Anda di halaman 1dari 9

Nama : Riyana

NIM : 20107011095

SKEMA PEMBUATAN PERJANJIAN INTERNASIONAL MENURUT UU NO.24 TAHUN 2000

1. Lembaga negara,Lembaga Pemerintahan,Lembaga Pemerintah non Departemen (LPND) dan


pemerintah Daerah dapat menjadi lembaga pemrakarsa dalam suatu pembuatan perjanjian
internasional;
2. Pasal 5 (1) UUPI menyatakan bahwa lembaga pemrakarsa diharuskan melakukan konsultasi
dan koordinasi dengan menteri luar negeri,yang dalam hal ini diwakili oleh direktorat jendral
hukum dan perjanjian internasional (HPI) dan atau unit regional dan atau multirateral di
deplu;
3. Mekanisme konsultasi dan koordinasi tersebut dapat dilakukan melalui :
a. Surat menyurat antara lembaga pemrakarsa, deplu, dan instansi terkait lain
b. Rapat interdep antara lembaga pemrakarsa,deplu,dan instansi terkait lainnya
4. Surat menyurat dan rapat interdep antara lembaga pemrakarsa, deplu,dan lembaga terkait
lainnya akan menghasilkan draf dan atau counterdraf perjanjian internasional dan pedoman
delegasi republik indonesia,pedoman delegasi RI dapat berubah hasil-hasil keputusan rapat
interdep
5. Pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan,perundingan,
perumusan naskah, dan penerimaan. Kesemua tahap tersebut dilakukan dengan tahap
memperhatikan mekanisme konsultasi dan koordinasi ( butir 3 a dan b). Pada tahapan-
tahapan ini pihak indonesia dan piihak counterpart menyusun draft dan counterdraft
perjanjian intersional
6. Hasil akhir dari penyusunan draft dan counterdraft ini adalah suatu draft final perjanjian
internasional yang jika diperlukan, diparaf o;eh para pihak sebelum ditandatangani;
7.
a. Penandatanganan suatu perjanjian internasional yang menyangkut kerjasama teknis
sebagai pelaksanaan dari perjanjian yang sudah berlaku dan materinya berada dalam
lingkup kewenangan suatu lembaga negara atau lembaga pemerintahan, baik
departemen maupun non departemen dilakukan tanpa memerlukan surat kuasa (pasal 7
ayat 5), negeri dan perwakilan Republik Indonesia diatur dengan keputusan menteri
b. Seseorang yang mewakili pemerintahan indonesia dengan tujuan menerima atau
menandatangani naskah suatu perjanjian atau pengikatan diri pada perjanjian
internasional memerlukan full power (pasal 7 ayat 1); pada perundingan multirateral,
dalam “rules of prosuderes” mensyaratkan adanya surat kepercayaan/credentials (pasal
7 ayat 1) bagi delegasi yang menghadiri perundingan tersebut, maka intansi pemrakarsa
mengajukan permintaan kepada deplu untuk menerbitkan surat kepercayaan dengan
melampirkan nama, jabatan dan kedudukan pejabat dalam kedudukan pejabat dalam
susunan pejabat tersebut. Hal ini mutlak diperlukan untuk menunjukkan bahwa pejabat
tersebut merupakan wakil yang ditunjuk secara sah oleh pemerintahan Republik
Indonesia.
8. Bila secara subtansi (Draft Final PI) dan prosedural (Full Powers) telah selesai, maka
perjanjian internasional tersebut dapat ditandatangani oleh kedua pihak;
9. a. Perjanjian Internasional berlaku setelah dilakukan penandatanganan, atau perjanjian
internasional tersebut berlaku setelah pertukaran nota diplomatik ( pasal 15 ayat 1)

b.Ratifikasi perjanjian Internasional oleh pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang


dipersyaratkan oleh Perjanjian Intersional tersebut (pasal 9 ayat1) dan dilakukan oleh UU
atau keputusan presiden ( pasal 9 ayat 2);

syarat-syarat ratifikasi Perjanjian Internasional (sesuai pasal 12) adalah :

a. lembaga pemrakarsa diharuskan untuk menyiapkan salinan Naskah perjanjian sebanyak


