanan antibiotik sesuai dengan persyaratan farmasetik pada sediaan


jadi maupun sediaan setelah direkonstitusi. Penyimpanan antibiotik yang sesuai
standar dimaksudkan untuk menjamin mutu sediaan pada saat digunakan pasien.

3
5. Pendistribusian

Sistem distribusi antibiotik untuk pasien rawat jalan adalah peresepan


individual, dan pendistribusian untuk pasien rawat inap adalah sistem Unit Dose
Dispensing (UDD) yang disertai dengan informasi obat dan/ atau konseling oleh
Apoteker. Sistem UDD perlu diterapkan pada distribusi antibiotik karena
memudahkan pemantauan penggunaan anitbiotik (waktu dimulai dan dihentikan
atau dilakukan penyesuaian regimen pengobatan). Pendistribusian antibiotik harus
memperhatikan stabilitas produk.

6. Pengkajian Terapi Antibiotik

Pengkajian terapi antibiotik dapat dilakukan sebelum atau sesudah penulisan


resep, dalam rangka mengidentifikasi, mengatasi dan mencegah masalah terkait
antibiotik. Apoteker dapat memberikan rekomendasi kepada dokter/ perawat/
pasien terkait masalah terapi antibiotik yang ditemukan.
Pengkajian terapi antibiotik dapat berupa:

a. Kesesuaian indikasi, pasien, jenis, dan dosis rejimen antibiotik terhadap


Pedoman/ Kebijakan yang telah ditetapkan.
b. Kemungkinan terjadinya ROTD, interaksi antibiotik dengan obat lain/ larutan
infus/ makanan/ minuman.
c. Kemungkinan kesalahan hasil pemeriksaan laboratorium karena pemberian
antibiotik. Misalnya ampisilin, gentamisin, mempengaruhi pemeriksaan
AST/ALT.

7. Peracikan

Peracikan antibiotik steril dan non steril dilakukan dengan memperhatikan


“Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)”, dan menggunakan perlatan yang
tersendiri (khusus) dari peralatan peracikan non antibiotik untuk mencegah
kontaminasi silang.
Peracikan antibiotik steril (misalnya: parenteral, tetes mata, salep mata)
dilakukan sesuai standar aseptic dispensing yang meliputi system manajemen,
prosedur, sarana prasarana, SDM, teknik aseptis, dan penjaminan mutu (quality
assurance).
4
Teknik peracikan harus memperhatikan aspek stabilitas dan kompatibilitas.
Untuk sediaan antibiotik steril yang tidak stabil dalam rekonstitusi dan diperlukan
dalam dosis kecil, dapat dilakukan dalam rangka menjamin kualitas dan
menghemat biaya pengobatan.
8. Pemberian

Pemberian antibiotik kepada pasien disertai dengan layanan informasi atau


konseling. Apoteker memberikan konsultasi pada perawat terkait penyimpanan
dan pemberian antibiotik. Setiap pemberian obat dicatat di Rekam Pemberian
Antibiotik (RPA), Kartu Catatan Obat (KCO).

9. Penggunaan

a. Profilaksis Antibiotik (injeksi/ oral/ topikal)

Penggunaan antibiotik prabedah dapat mengurangi kejadian infeksi,


khususnya infeksi luka, setelah pembedahan tertentu. Namun manfaat itu harus
dipertimbangkan dengan risiko reaksi alergi dan toksik, munculnya bakteri
resistan, interaksi obat, superinfeksi dan biaya. Sekitar 5% pasien yang menerima
antibiotik diperkirakan akan mengalami infeksi serius untuk pengobatan ini. Pada
umumnya, antibiotik profilaksis dianjurkan hanya untuk tindakan dengan kejadian
infeksi yang tinggi dan tindakan dengan konsekuensi infeksinya sangat serius.
Tujuan dari pemberian antibiotik profilaksis adalah untuk mengurangi insidensi
infeksi luka pasca bedah. Sangat penting untuk mengenal perbedaan antara
profilaksis dan pengobatan empirik. Profilaksis merupakan prosedur yang
berhubungan dengan angka infeksi yang tinggi, seperti implantasi material
prostetik, pemasangan implant pada patah tulang dimana mempunyai
konsekuensi infeksi yang serius. Terapi empirik merupakan kelanjutan dari
penggunaan antibiotik setelah prosedur operasi dan berdasarkan penemuan pada
saat berlangsungnya operasi. Profilaksis yang tidak tepat dapat disebabkan oleh
pemakaian spektrum luas (broad spectrum) dan sebagai terapi lanjutan tanpa
rekomendasi periode waktu. Cara ini dapat meningkatkan risiko efek samping dan
akan menyebabkan organisme menjadi resistan.
Antibiotik profilaksis adalah antibiotik digunakan bagi pasien yang belum
terkena infeksi, tetapi diduga mempunyai peluang besar untuk mendapatkannya,
atau bila terkena infeksi dapat menimbulkan dampak buruk bagi pasien.
5
Penggunaan antibiotik di rumah sakit, sekitar 30-50% untuk tujuan profilaksis
bedah. Profilaksis bedah merupakan pemberian antibiotik sebelum adanya tanda-
tanda dan gejala suatu infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya manifestasi
klinik infeksi.
Pedoman untuk Memilih Antibiotik Profilaksis

Obat – obatan profilaksis harus diarahkan terhadap organisme yang mempunyai


kemungkinan terbesar dapat menyebabkan infeksi, tetapi tidak harus membunuh
atau melemahkan seluruh patogen. Untuk sebagian besar tindakan, sefalosporin
generasi pertama atau kedua yang tidak mahal, seperti sefazolin, mempunyai half-
life yang cukup panjang dan aktif terhadap stafilokoki dan streptokoki, efektif
apabila diberikan secara intravena (IV) 30 menit sebelum pembedahan. Kecuali
pada apendektomi, di mana sefoksitin (Mefoxin) atau sefotetan (Cefotan) lebih
baik karena lebih aktif dari pada sefazolin terhadap organisme anaerobik dalam
usus.
Stafilokoki metisilin-resisten (Methicilin Resistant Staphylococcus Aureus/ MRSA)
adalah patogen pasca bedah yang penting, di mana vankomisin dapat digunakan,
tetapi penggunaan rutin untuk profilaksis harus dihindari karena hal ini dapat
merangsang timbulnya organisme – organisme resisten. Juga, sefalosporin
generasi ketiga dan keempat (misalnya sefotaksim atau sefepime) tidak dapat
digunakan sebagai profilaksis pembedahan rutin karena:
- Kurang aktifnya sefazolin terhadap stafilokoki, serta mahal.
- Spektrum aktivitasnya mencakup organisme yang jarang ditemukan dalam
pembedahan elektif: dan
- Penggunaan luas dapat menimbulkan resistensi.

Jumlah dosis

Dosis tunggal IV antibiotik yang diberikan dalam 30 menit atau kurang sebelum
insisi kulit akan memberikan konsentrasi dalam jaringan yang memadai sepanjang
pembedahan. (Apabila vankomisin digunakan, sekurang-kurangnya dibutuhkan
satu jam).
Pedoman pemberian antibiotik profilaksis pada pembedahan adalah sebagai
berikut:

6
1. Mempunyai risiko untuk infeksi apabila tidak mempunyai agen profilaktik.

2. Harus ada pengetahuan mengenai kemungkinan flora yang berhubungan


dengan luka operasi.

3. Antibiotik profilaksis harus dapat memotong aktifitas patogen terhadap luka


yang terkontaminasi atau pada lapangan operasi.

4. Bila menggunakan lebih dari satu antibiotik, maka antibiotik terpilih harus
berdasarkan mikroorgnisme terbanyak.

5. Antibiotik profilaksis diberikan dalam dosis yang menunjukkan konsentrasi


efektif sebelum kontaminasi bakteri intraoperatif. Pemberian yang dianjurkan
adalah 30-45 menit sebelum insisi kulit (biasanya bersamaan dengan induksi
anestesia).

6. Berikan sesuai dengan dosis efektif. Untuk sefalosporin pada pasien dengan
BB >70 kg, dosis sebaiknya dua kali lipat (contoh, 70 kg: cefazolin 1 g IV,
>70kg: cefazolin 2 g IV).

7. Pelaksanaan pembedahan sampai tiga jam atau kurang, cukup diberikan


dosis tunggal. Apabila pembedahan lebih dari tiga jam, maka memerlukan
dosis efektif tambahan.

8. Vancomycin dapat diberikan untuk pasien dengan alergi penisilin/


sefalosporin.

9. Penggunaan antibiotik dengan spektrum sesempit mungkin

Prinsip :

Penggunaan antibiotik dengan spektrum sesempit mungkin


Penggunaan 1x pre operasi, diberikan 30-60 menit pre operasi.
Penggunaan antibiotik:
1) Untuk operasi yang tidak melibatkan traktus digestivus dan traktus urinarius.

Cephalosporin generasi 1:Cefazolin (Untuk kuman gram positif)

2) Untuk operasi yang melibatkan traktus digestivus dan traktus urinarius:

Cephalosporin generasi 3: Ceftriaxone / cefotaxime


Catatan:
7
1) Tergantung pola kuman IDO (infeksi Daerah Operasi RS)

2) Permenkes hanya menyarankan cephalosporin generasi 1

Penggunaan Antibiotik Profilaksis menurut klasifikasi operasi

1) Clean → Tanpa antibiotik

Operasi elektif, bersih tanpa membuka lumen:

Operasi lipoma, hernia, pemasangan simino, sectio caesaria tanpa komplikasi


infeksi ketuban pecah dini.

Profilksis antibiotik dilakukan pada:

1) Operasi-operasi berisiko translokasi bakterial: Pasien operasi gigi, Operasi


intrakranial, Operasi Hemoroid, Operasi intraoral

2) Clean + Prothese

Operasi + Pemasangan implan:

- Pemasangan ORIF

- Pemasangan IOL (mata)

- Pemasangan VP-shunt

- Pemasangan implant pada operasi-operasi THT

2) Clean Contaminated → Profilaksis Operasi yang membuka lumen

Operasi pada :
- Traktus digestivus

- Bilier

- Traktus urinarius

3) Contaminated → Profilaksis, empirik Operasi terkontaminasi tanpa gejala /


tampilan infeksi : Sectio caesaria dengan ketuban pecah dini.

