Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HIGIENE INDUSTRI

PT. SOLSTICE ENERGY SERVICES

PADA 28 November - 3 Desember 2022

Disusun oleh:

KELOMPOK I

Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.
Dr.

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


PERIODE 28 NOVEMBER – 3 DESEMBER 2022
JAKARTA
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
1.3 Tempat dan Waktu Observasi 3
1.4 Sejarah Perusahaan 4
1.5 Perkembangan Perusaahaan 4

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi 7
2.2 Bahaya (Hazard) 9
2.3 Bahaya Kerja 10

BAB III HASIL PENGAMATAN


3.1 Profil Perusahaan 12
3.2 Temuan 13
3.2.1 Faktor Fisika 13
3.2.2 Faktor Kimia 15
3.2.3 Faktor Biologi 15
3.2.4 Faktor Ergonomi 16
3.2.5 Faktor Psikologis 16

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan 21
4.2 Saran 22

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan industri di Indonesia sekarang ini berlangsung sangat pesat seiring
kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Proses industrialiasi masyarakat Indonesia
makin cepat dengan berdirinya perusahaan dan tempat kerja yang beraneka ragam.
Dalam pelaksanaan sebuah industri, terdapat beragam aspek yang harus dievaluasi
diantaranya aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan, aspek teknik
operasi, aspek manajemen/organisasi, aspek sosial ekonomi, dan aspek dampak
lingkungan. Salah satu komponen aspek dampak lingkungan adalah dampak terhadap
kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
merupakan salah satu komponen penting untuk menjamin kesejahteraan tenaga kerja yang
berkaitan erat dengan produktivitas suatu perusahaan.
Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan Higiene Industri atau
Higiene Perusahaan. Tujuan utama dari Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah
menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Selain itu kegiatannya bertujuan agar
tenaga kerja terlindung dari berbagai macam resiko akibat lingkungan kerja diantaranya
melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian, dan melakukan tindakan perbaikan yang
mungkin dapat dilakukan. Melihat resiko bagi tenaga kerja yang mungkin dihadapi di
lingkungan kerjaanya, maka perlu adanya personil di lingkungan industri yang mengerti
tentang hygiene Industri dan menerapkannya di lingkungan kerja.
Data dari International Labour Organization (ILO) mencatat, setiap hari terjadi
sekitar 6.000 kecelakaan kerja fatal di dunia. Di Indonesia sendiri, terdapat kasus
kecelakaan yang setiap harinya dialami para buruh dari setiap 100 ribu tenaga kerja dan
30% di antaranya terjadi di sektor konstruksi. (http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id,
2015).
Dalam upaya menekan angka kecelakaan akibat kerja dan menurunkan penyakit
akibat kerja sebaiknya dilakukan pemantauan pihak yang berwenang dan pemeliharaan
oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih. Tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi bidang kesehatan kerja masih terbatas. Ada dua jalur penciptaan tenaga kerja
yaitu melalui pelatihan dan pendidikan. Jumlah dokter dengan keahlian kesehatan kerja
yang mengikuti pelatihan Hiperkes tahun 2005 diperkirakan terdapat 14.227 orang
sedangkan perawat 7.405 orang. Keadaan tenaga K3 yang berbasis pendidikan kesehatan

2
setiap tahunnya bertambah 1.600 lulusan baru. Kebanyakan lulusan ini diserap oleh
industri sebagai petugas keselamatan kerja (Modul pelatihan kesehatan kerja bagi petugas
kesehatan, 2010).
Melihat masih adanya tenaga kesehatan yang belum terlatih terkait keselamatan
kesehatan kerja (K3) akan mempengaruhi jumlah pekerja yang sakit akibat kerja maupun
mengalami kecelakaan. Keadaan tersebut bila tidak dilakukan pembinaan akan
menimbulkan risiko bahaya yang cukup tinggi dari sisi masyarakat pekerja seperti
terjadinya penyakit akibat kerja, kecelakaan akibat kerja yang mencederai pekerja serta
pencemaran lingkungan yang berdampak kemasyarakat disekitarnya.
PT Solstice Energy Service adalah salah satu perusahaan yang bergreak di bidang
pengeboran minyak dan lumpur. Berdiri pada tahun 2007.
Maka berdasarkan latar belakang tersebut kami membuat laporan pengamatan
keselamatan kesehatan kerja (K3) di lingkungan kerja PT. Intercallin.