45 buah, terjemahan dalam Bahasa Indonesia (hanya bila PI tersebut tidak dinyatakan
dalam Bahasa Indonesia), rancangan UU atau rancangan perpres tentang pengesahan
dan Naskah Akademis ( untuk PI yang diratifikasi oleh UU) atau naskah penjelaskan
( untuk PI diratifikasi oleh perpres);
b. Lembaga Pemrakarsa mengkoordinasikan pembahasan Rancangan UU/Perpres dwngan
instansi terkait;
c. Pengesahan Perjanjian Internasional melalui Menteri luar Negeri kepada Presiden;
10.
a. Suatu Perjanjian Intersional harus diratifikasikan dengan UU bila ( pasal 11 UUD
1945 jo.ps. 10 UUPI : yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi
kehidupan rakyat yang teerkait beban keuangan negara dan atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan UU. Pengesahan Perjanjian Inernasional dilakukan
melalui UU apabila berkenaan dengan:
 Politik,Hankam Negara;
 Perubahan Wilayah atau penetapan Batas Wilayah;
 Kedaulatan dan Hak berdaulat;
 HAM dan Lingkungan hidup ;
 Pembentukan kaidah hukum baru;
 Pinjaman dan atau Hibah Luar Negeri;

Pemerintah dan DPR dapat membahas RUU pengesahan Perjanjian Internasinal


tersebut dengan melalui Prolegnas maupun Non-Prolegnas (sesuai dengan
pengaturan pada UU No.10 Tahun 2004, perpres No.68 Thun 2005);

b. Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi


sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 UUPI dilakukan dengan Peraturan Presiden,
antara lain : perjanjian dibidang
IPTEK,Ekonomi,Teknik,perdagngan,Kebudayaan,Pelayaran Niaga,Penghindaran Pajak
Berganda,Perlindungan penenaman Modal dan Perjanjian bersifat Teknis
(penjelasan pasal 11 ayat 1);
11. Ratifikasi dilaksanakan baik melalui UU maupun Perpres, setelah diratifikasi Deplu cq.
Direktorat Perjanjian Ekososbud akan melakukan notifikasi /pemberitahuan kepada pihak
counterpart ( untuk perjanjian bilateral ) atau menyampaikan instrument of ratification /
Accession kepada lembaga depositary ( untuk perjanjian multirateral) bahwa pemerintah
indonesia telah menyelesaikan prosedur internalnya bagi berlakunya perjanjian
internasional tersebut;
12. Perjanjian intersional yang telah ditandatangani oleh pemerintah Republik Indonesia
berdasarkan pasal17 UUPI harus disimpan di TREATY ROOM pada direktorat Perjanjian
Ekososbud Deplu salinan naskah resmi perjanjian akan didaftarkan pada sekjen PBB sesuai
pasal 102 Piagam PBB.
Skema Pembuatan Perjanjian Internasional Menurut UU No.24/2000
1
Lembaga Pemrakarsa (LP) Penyimpanan naskah Notifikasi kepada Diratifikasi dengan Perpres
asli PI: counterpart atau antara lain untuk PI dibidang:
1. Lembaga Negara
2. Lembaga Pemerintah penyampaian
1. Di simpan di treaty 1. Perjanjian dibidang Iptek,
3. Lembaga Pemerintah Non room direktorat Instrument of
Departemen (LPND) 2. Ekonomi
perjanjian Ekososbud ratification/
4. Pemerintah Daerah 3. Teknik
Deplu Accession kepada
4. Perdagangan
2. Salinan naskah resmi PI lembaga
di sampaikan kepada 5. Kebudayaan
Depositary
LP 6. Pelayaran Niaga
Konsultasi dan koordinasi 3. Salinan naskah resmi di Penghindaran Pajak
dengan MENLU di daftarkan pada Berganda
Sekjen PBB sesuai pasal 7. Perlindungan. Penanaman
Ratifika
102 Piagam PBB Modal
Melalui Dirjen HPI dan/atau si
Pasal 17
unit regional atau multilateral 8. Perjanjian bersifat teknis
di deplu
Diratifikasi dengan UU Pasal 11 (1) UU PI