8
b. Penggunaan Antibiotik Terapi

Penggunaan Terapi oleh pasien harus memperhatikan waktu, frekuensi,


dan lama pemberian sesuai rejimen terapi dan memperhatikan kondisi pasien.
Pada proses penggunaan antibiotik, Apoteker dapat berperan pada
penghentian otomatis pemberian antibiotik (automatic stop order) dan
penggantian antibiotik intravena dengan antibiotik oral (sequential/ switch iv
therapy to oral). Manfaat penggantian dari intravena ke oral meliputi penurunan
biaya, kenyamanan pasien, memperepat waktu keluar rumah sakit,
mengurangi komplikasi dan mengurangi iv line infection.
Penghentian otomatis pemberian antibiotik dilakukan bila penggunaan
antibiotik sudah sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Selanjutnya,
Apoteker perlu melakukan konfirmasi dengan dokter yang merawat pasien
untuk perencanaan terapi selanjutnya.
Penggantian bentuk sediaan antibiotik intravena dengan antibiotik oral
dapat dilakukan dalam waktu 72 jam jika antibiotik memiliki spectrum yang
sesuai dengan hasil tes sensitivitas dengan memperhatikan farmakodinamik
dan farmakokinetik.
Berdasarkan efikasi klinis untuk eradikasi mikroba atau sesuai protokol
terapi, lama pemberian antibiotik adalah sebagai berikut:

a. Sebagian besar infeksi seperti 5-7 hari


pneumonia, septicemia

b. Cystitis 3 hari
c. Streptococcal pharyngitis 10 hari
d. Endocarditis 2-6 minggu
e. Pyelonephritis 2 minggu
f. Osteomyelitis beberapa minggu/ bulan
g. Septic arthritis 2-6 minggu
h. Lung abscess 4-6 minggu
i. Liver abscess 1-4 bulan

9
Pemberian antibiotik empirik (selama 48-72 jam) dapat dilakukan pada
pengobatan awal pada pasien yang yang secara klinis diduga atau
diidentifikasi mengalami infeksi bakteri yang belum diketahui jenis bakteri
penyebab dan pola kepekaannya. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi
berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang
lain.

10. Informasi Obat

Apoteker memberikan informasi kepada dokter/ perawat tentang antibiotik.


Informasi yang diberikan antara lain tentang seleksi, rejimen dosis,
rekonstitusi, pengenceran/ pencampuran antibiotik dengan larutan infus dan
penyimpanan antibiotik. Pemberian informasi meliputi:
a. Tujuan terapi

b. Cara penggunaan yang benar dan teratur

c. Tidak boleh berhenti minum antibiotik tanpa sepengetahuan dokter/


apoteker (harus diminum sampai habis kecuali jika terjadi ROTD)
d. ROTD yang mungkin terjadi serta tindakan yang harus dilakukan

e. Cara penyimpanan

Pemberian informasi oleh apoteker dapat dilakukan secara lisan maupun


tertulis. Informasi tertulis tentang antibiotik dibuat oleh Unit Pelayanan
Informasi Obat (PIO) Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

11. Konseling

Konseling terutama ditujukan untuk:

a. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menggunakan antibiotik

b. Mencegah timbulnya resistensi bakteri

c. Meningkatkan kewaspadaan pasien/ keluarganya terhadap efek samping/


reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang mungkin terjadi, dalam rangka
menunjang pelaksanaan program patient safety di rumah sakit. Konseling
tentang penggunaan antibiotic dapat diberikan pada pasien/ keluarga pasien
rawat jalan maupun rawat inap secara aktif di ruang konseling khusus untuk
menjamin privacy pasien.
10
Setelah diberikan konseling dilakukan evaluasi pengetahuan pasien untuk
memastikan pasien memahami informasi yang telah diberikan. Bila perlu,
dilengkapi dengan informasi tertulis (leaflet atau booklet).

12. Pemantauan

Pemantauan efektivitas antibiotik dapat dilakukan apoteker secara mandiri


atau bersama tim kesehatan lain (dokter, ahli mikrobiologi, perawat). Pemantauan
terhadap tanda keberhasilan dan kegagalan terapi dapat dilakukan setelah 72 jam
dengan melihat data klinis (pemeriksaan fisik dan tanda-tanda vital) serta data
penunjang (hasil pemeriksaan mikrobiologi dan data laboratorium) yang ada.
Pemantauan juga dilakukan terhadap timbulnya ROTD, reaksi alergi/
hipersensitivitas atau toksisitas. Jika terjadi ROTD, sebaiknya segera dilaporkan
ke pusat MESO Nasional, menggunakan form MESO.
Pelaporan ROTD dapat dilakukan oleh dokter, apoteker, maupun perawat,
dan sebaiknya di bawah koordinasi Komite Farmasi dan Terapi.
Pemantauan kadar antibiotik dalam darah bertujuan untuk menilai
efektivitas dan mencegah terjadinya toksisitas yang tidak diinginkan, memodifikasi
rejimen dan menilai kepatuhan pasien. Pemantauan kadar antibiotik dalam darah
perlu dilakukan untuk antibiotik yang mempunyai rentang terapi sempit.
Beradasarkan pemantauan kadar antibiotik, apoteker dapat memberikan
rekomendasi yang sesuai. Rekomendasi yang diberikan dapat berupa:
a. Penyesuaian dosis dan interval pemberian

b. Penghentian dan penggantian antibiotic

11
BAB III
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SECARA BIJAK

A. Penatagunaan Antibiotik (PGA)

Penggunaan antibiotik secara bijak adalah penggunaan antibiotik secara


rasional dengan mempertimbangkan dampak muncul dan menyebarnya bakteri
resisten. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dikenal sebagai
penatagunaan antibiotik (antibiotics stewardship) yang bertujuan meningkatkan
outcome pasien secara terkoordinasi melalui perbaikan kualitas penggunaan
antibiotik yang meliputi penegakan diagnosis, pemilihan jenis antibiotik, dosis,
interval, rute, dan lama pemberian yang tepat.

Pengendalian penggunaan antibiotik dilakukan dengan cara mengelompokkan


antibiotik dalam kategori AWaRe: ACCESS, WATCH, dan RESERVE.
Pengelompokan ini bertujuan memudahkan penerapan penatagunaan antibiotik
baik di tingkat lokal, nasional, maupun global; memperbaiki hasil pengobatan;
menekan munculnya bakteri resisten; dan mempertahankan kemanfaatan
antibiotik dalam jangka panjang. Kategorisasi ini mendukung rencana aksi global
WHO dalam pengendalian resistensi antimikroba.

Antibiotik kelompok ACCESS:


1. Tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Untuk pengobatan infeksi bakteri yang umum terjadi.
3. Diresepkan oleh dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dikaji oleh apoteker.
4. Penggunaan sesuai dengan panduan praktik klinis dan panduan penggunaan
antibiotik yang berlaku.

Antibiotik kelompok WATCH:


1. Tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut.
2. Digunakan untuk indikasi khusus atau ketika antibiotik kelompok ACCESS tidak
efektif.
3. Kelompok ini memiliki kemampuan lebih tinggi dan berpotensi menimbulkan
resistensi sehingga diprioritaskan sebagai target utama program pengawasan dan
pemantauan.

12
4. Diresepkan oleh dokter spesialis, dokter gigi spesialis, dikaji oleh apoteker, dan
disetujui oleh dokter konsultan infeksi; apabila tidak tersedia dokter konsultan
infeksi persetujuan diberikan oleh dokter anggota Komite Pengendalian Resistensi
Antimikroba (KPRA) yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.
5. Penggunaan sesuai dengan panduan praktik klinis dan panduan penggunaan
antibiotik yang berlaku.

Antibiotik kelompok RESERVE

1. Tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut.


2. Antibiotik kelompok ini dicadangkan untuk mengatasi infeksi bakteri yang
disebabkan oleh MDRO dan merupakan pilihan terakhir pada infeksi berat yang
mengancam jiwa.
3. Menjadi prioritas program pengendalian resistensi antimikroba secara nasional
dan internasional yang dipantau dan dilaporkan penggunaannya.
4. Diresepkan oleh dokter spesialis dan dokter gigi spesialis, dikaji oleh apoteker,
dan disetujui penggunaannya oleh tim Penatagunaan Antibiotik (PGA) yang
merupakan bagian dari Komite ProgramPengendalian Resistensi Antimikroba
(PPRA) Rumah Sakit.
5. Penggunaan sesuai dengan panduan praktik klinis, panduan penggunaan
antibiotik yang berlaku dan hasil pemeriksaan mikrobiologi.

Pengelompokan antibiotik kategori ACCESS, WATCH, dan RESERVE (AWaRe)


tercantum pada tabel berikut ini.

KATEGORI ACCESS KATEGORI WATCH KATEGORI RESERVE


Amoksisilin Pirimetamin Amikasin Aztreonam
Ampisilin Prokain penisilin Azitromisin Daptomisin**
Amoksisilin- asam
Sefadroksil Fosfomisin Golongan Karbapenem
klavulanat
Ampisilin-
Sefaleksin Klaritromisin Kotrimoksazol (inj)**
sulbaktam
Benzatin benzil
Sefazolin* Levofloksasin Linezolid
penisilin

13
Doksisiklin Siprofloksasin (oral) Moksifloksasin Nitrofurantoin**
Eritromisin Spiramisin Netilmisin Piperasilin- tazobaktam
Fenoksimetil
Streptomisin Ofloksasin Polimiksin B**
penisilin
Gentamisin Sulfadiazin Sefiksim Polimiksin E**
Sefoperazon-
Kanamisin Tetrasiklin Sefepim
sulbaktam
Klindamisin (oral) Tiamfenikol Sefotaksim Sefpirom
Sefpodoksim
Kloksasilin Ko-trimoksazol oral Seftarolin
proksetil
Kloramfenikol Seftazidim Teikoplanin
Metronidazol Seftriakson Tigesiklin
Oksitetrasiklin
Sefuroksim Vankomisin
injeksi
Seftolozane-
Siprofloksasin (inj)
Tazobaktam
Seftazidime- avibaktam
Keterangan:
*) khusus untuk profilaksis bedah
**) disediakan melalui Special Access Scheme (SAS)

Pada tata laksana kasus infeksi, keputusan untuk memberikan antibiotik harus memenuhi
prinsip berikut ini.

1. Tepat Diagnosis
a. Tegakkan diagnosis penyakit infeksi bakteri melalui pemeriksaan klinis,
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lain.
b. Untuk menetapkan terapi definitif diperlukan pemeriksaan mikrobiologi.
2. Tepat Pasien
a. Pertimbangkan faktorrisiko, penyakit lain yang mendasari, dan penyakit
penyerta.
b. Pertimbangkan kelompok khusus seperti ibu hamil, ibu menyusui, usia
lanjut, anak, bayi, neonatus.

14
c. Lakukan penilaian derajat keparahan fungsi organ, contohnya pada penyakit
ginjal akut.
d. Telusuri riwayat alergi terutama antibiotik.
3. Tepat Jenis Antibiotik
Pertimbangkan untuk memilih jenis antibiotik berdasarkan:
a. kemampuan antibiotik mencapai tempat infeksi;
b. keamanan antibiotik;
c. dampak risiko resistensi;
d. hasil pemeriksaan mikrobiologi;
e. panduan penggunaan antibiotik;
f. tercantum dalam formularium;
g. kajian cost-effective.
4. Tepat Regimen Dosis
Regimen dosis meliputi dosis, rute pemberian, interval, dan lama pemberian. Dosis
merupakan parameter yang selalu mendapat perhatian dalam terapi antibiotik
karena efektivitas antimikroba bergantung pada pola kepekaan patogen, minimal
inhibitory concentration (MIC), dan farmakokinetik (PK) maupun farmakodinamik
(PD).
a. Dosis
Sifat farmakologi obat merupakan salah satu parameter penting yang dapat
mempengaruhi keberhasilan terapi antibiotik. Dosis antibiotik ditetapkan
dengan mempertimbangkan:
1) tempat infeksi; kemampuan penetrasi antibiotik berbeda-beda di
berbagai jaringan;
2) derajat keparahan infeksi; pada sepsis fase hiperdinamik, volume
distribusi dan eliminasi meningkat sehingga kadar antibiotik yang
bersifat hidrofilik relatif lebih rendah dalam serum;
3) gangguan fungsi organ eliminasi (ginjal dan hati);
4) hipoalbuminemia (<2,5 g/dL); hati-hati ketika menggunakan antibiotik
yang afinitasnya terhadap albumin tinggi;
5) berat badan; penentuan dosis antibiotik umumnya diperhitungkan
menurut berat badan. Untuk pasien obesitas lebih dari 120% IBW
(ideal body weight) diperlukan dosis obat yang lebih besar,
berdasarkan perhitungan rumus adjusted body weight (AdjBW). Pada
15
pasien anak, apabila total dosis per kilogram berat badan melebihi
dosis dewasa, maka digunakan dosis dewasa.

