PEMBUATAN YOGHURT
Disusun oleh:
Nama : Fardan Yusuf Ibrahim
NIM : 21308141044
Kelas : Biologi E 2021
PRODI BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Yoghurt merupakan produk olahan susu menjadi minuman yang difermentasi yang
terbuat dari starter bakteri asam laktat. Pada yoghurt, terdapat bakteri hidup yang berperan
dalam pemberian enzim laktase yang diperlukan dalam proses pencernaan sisa gula susu
yang ada dalam yoghurt menjadi asam laktat. Bakteri yang dimaksud adalah bakteri
probiotik yakni terdiri dari bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus.
Pada proses pembuatan yoghurt, diperlukan susu dan starter. Pada praktikum ini,
praktikan menggunakan susu sapi murni karena merupakan hasil pemerasan sapi secara
langsung, tanpa ditambah zat lain ataupun mengalami pengolahan. Susu sapi murni tidak
mengandung banyak gula tetapi mengandung banyak protein dan kadar lemak (K. Sutrisno,
2012). Akan tetapi, pada susu sapi murni mengandung banyak air dan terdapat
kemungkinan mengandung mikroba asing karena belum melalui proses pasteurisasi.
Praktikan menggunakan susu sapi murni dengan starter berupa Yoghurt Cimory Squeez
Original. Jumlah takaran starter dibuat berbeda, yakni dua sendok makan dan empat sendok
makan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil yoghurt dengan perlakuan
jumlah takaran starter yang berbeda.
Selain itu, semua perlakuan diinkubasi pada tempat yang sama selama 24 jam dan
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Pengulangan ini bertujuan untuk memberikan
perbandingan dari suatu perlakuan. Dengan adanya pengulangan ini, hasil yang didapat
akan direrata untuk didapatkan suatu kesimpulan.
B. Tujuan
1. Umum
a. Mengetahui cara pembuatan yoghurt
2. Khusus
a. Mengetahui pengaruh jumlah takaran terhadap kualitas yoghurt
b. Mengetahui uji organoleptik pada yoghurt
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses perubahan kimia pada suatu substrat organik
melalui aktivitas enzim yang dihasilkan mikroorganisme. Disebut juga sebagai sebuah asild
ari mikroorganismme yang spesifik (Pamungkas, 2011 dalam Kristiandi, 2021).
Perceparan fermentasi diperlukan nutrient tambahan yakni karbohidrat. Selain
karbohidrat, fermentasi juga memerlukan nitrogen dan mineral yang cukup untuk dapat
tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Akbar et al, 2013). Mikroorganisme
menghidrolisis senyawa karbohidrat enjadi asa-asam organic pada proses fermentasi
(Faridah dan Sari, 2019). Hasil hidrolisis dapat berupa gula reduksi, oligosakarida, dekstrin
dan beberapa pati resisten yang tidak tercerna yang berpotensi sebagai prebiotic (Sari dan
Puspaningtyas, 2019).
C. Susu
Menurut fhri (2010), susu segar merupakan cairan yang diperoleh dari pemerahan sapi
sehat tanpa dikurangi atau ditambahi sesuatu, tanpa mendapat perlakuan apapun kecuali
proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu memiliki sumber energi
yang mengandung banyak lemak dan laktosa. Susu disebut juga sumber zat pembangun
karena mengandung banyak protein dan mineral yang membantu proses metabolisme.
Secara kimiawi, susu normal mempunyai komposisi air (87,20 %), lemak (3,70 %),
protein (3,50 %), laktosa (4,90 %), dan mineral (0,07 %) (Sanam et al, 2014). Susu juga
merupakan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin A yang sangat baik (Widodo, 2002).
Menurut Tifauzah (2013) komposisi susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor luar
seperti pemasukan air atau bahan lain, kegiatan bakteri atau mikrobiolgis. Faktor lainnya
adalah spesies, variasi genetic dalam spesies, kesehatan, lingkungan, pakan, dan umur sapi.
Miskiyah (2012) menjelaskan bahwa kandungan nilai gizi yang tinggi menyebabkan
susu menjadi media yang disukai oleh mikroba untuk melangsungkan pertumbuhan dan
perkembangan. Hal ini dapat menjadikan susu menjadi tidak layak konsumsi dalam waktu
yang singkat bila tidak ditangani dengan benar.
Di samping kandungan tersebut, susu segar merupakan susu yang mudah rusak. Hal ini
dikarenakan susu sapi segar memiliki kandungan gizi yang baik yang bermanfaat bagi
mikroba pembusuk. Kandungan lemak juga akan memicu pengikatan laktase oleh bakteri
menjadi asam laktat dan menjadikan susu segar menjadi asam (Widodo, 2002).
C. Cara Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Susu segar dipanaskan dan diaduk hingga mendidih, susu dipastikan tidak menggumpal
3. Susu didinginkan pada suhu ruangan hingga hangat kuku
4. Susu dituangkan ke dalam wadah plastik 150 ml sebanyak 75 ml
5. Starter yoghurt cimory squeeze ditambahkan sebanyak 2 sdm dan 4 sdm ke dalam susu,
pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali pada tiap takaran yang berbeda, kemudian
diaduk hingga merata
6. Wadah plasik ditutup dan diwrap menggunakan plastic wrap
7. Susu yang dicampur starter diinkubasi di dalam kardus selama 24 jam
8. Setelah diinkubasi 24 jam, dilakukan analisis hasil berupa jumlah pH, rasa, aroma,
warna, dan tekstur (kekentalan)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Perlakuan 1 (P1) Perlakuan 2 (P2)
Warna 3 3 3 3 4 4 4 4
Rasa 2 2 2 2 5 5 5 5
Tekstur atau
4 4 4 4 5 5 5 5
Kekentalan
pH 5 5 5 5 6 6 6 6
Indikator
a. Warna:
1. Putih
2. Putih bening
3. Putih pekat
4. Putih kekuningan
5. Kuning
b. Aroma:
1. Segar
2. Cukup Asam
3. Asam
4. Menyengat
5. Busuk
c. Rasa:
1. Manis
2. Manis keasaman
3. Asam
4. Asam sepat
5. Basi
d. Tekstur atau Kekentalan:
1. Cair
2. Cair, endapan
3. Semi solid, endapan
4. Agak kental
5. Kental
B. Pembahasan
Berdasarkan data analisis hasil uji praktikum yoghurt dengan indikatornya, didapatkan
rata-rata tiga kali ulangan P1 sebesar 3 (putih pekat), dan rata-rata tiga kali ulangan P2
sebesar 4 (putih kekuningan). Perbedaan warna kedua perlakuan tidak begitu signifikan,
yang berarti perbedaan jumlah takaran tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap
warna yoghurt. Seperti halnya Ace (2012) yang menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi
starter tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap warna (p>0,05).
Aroma pada P1 didapat sebesar 2,3 (Cukup asam), dan 3,3 (Asam) pada P2. Hasil
analisis menunjukkan terdapat pengaruh jumlah takaran starter terhadap aroma yoghurt.
Ketika semakin banyak bakteri yang ada, maka akan semakin asam pula aromanya. Hal ini
sesuai dengan hasil yoghurt pada perlakuan di mana P2 dengan takaran 4 sendok makan
lebih asam daripada P1 dengan takaran 2 sendok makan. Peran L. bulgaricus dalam
pembentukan aroma dipengaruhi oleh asam laktat, sisa-sisa asetaldehid, diasetil, asam
asetat, dan bahan-bahan mudah menguap lainnya setelah proses fermentasi (Syainah,
2014).
Rasa dari P1 didapatkan sebesar 2 (manis keasaman) dan 5 (basi) pada P2. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan perbedaan jumlah takaran terhadap
rasa yoghurt. Produksi asam laktat dapat memberikan rasa asam pada yoghurt karena
mengubah laktosa dalam susu menjadi asam laktat. Perlakuan dengan jumlah takaran 2
sendok makan lebih baik karena jumlah bakteri asam laktat yang memfermentasi susu pada
takaran yang sesuai, sedangkan pada takaran starter 4 sendok makan menjadi basi karena
jumlah bakteri terlalu banyak dalam menghasilkan asam laktat. Di samping itu, praktikan
juga menduga terdapat kesalahan ketika menakar starter pada takaran 4 sdm, sehingga
yoghurt sampai basi.
Tekstur pada perlakuan pertama (P1) didapatkan sebesar 4 (agak kental) sedangkan
perlakuan kedua (P2) sebesar 5 (kental). Ketika bakteri pada starter jumlahnya lebih
banyak, maka akan memicu bakteri asam laktat untuk memfermentasi laktosa pada susu
menjadi asam laktat dan akan terkoagulasi membentuk gel yoghurt (Hendarto, 2019).
Tekanan hydrogen (pH) pada P1 dan P2 memiliki kemiripan, yakni dalam rentang 5-6.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah takaran starter tidak berpengaruh terhadap pH yoghurt.
Hal ini sesuai juga dengan pendapat Hendarto (2019) bahwa pembentukan asam laktat dari
hasil fermentasi laktosa akan menyebabkan penurunan pH.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Cara pembuatan dapat dilakukan dengan cara pasteurisasi, pendinginan, pencampuran
susu dengan starter, dan inkubasi
2. Terdapat pengaruh jumlah takaran terhadap kualitas yoghurt
3. Tidak ada pengaruh jumlah takaran starter terhadap warna yoghurt
4. Terdapat pengaruh jumlah takaran starter terhadap aroma, rasa, tekstur, dan pH yoghurt.
B. Saran
1. Lebih menjaga kesterilan alat dan susu pada saat pasteurisasi
2. Lebih teliti dalam mengukur jumlah susu dan takaran starter
DAFTAR PUSTAKA
Ace, Iis Soriah dan Supriyanto Supangkat. (2012). Pengaruh Konsentrasi Starter terhadap
Karakteristik Yoghurt. Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol 1 No. 1.
Akbar, R.T.M, Yani Suryani, Iman Hernaman. (2015). Peningkatan Nutrisi Limbah Produksi
Bioetanol Dari Singkong Melalui Fermentasi Oleh Konsorsium Saccharomyces
cereviseae dan Trichoderma viride. Jurnal Sainteks. Volume VIII No. 2 1-15
Anjasari, B. (2010). Pangan Hewani Fisiologi secara Pasca Mortem dan Teknologi.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Faridah, HD dan Sari, SK. (2019). Utilization of microorganism on the development of halal
food based on biotechnology. Journal of Halal Product and Research. vol 2(1): 33-43.
doi: https://doi.org/10.20473/jhpr.vol.2-issue.1.33-43
Hafsah dan Astriana. (2012). Pengaruh Variasi Starter terhadap Kualitas Yoghurt Susu Sapi.
Jurnal Bionature, Volume 12, Nomor 2.
Hendarto, David Richard dkk. (2019). Mekanisme Biokimiawi dan Optimalisasi Lactobacillus
bulgaricus DAN Streptococcus thermophilus Dalam Pengolahan Yoghurt Yang
Berkualitas. Jurnal Sains Dasar. Volume 8 (1):13-19
Miskiyah. (2012). Kajian Standar Nasional Indonesia Susu Cair di Indonesia. Jurnal
Standardisasi Vol. 13(1):1 –7
Sari, P.M dan Puspaningtyas, D. (2019). Skor aktivitas prebiotik growol (makanan fermentasi
tradisional dari singkong) terhadap Lactobacillus sp. Dan Escherichia coli. Ilmu Gizi
Indonesia. vol 2(2):101-106. doi: https://doi.org/10.35842/ilgi.v2i2. 89
Syainah, Ermina, Sari Novita, dan Rusmini Yanti. (2014). Kajian Pembuatan Yoghurt Dari
Berbagai Jenis Susu Dan Inkubasi Yang Berbeda Terhadap Mutu Dan Daya Terima.
Jurnal Skala Kesehatan Volume 5 No 1.
Kristandi, Kiki et al. (2021). Teknologi Fermentasi. Medan: Yayasan Kita Menulis
Widodo, Wahyu. (2002). Bioteknologi Fermentasi Susu. Malang: UMM