Pasal 11 UUD 1945

Yang menimbulkan akibat yang luas dan


Surat menyurat mendasar bagi kehidupan rakyat yang
Rapat Interdep Ratifikasi, aksesi, penerimaan
terkait beban keuangan negara dan/atau
antara LP dan antara LP, Deplu persetujuan
mengharuskan perubahan atau
Deplu dan dan instansi (sepanjang dipersyaratkan oleh PI)
pembentukan UU full power (ps
Diperlukan
instansi terkait
terkait
Harus7(1))
diratifikasi UU apabila menyangkut : Ps 12 : untuk kepentingan ratifikasi
LP diharuskan untuk
Dimintakan
- Politik, full power
Hankam negara;
kecualiWilayah
- Perubahan PI akanatau
di tanda
Penetapan
1. Menyiapkan Salinan naskah
Batas Wilayah;
tangani oleh presiden atau
- Kedaulatan
perjanjian, RUU atau RPP
MENLU dan Hak Berdaulat;
- HAM dan Lingkungan Hidup; tentang pengesahan dan
Draft, counterdraft dan - Pembentukan kaidah hukum baru; dokumen lain.
- Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; 2. Mengkoordinasikan
pedoman delegasi RI pembahasan interdept
Pembahasan UU dapat dilakukan melalui RUU/Perpres dengan instansi
Prolegnas maupun Non-Prolegnas (UU No. terkait
10 Tahun 2004) 3. Menyampaikan kepada Menlu
1. Penjajakan Ps 10 UU PI
2. Perundingan untuk diteruskan kepada
3. Perumusan naskah Presiden
4. Penerimaan atau Pemarafan Tidak diperlukan full power ps
7(5) Kerja sama Teknik sebagai Ps 9 (1)
pelaksanaan PI yang telah
berlaku dengan materi menjadi
kewenangan departemen atau
Draft final perjanjian Langsung
LPND
internasional Penanda berlaku
Diperlukan full power (ps 7(1)) tanganan setelah
pertukaran
Dimintakan full power kecuali nota
PI akan di tanda tangani oleh diplomatik
presiden atau MENLU
Instrument Ratification

Saya, Dr. N. Hassan Wirajuda, Menteri


urusan Luar Negeri Republik Indonesia
dengan ini menyatakan bahwa Pemerintah
Republik Indonesia, berdasarkan undang-
undang No. 38 tahun 2008, tanggal 6
November 2008, telah mengesahkan
piagam dari asosiasi negara-negara Asia
Tenggara, sesuai dengan ketentuan pasal 47
dari Piagam tersebut;
Oleh karena itu, perlu diketahui, bahwa
Pemerintah Republik Indonesia dengan ini
mengkonfirmasi dan meratifikasi piagam
dan melakukan dan melaksanakan
ketentuan yang terkandung di dalamnya;
Sebagai saksi, Saya telah menandatangani
dan menyegel piagam pengesahan ini;
Dilaksanakan di Jakarta pada Sebelas
November tahun Dua Ribu Delapan.