AdjBW = (Total Body Weight - IBW) x 0,4 + IBW

Pada gangguan fungsi ginjal, dosis rumatan antibiotik yang


eliminasinya melalui ginjal disesuaikan berdasarkan klirens kreatinin
yang dapat dihitung menggunakan persamaan Cockcroft- Gault,
sedangkan dosis awal (loading dose) sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan kondisi klinis dan PK/PD antibiotik. Pada pasien anak
digunakan rumus Schwartz untuk menghitung dosis. Untuk obat yang
bersifat nefrotoksik diperlukan pemantauan kadar kreatinin serum
setiap 24-48 jam. Apabila terjadi peningkatan serum kreatinin sampai
0,5 mg/dL atau lebih, dipertimbangkan untuk menghentikan obat.

Persamaan Cockcroft-Gault:

(140 − usia) (BB dalam kg)


𝐾𝑙𝑖𝑟𝑒𝑛𝑠 𝑘reatinin =
72 (kreatinin serum)

Catatan: untuk perempuan nilai ini dikalikan 0,85.


Schwartz:
eGFR =
0.413 x (TB/kreatinin serum) bila TB diukur dalam sentimeter
atau
41.3 x (tb/kreatinin serum) bila TB diukur dalam meter
Pada pasien yang menjalani hemodialisis, dosis harian harus diberikan
segera setelah dialisis.
Pada gangguan fungsi ginjal, penyesuaian dosis didasarkan pada
perhitungan tes klirens kreatinin (CCT, creatinine clearance test)

16
Penyesuaian Dosis Antibiotik berdasarkan Klirens Kreatinin
Obat Dosis Lazim Klirens Dosis Pada Insufiensi Ginjal
Kreatinin
Amikasin 15 mg/kgBB > 60 10 mg/kgBB setiap 24 jam
setiap 24 jam 40-59 3 mg/kgBB setiap 12 jam
20-39 3 mg/kgBB setiap 24 jam
<20 3 mg/kgBB HANYA SEKALI*
*Perlu monitor kadar setelah 24 jam, ulangi
dosis bila kadar < 4 mcg/mL
Amoksisilin 500-1000 mg > 30 500-1000 mg setiap 12 jam
setiap 12 jam 10-30 250-875 mg setiap 12 jam
< 10 250-875 mg setiap 24 jam
atau HD*
Amoksisilin- 500-1000 mg > 30 500-1000 mg setiap 12 jam
klavulanat* setiap 12 jam 10-30 250-500 mg setiap 12 jam
< 10 250-500 mg setiap 24 jam
atau HD*
Ampisilin 1-2 gram > 50 1-2 gram setiap 4-6 jam
setiap 4-6 jam 10-50 1-2 gram setiap 6-8 jam
< 10 1-2 gram setiap 8 jam
atau HD*
Ampisilin- 1,5-3 gram > 30 1,5-3 gram setiap 6 jam
sulbaktam* setiap 6 jam 15-29 1,5-3 gram setiap 12 jam
< 14 1,5-3 gram setiap 24 jam
atau HD*
Ampisilin- 3 gram setiap > 50 3 gram setiap 4 jam
sulbaktam* 4 jam 10-50 3 gram setiap 6 jam
(utk HD* 3 gram setiap 8 jam
Acinetobacter,
E. faecalis)
Aztreonam 1-2 gram > 30 1-2 gram setiap 8 jam
setiap 8 jam 11-34 1-2 gram setiap 12 jam
< 10 1-2 gram setiap 24 jam

17
atau HD*
Klaritromisin 250-500 mg > 30 250-500 mg setiap 12 jam
setiap 12 jam < 30 250-500 mg setiap 24 jam
Klindamisin p.o: 300 mg
setiap 8 jam
Tidak perlu penyesuaian dosis
i.v: 600 mg
setiap 8 jam
Kolistin 2,5 mg/kgBB > 50 2,5 mg/kgBB setiap 12 jam
setiap 12 jam 20-50 2,5 mg/kgBB setiap 24 jam
< 20 1,25 mg/kgBB setiap 24 jam
atau HD*
Linezolid 600 mg setiap
Tidak perlu penyesuaian dosis
12 jam
Meropenem 1 gram setiap > 51 1 gram setiap 8 jam
8 jam 26-50 1 gram setiap 12 jam
10-25 500 mg setiap 12 jam
< 10 500 mg setiap 24 jam
atau HD
Meropenem 2 gram setiap > 51 2 gram setiap 8 jam
(meningitis, 8 jam 26-50 1 gram setiap 8 jam
infeksi CRE) 10-25 1 gram setiap 12 jam
< 10 1 gram setiap 24 jam
atau HD
Metronidazol 50 mg setiap 8
Tidak perlu penyesuaian dosis
jam
Moksifloksasin 400 mg setiap
Tidak perlu penyesuaian dosis
24 jam
Nitrofurantoin 100 mg setiap > 50 100 mg setiap 12 jam
12 jam < 50 Tidak dianjurkan
Piperasilin/ 3,375 - 4,5 > 40 3,375-4,5 gram setiap 6 jam (4,5 gram setiap
tazobaktam* gram setiap 6 6 jam untuk Pseudomonas
jam 20-40 2,25 gram setiap 6 jam (3,375 gram setiap 6
jam untuk Pseudomonas)

18
< 20 2,25 gram setiap 8 jam (2,25 gram setiap 6
jam untuk Pseudomonas)
HD 2,25 gram setiap 12 jam (2,25 gram setiap 8
jam untuk Pseudomonas)
Sefepim 1 gram setiap > 60 1 gram setiap 8 jam
8 jam 30-60 1 gram setiap 12 jam
< 29 1 gram setiap 24 jam
atau HD

Sefepim untuk 2 gram setiap > 60 2 gram setiap 8 jam


Infeksi SSP 8 jam 30-60 1 gram setiap 8 jam
atau 11-29 1 gram setiap 12 jam
Pseudomonas < 11 1 gram setiap 24 jam
atau HD
Seftarolin 600 mg setiap > 50 600 mg setiap 12 jam
12 jam 30-50 400 mg setiap 12 jam
15-29 300 mg setiap 12 jam
< 15 200 mg setiap 12 jam
atau HD
Seftarolin 1-2 gram > 50 1-2 gram setiap 8 jam
untuk MRSA setiap 8 jam 30-50 1-2 gram setiap 12 jam
Untuk 15-29 1-2 gram setiap 24 jam
Pseudomonas: < 15 1 gram setiap 24 jam
2 gram setiap atau HD
8 jam
Seftriakson 1-2 gram
setiap 24 jam
Tidak perlu penyesuaian dosis

Seftriakson 2 gram setiap


(infeksi SSP) 12 jam
Tidak perlu penyesuaian dosis

Sefaleksin 500 mg p.o. > 50 500 mg p.o. setiap 6 jam

19
setiap 6 jam 10-50 500 mg p.o. setiap 8 jam
<10 atau 500 mg p.o. setiap 12 jam
HD
Siprofloksasin 400 mg setiap >30 400 mg setiap 8-12 jam
i.v. 8- 12 jam < 30 400 mg setiap 24 jam
atau HD
Siprofloksasin 250-750 mg >30 250-750 mg setiap 12 jam
p.o setiap 12 jam < 30 250-500 mg setiap 24 jam
atau HD
Tigesiklin 100 mg
pertama,
dilanjutkan 50 Tidak perlu penyesuaian dosis
mg setiap 12
jam
Kotrimoksazol oral: 1-2 tab > 30 1-2 tab setiap 12 jam
(untuk UTI setiap 12 jam 160-320 mg i.v setiap 12 jam
atau selulitis i.v: 160-320mg < 30 1-2 tab setiap 24 jam
setiap 12 jam atau HD 1 dosis segera setelah HD
Kotrimoksazol 5 mg/kgBB > 30 5 mg/kgBB setiap 6-8 jam
(untuk PCP setiap 6-8 jam < 30 2,5 mg/kgBB setiap 6-8 jam
atau HD 1 dosis segera setelah
infeksi HD
sistemik berat)
*Dosis dinyatakan sebagai dosis obat utamanya

b. Rute pemberian
Pemberian per oral sedapat mungkin menjadi pilihan pertama. Namun, pada
infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan rute
parenteral. Pemberian intravena dilakukan dalam bentuk drip selama 15
menit dengan konsentrasi dan lama pemberian sesuai aturan pakai masing-
masing antibiotik. Jika kondisi pasien membaik (misalnya: sudah bisa
makan, tidak ada gangguan gastrointestinal) maka pertimbangkan untuk
menghentikan antibiotik atau mengganti dengan rute per oral.

20
c. Interval pemberian
Berdasarkan profil PK/PD, antibiotik dibedakan atas concentration-
dependent antibiotic dan time-dependent antibiotic. Untuk time- dependent
antibiotic, efektivitas antimikroba ditentukan oleh lamanya pajanan mikroba
terhadap antibiotik di atas kadar MIC. Target waktu kadar antibiotik di atas
MIC adalah 40-60% dari interval pemberian dalam 24 jam. Misalnya,
antibiotik golongan beta-laktam memerlukan konsentrasi antibiotik lebih
lama di atas MIC. Untuk mendapatkan kadar mantap (steady state) dalam
darah interval pemberian antibiotik harus tetap misalnya setiap 8 jam, setiap
6 jam. Hindari penggunaan istilah 4x1 atau 3x1, dan seterusnya.
d. Lama pemberian
Lama pemberian antibiotik ditentukan oleh kemampuannya mengatasi
infeksi sesuai dengan diagnosis yang telah dikonfirmasi. Lama terapi ini
dapat diperpanjang pada pasien dengan kondisi tertentu, misalnya SLE atau
sepsis. Pemantauan perbaikan klinis dan laboratoris dievaluasi setidaknya
setiap 3 hari berdasarkan data klinis, laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang lain. Jika tidak terjadi perbaikan klinis, maka ketepatan diagnosis
dan terapi perlu dievaluasi ulang.

5. Waspada efek samping dan interaksi obat


Efek samping dapat berupa reaksi alergi dan gangguan fungsi organ, misalnya
gangguan fungsi ginjal dan gangguan pendengaran akibat aminoglikosida. Juga
perlu diperhatikan interaksi antibiotik dengan obat lain. Misalnya, interaksi
seftriakson dengan ion kalsium akan menyebabkan endapan pada pembuluh
darah, interaksi aminoglikosida dengan MgSO4 menyebabkan potensiasi blok
neuromuskuler.

B. Prinsip Penggunaan Antibiotik Kombinasi


Antibiotik kombinasi diperlukan untuk:
1. meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik (efek sinergi atau aditif)
pada kasus MDRO atau infeksi TB
2. mengatasi kasus infeksi yang membahayakan jiwa (syok septik) yang belum
diketahui bakteri penyebabnya

21
C. Penggunaan Antibiotik pada Kelompok Khusus
1. Penggunaan Antibiotik pada Bayi dan Anak
Pemilihan antibiotik pada bayi dan anak harus memperhatikan kematangan
fungsi organ dan efeknya terhadap tumbuh kembang. Perhitungan dosis
antibiotik berdasarkan berat badan ideal sesuai dengan usia dan petunjuk yang
ada dalam Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak.
Di bawah ini adalah antibiotik yang perlu perhatian khusus pada bayi dan anak.
Nama Obat Kelompok Usia Alasan
Azitromisin Neonatus Tidak ada data keamanan
Kloramfenikol Neonatus Menyebabkan grey baby syndrome
Kotrimoksazol Kurang dari 6 minggu Tidak ada data efektivitas dan keamanan
Linkomisin HCl Neonatus Menyebabkan fatal toxic syndrome
Norfloksasin Kurang dari 12 tahun Merusak tulang rawan (cartillage disgenesis)
Piperasilin- Neonatus Tidak ada data efektivitas dan keamanan
Tazobaktam
Siprofloksasin Kurang dari 12 tahun Merusak tulang rawan (cartillage disgenesis)
Spiramisin Neonatus dan bayi Tidak ada data keamanan
Tetrasiklin Kurang dari 4 tahun Diskolorisasi gigi, gangguan pertumbuhan
atau pada dosis tinggi tulang
Tiamfenikol Neonatus Menyebabkan grey baby syndrome
Tigesiklin Anak kurang dari 18 Tidak ada data keamanan
tahun

2. Penggunaan Antibiotik pada Ibu Hamil dan Menyusui


Penggunaan antibiotik pada ibu hamil dan menyusui hendaknya memperhatikan
keamanan untuk ibu dan bayi, mengacu kepada keamanan pemberian obat
pada umumnya berdasarkan ketetapan US- FDA yang mengelompokan obat
dalam 5 kategori berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
a. Kategori A
Studi pada manusia menunjukkan tidak adanya risiko terhadap janin di
trimester pertama kehamilan.
b. Kategori B
Studi pada hewan coba tidak menunjukkan adanya gangguan pada fetus
dalam trimester pertama, tetapi tidak ada studi pada ibu hamil.
22
c. Kategori C
Studi pada hewan coba menunjukkan gangguan teratogenik, tetapi pada ibu
hamil tidak ada penelitian. Kelompok ini hanya digunakan bila manfaat jelas
lebih besar daripada risiko.
d. Kategori D
Sudah ada bukti yang menunjukkan risiko pada janin manusia berdasarkan
data penelitian efek samping. Kelompok ini hanya digunakan bila manfaat
jelas lebih besar daripada risiko.
e. Kategori X
Studi pada hewan coba maupun manusia menunjukkan adanya gangguan
pada janin. Kehamilan merupakan kontraindikasi untuk kelompok obat ini.

Antibiotik menurut Kategori Keamanan untuk Ibu Hamil (US-FDA)


Kategori
A B C D X
(tidak ada Amfoterisin B Basitrasin Aminoglikosida Metronidazol
antibiotik dalam (trimester I)
kategori ini) Aztreonam Fluorokuinolon Doksisiklin
Azitromisin Imipenem Minosiklin
Eritromisin Isoniazid Tetrasiklin
Fosfomisin Klaritomisin Tigesiklin
Karbapenem Kloramfenikol
Klindamisin Ko-trimoksazol
Metronidazol Linezolid
Penisilin Paramomisin
Sefalosporin Pirazinamid
Rifampisin
Siprofloksasin
Spiramisin
Vankomisin

23
3. Penggunaan Antibiotik pada Usia Lanjut
Berikut ini adalah hal yang harus diperhatikan dalam pemberian antibiotik pada
usia lanjut.
a. Pasien usia lanjut (>65 tahun) dianggap mempunyai gangguan fungsi ginjal
ringan sehingga dosis pemeliharaan antibiotik perlu diturunkan atau interval
pemberiannya diperpanjang.
b. Pada usia lanjut sering terdapat komorbiditas yang memerlukan pengobatan
rutin sehingga perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya interaksi obat.

4. Penggunaan Antibiotik pada Gangguan Fungsi Ginjal


a. Hindari obat yang bersifat nefrotoksik.
b. Dosis awal antibiotik sama dengan dosis normal, selanjutnya dosis
disesuaikan dengan klirens kreatinin terutama untuk antibiotik yang rasio
terapeutiknya rendah.
c. Apabila klirens kreatinin 40-60 ml/menit, dosis pemeliharaan diturunkan
50%. Bila klirens kreatinin 10-40 ml/menit selain dosis diturunkan 50%,
interval pemberian diperpanjang dua kali lipat.

Daftar antibiotik yang eliminasi utamanya melalui ginjal dapat dilihat di bawah ini.

Aminoglikosida Monobaktam
Daptomisin Nitrofurantoin
Fosfomisin Polimiksin B
Gemifloksasin Siprofloksasin
Golongan Karbapenem Tetrasiklin
Kotrimoksazol Vankomisin
Kolistin Sebagian besar beta-laktam
Levofloksasin

D. Hipersensitivitas terhadap antibiotic


Reaksi hipersensitivitas terhadap antibiotik merupakan suatu keadaan yang mungkin
dijumpai pada penggunaan antibiotik, antara lain dalam bentuk pruritus, urtikaria,
bahkan reaksi anafilaksis. Setiap profesi kesehatan wajib mewaspadai kemungkinan
terjadinya reaksi alergi terhadap antibiotik. Angka kejadian reaksi anafilaksis akibat
alergi penisilin adalah 0,023%. Anafilaksis jarang terjadi, dan angka kematian kurang
24
dari 1% sehingga tes alergi antibiotik tidak diperlukan. Namun, penting untuk
anamnesis riwayat alergi, termasuk terhadap makanan, dan bila ada riwayat alergi
terhadap antibiotik tertentu maka antibiotik tersebut tidak boleh diberikan.

E. Tata Cara Pemberian Antibiotik Parenteral yang Aman


1. Persiapkan obat-obatan emergensi (adrenalin, efedrin, steroid) dan perangkat
resusitasi serta pembebasan jalan napas.
2. Pemberian parenteral meliputi pemberian secara intravena dan intramuskuler.
Pemberian intravena dianjurkan secara drip selama 15- 30 menit; Beberapa
antibiotik harus diberikan dalam waktu yang lebih panjang, misalnya vankomisin
intravena drip selama 1,5 – 2 jam.
3. Lakukan observasi ketat untuk menemukan keluhan dan tanda reaksi
hipersensitivitas (kesadaran, fungsi respirasi, nadi, tekanan darah) selama
pemberian antibiotik.
4. Hentikan segera pemberian antibiotik bila muncul gejala reaksi alergi akut (gatal,
bengkak kelopak mata) untuk mencegah reaksi anafilaksis berat (bronkospasme,
syok anafilaktik). Set infus pun harus segera diganti.

25
BAB IV
PENILAIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI RUMAH SAKIT

A. Batasan

Penilaian kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik di rumah sakit


dapat diukur secara retropekstif dan prospektif melalui data rekam medik
dan rekam pemberian antibiotic (RPA).

B. Tujuan
1. Mengetahui jumlah penggunaan antibiotik di rumah sakit
2. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah
sakit
3. Sebagai dasar dalam menetapkan surveilans penggunaan antibiotik di
rumah sakit secara sistematik dan terstandar.
4. Sebagai indikator kualitas layanan rumah sakit

C. Penilaian Kuantitas Penggunaan Antibiotik

Kuantitas penggunaan antibiotik adalah jumlah penggunaan antibiotik di


rumah sakit yang diukur secara retrospektif dan prospektif melalui studi validasi.
Evaluasi penggunaan antibiotik secara retrospektif dapat dilakukan dengan
memperhatikan ATC/ DDD (Automatical Therapeutic Chemical/ Defined Daily
Dose). DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotik untuk
indikasi tertentu pada orang dewasa. Penilaian penggunaan antibiotik di rumah
sakit dengan satuan DDD/1000 penduduk. Untuk mempermudah penghitungan
dapat dilakukan dengan menggunakan piranti lunak ABC calc yang dikembangkan
oleh World Health Organization (WHO). Studi validasi yang dilakukan secara
prospektif untuk mengetahuai perbedaan antara jumlah anitbiotik yang benar
digunakan untuk pasien dibandingkan dengan yang tertulis di rekam medis.

Berikut adalah rumus perhitungan konsumsi antibiotik, DDD per 100 hari rawat:

DDD per 100 hari rawat inap

Jumlah gram AB terjual dalam setahun 100


= 𝑥
standar DDD WHO dalam gram populasi x 365

26
Cara perhitungan:
Untuk menghitung penggunaan antibiotik selama 1 tahun
a. Jumlah antibiotik terjual adalah jumlah antibiotik terjual dalam waktu 1
tahun
b. DDD WHO sesuai dengan ATC/DDD, WHO 2006
c. Angka 100 untuk 100 hari rawat
d. Jumlah populasi = jumlah tempat tidur x BOR rumah sakit dalam tahun
yang sama
e. Angka 365 adalah lamanya hari dalam 1 tahun.

Kuantitas penggunaan antibiotik juga dapat dinyatakan dalam DDD 100 patient-
days, cara perhitungannya:
a. Kumpulkan data semua pasien yang menerima terapi antibiotik

b. Kumpulkan lamanya waktu perawatan pasien rawat inap (total Length of


Stay, LOS semua pasien)
c. Hitung jumlah dosis antibiotik (gram) selama dirawat

d. Hitung DDD 100 patient-days, dengan rumus sebagai berikut:

DDD 100 patient – days

jumlah gram AB yang digunakan pasien 100


= 𝒙
standar DDD WHO dalam gram jumlah LOS

Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotik

Penilaian kualitas penggunaan antibiotik berujuang untuk perbaikan


kebijakan atau penerapan program edukasi yang lebih tepat terkait antibiotik.
Penilaian kualitas penggunaan antibiotik sebaiknya dilakukan secara prospektif
oleh minimal tiga reviewer (dokter ahli infeksi, apoteker, dokter yang merawat).
Kualitas penggunaan antibiotik dinilai dengan menggunakan data yang
terdapat pada Rekam Pemberian Antibiotik (RPA), catatan medic pasien dan
kondisi klinis pasien. Berikut ini adalah langkah yang sebaiknya dilakukan dalam
melakukan penilaian kualitas penggunaan antibiotik:
a. Untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data diagnosis, keadaan klinis
pasien, hasil kultur, jenis dan regimen antibiotik yang diberikan.
b. Untuk setiap data pasien, dilakukan penilaian sesuai diagram alur Gyssen.

27
Alur Gyssen

21
c. Hasil penilaianGyssen dikategorikan sebagai berikut:

• Kategori 0 = penggunaan antibiotik tepat/ bijak

• Kategori I = penggunaan antibiotik tidak tepat waktu

• Kategori IIA = penggunaan antibiotik tidak tepat dosis

• Kategori IIB = penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian

• Kategori IIC = penggunaan antibiotik tidak tepat cara/ rute pemberian

• Kategori IIIA = penggunaan antibiotik terlalu lama

• Kategori IIIB = penggunaan antibiotik terlalu singkat

• Kategori IVA = ada antibiotik lain yang lebih efektif

• Kategori IVB = ada antibiotik lain yang kurang toksik/ lebih aman

• Kategori IVC = ada antibiotik lain yang lebih murah

• Kategori IVD = ada antibiotik lain yang spectrum antibakterinya lebih sempit

• Kategori V = tidak ada indikasi penggunaan antibiotik

• Kategori VI = data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi

D. Pemeriksaan Mikrobiologi, Pelaporan Pola Mikroba Dan Kepekaannya

Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan memberikan informasi tentang ada


atau tidaknya mikroba di dalam bahan pemeriksaan atau spesimen yang mungkin
menjadi penyebab timbulnya proses infeksi. Selanjutnya, apabila terdapat
pertumbuhan, dan mikroba tersebut dipertimbangkan sebagai penyebab infeksi
maka pemeriksaan dilanjutkan dengan uji kepekaan mikroba terhadap
antimikroba.
Akurasi hasil pemeriksaan mikrobiologi sangat ditentukan oleh penanganan
spesimen pada fase pre-analitik, pemeriksaan pada fase analitik interpretasi,
ekspertis dan pelaporannya (fase pasca-analitik). Kontaminasi merupakan
masalah yang sangat mengganggu dalam pemeriksaan mikrobiologi, sehingga
harus dicegah di sepanjang proses pemeriksaan tersebut.

29
1. Prinsip Pengambilan Spesimen Mikrobiologi

a) Keamanan

Setiap tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan spesimen harus


mengikuti pedoman kewaspadaan standar. Semua spesimen dianggap
sebagai bahan infeksius.

b) Pedoman umum dalam pengambilan spesimen yang tepat adalah


sebagai berikut :
a. Pengambilan spesimen dilakukan sebelum pemberian antibiotik
dan mengacu pada standar prosedur operasional yang berlaku.
b. Pengambilan spesimen dilakukan secara aseptik dengan peralatan
steril sehingga mengurangi terjadinya kontaminasi flora normal
tubuh atau bakteri lingkungan.
c. Spesimen diambil pada saat yang tepat, dari tempat yang diduga
sumber infeksi, dengan volume yang cukup.
d. Wadah spesimen harus diberi label identitas pasien (nama, nomor
rekam medik, tempat rawat), jenis spesimen, tanggal dan jam
pengambilan spesimen.
e. Lembar permintaan pemeriksaan hendaknya diisi dengan lengkap
dan jelas, meliputi identitas pasien, ruang perawatan, jenis dan
asal spesimen, tanggal dan jam pengambilan spesimen,
pemeriksaan yang diminta, diagnosis klinik, nama antibiotik yang
telah diberikan dan lama pemberian, identitas dokter yang
meminta pemeriksaan serta nomor kontak yang bisa dihubungi.

2. Tahapan Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi terdiri dari beberapa tahap yaitu pemeriksaan secara


makroskopik dan mikroskopik yang dilanjutkan dengan pembiakan, identifikasi
mikroba, dan uji kepekaan mikroba terhadap antimikroba. Apabila mikroba tidak
dapat dibiakkan secara in-vitro maka dipilih metode pemeriksaan lain yaitu uji
serologi (deteksi antigen atau antibodi) atau biologi molekular (deteksi DNA/ RNA),
antara lain dengan metodi Polymerase Chain Reaction (PCR).

30
1. Pemeriksaan Mikroskopis
Peemriksaan mikroskopis paling sedikit mencakup pengecatan Gram, Ziehl
Neelsen, dan KOH. Hasil pemeriksaan ini berguna untuk mengarahkan
diagnosis awal dan pemilihan antimikroba.

2. Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan kultur menurut metode yang baku dilakukan untuk identifikasi
bakteri atau jamur penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik
atau anti jamur. Laboratorium mikrobiologi hendaknya dapat melakukan
pemeriksaan untuk menumbuhkan mikroba yang sering ditemukan sebagai
penyebab infeksi (bakteri aerob non-fastidous dan jamur).

3. Uji Kepekaan Antibiotik atau Antijamur


Hasil uji kepekaan antibiotik atau anti jamur digunakan sebagai dasar
pemilihan terapi antimikroba definitif. Untuk uji kepekaan ini digunakan
metode difusi cakram menurut Kirby Bauer, sedangkan untuk mengetahui
KHM (konsentrasi hambat minimal atau Minimum Inhibitory Concentration,
MIC) dilakukan dengan cara manual atau dengan mesin otomatik.

Hasil pemeriksaan dikategorikan dalam Sensitif (S), Intermediate (I), dan


Resisten (R) sesuai dengan kriteria yang ditentukan oleh Clinical
Laboratory Standards Institute (CLSI) revisi terkini. Masing-masing antibotik
memiliki rentang S, I, R yang berbeda, sehingga antibiotik yang memiliki
zona hambatan lebih luas belum tentu memiliki kepekaan lebih baik.
Laboratorium mikrobiologi hendaknya melakukan kontrol kualitas berbagai
tahap pemeriksaan di atas sesuai dengan ketentuannya.

3. Pelaksanaan Konsultasi Klinik

Konsultasi klinik yang perlu dilakukan meliputi :

1. Hasil biakan dan Identifikasi mikroba diinterpretasi untuk dapat menentukan


mikroba tersebut merupakan penyebab infeksi atau kontaminan/ kolonisasi.
Interpretasi harus dilakukan dengan mempertimbangkan data klinis dan
kualitas spesimen yang diperiksa, bila diperlukan dilakukan komunikasi
dengan dokter penanggung jawab pasien atau kunjungan ke bangsal untuk
melihat kondisi pasien secara langsung. Apabila mikroba yang ditemukan
31
dianggap sebagai patogen penyebab infeksi, maka hasil identifikasi
dilaporkan agar dapat digunakan sebagai dasar pemberian dan pemilihan
antimikroba. Apabila mikroba merupakan kontaminan/ kolonisasi maka
tidak perlu dilaporkan.
2. Anjuran dilakukannya pemeriksaan diagnostik mikrobiologi lain yang
mungkin diperlukan.
3. Saran pilihan antimikroba

4. Apabila ditemukan mikroba multi resisten yang berpotensi menjadi wabah


maka harus segera dilaporkan kepada Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi
Rumah Sakit (Tim PPI) untuk dapat dilakukan tindakan pencegahan
transmisi.

4. Pelaporan Pola Mikroba Secara Periodik

Laboratorium mikrobiologi klinik juga bertugas menyusun pola mikroba (pola


bakteri, bila memungkinkan juga jamur) dan kepekaannya terhadap antibiotik
(atau disebut antibiogram) yang diperbarui setiap tahun. Pola bakteri dan
kepekaannya memuat data isolat menurut jenis spesimen dan lokasi atau asal
ruangan. Antibiogram ini digunakan sebagai dasar penyusunan dan pembaharuan
pedoman penggunaan antibotik empirik di rumah sakit.

32
Bab V

Panduan Penggunaan Antimikroba di RSUD Bengkalis

Panduan Penggunaan Antibiotik Terapi RSUD Bengkalis

Diagnosis / Diagnostik
No Etiologi Pilihan Utama Pilihan Alternatif Durasi Terapi
Target Organ Penunjang
1. Abdomen
a. Peritonitis
➢ Peritonitis Enterobactericeae • Cefotaxime 2 Jika diduga ESBL 5 – 10 hari
Primer 63%, S. g IV per 8 jam positif :
(Spontaneou Pneumoniae 9%, ATAU • Imipenem 500
s bacterial Enterococci sp 6- • Piperacillin – mg IV per 6 jam
peritonitis 10%,anaerob <1%, Tazobactam ATAU
/SBP) Extended Spectrum 3,375 g IV per 6 • Meropenem 1 g
β- Lactamase (+), jam ATAU IV per 8 jam
Klebsiella spesies. • Ceftriakson 2 (infus dalam 3
g IV per 24 jam)
jam. ATAU
• Doripenem 500
mg IV per 8 jam
(infus dalam 1
jam)

➢ Peritonitis • Ceftazidime 1- 14 – 21 hari


pada CAPD 1,5 g IV 1
exchange per
24 jam ATAU
Cefepime 1 g
IV 1 exchange
per 24 jam
ATAU

33
• Ciprofloxacin
400 mg IV 1
exchange per
24 jam (INTRA
PERITONEAL)
b. Perforasi Biasanya kombinasi Peritonitis Peritonitis Kultur
usus, ruptur bakteri Gram ringan/sedang : ringan/sedang : darah
apendiks, negatif seperti • Piperacillin- • Ceftriaxone 1 g
ruptur Enterobactericeae, Tazobactam IV setiap 24 jam
divertikulum P. Aeruginosa dan 3,375 g IV per ATAU
bakteri anaerob, 6 jam ATAU • Ciprofloxacin
bisa juga • Ampisilin- 400 mg IV per 12
Enterococcus dan sulbactam 3 g jam ATAU
Candida sp IV per 6 jam • Levofloxacin
Peritonitis berat : 750 mg per 24
• Imipenem 500 jam (+)
mg – 1 g IV Metronidazole
per 8 jam 500 mg per 8 jam
(infus dalam 3 Peritonitis berat :
jam) ATAU • Ciprofloxacin
• Meropenem 1 400 mg IV per 12
g IV per 8 jam jam ATAU
(infus dalam 3 • Levofloxacin
jam) 750 mg IV per 24
jam (+) Ampisilin
2 g IV per 6 jam
(+)
Metronidazole
500 mg IV per 6
jam ATAU
• Ampisilin 2 g IV
per 6 jam (+)
Metronidazole

34
500 mg IV per 6
jam (+) Amikasin
20 mg/kgBB IV
per 24 jam
c. Hanya diberikan Trimethoprim – 3 – 5 hari
Gastroenteritis antibiotik pada sulfamethoxazole
diare berat : 960 mg PO per 12
• Ciprofloxacin jam
500 mg PO per
12 jam ATAU
• Levofloxacin
500 mg PO per
24 jam
2. Pankreatitis
a. Nekrosis Enterobacteriaceae, Piperacillin- • Imipenem 500
pankreatitis enterococci, S Tazobactam mg – 1 g IV per 8
aureus, S 3,375 g ziv per 6 jam ATAU
epidermidis, jam • Meropenem 1 g
anaerobes, IV per 8 jam
candida. ATAU
• Moxifloxacin
400 mg IV per 24
jam
b. Pankreatitis • Piperacillin – Diperlukan
abses Tazobactam kultur
3,375 g IV per abses
6 jam ATAU
• Moxifloxacin
400 mg IV per
24 jam ATAU
Levofloxacin
750 mg per 24
jam (+)

35
Metronidazol
500 mg IV per
8 jam
3. Gallbladder Enterobactericeae • Piperacillin – • Ceftriaxone 1 g
(Cholecystitis) 68 %, enterococci Tazobactam IV per 24 jam +
14%, bacteroides 3,375 g IV per Metronidazole
10%, clostridium sp 6 jam ATAU 500 mg IV per 8
7%. • Ampicillin – jam ATAU
Sulbactam 1,5 • Ciprofloxacin
– 3 g IV per 6 400 mg IV per 12
jam. jam +
Metronidazole
Jika infeksi berat 500 mg IV per 8
yang jam ATAU
mengancam jiwa: • Moxifloxacin
• Imipenem 500 400 MG iv per 24
mg – 1 g IV per jam
8 jam (infus
dalam 3 jam)
ATAU
Meropenem 1g
IV per 8 jam
(infus dalam 3
jam) ATAU
Doripenem 500
mg IV per 8 jam
(infus dalam 1
jam)
4. Hati
Abses Hati Enterobacteriaceae, • Ceftriaxone 1 g • Imipenem 500
Bacteriodes, IV per 24 jam mg – 1 g IV per 8
enterococci, ATAU jam ATAU

36
entamoeba • Piperacillin – • Meropenem 1 g
histolyitica Tazobactam IV per 8 jam
3,375 g IV per 6 ATAU
jam ATAU • Doripenem 500
• Ampicillin – mg IV per 8 jam
Sulbactam 1,5 (infus dalam 1
– 3 g IV per 6 jam) (+)
jam ATAU • Metronidazole
• Ciprofloxacin 500 mg IV per 8
400 mg IV per jam
12 jam ATAU
• Levofloxacin
750 mg IV per
24 jam
(+) Metronidazole
500 mg IV per 8
jam
Metronidazole sebagai Anti amoeba
5. Leptospira Infeksi ringan :
• Doxyciklin 100
mg PO per 12 jam
ATAU
• Azytromicin 500
mg PO 24 jam
ATAU
• Anak-anak < 8
tahun dan wanita
hamil Amoxicilin
500 mg PO per 8
jam

Infeksi berat /
Rawat Inap :

37
• Penicillin 1,5 juta
iu IM per 6 jam
ATAU
• Ceftriaxone 2 g
IV per 24 jam
ATAU
• Cefotaxime 1 g
IV per 6 – 8 jam
6. Tulang
a. Osteomyelitis
➢ Osteomyelitis S. Aureus Pada pasien yang Non MRSA :
Hematogene (diperlukan kultur stabil, tunda Cefazoline 1 g IV
us darah dan tulang) Antibiotik sampai per 12 jam
keluar hasil kultur.

Kecurigaan
MRSA:
Vancomycin 1 g
IV per 12 jam
➢ Contiguous A. aureus, Gram Vancomycin 1 g Linezolid 600 mg 6 minggu setelah
osteomyelitis negatif, bacilli, P. IV per 12 jam (+) IV/PO per 12 jam debridemen
aureginosa Ceftazidime 1 g (+) Ceftazidime 1 terakhir.
IV per 12 jam g IV per 12 jam
ATAU ATAU
Cefepime 2 g IV Cefepime 2 g IV
per 12 jam per 12 jam
➢ Osteomyelitis S. aureus, S. • Ceftazidime 1 g • Cefazolin 1 g IV
sternum epidermidis IV per 12 jam per 12 jam ATAU
(Post op) ATAU • Ceftriaxone 2 g
• Cefepime 2 g IV IV per 24 jam
per 12 jam
ATAU

38
• Ciprofloxacin
400 mg IV per
12 jam
b. Septik Diperlukan Kultur 14 Hari
arthritis
• Ceftriaxone 2 g
IV per 24 jam
ATAU
• Ceftazidime 1-
2 g IV per 8 jam
ATAU
• Cefepime 2 g
IV per 8 jam
c. Infected MRSA / MSSA Tidak ada antibiotik empirik yang
prosthetic joint disarankan, pemberian antibiotik
sesuai hasil kultur.

Jika kultur negatif :


Ceftazidime 1 g IV per 8 jam (+)
Ciprofloxacin 400 mg IV per 12 jam
7. Kulit
a. Luka Bakar Streptococcus Antibiotik sistemik
pyogenes, hanya jika sepsis
enterobacter sp, S / disertai infeksi
aureus, S sekunder selulitis
epidermidis, E atau impetigo.
faecalis, E coli Sepsis :
• Piperacillin –
Tazobactam
3,375 g IV per 6
jam (+) Amikacin
ATAU

39
• Meropenem 1 g
IV per 8 jam (+)
Amikacin 20
mg/kgBB IV per
24 jam

Selulitis atau •Piperacillin –


Impetigo : Tazobactam 3,375
Cefazolin 1 g IV g IV per 6 jam
per 12 jam (+) ATAU
Ciprofloxacin •Meropenem 1 g IV
500 mg PO per 12 per 8 jam ATAU
jam •Imipenem 500 mg
– 1 g IV per 8 jam
b. Selulitis
➢ Ringan • Cefazolin 1 g IV
per 12 jam
➢ Berat (non • Ceftazidime 1 g
purulen) IV per 8 jam
ATAU
• Piperacillin –
Tazobactam
3,375 g IV per 6
jam
➢ Berat • Ceftazidime 1 g
(purulen) IV per 8 jam
ATAU
• Piperacillin –
Tazobactam
3,375 g IV per 6
jam
c. Abses Kulit

40
➢ Ringan • Cephalexin 500 Cefadroxil 500
mg PO per 6 mg PO per 12 jam
jam ATAU
• Clindamicin
300 mg PO per
8 jam ATAU
• Trimethoprim –
sulfamethoxaz
ole 960 mg PO
per 12 jam
➢ Berat • Piperacillin – • Ciprofloxacin
Tazobactam 400 mg IV per 12
3,375 g IV per 6 jam (+)
jam ATAU Metronidazole
• Ceftriaxone 2 g 500 mg IV per 8
IV per 24 jam jam ATAU
(+) • Levofloxacin
Metronidazole 750 mg IV per 24
500 mg IV per 8 jam (+)
jam Metronidazole
500 mg IV per 8
jam
8. Kaki Diabetes
a. Ulkus Kolonisasi flora kulit Tanpa
tanpa diperlukan
inflamasi antibiotik
b. Inflamasi • Trimethoprim –
ringan – sulfamethoxaz
sedang ole 960 mg PO
per 12 jam (+)
Amoxillin
clavulanat 500

41
mg PO per 8
jam ATAU
• Ciprofloxacin
750 mg PO per
12 jam ATAU
• Levofloxacin
750 mg PO per
24 jaam ATAU
• Moxifloxacin
400 mg PO per
24 jam (+)
Clindamicin
300 – 450 mg
PO per 6 – 8
jam
c. Inflamasi • Piperacilin – • Ceftazidime 1g
sedang – Tazobactam IV per 8 jam
berat yang 3,375 g IV per 6 ATAU
perlu terapi jam ATAU • Cefepime 1 g IV
parenteral • Meropenem 1 g per 12 jam ATAU
IV per 8 jam • Ciprofloxacin
ATAU 400 mg IV per 12
• Imipenem 500 jam ATAU
mg – 1 g IV per • Levofloxacin
8 jam 750 mg IV per 24
jam (+)
Metronidazole
500 mg per 6 jam
Jika diduga MRSA (+), berikan
Vancomycin 1 g IV per 12 jam ATAU
Linezolid 600 mg IV per 12 jam
9. Sistem Saraf Pusat
a. Abses Otak

42
➢ Abses otak Streptococci (60- • Cefotaxime 2 g • Penicillin G 3-4
(dari oral / 70%), Bacteroides IV per 8 jam juta unit secara IV
sinus / (20 – 40 %), ATAU setiap 4 jam (+)
sumber yang Enterobactericeae • Ceftriaxone 2 g Metronidazole
tidak (25-33%), S aureus IV per 24 jam (+) 500 mg per 6 jam
diketahui) (10-15%), S Metronidazole
anginosus 500 mg per 6 jam
➢ Abses otak S. aureus, • Cefotaxime 2 g
post trauma / Enterobacteriaceae IV per 8 jam
post surgical ATAU
• Ceftriaxone 2 g
IV per 12 jam (+)
Metronidazole
500 mg IV per 6
jam (+)
Vancomycin 1 g
IV per 12 jam
• Meropenem 1g
IV per 8 jam (+)
Vancomycin 1 g
IV per 12 jam
Jika didapat S. aureus NON MRSA
ganti Vancomycin dengan Cefazolin
1 g IV per 12 jam
b. Meningitis
➢ Meningitis • Ceftriaxone 2 g Meropenem 2 g
bakterial non IV per 12 jam IV per 8 jam
TB ATAU
• Cefotaxime 2 g
IV per 4 – 6 jam
➢ Meningitis • Ceftazidime 2 g Meropenem 2 g
post trauma IV per 8 jam IV per 8 jam
ATAU

43
• Cefepime 2 g IV
per 18 jam
➢ Meningitis • Ceftazidime 2 g Meropenem 2 g Azitromicin (5
post VP Shunt IV per 8 jam IV per 8 jam (+) hari) ATAU
ATAU Vancomycin 1 g Levofloxacin/
• Cefepime 2 g IV IV per 12 jam Moxifloxacin (5-
per 18 jam (+) 14 hari)
Vancomycin 1 g
IV per 12 jam
• Lepaskan VP Shunt yang terinfeksi ganti dengan cateter ventriculitis
external
• Jika VP Shunt tidak mungkin untuk dilepas berikan antibiotik
Intraventriculer (sesuai dengan kultur)
• VP Shunt dapat dipasang kembali setelah 3 serial kultur hasilnya
negatif.
10. Paru – Paru
Pneumonia
a. CAP (Community Acquired Pneumonia)
➢ CAP rawat K pneumoniae Tidak ada faktor • Azitromicin (5
jalan (28,8%), S aureus komorbid : hari)
(14,4%), E cloacae • Azitromicin 500 • Levo / Moxi (5 –
(10,7%), A mg PO per 24 14 hari)
baumannii (9,8%), jam, kemudian
P aeruginosa (7%) 250 mg PO per
24 jam ATAU
• Claritromicin
500 mg PO per
12 jam

Jika ada faktor Jika ada faktor


komorbid : komorbid :
• Co amoxiclav
1000 / 62,5 mg

44
• Moxifloxacin PO per 12 jam
400 mg PO per ATAU
24 jam ATAU • Amoxillin 1 g
• Levofloxacin PO per 8 jam (+)
750 mg PO per Azitromicin 500
24 jam mg PO per 24
jam, kemudian
250 mg PO per
24 jam ATAU
Claritromicin 500
mg PO per 12 jam

Jika ada faktor • Co amoxiclav • Amoxillin 1 g


komorbid : 1000 / 62,5 mg PO per 8 jam (+)
PO per 12 jam Azitromicin 500
ATAU mg PO per 24
jam, kemudian
250 mg PO per
24 jam ATAU
Faktor komorbid : pernah menggunakan antibiotik dalam 3
bulan sebelumnya
➢ CAP rawat K pneumoniae • Levofloxacin • Ceftazidime 1 g 7 – 21 hari Kultur
inap non ICU (18%), A baumannii 750 mg IV per 24 IV per 8 jam sputum
(13%), C albicans jam ATAU ATAU
(11%), S aureus • Moxifloxacin • Ampicillin
(6%), P aeruginosa 400 mg IV per 24 sulbactam 3 g
(4%) jam IV per 6 jam (+)
Azitromicin 500
mg PO per 24
jam, kemudian
250 mg PO per
24 jam, ATAU

45
• Claritromicin
500 mg PO per
12 jam
Evaluasi post 48 – 72 jam pemberian antibiotik
➢ CAP rawat • Ceftazidime 1 g • Ceftazidime 1 g 7 – 21 hari Kultur
inap di ICU IV per 8 jam IV per 8 jam sputum
ATAU ATAU
• Ampicillin • Ampicillin
sulbactam 3 g sulbactam 3 g
IV per 6 jam (+) IV per 6 jam (+)
Azitromicin 500 Levofloxacin
mg PO per 24 750 mg PO per
jam kemudian 24 jam ATAU
250 mg PO per Moxifloxacin
24 jam ATAU 400 mg PO per
• Claritromicin 24 jam
500 mg PO per
12 jam
b. Hospital K pneumoniae Early onset / tanpa 14 – 21 hari Kultur
Acquired (26,7%), A faktor MDR : Sputum
Pneumonia baumannii (21,9%), • Levofloxacin
(HAP) / P aeruginosa 750 mg PO per
Ventilation (10%), C albicans 24 jam ATAU
Acquired (7,6%), S • Moxifloxacin
Pneumonia maltophilia (6,7%) 400 mg PO per
(VAP) / 24 jam
Healthcare • Ampicillin
associated sulbactam 3 g
Pneumonia IV per 6 jam
(HCAP) Late Onset /
dengan faktor
MDR :

46
• Amikacin 20
mg/kg IV per 24
jam (+)
Meropenem 1 g
IV per 8 jam
• Amikacin 20
mg/kg IV per 24
jam (+)
Tigecyclin
loading 100 mg
single dose
kemudian 50 mg
IV per 12 jam
Untuk mengoptimalkaj kerja farmakodinamik Antibiotik, Meropenem drip
dalam 3 jam
c. Aspirasi • Clindamycin • Piperacillin –
pneumonia 300-450 mg PO Tazobactam
per 8 jam ATAU 3,375 g IV per 6
• Ampicillin jam ATAU
sulbactam 3 g • Ceftriaxone 1 g
IV per 6 jam IV per 12 jam (+)
Metronidazole
500 mg per 6 jam
• Moxifloxacin
400 mg PO per
24 jam
d. Abses Paru • Ampicillin 21 hari
sulbactam 3 g
IV per 6 jam
ATAU
• Piperacillin
Tazobactam

47
3,375 g IV per 6
jam ATAU
• Clindamycin
300-450 mg PO
per 8 jam ATAU
• Co amoxiclav
875 mg PO per
12 jam
e. Empyema • Ampicillin • Imipenem 500 14 – 28 hari
sulbactam 3 g mg – 1 g IV per 8
IV per 6 jam jam ATAU
ATAU • Meropenem 1 g
• Piperacillin – IV per 8 jam
Tazobactam
3,375 g IV per 6
jam
PPOK Eksaserbasi
a. Gejala ringan Tidak perlu antibiotik
- sedang
b. Gejala • Azitromicin 500
sedang – berat mg PO per 24
tidak dirawat jam . Kemudian
tanpa faktor 250 mg PO per
resiko 24 jam ATAU
• Claritromicin
500 mg PO per
12 jam ATAU
• Cefuroxime 500
mg PO per 12
jam ATAU
• Doxyciklin 100
mg PO per 12
jam ATAU

48
• Trimethoprim –
sulfamethoxazo
le 960 mg PO
per 12 jam
c. Gejala • Levofloxacin
sedang – berat 750 mg PO per
tidak dirawat 24 jam ATAU
dengan faktor • Moxifloxacin
resiko 400 mg PO per
24 jam ATAU
• Ciprofloxacin
500 mg PO per
12 jam
d. Gejala • Levofloxacin
sedang – berat 750 mg IV per 24
rawat inap jam ATAU
• Ceftazidime 1 g
IV per 8 jam
ATAU
• Cefepime 1 g IV
per 8 jam ATAU
• Piperacillin
Tazobactam
3,375 g IV per 6
jam
Bronchiectasis
Acute • Levofloxacin • Amoxicillin 1 g
eksaserbasi 750 mg PO per PO per 8 jam
24 jam ATAU ATAU
• Moxifloxacin • Ciprofloxacin
400 mg PO per 750 mg PO per
24 jam 12 jam
11. Telinga Hidung Tenggorok

49
Faringitis Umumnya tidak perlu antibiotik. Kecuali ada kecurigaan ke arah faringits
ec Grup A Streptococcus (GAS) terpenuhi 1 atau lebih kategori berikut :
- Exsudate tonsiliar
- Tender anterior cervical andlenopaty (Nyeri)
- Riwayat demam
- Tidak ada batuk
• Amoksilin 500 • Cephalexin 500 10 Hari
mg PO per 12 mg PO per 12
jam ATAU jam ATAU
• Benzattin • Cefditoren
Penicillin G 1,2 ATAU
IU IM (single • Cefuroxime
dose) ATAU
• Cefpodoxime
ATAU
• Cefdinir ATAU
• Cefprozil
Jika alergi 5 hari
Penicillin :
• Cephalexin 500
mg PO per 12
jam ATAU
• Cefadroxil 500
mg PO per 12
jam ATAU
• Clindamycin
300 mg PO per
12 jam ATAU
• Azitromicyn 500
mg PO per 24
jam
Otitis media

50
Tidak menggunakan antibiotik 1 bulan
sebelumnya, tidak
immunocompromise, usia <65 tahun
• Amoksillin 500 mg PO per 8 jam 10 hari
ATAU
• Co amoksilin 500 mg PO per 8 jam 5-7 hari
ATAU
• Cefadroxil 250-500 mg PO per 12 jam 10 hari
Bila menggunakan antibiotik 1 bulan
sebelumnya, usia > 65 tahun
• Levofloxacin 750 mg PO per 24 jam 5 Hari
ATAU
• Moxifloxacin 400 mg PO per 24 jam 5 Hari
Sinusitis
Tidak menggunakan antibiotik 1 bulan 5 – 7 Hari
sebelumnya, non immunocompromise,
usia < 65 tahun
• Co amoksillin 500 mg PO per 8 jam
ATAU
• Doxicillin 100 mg PO per 12 jam
Bila menggunakan antibiotik 1 bulan
sebelumnya, usia > 65 tahun
• Levofloxacin 750 mg PO per 24 jam
ATAU
• Moxifloxacin 400 mg PO per 24 jam
12. Infeksi saluran kemih
Cystitis akut • Trimethoprim – • Ciprofloxacin 3 Hari
tanpa sulfamethoxazo XR 500 mg PO
komplikasi le 960 mg PO per 24 jam ATAU
(wanita) per 12 jam • Levofloxacin
ATAU 250 mg PO per
24 jam

51
• Fosfomycin 3 g
PO single dose
Pyelonephritis • Ciprofloxacin 5 – 7 Hari
akut tanpa 500 mg PO per
komplikasi 12 jam ATAU
(wanita) • Levofloxacin
750 mg PO per
24 jam
Akut non • Trimethoprim – 7 – 14 Hari
kompikasi sulfamethoxazo (mencegah
(Pria) le 960 mg PO prostatitis)
per 12 jam
ATAU
• Ciprofloxacin
500 mg PO per
12 jam ATAU
• Levofloxacin
500-750 mg PO
per 24 jam
Cystitis akut • Ciprofloxacin 5 – 10 hari
dengan 500 mg PO per
komplikasi 12 jam atau 1000
(punya mg XR per 24
penyakit jam ATAU
dasar/bawaan • Levofloxacin
seperti 750 mg PO per
diabetes, 24 jam
gangguan • Fosfomicin 2 g
ginjal, IV per 12 jam
kehamilan, ATAU
immunosupresi • Ciprofloxacin
, ISK dari RS) 400 mg IV per 12
jam

52
Pyelonephritis akut komplikasi
➢ Ringan – • Fosfomicil 2 g 10 hari
sedang IV per 12 jam
ATAU
• Ciprofloxacin
400 mg IV per 12
jam ATAU
• Levofloxacin
750 mg IV per 24
jam
➢ Berat • Fosofmicin 2 g • Meropenem 500 10 Hari
IV per 12 jam mg IV per 8 jam
ATAU ATAU
• Ampicillin • Imipenem 500
Sulbactam 1,5 g mg IV per 6 jam
IV per 6 jam
ATAU
• Piperacillin
Tazobactam
3,375 mg IV per
6 jam
ISK terkait • Fosfomicin 2 g 10 – 14 Hari
dengan kateter IV per 12 jam
ATAU
• Ciprofloxacin
400 mg IV per 12
jam ATAU
• Ciprofloxacin
500 mg PO per
12 jam ATAU
• Levofloxacin
750 mg PO per
24 jam ATAU

53
• Amoxilin
clavulanat 500
mg PO per 8 jam
Cystitis dan • Amoxilin 500 28 Hari
bacteriuria mg PO per 8 jam
pada ATAU
kehamilan • Amoxillin 28 Hari
clavulanat 500
mg PO per 8 jam
ATAU 1- 3 bulan
• Fosfomicyn 3 g
PO single dose
ATAU
• Trimethoprim –
sulfamethoxazo
le 960 mg PO
per 12 jam
Prostatitis
➢ Akut Dengan faktor
resiko STD :
• Ceftriaxone 250
mg IM atau
• Cefixime 400
mg PO single
dose (+)
dilanjutkan
Doxicyclin 100
mg PO per 12
jam
Tanpa resiko
STD :
• Levofloxacin
500 – 750 mg

54
PO /IV per 24
jam ATAU
• Ciprofloxacin
500 mg PO per
12 jam atau 400
mg IV per 12 jam
ATAU
• Trimethoprim –
sulfamethoxazo
le 960 mg PO
per 12 jam
➢ Kronik • Ciprofloxacin
500 mg PO per
12 jam ATAU
• Levofloxacin
750 mg PO per
24 jam ATAU
• Trimethoprim –
sulfamethoxazo
le 960 mg PO
per 12 jam
Uretritis • Ceftriaxone 250 • Ceftizoxime 500 2 minggu
gonorrhea mg IM (+) mg IM ATAU
Azitromicyn 1 g Cefotaxime 500
PO ATAU mg IM ATAU
• Doxicyclin 100 • Cefixime 400 mg
mg PO per 12 PO
jam (7 Hari)
Jika alergi Cephalosporin : Single dose 2 minggu
• Gentamicyn 240 mg IM (+)
Azitromicin 2 g PO
Pelvic Inflammatory Disease

55
➢ Rawat jalan • Ceftriaxone 250 • Ceftriaxone 250
mg IM single mg IM single
dose ATAU dose ATAU
• Cefixime 400 mg • Cefixime 400 mg
PO single dose PO single dose
(+) (+) Azitromicin 1
Metronidazole g per minggu
500 mg PO per
12 jam (+)
Doxiciclin 100
mg PO per 12
jam
➢ Rawat Inap • Ampicillin
sulbactam 3 g
IV per 6 jam
Jika Alergi Cephalosporin : 2 minggu
• Levofloxacin 500 mg PO (+)
Azitromicin 2 g PO single dose
13. Endocarditis
Native valve • Ceftriaxone 2 g • Vancomicin 2
IV per 24 jam (+) g IV per 12 jam
Gentamicin 3 (+) Gentamicin
mg/kgBB/24 jam 3 mg/kgBB/24
jam
Prosthetic • Vancomicin 2 g IV per 12 jam (+)
valve Gentamicin 3 mg/kgbb/24 jam (+)
Rimfapicin 300 mg PO per 8 – 12 jam
(dimulai setelah Gentamicin dan
vancomicin telah digunakan selama 3
– 5 hari)
Infeksi IV line • Vancomicin 2 g IV per 12 jam 2 minggu
Infeksi • Vancomicin 2 g IV per 12 jam (+) 10 – 14 Hari
Pacemaker Rifampicin 300 mg PO per 8 – 12 jam

56
14. Sepsis Jika sumber tidak diketahui :
• Meropenem 1 g IV per 8 jam ATAU
• Imipenem 500 mg IV per 6 jam

57
Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis RSUD Bengkalis

No Keadaan klinik / Rekomendasi Dosis Interval Lama Keterangan


Antimikroba Pemberian
penyakit / tindakan

Dewasa Anak
1 Bersih terkontaminasi : Ceftriaxone IV: 2 gram - 24 jam 1 hari
Esofagus : Akalasia,
Karsinoma, Stenosis
2 Bersih Terkontaminasi: Ceftriaxone IV: 1 gram - 24 jam 1 hari
Gastroduodenal

3 Bersih Terkontaminasi: Ceftriaxone IV: 1 gram - 24 jam 1 hari


Kantung Empedu

4 Bersih Terkontaminasi: Ceftriaxone IV: 1 gram - 24 jam 1 hari


Saluran Empedu
Pankreas
5 Bersih Terkontaminasi: Ceftriaxone IV: 1 gram - 24 jam 1 hari
Kolorektal Elektif

6 Appendektomi Ceftriaxone IV: 1 gram - 24 jam 1 hari

58
7 Bersih dengan implan ceftriaxone IV: 1 gram - 24 jam 1 hari
(24 jam → hernia
implant)
8 Bedah Kulit dan Luka Cefazolin IV: 2 gram IV: 15-20 24 jam 1 hari
mg/kg
Bakar : Operasi bersih
Gentamicin IV: 5 mg/kg IV: 2,5 24 jam Bila alergi
Skin grafting dan flap mg/kg cefazolin
kulit
9 Operasi Bersih : Patah Cefazolin IV: 2 gram IV: 15-20 24 jam 1 hari
mg/kg
tulang tertutup dengan
Gentamicin IV: 5 mg/kg IV: 2,5 24 jam Bila alergi
pemasangan implant mg/kg cefazolin
Pemasangan Protesa
Artoscopy Spine
Pemasangan implan
paska debridemen
(Patah tulang terbuka)
10 Operasi Bersih : Skin Cefazolin IV: 2 gram IV: 15-20 24 jam 1 hari
mg/kg
grafting, flap,
Gentamicin IV: 5 mg/kg IV: 2,5 24 jam Bila alergi
rekonstruksi tendon mg/kg cefazolin
dan neurovaskuler
11 Patah tulang terbuka Cefazolin IV: 2 gram IV: 15-20 24 jam 1 hari
mg/kg
grade I, II kurang dari 6
Gentamicin IV: 5 mg/kg IV: 2,5 24 jam Bila alergi
jam mg/kg cefazolin

59
12 Operasi Bersih : Cefazolin IV: 2 gram IV: 15-20 24 jam 1 hari
mg/kg
Jantung : Open Heart
Pace Maker
13 Operasi Bersih : Cefazolin IV : 1-2 - 8 jam 1 hari
gram
Sternotomi

14 Operasi Bersih : Cefazolin IV : 1-2 - 8 jam 1 hari


gram
Vaskular sentral

15 Vaskular peripheral Cefazolin IV : 1-2 - 8 jam 1 hari


gram

16 Operasi Bersih Cefazolin IV : 1 gram - 8 jam 1 hari


Terkontaminasi :
Paru/Thoraks
17 Operasi Bersih Cefazolin IV : 1 gram - 8 jam 1 hari Ditambah
Terkontaminasi: metronidazol
Trauma : hanya bila
a. Thoraks terjadi infeksi
b. Kardiovaskuler
18 Operasi Bersih : Gentamicin IVFD : IV : 24 jam 1 hari Gentamicin:
Cefoperazone 5mg/kg 2,5mg/kg 8 jam 1 hari
hipospadia dengan Operasi lebih
IV : 1 gram
estimasi oprasi lebih dari 4 jam
dari 4 jam ditambahkan

60
antimikroba yg
sama dengan
dosis tunggal
Penyesuaian
dosis pada
penderita gagal
ginjal

Cefoperazone
digunakan bila
mengalami
penurunan
fungsi ginjal
19 Operasi Bersih Gentamicin IVFD : IV : 24 jam 1 hari Gentamicin:
5mg/kg 2,5mg/kg
Terkontaminasi dan Operasi lebih
Terkontaminasi : Cefoperazone IV : 1 gram 8 jam 1 hari dari 4 jam
Stoma (Nefrostomi, ditambahkan
Cistotomi, antimikroba yg
Uretrokutanneostomi) sama dengan
Nefrektomi dosis tunggal
(simpel/radikal) Penyesuaian
dosis pada

61
penderitas
gagal ginjal

Cefoperazone :
digunakan bila
mengalami
penurunan
fungsi ginjal
20 Operasi Bersih Gentamicin IVFD : IV : 24 jam 1 hari Gentamicin:
5mg/kg 2,5mg/kg
Terkontaminasi dan Operasi lebih
Terkontaminasi : Cefoperazone IV : 1 gram 8 jam 1 hari dari 4 jam
Sistektomi + Neoblader ditambahkan
Prostatektomi antimikroba yg
(simpel/radikal) sama dengan
dosis tunggal
Penyesuaian
dosis pada
penderitas
gagal ginjal

Cefoperazone :
digunakan bila

62
mengalami
penurunan
fungsi ginjal
21 Operasi Bersih Gentamicin IVFD : IV : 24 jam 1 hari Gentamicin:
5mg/kg 2,5mg/kg
Terkontaminasi dan Operasi lebih
Terkontaminasi : Cefoperazone IV : 1 gram 8 jam 1 hari dari 4 jam
Penektomi ditambahkan
antimikroba yg
sama dengan
dosis tunggal
Penyesuaian
dosis pada
penderitas
gagal ginjal

Cefoperazone :
digunakan bila
mengalami
penurunan
fungsi ginjal
22 Endoskopi (Operasi Gentamicin IVFD : IV : 24 jam 1 hari Gentamicin:
5mg/kg 2,5mg/kg
Bersih Terkontaminasi Operasi lebih

63
dan Terkontaminasi) : Cefazolin IV : 1 gram 8 jam 1 hari dari 4 jam
Percutaneus Nephro ditambahkan
Lithotomy, antimikroba yg
Ureteroscopic sama dengan
Lithotripsy, ESWL dosis tunggal
Transuretheral Penyesuaian
Resection of the dosis pada
prostate Litotripsi, penderitas
Sistocopi / Aff DJ Stent gagal ginjal
Uretrotomi interna
Cefazolin :
digunakan bila
mengalami
penurunan
fungsi ginjal
23 Tindakan Diagnostik Gentamicin IVFD : IV : 24 jam 1 hari Gentamicin:
5mg/kg 2,5mg/kg
Bersih Terkontaminasi Operasi lebih
Urodinamik APG Cefoperazone IV : 1 gram 8 jam 1 hari dari 4 jam
(Antegrate ditambahkan
Pyelography) antimikroba yg
sama dengan
dosis tunggal

64
Penyesuaian
dosis pada
penderitas
gagal ginjal

Cefoperazone :
digunakan bila
mengalami
penurunan
fungsi ginjal
24 Tindakan Diagnostik Gentamicin IVFD : IV : 24 jam 1 hari Gentamicin:
5mg/kg 2,5mg/kg
Bersih Terkontaminasi Operasi lebih
dan Terkontaminasi : Cefoperazone IV : 1 gram 8 jam 1 hari dari 4 jam
Biopsi Prostat Sistograf ditambahkan
antimikroba yg
sama dengan
dosis tunggal
Penyesuaian
dosis pada
penderitas
gagal ginjal

65
Cefoperazone :
digunakan bila
mengalami
penurunan
fungsi ginjal
25 Laparoskopi dengan Gentamicin IVFD : IV : 24 jam 1 hari Gentamicin:
5mg/kg 2,5mg/kg
melibatkan saluran Operasi lebih
kencing/cerna Cefoperazone IV : 1 gram 8 jam 1 hari dari 4 jam
ditambahkan
antimikroba yg
sama dengan
dosis tunggal
Penyesuaian
dosis pada
penderitas
gagal ginjal

Cefoperazone :
digunakan bila
mengalami
penurunan
fungsi ginjal

66
26 Operasi Bersih Cefazolin 1 gram 8 jam 1 hari
Terkontaminasi di
daerah Telinga,
Hidung, Tenggorokan,
Esofagus, dan Bronkus
27 Operasi Elektif Bersih cefazolin 1 gram 24 jam 1 hari
Terkontaminasi : SC
elektif Rekonstruksi
tuba Histerektomi
supravaginal Kista
ovarium Laparoskopi
(diagnostik/terapetik)
Surgical staging
Vaginoplasty MOW
28 Operasi Emergency Cefazolin 1 gram 24 jam 1 hari
Bersih Terkontaminasi
SC CITO KET Kista
Ovarium Terpuntir
Kuret Abortus (tidak
terinfeksi)
29 Bayi baru lahir dengan Zidovudine PO : 4 12 jam 6 minggu
mg/kg/hari
ibu HIV

67
30 Infeksi Fungi Neonatal Nystatin PO: 0,5 8 jam Selama Diberikan pada
mg/kg pemberian
bayi Dengan
tindakan
invasif seperti BBL <1500
pemasangan
gram
infus, long
line
31 Gangren Radik & Amoxicillin IV: 1 gram 30 menit
Pre
Gangren Pulpa
Operasi
Proekstraksi Gigi
dengan GA sebegai
persiapan operasi
jantung
32 Pemberian antibiotik Amoxicillin i.v/p.o: 2 g i.v/p.o: 50 Single 30-60 menit (1) pasien
mg/kg dose sebelum
profilaksis untuk dengan katup
tindakan
prosedur dental pada prostetik
Ampicillin i.v/p.o: 2 g i.v/p.o: 50 30-60 menit
populasi risiko tinggi termasuk katup
mg/kg Single sebelum
No allergy to penicillin dose tindakan transkateter
or ampicillin atau semua
33 Pemberian antibiotik Clindamycin i.v/p.o: 600 i.v/p.o: 20 Single 30-60 menit yang
mg mg/kg Dose sebelum
profilaksis untuk menggunakan
tindakan
prosedur dental pada material
populasi risiko tinggi prostetik untuk
perbaikan

68
Allergy to penicillin or katup jantung;
ampicillin (2) pasien
dengan riwayat
IE

69

Anda mungkin juga menyukai