1.2 Tujuan

Peserta pelatihan Hiperkes dapat mengidentifikasi permasalahan dibidang K3


khususnya dalam bidang higiene industri, menilai keadaan lingkungan perusahaan dan
mendiskusikan langkah-langkah pengendalian dari setiap masalah yang ditemukan.

1.3 Tempat dan Waktu Observasi

Tempat : PT Solstice Energy Service


Alamat :
Waktu : 08.00 s/d 12.00 WIB via Zoom

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Soedirman (2012) menjelaskan higiene industri merupakan ilmu dan seni beserta

penerapannya dalam pengenalan dan penilaian potensipotensi bahaya lingkungan kerja

yang selanjutnya digunakan untuk implementasi teknologi pengendalian agar tenaga

kerja memperoleh kenyamanan serta kemudahan dalam pelaksanaan aktivitasnya,

sehingga masyarakat tenaga kerja dan masyarakat umum terhindar dari faktor-faktor

bahaya sebagai efek samping kemajuan teknologi.

Higiene industri sebagai ilmu pengetahuan dan seni yang ditujukan untuk

mengantisipasi, mengenali, mengevaluasi & mengendalikan faktor lingkungan atau

tekanan yang terjadi di atau dari tempat kerja yang dapat menyebabkan penyakit,

gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan yang signifikan di

kalangan pekerja atau masyarakat sekitar.

(OSHA, 1998).

Tujuan higiene industri adalah melindungi pekerja dan masyarakat di sekitar

industri dari risiko potensi bahaya yang dapat terjadi akibat suatu proses produksi.

Kegiatan higiene industri adalah melakukan identifikasi bahaya dan pengukuran untuk

mengetahui secara kualitatif dan kuantitatif bahaya yang sedang dihadapi atau yang

dapat terjadi dan dengan pengetahuan yang tepat mengenai risiko faktor bahaya serta

pencegahan secara menyeluruh. Berdasarkan kebijakan perlindungan tenaga kerja yang

diatur oleh UUD 1945 pasal 27 ayat 2 “Setiap warga negara berhak atas penghargaan

dan penghidupan yang layaj bagi kemanusiaan”.

4
Beberapa prinsip dasar penerapan higiene industri di tempat kerja diantaranya

adalah:

a. Pengenalan terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.

b. Penilaian/evaluasi terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.

c. Pengendalian terhadap bahaya faktor-faktor lingkungan kerja.

Terdapat komponen faktor mendukung penerapan higiene lingkungan industri yang

harus bekerja sama di suatu tempat kerja. Semua komponen harus saling

berkomunikasi dan mendukung satu sama lain untuk menciptakan hubungan yang

harmonis. Komponen tersebut diantaranya adalah para ahli yang bertugas dan

bertanggung jawab pada keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja., masing-

masing memiliki fungsi dan peranan yang berbeda yaitu:

a. Ahli

Higiene Industri (Industrial Higienists) Ahli higiene industri suatu perusahaan

adalah orang yang bertanggung jawab terhadap kondisi lingkungan kerja.. Tugas ahli

higiene industri adalah memastikan lingkungan kerja menjadi sehat dan aman dari

bahaya akibat kerja yang dapat menyebabkan sakit dan cidera. Setiap kondisi

lingkungan yang memiliki potensi bahaya bagi kesehatan atau keselamatan tenaga

kerja, diukur dan dievaluasi oleh Ahli higiene industri menggunakan perlengkapan

khusus. Tugas ahli higiene industri diantara adalah:

1. Memastikan bahwa peraturan dan prosedur keselamatan dan kesehatan kerja

dilaksanakan di tempat kerja.

2. Melaksanakan inspeksi untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan kondisi yang

dapat menyebabkan perlukaan maupun kesakitan pada pekerja.

3. Mengukur dan mengambil sampel bahan kimia berbahaya dan faktor fisik di tempat

kerja.

5
4. Merekomendasikan lingkungan kerja yang sehat dan pekerja terjamin

keselamatannya.

b. Ahli Keselamatan Kerja (Safety Engineer)

Ahli keselamatan kerja adalah orang yang bertanggung jawab terhadap keselamatan

tenaga kerja dari bahaya yang ada di tempat kerja yang dapat mengakibatkan terjadinya

kecelakaan kerja. Tugas ahli keselamatan kerja yaitu mengawasi setiap proses produksi

secara terperinci untuk mengetahui dan mengadakan perbaikan atau menghilangkan

potensi bahaya. Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan peralatan atau bahan

produksi, menjaga agar proses produksi tidak sering berhenti dan memperkecil biaya

yang dikeluarkan akibat adanya tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja.

c. Komponen lain

Komponen lain yang berperan dalam penerapan higiene lingkungan industri adalah

ahli kedokteran kerja di perusahaan yang merupakan tenaga ahli yang memperhatikan

kesehatan dan keselamatan tenaga kerja melalui pendekatan medis. Komponen terakhir

adalah para tenaga kerja sebagai pelaksana kegiatan proses produksi sehari-hari.

2.2. Bahaya (hazard)

Beberapa definisi bahaya sebagai berikut: Menurut OHSAS 18001, bahaya adalah:

sumber, situasi, atau tindakan yang berpotensi bahaya dalam hal cedera manusia atau

gangguan kesehatan. Menurut Frank Bird (1990), suatu bahaya adalah sumber potensi

bahaya dalam hal cedera manusia, gangguan kesehatan, kerusakan alat dan lingkungan.

Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa bahaya adalah segala sesuatu

termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cedera

pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya.

Pemahaman yang benar terhadap bahaya atau hazard sangat penting dikarenakan

sering menimbulkan analisa yang kurang tepat dalam melaksanakan program K3

6
karena sumber bahaya yang sebenarnya tidak diperhatikan dan dipahami. Bahaya dan

risiko berhubungan erat, dimana bahaya menjadi sumber terjadinya kecelakaan atau

kejadian yang menyangkut manusia, energi dan lingkungan. Risiko menggambarkan

besarnya kemungkinan suatu bahaya dapat menimbulkan kecelakaan serta besarnya

keparahan yang dapat diakibatkannya. Besarnya risiko ditentukan oleh berbagai energi

seperti besar paparan, lokasi, pengguna, kuantiti, serta unsur yang terlibat.

Risiko digambarkan sebagai kemungkinan bahaya terjadi kecelakaan serta tingkat

keparahan yang dapat ditimbulkan jika kecelakaan terjadi. Maka dari itu,dalam konsep

keselamatan kerja sasaran utama adalah mengendalikan atau meminimalkan bahaya

sehingga secara otomatis risikonya dapat dikurangi atau dihilangkan.

Pemahaman dan pengertian tentang identifikasi bahaya diperlukan bagi ahli higiene

lingkungan kerja dan ahli keselamatan kerja. Dengan memahami bagaimana proses

terjadinya kecelakaan yang berkaitan dengan keberadaan suatu bahaya, kejadian

kecelakaan dan cidera ditempat kerja bisa diminimalkan.

Identifikasi bahaya dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan antara energi dan

kecelakaan. Kejadian kecelakaan selalu berhubungan dengan salah satu bentuk energi.

Energi terdapat dalam berbagai bentuk seperti energi panas, listrik, fisika, kimia, bio

energi, dan mekanis. Energi juga dapat menimbulkan risiko cedera seperti energi

gravitasi, risiko atau cedera dapat terjadi saat suatu benda jatuh menimpa orang atau

jika seseorang jatuh dari ketinggian dan cedera yang ditimbulkan dapat berupa terkilir,

luka hingga kematian di tempat kerja.

2.3. Bahaya kerja

Bahaya kerja merupakan setiap keadaan dalam lingkungan kerja yang berpotensi

untuk timbulnya penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja. Bahaya kerja terdiri

dari:

7
a. Bahaya fisika: bahaya fisika terdiri dari pencahayaan, kebisingan, vibrasi, tekanan

panas atau suhu lingkungan kerja yang ekstrim, radiasi, dan getaran.

b. Bahaya kimia: bahaya kimia meliputi konsentrasi uap, gas, atau aerosol dalam

bentuk debu atau fume yang berlebihan di lingkungan kerja. Pajanan oleh bahaya

kimiawi dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara terhirup, tertelan, absorsi melalui

kulit atau dengan mengiritasi kulit. dan injeksi

c. Bahaya biologi: bahaya biologis di lingkungan kerja dapat berupa virus, bakteri,

cacing, serangga, jamur, riketsia, klamidia. Para pekerja yang dapat terpapar bahaya ini

contohnya adalah para pekerja di rumah sakit, pekerja yang menangani atau memproses

sediaan biologis tumbuhan atau hewan, pegawai laboratorium, mengolah bahan

makanan, pengangkut sampah dan pengolah limbah, petani, pengrajin yang

menggunakan bahan dasar tanah.

d. Bahaya ergonomi: bahaya ergonomis dapat berupa desain peralatan kerja, mesin, dan

tempat kerja yang buruk, aktivitas mengangkat beban, jangkauan yang berlebihan,

penerangan yang tidak memadai, gerakan yang berulang-ulang secara berlebihan yang

dapat mengakibatkan timbulnya gangguan musculoskeletal pada pekerja

e. Bahaya psikologi: bahaya psikologis dapat berupa kepemimpinan dan komunikasi

yang buruk, konflik antar personal, konflik peran, motivasi kerja, kurangnya sumber

daya untuk menyelesaikan pekerjaan, beban tugas yang terlalu berat, dan lingkungan

tempat kerja yang tidak mendukung produktivitas kerja.

8
BAB III
HASIL PENGAMATAN

3.1 Profil Perusahaan


PT. Solstice Energy Services Didirikan pada tahun 2007, PT Solstice Energy Services
menjadi salah satu perusahaan terkemuka dalam penyediaan jasa lumpur pemboran pada
industri minyak dan gas di Indonesia. Kami didukung
oleh beragam perusahaan pemasok yang terpercaya dan individu-individu yang ahli di
bidangnya. Tim kami senantiasa melakukan penelitian, pengembangan dan penerapan
metode dan teknologi terbaik untuk dapat memberikan solusi hemat biaya disamping
tetap mempertahankan kualitas yang baik untuk setiap klien. Klien kami adalah prioritas
nomor satu dan kepuasan mereka adalah tujuan kami

Visi
Menjadi produsen terdepan dalam layanan jasa minyak dan gas yang terintegrasi

Misi
Kami mendedikasikan pekerjaan kami untuk menjamin kepuasan pelangaan dan berusaha
mengikuti perubahan-perubahan yang ada dalam industry minyak dan gas dengan cara yang
kreatif dan efisien

3.2 Temuan

Dari hasil kunjungan virtual, Pada dasarnya PT Solstice Energy Services sudah

menjalani peraturan yang ditetapkan sesuai dengan peraturan dan undang undang yang sudah

ditetapkan.

3.2.1 Faktor Fisika

Kebisingan Tingkat kebisingan sudah teratasi cukup baik. Pada perusahaan alat

yang menimbulkan kebisingan yaitu alat bor untuk lumpur dan juga

9
mesin-mesin kendaraan, tingkat kebisingan alatnya bisa tinggi jika

tidak dikasih cover, bisa mencapai diatas 85 db. Perusahaan

mengendalikannya dengan cara:

- Jika tingkat kebisingannya > 85 pekerja diwajibkan menggunakan

APD, dan APD yg digunakan tergantung seberapa tingkat

kebisingannya jika kebisinganya diatas 90 perusahaan mewajibkan

menggunakan ear muff, jika 86 db menggunakan ear plug

- Perusahaan melakukan maintenance alat dan mesin agar tingkat

kebisingan bisa di kurangi karna alat yang terlalu over/panas akibat

pemakaian.

- Jika sudah di cover namun kebisingannya masih diatas 85 db,

maka perusahaan melakukan pengendalian dengan cara membuat

rotasi utk pegawai yg menggunakan mesin tersebut, membatasi

berapa jam pekerja berinteraksi dengan mesin tersebut dan yang

terakhir menggunakan APD.

Panas Pada perusahaan ini, yang dapat menimbulkan panas yaitu alat dan

mesin pengeboran lumpur Alat tersebut dapat menghasilkan panas

diatas rata-rata biasa diatas 33-35oC, cara perusahaan utk

mengendalikannya yaitu dengan melakukan rekayasa engineering,

proses balancing suhu lingkungan sekitar dengan mengatur sirkulasi

udara dan sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan cara

monitoring jarak jauh.

Pencahayaan Perusahaan sudah menyesuaikan pencahaayaannya, seperti setting

ruangan banyak jendela dan pada area lab, werehause.

Radiasi Tidak ada factor resiko radiasi dari peusahaan ini.

10
3.2.2 Faktor Kimia

Dari hasil pengamatan, untuk faktor bahaya kimia yang ada di lingkungan kerja terdaat
ada bahan baku dan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan pada proses produksi, yang di
simpan di wearhause dan di lokasi. Ancaman bahaya dari partikel debu, uap, yang
dihasilkan oleh bahan kimia tersebut sudah diminimalisir dengan menggunakan APD
(Alat Pelindung Diri) dan juga pembuangan limbah yang terlihat cukup baik.

3.2.3 Faktor Biologi

Pada saat dilakukan kunjungan virtual, fasilitas perusahaan baik di area produksi
maupun fasilitas lain seperti kantor, lab dan bagian wearhause tampak sangat terjaga
kebersihannya. Hal ini mengisyaratkan bahwa pengendalian bahaya virus, bakteri,
jamur, dan parasit telah dilakukan dengan baik. Swab antigen dilakukan setiap minggu
dan pada saat masuk kantor maupun wearhause selalau mengikuti protocol kesehatan
seperti mengukur suhu dan pengecekan saturasi oksigen. Keterbatasan kunjungan
secara virtual menyebabkan kurangnya data mengenai pengendalian vektor pada
perusahaan.

3.2.4 Faktor Ergonomi

Dari hasil pengamatan terdapat factor resiko ergonomic pada saat pekerjaan mlakukan

pemindahan barang dari truk ke wearhouse atau sebaliknya dan juga pemindahan barang ke

lokasi dari wearhouse

3.2.4 Faktor Psikologis

Tidak ada data dan tidak dapat dievaluasi lebih lanjut karena keterbatasan kondisi saat ini

hanya dengan kunjungan virtual.

11
BAB IV

PEMECAHAN MASALAH

KOMPONEN PERMASALAHAN PERMASALAHAN


PENANGANAN
FISIKA Bising  Adanya  Memberikan
mesin mesin APD kepada
dan alat yang para pekerja
mengeluakan yaitu earplug
suarang yang  Memberikan
keras pelatihan
tentang
pentingnya
penggunaan
APD

 Melakukan
pembatasan
waktu bekerja
di daerah
 Pusat lokasi
kebisingan
bising
terdapat
dibagian Pemeriksaan screening
lokasi awal terhadap tenaga
pengeboran kerja yang
mendapatkan paparan.
Pencahayaan Tidak ada masalah
terhadap
pencahayaan
Iklim/suhu  Panas dalam  Melakukan
ruangan LEB kordinasi
dan dengan
wearhouse petugasyang
terkkait agarr
dapat dilakukan
penyesuaian
suhu ruangan
sesuai dengan
keadaan dan
pekerja di batasi
waktunya saat

12
bekerja di
tempat yang
panas.
Getaran Tidak diketahui -
Radiasi Tidak diketahui -
Kimia Bahan Tidak diketahui -
Sifat Tidak diketahui -
Penyimpanan Tidak diketahui -
Biologi Agen Infeksius Tidak diketahui -
Tumbuhan Tidak diketahui Tidak diketahui
Mikrobiologi Tidak diketahui -
Serangga - Terdapat nyamuk di - Pembersihan kolam
kolam di daerah dan lingkungan secara
mess pekerja berkala
- Pembuangan sampah
dan limbah pada tempat
yang sudah di sdiakan

Kebersihan umum Penyediaan air Tidak di temukan


masalah pada
penyediaan air.
Ditemukan fasilitas
air minum di setiap
lokasi
Perlengkapan Tersedia tempat cuci
fasilitas higine tangan yang bersih
dan memadai
disetiap bagian.
Higine SDM Seragam kerja
pegawai dicuci setiap
hari
Petugas Higine Pemeliharaan Tidak didapatkan
fasilitas industri informasi mengenai
jadwal kebersihan,
jumlah dan tugas dari
petugas kebersihan.
Pencegahan dan -
pembasmian Vektor
penyakit
Pengelolaan Terdapat fasilitas -
Limbah pengelolaan limbah

Hasil pengelolaan
limbah berupa air
yang dapat
digunakan kembali

13
BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kegiatan higiene industri adalah melakukan identifikasi bahaya dan pengukuran
untuk mengetahui secara kualitatif dan kuantitatif bahaya yang sedang dihadapi atau
yang dapat terjadi dan dengan pengetahuan yang tepat mengenai risiko faktor bahaya
serta pencegahan secara menyeluruh. Faktor bahaya tersebut meliputi bahaya fisika,
bahaya kimia, bahaya biologis, bahaya ergonomis, bahaya psikologis. Dari hasil
pengamatan di atas maka dapat disimpulkan bahwa higine industry PT Solstice Enegery
Services sudah berjalan cukup baik .

4.2 Saran

 Perlunya dilakukan pencatatan dan pelaporan secara berkala yang berisi

data paparan bahaya terhadap pekerja yang terjadi di lingkungan

perusahaan PT Solstice Enegery Services

 Simbol atau tanda bahaya dan simbol penggunaan APD harus selalu

ditempatkan pada area-area yang beresiko.

 Perlu dilakukan sosialisasi secara berkala mengenai pentingnya

kesadaran pekerja terhadap resiko bahaya yang mungkin terjadi saat

bekerja.

14
DAFTAR PUSTAKA

Angka Kecelakaan Kerja Menurun. Diakses pada tanggal 7 April 2017.


.http://www.bpjsketenagakerjaan.go.id
Peraturan Pemerintah. 2012. Peraturan Pemerintah No.5012012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, diakses
tanggal 14 April 2016. http://www.docstoc.com/doc/13259006/himpunan
_peraturan_ hiperkes _pdf
Swna'mur P.K. 2009. Higiene Perusahaan dan KesehatanKerja. Jakarta: Gunung
Agung. Permen Lh Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Perizinan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun.
Permen Lh Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Tata Laksana Perizinan Dan
Pengawasan PengelolaanLimbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun Oleh Pemerintah Daerah.
UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Kep No. 68/BAPEDAL/05/1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpangan
Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan
Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Permennakertrans No PER.13/MEN/X/2011 Th 2011, NAB Faktor Fisika dan
Kimia di Tempat Kerja.

15

Anda mungkin juga menyukai