Dr. N. Hassan Wirajuda

Pemerintah Indonesia dan DPR akhirnya meratifikasi Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia
Tenggara (Charter of ASEAN). Dalam rapat panitia khusus Rancangan Undang-undang tentang
Pengesahan Charter of ASEAN (Piagam Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara) di Komisi I DPR,
perwakilan 10 fraksi dan pemerintah , yang diwakili Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, Menteri
Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta, menandatangani
naskah RUU Charter of ASEAN tersebut. Fraksi-fraksi juga sepakat secara bulat untuk membawa RUU
itu ke rapat paripurna, pekan depan. Dalam pandangan mini fraksi disebutkan persetujuan setiap
fraksi mengenai perlunya Piagam ASEAN sebagai landasan hukum lembaga itu dalam proses
transformasi menjadi organisasi yang lebih solid. Beberapa fraksi, seperti Fraksi PAN dan Fraksi PDI-P
mengungkapkan sejumlah catatan, antara lain peninjauan mengenai mekanisme pengambilan
keputusan, mandat badan HAM, dan keterlibatan masyarakat dalam ASEAN. Diharapkan, ratifikasi
Piagam ASEAN oleh Pemerintah RI bisa memberi manfaat lebih besar bagi rakyat Indonesia. Dalam
sambutannya, Menlu Hassan menyambut baik ratifikasi Piagam ASEAN oleh DPR 10 Fraksi di Komisi I
DPR sepakat menyetujui RUU pengesahan piagam ASEAN tersebut. Penandatangan ratifikasi dari
pihak pemerintah dilakukan oleh Menlu Hassan Wirajuda, Menkum HAM Andi Mattalatta, Mendag
Mari Elka Pangestu. Indonesia adalah negara terakhir dari 10 negara ASEAN yang telah meratifikasi
Piagam ASEAN ini. Sebelumnya, kesepuluh negara ASEAN telah menandatangani piagam tersebut
pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN Ke-13 di Singapura tanggal 20 November 2007. Piagam ini
mengatur beberapa prinsip yang meliputi: menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan,
integritas wilayah dan identitas nasional seluruh Negara Anggota ASEAN; berbagi komitmen dan
tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran regional;
menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau tindakan lain dalam cara yang tidak
sesuai dengan hukum internasional; ketergantungan pada penyelesaian damai sengketa; tidak
campur tangan dalam urusan internal negara anggota ASEAN; menghormati hak setiap Negara
Anggota untuk menjaga eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan
paksaan; konsultasi ditingkatkan mengenai hal-hal serius memengaruhi kepentingan bersama
ASEAN; kepatuhan terhadap aturan hukum, tata pemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi
dan pemerintahan yang konstitusional; menghormati kebebasan dasar, promosi dan perlindungan
hak asasi manusia, dan pemajuan keadilan sosial; menjunjung tinggi Piagam PBB dan hukum
internasional, termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui oleh negara anggota ASEAN;
tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan, termasuk penggunaan wilayahnya, dan dikejar oleh
Negara Anggota ASEAN atau non-ASEAN Negara atau aktor non-negara, yang mengancam
kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan ekonomi ASEAN Negara-negara Anggota;
menghormati perbedaan budaya, bahasa dan agama dari masyarakat ASEAN, sementara
menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman; sentralitas
ASEAN dalam hubungan politik, ekonomi, sosial dan budaya eksternal sambil tetap aktif terlibat,
berwawasan ke luar, inklusif dan tidak diskriminatif, dan kepatuhan terhadap aturan-aturan
perdagangan multilateral dan aturan berbasis ASEAN rezim bagi pelaksanaan efektif dari komitmen
ekonomi dan pengurangan progresif terhadap penghapusan semua hambatan untuk integrasi
ekonomi regional, dalam dorongan ekonomi pasar.

UU. No.38 tahun 2008 tentang pengesahan piagam penghimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara
menimbang :

a. bahwa hubungan luar negeri yang dilandasi politik bebas aktif merupakan salah satu
perwujudan dari tujuan Pemerintah Negara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
b. bahwa perkembangan dan intensitas interaksi, baik di fora internasional maupun regional,
telah menghadapkan bangsa ndonesia sebagai bagian dari Association of Southeast Asian
Nations (ASEAN) untuk lebih menyesuaikan diri dan tanggap dalam menghadapi berbagai
bentuk ancaman, tantangan, dan peluang baru melalui transformasi ASEAN dari suatu
Asosiasi menjadi Komunitas ASEAN berdasarkan Piagam;
c. bahwa Indonesia memiliki kepentingan strategis pada ASEAN dalam memperkuat posisi
Indonesia di kawasan dan mencapai kepentingan nasional secara maksimal di berbagai
bidang, khususnya di bidang politik dan keamanan, ekonomi, dan sosial budaya;
d. bahwa pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN Ke-13, diSingapura, pada tanggal 20
November 2007, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Charter of the
Association of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asla
Tenggara);
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
dan huruf d, perlu mengesahkan Charter of the Association of Southeast Asian Nations
(Piagam Perhimpunan Bangsa- Bangsa Asia Tenggara) dengan Undang-Undang.
instrument ratification

MENIMBANG, bahwa Pemerintah Republik


Indonesia telah menandatangani "Persetujuan
Antar Negara tentang Jaringan Jalan Asia"
yang dibuat di Shanghai. China. pada tanggal
26 April 2004:
MENIMBANG PULA, bahwa Pemerintah
Republik Indonesia, setelah meneliti dan
mempertimbangkan, dan berdasarkan Pasal 5
dan 6 Persetujuan tersebut telah melakukan
pengesahan Persetujuan tersebut: MAKA DARI
ITU, AGAR DIKETAHUI, bahwa Pemerintah
Republik Indonesia, melalui Peraturan
Presiden No. 7 tahun 2010. dengan ini
menguatkan dan mengesahkan Persetujuan
tersebut dan menerima untuk memenuhi serta
melaksanakan semua ketentuan-ketentuan
yang tercantum didalamnya:
SEBAGAI BUKTI, Piagam Pengesahan ini
ditandatangani dan dibubuhi meterai oleh
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia.
DIBUAT di Jakarta pada tanggal lima bulan februari tahun dua ribu sepuluh

Dr.R.M.Marty M.Natalegawa

Penjelasan : Great Asian Highway adalah sebuah proyek kerjasama antara negara-negara di
Asia dan Eropa dan PBB Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP),
untuk memperbaiki sistem jalan raya di Asia sebagai salah satu dari tiga pilar proyek adalah
Asian Land Transport Infrastructure Development (ALTID), yang didukung oleh Komisi
Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (Economic and Social Commission for Asia and the
Pacific (ESCAP)) dalam sidang ke 48 pada tahun 1992 yaitu pembangunan terdiri dari Trans
Asia Highway dan Trans Asia Railway sebagai proyek fasilitasi transportasi perjalanan darat
yang menyatukan Benua Asia kemudian bersambung sampai dengan Benua Eropa.
Peraturan presiden Republik Indonesia NO.7 tahun 2010 tentang pengesahan persetujuan
antar negara tetang jaringan jalan asia

Menimbang :

a. bahwa di Shanghai, China, pada tanggal 26 April 2004 Pemerintah Republik Indonesia telah
menandatangani Intergovernmental
Agreement on the Asian Highway Network (Persetujuan antar Negara
tentang Jaringan Jalan Asia), sebagai hasil dari Sidang United Nations
Economic and Social Commission for Asian and the Pacific (UNESCAP);
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu mengesahkan
Persetujuan tersebut dengan Peraturan Presiden;
Pasal 1
Mengesahkan Intergovernmental Agreement on the Asian Highway Network (Persetujuan
antar Negara tentang Jaringan Jalan Asia) yang telah ditandatangani oleh Pemerintah
Republik Indonesia di Shanghai, China, pada tanggal 26 April 2004 yang naskah aslinya dalam
Bahasa China, Bahasa Inggris, dan Bahasa Rusia dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia
sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Presiden ini.
Pasal 2
Apabila terjadi perbedaan penafsiran antara naskah terjemahan Persetujuan dalam Bahasa
Indonesia dengan naskah aslinya dalam Bahasa China, Bahasa Inggris, dan Bahasa Rusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, yang berlaku adalah naskah aslinya dalam Bahasa
Inggris.
Pasal 3
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. www.djpp.depkumham.go.id
legalitas.org Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai