Anda di halaman 1dari 24

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH

NOMOR 19/RSNH/PDNH/V/2021
TENTANG
AKSES KE RUMAH SAKIT DAN KONTINUITAS PELAYANAN
RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

DIREKTUR RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH,

Menimbang : a. Bahwa Rumah Sakit Nur Hidayah berkomitmen menyediakan


pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi dan senantiasa menjamin
akses pasien ke rumah sakit dan menjaga kontinuitas pelayanan
terhadap pasien;
b. Bahwa Rumah Sakit Nur Hidayah terus berupaya meningkatkan mutu
layanan yang diberikan sesuai dengan standar dan peraturan
perundangan yang berlaku serta memenuhi prinsip-prinsip syariah;
c. Bahwa para stakeholder terkait membutuhkan landasan hukum dalam
menjalankan kegiatannya;
d. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka perlu
ditetapkan peraturan direktur tentang kebijakan akses ke rumah sakit
dan kontinuitas pelayanan Rumah Sakit Nur Hidayah.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;


2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem
Rujukan Yankes Perorangan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang
Kewajiban Pasien dan Kewajiban Rumah sakit;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018 tentang
Kegawatdaruratan;
6. Peraturan Gubernur DIY nomor 59 tahun 2015 tentang system
rujukan;
7. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit, Depkes RI
Tahun 2012;
8. Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia Nomor
107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah
Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah;
9. Peraturan Pengurus Rumah Sakit Nur Hidayah Nomor 01/P-
PRSNH/II/2018 tentang Peraturan Internal Rumah sakit (Hospital
Bylaws);
10. Keputusan Direktur RS Nur Hidayah No 14/RSNH/KDNH/I/2016
tentang Pemberlakuan Kode Etik di RS Nur Hidayah.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH TENTANG
AKSES KE RUMAH SAKIT DAN KONTINUITAS PELAYANAN RUMAH
SAKIT NUR HIDAYAH.
KESATU : Kebijakan akses ke rumah sakit dan kontinuitas pelayanan Rumah Sakit
Nur Hidayah sebagaimana tercantum dalam lampiran dan merupakan
satu kesatuan tak terpisahkan dengan peraturan ini.
KEDUA : Pembinaan dan pengawasan terhadap kebijakan akses ke rumah sakit
dan kontinuitas pelayanan ini dilaksanakan oleh Direktur.

KETIGA : Peraturan ini berlaku sejak ditetapkan.

Ditetapkan di Bantul
pada tanggal : 19 Syawwal 1442 H
31 Mei 2021 M
DIREKTUR

Dr. Estianna Khoirunnisa

Tembusan :
1. Yayasan Nur Hidayah Sehat Mandiri;
2. Seluruh Unit Pelayanan dan Unit Kerja;
3. Arsip.
Lampiran
Peraturan Direktur RS Nur Hidayah
Nomor : 19/RSNH/PDNH/V/2021
Tanggal : 19 Syawwal 1442 H
31 Mei 2021 M

KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT NUR HIDAYAH

BAB I
KETENTUAN UMUM ARK
Pasal 1
1. Asuhan di rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi
dengan para profesional pemberi asuhan didalam rumah sakit dan tingkat pelayanan
yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan termasuk pelayanan diluar rumah
sakit.
2. Rumah sakit wajib menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang
sudah tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan
pemulangan dan tindakan selanjutnya untuk meningkatkan mutu asuhan pasien dan
efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit.
3. Rumah sakit mengatur berbagai hal terkait akses dan keberlanjutan pelayanan pasien
meliputi:
a. Kebutuhan pasien yang dapat dilayani oleh rumah sakit
b. Pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien
c. Rujukan ke pelayanan lain baik di dalam maupun keluar rumah sakit
d. Pemulangan pasien yang tepat dan aman ke rumah

BAB II
SKRINING
Pasal 2
Skrining
1. RSNH menerima pasien dirawat inap atau pemeriksaan pasien dirawat jalan sesuai
dengan kebutuhan pelayanan kesehatan pasien setelah diidentifikasi sesuai dengan misi
serta sumber daya rumah sakit yang ada.
2. Pasien dapat didaftar untuk pelayanan rawat jalan atau diterima sebagai pasien rawat
inap didasarkan pada hasil identifikasi kebutuhan pelayanan kesehatannya mampu
dilayani dan sesuai sumber daya dan misi rumah sakit Nur Hidayah.
3. Skrining adalah proses identifikasi kesesuaian kebutuhan pasien dengan misi dan sumber
daya di RSNH.
4. Skrining dilakukan pada saat kontak pertama diluar maupun didalam rumah sakit yaitu di
tempat pasien, ambulans, atau pada waktu pasien tiba di rumah sakit.
5. Skrining dilaksanakan melalui:
a. Kriteria triase
b. Evaluasi visual atau pengamatan
c. Hasil pemeriksaan fisis, psikologis, laboratorium klinis, atau diagnostik imajing
sebelumnya.
6. Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk skrining adalah pemeriksaan penunjang
sesuai Panduan Praktek Klinik (PPK) RSNH.
7. Hasil skrining dievaluasi dan dipergunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk
merawat, dipindahkan ke unit lain atau merujuk pasien.
8. Pihak yang bertanggungjawab mengambil keputusan atas tindaklanjut hasil skrining
adalah Dokter.
9. Keputusan dokter bahwa pasien tidak bisa dirawat di RSNH dan akan dilakukan rujukan
diambil setelah memperoleh hasil skrining termasuk hasil tes diagnostik yang dibutuhkan
dimana hasil skrining dan hasil tes diagnostic tersebut menunjukkan bahwa RSNH tidak
dapat memberikan layanan yang diperlukan.
10. Pelaksanaan skrining diluar maupun didalam rumah sakit, hasil-hasil pemeriksaan fisik
dan penunjang, serta tindaklanjut hasil skrining didokumentasikan dalam lembar skrining
dan rekam medis pasien.

Pasal 3
Skrining pada pasien emergency

1. Pasien emergency adalah pasien dengan kebutuhan asuhan yang darurat, sangat
mendesak, atau membutuhkan pertolongan segera yang harus diberikan prioritas untuk
dilakukan asesmen dan tindakan.
2. Triase merupakan proses identifikasi berbasis bukti terhadap pasien darurat, sangat
mendesak, atau pasien yang membutuhkan pertolongan segera untuk memprioritaskan
kebutuhan pasien yang mendesak dengan mendahulukan dari pasien yang lain.
3. Triase dilakukan oleh staf medis dan perawat yang kompeten.
4. Triase dilakukan melalui evaluasi visual/pengamatan dan pemeriksaan fisik untuk
menggolongkan pasien menjadi 4 kriteria yaitu merah, kuning, hijau dan hitam untuk
memandu petugas menentukan pasien yang harus ditangani terlebih dahulu.
5. Triase dapat memasukkan kriteria psikologis sebagai bagian triase berbasis bukti.
6. Pasien yang dinyatakan sebagai pasien darurat, mendesak, dan membutuhkan
pertolongan segera menerima pelayanan secepat-cepatnya sesuai dengan kriteria
warnanya.
7. Dalam hal rumah sakit tidak mampu memenuhi kebutuhan pasien dengan kondisi
darurat berdasarkan triase berbasis bukti maka pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang
fasilitas pelayanannya dapat memenuhi kebutuhan pasien dengan ketentuan pasien
harus dalam keadaan stabil dan dilengkapi dengan dokumen pencatatan sebelum
ditransfer atau dirujuk.
8. Pelatihan triase berbasis bukti bagi staf pelaksana triase diadakan supaya staf mampu
menentukan pasien yang membutuhkan pertolongan segera dan pelayanan yang
dibutuhkan.
9. Pada kondisi bencana, pelaksanaan triase juga dilakukan dengan menggunakan triase
bencana dimana ketentuan tentang triase bencana diatur dalam regulasi yang tersendiri.

Pasal 4
Skrining covid

1. Skrining covid dilaksanakan sejak pasien memasuki area rumah sakit melalui aplikasi
peduli lindungi dan scan suhu tubuh dengan termometer.
2. Skrining covid dilakukan untuk mengidentifikasi apakah seseorang yang datang ke RS
Nur Hidayah menunjukkan tanda-tanda awal ke arah infeksi virus covid 19.
3. Proses skrining covid menentukan penempatan pasien sesuai dengan hasil skrining
covid.

Pasal 5
Skrining pasien untuk rawat inap

1. Pasien dapat diterima sebagai pasien rawat inap setelah dilakukan skrining dimana hasil
skrining tersebut menunjukkan bahwa RSNH dapat memenuhi kebutuhan asuhan
pasien tersebut termasuk skrining covid dengan menggunakan swab antigen bagi
semua pasien rawat inap.
2. Skrining pada pasien yang diterima untuk rawat inap adalah untuk menetapkan
kebutuhan prioritas asuhan pasien tergolong pada pelayanan preventif, paliatif, kuratif,
atau rehabilitatif berdasarkan atas kondisi pasien.
3. Prioritas kebutuhan asuhan pasien dari hasil skrining pasien rawat inap menentukan
pelayanan atau tindakan kepada pasien.
4. Proses skrining pasien rawat inap, hasil penentuan prioritas kebutuhan asuhan,
penentuan pelayanan atau tindakan pada pasien, pelaksanaan dan hasil asuhan
didokumentasikan dalam rekam medis.
Pasal 6
Penundaan dan Keterlambatan Pelayanan

1. Penundaan dan kelambatan atau penundaan pelaksanaan tindakan/pengobatan dan/atau


pemeriksaan penunjang diagnostic bagi pasien gawat darurat, rawat jalan maupun rawat
inap sangat mungkin terjadi dan harus dilakukan antisipasi sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Staf pelayanan harus menyampaikan kepada pasien dan mempertimbangkan kebutuhan
klinis pasien jika terjadi penundaan dan kelambatan atau penundaan pelaksanaan
tindakan/pengobatan dan/atau pemeriksaan penunjang diagnostic.
3. Pasien diberi informasi tentang alasan penundaan dan kelambatan pelayanan serta diberi
informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai kebutuhan klinis pasien.
4. Penjelasan alasan penundaan dan kelambatan pelayanan serta pemberian informasi
tentang alternatif yang tersedia sesuai kebutuhan klinis pasien dicatat di rekam medis
pasien

BAB III
PENDAFTARAN
Pasal 7
Ketentuan umum pendaftaran

1. RSNH menyelenggarakan pelayanan pendaftaran untuk pasien rawat jalan, pasien


rawat inap dan pasien gawat darurat.
2. Pelayanan pendaftaran pasien buka setiap hari selama 24 jam dan berlangsung terus
menerus.
3. Pendaftaran pasien rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dilakukan secara offline
serta untuk pendaftaran rawat jalan dan rawat inap dapat secara online dalam rangka
keterbukaan kepada publik.
4. Pendaftaran pasien berlaku seragam tidak bergantung pada sumber pembiayaan.
5. Pada proses pendaftaran pasien tidak diperbolehkan memungut biaya uang muka
kepada setiap pasien baik rawat jalan, rawat inap maupun gawat darurat.
6. Proses penerimaan pasien di RSNH terdiri atas:
a. Pendaftaran pasien rawat jalan dan rawat inap
b. Penerimaan langsung dari unit darurat ke unit rawat inap
c. Menahan pasien untuk observasi
d. Mengelola pasien bila tidak tersedia tempat tidur pada unit yang dituju maupun di
seluruh rumah sakit.
7. Pasien rawat jalan dan rawat inap sebagai peserta asuransi maka diberikan informasi
dengan jelas terkait prosedur penggunaan asuransi termasuk kewajiban melengkapi
persyaratan dan batas waktu pengumpulannya.
8. Staf yang tugasnya terkait penerimaan pasien diberikan pelatihan proses penerimaan
pasien agar memahami dan mampu melaksanakan proses penerimaan pasien dengan
baik

Pasal 8
Pendaftaran pasien rawat jalan

1. Pendaftaran pasien rawat jalan berdasarkan urutan kedatangan atau urutan pendaftaran
baik datang langsung maupun via media komunikasi.
2. Pasien rawat jalan baru diminta mempelajari dan menandatangani general consent
rawat jalan dan formulir lain sesuai kebutuhan pasien.
3. Petugas pendaftaran berhak untuk mendahulukan pasien tertentu misalnya pasien bayi,
pasien ibu hamil, pasien lansia, pasien dengan penyakit menular dan pasien resiko
tinggi lainnya sesuai kebijakan direktur.
4. Petugas pendaftaran mendata identitas pasien minimal adalah nama sesuai eKTP atau
dokumen legal lainnya, tempat tanggal lahir, alamat, pekerjaan, agama, nomor telepon,
data penanggungjawab pasien, penanggungjawab biaya serta tanggal dan waktu
pelayanan.

Pasal 9
Pendaftaran pasien rawat inap

1. Pasien rawat inap diminta mempelajari dan menandatangani blanko persetujuan rawat
inap, general consent rawat inap dan formulir lain sesuai kebutuhan pasien.
2. Pendaftaran pasien rawat inap berdasarkan urutan dinyatakan rawat inap dan jika
terdapat keterbatasan tempat tidur maka diberikan kepada pasien yang paling
membutuhkan rawat inap.
3. Saat diputuskan rawat inap, dokter yang memutuskan rawat inap memberikan informasi
tentang rencana asuhan yang diberikan dan hasil asuhan yang diharapkan dimana
penjelasan tersebut harus dapat dipahami oleh pasien dan keluarga untuk membuat
keputusan serta didokumentasikan dalam rekam medis pasien
4. Saat mendaftar ke rawat inap, petugas pendaftaran memberikan informasi tentang
perkiraan biaya yang harus dibayarkan oleh pasien/keluarga dimana penjelasan
tersebut harus dapat dipahami oleh pasien dan keluarga untuk membuat keputusan
serta didokumentasikan dalam rekam medis pasien
Pasal 10
Penerimaan langsung dari IGD ke rawat inap

1. Pasien dari instalasi gawat darurat dapat langsung didaftarkan ke instalasi rawat inap
oleh petugas IGD.
2. Pendaftaran langsung dari IGD ke rawat inap dengan tetap memperhatikan kebutuhan
pasien akan informasi yang diperlukan.
3. Petugas IGD meminta keluarga pasien untuk melakukan pendaftaran ke admisi rawat
inap atau meminta petugas admisi datang ke IGD untuk melakukan pendaftaran.
4. Penyerahan pasien IGD oleh petugas rawat inap harus disertai dengan RM pasien yang
berisi hasil skrining emergency termasuk level kegawatan, hasil analisis skrining,
tatalaksana yang dilakukan, hasil tatalaksana, dan rencana tindaklanjut yang akan
dilakukan.

Pasal 11
Menahan pasien untuk observasi

1. Dokter dapat memutuskan bahwa pasien tetap berada diunit pelayanannya dalam
jangka waktu tertentu (menahan sementara) untuk dilakukan observasi sesuai
kebutuhan asuhan pasien.
2. Dokter atau perawat memberikan edukasi mengapa harus menahan pasien ketika
memutuskan observasi dengan informasi yang cukup bagi pasien dan keluarganya
untuk memutuskan.

Pasal 12
Mengelola pasien saat tidak tersedia tempat tidur

1. Dalam keadaan tempat tidur yang dituju sesuai kebutuhan asuhan pasien tidak tersedia
maka pasien dan keluarganya diberikan informasi tentang ketiadaan tempat tidur yang
sesuai tersebut.
2. Pasien yang tidak mendapatkan tempat tidur sesuai yang dituju dapat dititipkan di
tempat tidur lain di dalam rumah sakit dengan diberikan informasi terkait untung rugi
penempatan di lokasi yang berbeda tersebut.
3. Dalam keadaan tidak tersedia tempat tidur pada unit yang dituju maupun di seluruh
rumah sakit maka pasien dapat dipindahkan/dirujuk ke fasilitas kesehatan lain yang
menyediakan tempat tidur dan asuhan sesuai kebutuhan pasien dan diberikan informasi
terkait rencana rujukan tersebut.
Pasal 13
Pengelolaan alur pasien di seluruh bagian rumah sakit

1. Penumpukan pasien di satu unit pelayanan merupakan kejadian yang sangat mungkin
terjadi dan harus dilakukan pengelolaan untuk mencegah penumpukan yang dapat
mengganggu waktu pelayanan dan berpengaruh terhadap keselamatan pasien.
2. Upaya mengurangi penundaan asuhan kepada pasien akibat penumpukan adalah
pengelolaan yang efektif terhadap alur pasien meliputi penerimaan, asesmen dan
tindakan, transfer pasien, serta pemulangan.
3. Komponen-komponen proses yang harus dilakukan pengelolaan alur pasien adalah:
a. Ketersediaan tempat tidur rawat inap
b. Perencanaan fasilitas alokasi tempat, peralatan, utilitas, teknologi medis, dan
kebutuhan lain untuk mendukung penempatan sementara pasien
c. Perencanaan tenaga untuk menghadapi penumpukan pasien di beberapa lokasi
sementara dan atau pasien yang tertahan di unit darurat
d. Alur pasien di daerah pasien menerima asuhan, tindakan, dan pelayanan
(seperti unit rawat inap, laboratorium, kamar operasi, radiologi, dan unit pasca-
anestesi)
e. Efisiensi pelayanan nonklinis penunjang asuhan dan tindakan kepada pasien
(seperti kerumahtanggaan dan transportasi)
f. Pemberian pelayanan ke rawat inap sesuai dengan kebutuhan pasien
g. Akses pelayanan yang bersifat mendukung (seperti pekerja sosial, keagamaan
atau bantuan spiritual, dan sebagainya)
4. Semua staf rumah sakit mulai dari unit rawat inap, unit darurat, staf medis, keperawatan,
administrasi, lingkungan, dan manajemen risiko ikut berperan serta menyelesaikan
masalah arus pasien dengan melakukan monitoring dan perbaikan proses sesuai
penugasan masing-masing.
5. Manajer Pelayanan Pasien (MPP)/Case Manager bertugas menkoordinasikan semua
staf untuk melakukan monitoring, evaluasi dan perbaikan proses arus pasien dimana
upaya tersebut harus didokumentasikan dan dilaporkan kepada direktur.
6. Upaya pengaturan alur pasien untuk menghindari penumpukan pada keadaan bencana
diatur dalam regulasi yang berbeda.

Pasal 14
Kriteria masuk dan keluar High Care Unit (HCU)

1. Kriteria masuk dan keluar HCU ditetapkan oleh direktur berdasar atas usulan tim
pengembang kriteria dimana kriteria prioritas, diagnostik, parameter objektif, serta kriteria
berbasis fisiologi dan kualitas hidup (quality of life) merupakan komponen kriteria yang
dapat dijadikan dasar ketetapan direktur.
2. Staf HCU diberikan pelatihan untuk melaksanakan kriteria masuk dan keluar HCU.
3. Rekam medis pasien HCU harus memuat bukti bahwa pasien memenuhi kriteria masuk
atau keluar HCU.
4. Kriteria masuk HCU:
a. Pasien dinyatakan masuk ke high care unit (HCU) jika memenuhi kriteria fisiologi
tertentu dimana fasilitas perawatan di bangsal perawatan biasa tidak dapat
memenuhi kebutuhannya dan belum masuk dalam kriteria perawatan intensif.
b. Indikasi masuk high care unit (HCU) adalah pasien dengan gagal organ tunggal
yang mempunyai risiko tinggi untuk terjadi komplikasi, pasien yang memerlukan
perawatan perioperatif, dan atau pasien dengan keadaan kritis non stabil sementara
menunggu tempat rujukan.
c. Pasien tidak perlu masuk HCU jika merupakan pasien dengan fase terminal suatu
penyakit, atau pasien / keluarga menolak untuk dirawat di HCU (atas dasar informed
consent).
5. Kriteria keluar HCU:
a. Pasien dinyatakan keluar dari high care unit (HCU) jika kondisinya telah mampu
dilakukan perawatan di bangsal perawatan biasa atau justru karena telah masuk ke
dalam kriteria intensif.
b. Indikasi keluar dari HCU jika pasien sudah stabil yang tidak lagi membutuhkan
pemantauan yang ketat, dan atau pasien yang memburuk sehingga perlu perawatan
di ICU.
6. Pengembangan kriteria masuk dan keluar HCU:
a. Pengembangan kriteria masuk dan keluar HCU dilakukan oleh tim yang dibentuk
oleh direktur.
b. Tim pengembang kriteria HCU terdiri atas SDI yang kompeten yaitu dokter, dokter
spesialis anestesi dan dokter spesialis terkait lainnya.

BAB IV
KESINAMBUNGAN PELAYANAN
Pasal 15
Perencanaan Pemulangan Pasien (P3) / discharge planning

1. Perencanaan untuk memulangkan pasien dapat diproses lebih awal jika diperlukan dan
sedapat mungkin mengikutsertakan keluarga pasien dalam pengambilan keputusan.
dengan mempertimbangkan kelanjutan pelayanan medis dan spiritualnya serta
pelayanan penunjang yang dibutuhkan.
2. Pasien yang membutuhkan penanganan khusus setelah pulang (discharge planning)
harus sudah direncanakan pemulangannya sejak pasien dilakukan asesmen awal.
3. Kriteria pasien yang dilakukan discharge planning adalah:
a. Pasien geriatri dengan gangguan pengelihatan dan pendengaran.
b. Pasien dengan gangguan mobilitas misalnya stroke, post operasi, multiple fraktur,
luka bakar yang luas, paska amputasi, pasien lumpuh, pasien dengan ulkus
diabetikum.
c. Pasien yang tidak mampu melanjutkan pengobatan secara mandiri misalnya luka
di daerah punggung.
d. Pasien yang tidak mandiri misalnya bayi dan anak.
e. Pasien dengan katarak atau pasien buta dimana pasien tersebut tinggal sendiri
tanpa keluarga.
4. Perencanaan pemulangan pasien didokumentasikan dalam rekam medis pasien.

Pasal 16
Koordinasi antar PPA dengan bantuan manajer pelayanan pasien (MPP)/Case Manager

1. Pelayanan terhadap kebutuhan pasien dapat dipenuhi dari sumber daya yang tersedia
di rumah sakit dan jika diperlukan melalui sumber daya dari luar rumah sakit.
2. Kesinambungan pelayanan harus dijaga supaya berjalan baik melalui sharing informasi
yang dibutuhkan tentang kondisi kesehatan pasien terkini dan sebelumnya oleh semua
PPA agar dapat dibuat keputusan yang tepat.
3. Asuhan pasien di rumah sakit diberikan dan dilaksanakan dengan pola pelayanan
berfokus pada pasien (patient centered care / PCC) yang diterapkan dalam bentuk
Asuhan Pasien Terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal.
4. Pada integrasi horizontal kontribusi profesi tiap-tiap profesional pemberi asuhan (PPA)
adalah sama pentingnya atau sederajat sedangkan pada integrasi vertikal pelayanan
berjenjang oleh/melalui berbagai unit pelayanan ke tingkat pelayanan yang berbeda
dimana kontribusi PPA berbeda tingkatannya maka diperlukan integrasi dengan
komunikasi yang memadai terhadap para profesional pemberi asuhan (PPA).
5. Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi mencakup elemen sebagai berikut:
a. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai Ketua tim asuhan pasien
oleh profesional pemberi asuhan (PPA).
c. Profesional pemberi asuhan (PPA) bekerja sebagai tim interdisiplin dengan
kolaborasi interprofessional dibantu antara lain oleh Panduan Praktik Klinis
(PPK), Panduan Asuhan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya, Alur
Klinis/clinical pathways terintegrasi, Algoritme, Protokol, Prosedur, Standing
Order dan CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi)
d. Perencanaan pemulangan pasien (P3)/discharge planning terintegrasi
e. Asuhan gizi terintegrasi
f. Manajer pelayanan pasien/case manager
6. Manajer Pelayanan Pasien (MPP) bukan merupakan profesional pemberi asuhan (PPA)
aktif dan bertugas menjalankan manajemen pelayanan pasien.
7. Manajer Pelayanan Pasien (MPP) mempunyai peran minimal sebagai berikut:
a. Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien
b. Mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pada pasien
c. Mengoptimalkan proses reimbursemen
8. Manajer Pelayanan Pasien (MPP)memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Asesmen untuk manajemen pelayanan pasien
b. Perencanaan untuk manajemen pelayanan pasien
c. Komunikasi dan koordinasi
d. Edukasi dan advokasi
e. Kendali mutu dan biaya pelayanan pasien
9. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan MPP adalah:
a. Pasien mendapat asuhan sesuai dengan kebutuhannya
b. Terpelihara kesinambungan pelayanan
c. Pasien memahami/mematuhi asuhan dan peningkatan kemandirian pasien
d. Kemampuan pasien mengambil keputusan
e. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarga
f. Optimalisasi sistem pendukung pasien
g. Pemulangan yang aman
h. Kualitas hidup dan kepuasan pasien
10. Manajer Pelayanan Pasien (MPP) mempergunakan form A dan form B dalam
menjalankan kegiatannya dimana form A merupakan evaluasi awal manajemen
pelayanan pasien dan form B merupakan catatan implementasi manajemen pelayanan
pasien dimana kedua form tersebut merupakan bagian rekam medis.
a. Form A berisi identifikasi/skrining pasien untuk kebutuhan pengelolaan manajer
pelayanan pasien (MPP) dan asesmen untuk manajemen pelayanan pasien
termasuk rencana, identifikasi masalah–risiko –kesempatan, serta perencanaan
manajemen pelayanan pasien, termasuk memfasiltasi proses perencanaan
pemulangan pasien (discharge planning).
b. Form B berisi pelaksanaan rencana manajemen pelayanan pasien, monitoring,
fasilitasi, koordinasi, komunikasi dan kolaborasi, advokasi, hasil pelayanan, serta
terminasi manajemen pelayanan pasien.
11. Kesinambungan asuhan pasien harus dijaga tidak terputus dengan menciptakan proses
untuk melaksanakan kesinambungan dan koordinasi pelayanan di antara profesional
pemberi asuhan (PPA), manajer pelayanan pasien (MPP), pimpinan unit, dan staf lain
dibantu dengan adanya panduan praktik klinis, alur klinis/clinical pathways, rencana
asuhan, format rujukan, daftar tilik/check list, dan sebagainya di seluruh tempat berikut:
a. Pelayanan darurat dan penerimaan rawat inap
b. Pelayanan diagnostik dan tindakan
c. Pelayanan bedah dan nonbedah
d. Pelayanan rawat jalan
e. Organisasi lain atau bentuk pelayanan lainnya

Pasal 17
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)

1. Dokter penanggungjawab Pelayanan (DPJP) adalah seorang dokter atau dokter


spesialis sesuai dengan kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan
asuhan medis lengkap kepada satu pasien dengan satu patologi/penyakit dari awal
sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan, gawat
darurat dan rawat inap.
2. Setiap DPJP harus telah menjalani kredensial/rekredensial dan mendapatkan surat
penugasan klinis (SPK) beserta rincian kewenangan klinis (RKK).
3. Setiap pasien harus dikelola oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) untuk
memberikan asuhan kepada pasien sesuai kewenangan klinisnya, melakukan
koordinasi dan menjaga kesinambungan asuhan sehingga harus ada penentuan DPJP
pasien tersebut saat akan masuk perawatan dimana pasien dan keluarga berhak untuk
memilih DPJP yang diinginkannya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
4. Asuhan pasien diberikan oleh profesional pemberi asuhan (PPA) yang bekerja sebagai
tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dan dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP) berperan sebagai ketua tim asuhan pasien oleh professional pemberi
asuhan (PPA) (clinical leader).
5. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang ditunjuk harus dinyatakan dalam
rekam medis pasien.
6. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)/para DPJP memberikan keseluruhan
asuhan selama pasien berada di RS dapat meningkatkan antara lain kesinambungan,
koordinasi, kepuasan pasien, mutu, keselamatan, dan termasuk hasil asuhan. Individu
ini membutuhkan kolaborasi dan komunikasi dengan profesional pemberi asuhan (PPA)
lainnya.
7. Bila seorang pasien dikelola oleh lebih dari satu dokter penanggung jawab pelayanan
(DPJP) maka harus ditetapkan DPJP utama sebagai coordinator asuhan pasien yang
berasal dari spesialisasi yang paling terkait dengan penyakit/masalah utama pasien
sedangkan DPJP lainnya menjadi DPJP pendamping.
8. Bila terjadi perpindahan dari satu dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) ke DPJP
lain termasuk bila terjadi perubahan DPJP utama maka perubahan tersebut termasuk
perpindahan tanggung jawab sebagai clinical leader dari DPJP/DPJP utama yang lama
kepada DPJP/DPJP utama yang baru dimana pengalihan ini dikomunikasikan dengan
pasien dan keluarganya serta didokumentasikan dalam rekam medis.

Pasal 18
Transfer / perpindahan di dalam rumah sakit

1. Transfer adalah perpindahan pasien antar bagian didalam rumah sakit.


2. Perencanaan untuk transfer dapat diproses lebih awal dan sedapat mungkin
mengikutsertakan keluarga pasien dalam pengambilan keputusan.
3. Transfer dilakukan sesuai standar yang berlaku termasuk kompetensi petugas,
memenuhi standar keselamatan dan standar keamanan pasien serta memenuhi nilai-
nilai syariah.
4. Saat perpindahan pasien didalam rumah sakit berlangsung harus memperhatikan privasi
dan nilai-nilai syariah utamanya kesamaan jenis kelamin (kecuali saat terdapat
keterbatasan SDI), membaca doa dan menutup aurat pasien.
5. Petugas yang mendampingi pasien saat transfer haruslah petugas yang kompeten dan
ditentukan oleh ketua tim jaga dimana ketua tim jaga dapat meminta bantuan petugas
untuk transfer dari bagian lain jika diperlukan.
6. Transfer pasien antar unit pelayanan di dalam rumah sakit dilengkapi dengan form
transfer pasien yang berisi informasi tentang pasien.
7. Form transfer pasien berisi:
a. Indikasi pasien masuk dirawat
b. Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostic
c. Setiap diagnosis yang dibuat
d. Setiap prosedur yang dilakukan
e. Obat yang diberikan dan tindakan lain yang dilakukan
f. Keadaan pasien pada waktu dipindah (transfer)
BAB V
PEMULANGAN DARI RUMAH SAKIT (DISCHARGE) DAN TINDAK LANJUT
Pasal 19
Ketentuan umum pemulangan pasien

1. Pasien dapat dipulangkan dari rumah sakit jika telah memenuhi kriteria pemulangan
(discharge)
2. Pemulangan pasien (discharge) dari rumah sakit berdasar atas kondisi kesehatan
pasien dan mempertimbangkan kebutuhan atas kesinambungan asuhan atau tindakan.
3. Pemulangan pasien terdiri atas:
a. Pemulangan pasien dari IGD dan rawat jalan atas advice dokter
b. Pemulangan pasien dari rawat inap atas advice DPJP
c. Pemulangan pasien yang dilakukan discharge planning
d. Pemulangan pasien cuti / pulang sementara dari rawat inap
e. Pemulangan pasien atas permintaan sendiri ( PAPS )
f. Pemulangan pasien meninggal

Pasal 20
Pemulangan pasien IGD dan rawat jalan atas advice dokter

Pasien IGD dan rawat jalan diperbolehkan pulang dengan ketentuan sebagai berikut:
1. DPJP menyatakan bahwa pasien bisa dilakukan perawatan rawat jalan.
2. Pasien telah mendapatkaan semua asuhan yang dibutuhkan sesuai advice dokter.
3. Pasien telah mendapatkan edukasi minimal dan tambahan sesuai kebutuhannya baik
medis maupun spiritual termasuk mendapatkan leaflet sesuai kebutuhan.
4. Pasien atau keluarganya sudah menyelesaikan administrasi pembayaran atau
melengkapi berkas administrasi jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan lainnya
atau telah menyelesaikan proses perjanjian untuk melunasi atau melengkapi
persyaratan jika dinyatakan kurang.

Pasal 21
Pemulangan pasien rawat inap atas advice dokter

Pasien rawat inap diperbolehkan pulang dengan ketentuan sebagai berikut :


1. DPJP menyatakan boleh pulang (BLPL) dengan kriteria pasien pulang adalah pasien
dinyatakan sembuh atau membaik, perkembangan keadaan pasien yang lebih baik
dari pertama kali, terselesaikannya atau berkurangnya masalah-masalah yang dialami
pasien, dan kemungkinan bisa dilakukan rawat jalan.
2. Pernyataan BLPL oleh DPJP dapat diberikan secara langsung ketika berada di tempat
maupun melalui media komunikasi ketika tidak berada di tempat pelayanan setelah
mendapatkan laporan terkini yang dibutuhkan dari staf jaga.
3. Pasien telah mendapatkaan semua asuhan yang dibutuhkan sesuai advice PPA
pasien tersebut.
4. Pasien telah mendapatkan edukasi minimal dan tambahan sesuai kebutuhannya baik
medis maupun non medis termasuk mendapatkan buku kerohanian dan leaflet jika
materi yang dibutuhkan tidak tercantum dalam buku kerohanian.
5. Pasien atau keluarganya sudah menyelesaikan administrasi pembayaran atau
melengkapi berkas administrasi jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan lainnya
atau telah menyelesaikan proses perjanjian untuk melunasi atau melengkapi
persyaratan jika dinyatakan kurang.

Pasal 22
Pemulangan pasien karena cuti / pulang sementara dari rawat inap

Pasien rawat inap diperbolehkan cuti / pulang sementara dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pasien dan atau keluarganya menyatakan menginginkan cuti sakit (pulang sementara
dari rawat inap) dan telah menandatangani surat pernyataan tertulis.
2. DPJP telah menyetujui permintaan cuti dengan kriteria keadaan pasien stabil atau
terkontrol dan tidak menunjukan tanda- tanda kegawatan
3. DPJP memberikan advice yang diperlukan bagi pasien tersebut selama cuti.
4. Pasien telah mendapatkan edukasi sesuai kebutuhannya saat menjalani cuti sakit.
5. Pasien dan atau keluarganya sudah menyelesaikan administrasi pembayaran (dapat
dalam bentuk titip senilai biaya yang telah dihabiskan sampai saat menyatakan cuti)
atau melengkapi berkas administrasi jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan
lainnya atau telah menyelesaikan proses perjanjian untuk melunasi atau melengkapi
persyaratan jika dinyatakan kurang.

Pasal 23
Pemulangan pasien dengan APS

Pasien diperbolehkan pulang dengan status Pemulangan Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
dengan ketentuan:
1. Pasien dan atau keluarganya menyatakan menginginkan pulang atas permintaan sendiri
(APS) dan telah menandatangani surat pernyataan tertulis tentang resiko APS terhadap
hilangnya pertanggungjawaban RS serta kemungkinan risiko dari sisi pembiayaan jika
menggunakan asuransi.
2. DPJP telah mengetahui permintaan APS tersebut dan memberikan advice yang
diperlukan bagi pasien tersebut dengan ketentuan pemberian advice tersebut dapat
diakilkan kepada dokter ruangan/MPP dalam keadaan DPJP tidak dapat dihubungi.
3. Pasien telah mendapatkan edukasi sesuai kebutuhannya saat dirumah termasuk
bagaimana cara melanjutkan jika kemudian akan melanjutkan tata laksana medis dan
penunjang serta cara mengakses fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami
perburukan.
4. Pasien dan atau keluarganya sudah menyelesaikan administrasi pembayaran (dapat
dalam bentuk titip senilai biaya yang telah dihabiskan sampai saat menyatakan cuti)
atau melengkapi berkas administrasi jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan
lainnya atau telah menyelesaikan proses perjanjian untuk melunasi atau melengkapi
persyaratan jika dinyatakan kurang atau membayar jika dinyatakan gugur sebagai
peserta asuransi.

Pasal 24
Pemulangan pasien yang dilakukan discharge planning

Pasien rawat inap yang dilakukan discharge planning diperbolehkan pulang dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. DPJP menyatakan pasien boleh pulang (BLPL), karena status pulang paksa (PAPS)
atau karena cuti sakit (pulang sementara).
2. MPP dan atau petugas rawat inap telah memberikan edukasi yang adekuat terkait
keberlangsungan pelayanan kesehatannya termasuk melakukan kontak dengan
fasilitas kesehatan baik perorangan ataupun institusi yang berada di komunitas dimana
pasien berada yang bertujuan untuk memberikan bantuan pelayanan.
3. Pasien dan atau keluarganya telah mendapatkan pelatihan dan edukasi minimal dan
tambahan dari aspek medis dan spiritual sebagaimana hasil asesmen kebutuhan
pelatihan dan edukasi pasien discharge planning.
4. Pasien dan atau keluarganya sudah menyelesaikan administrasi pembayaran (dapat
dalam bentuk titip senilai biaya yang telah dihabiskan sampai saat menyatakan cuti)
atau melengkapi berkas administrasi jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan
lainnya atau telah menyelesaikan proses perjanjian untuk melunasi atau melengkapi
persyaratan jika dinyatakan kurang atau membayar jika dinyatakan gugur sebagai
peserta asuransi.
Pasal 25
Pemulangan pasien karena meninggal

Pasien yang meninggal dapat dipulangkan dengan ketentuan:


1. Pemulangan pasien meninggal dapat berasal dari IGD, rawat jalan maupun rawat inap
dan HCU
2. Keluarga pasien telah mendapatkan edukasi yang cukup terkait penyebab pasien
meninggal dan bagaimana prosedur pengantaran pasien meninggal dengan mobil
jenazah.
3. Keluarga pasien meninggal telah mendapatkan pendampingan spiritual sesuai
kebutuhannya dari petugas yang kompeten dibagian tersebut dengan lebih
mengutamakan pendampingan oleh petugas bina rohani.
4. Keluarga pasien sudah menyelesaikan administrasi pembayaran atau melengkapi
berkas administrasi jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan lainnya atau telah
menyelesaikan proses perjanjian untuk melunasi atau melengkapi persyaratan jika
dinyatakan kurang atau membayar jika dinyatakan gugur sebagai peserta asuransi.
5. Pasien meninggal yang tidak diketahui identitasnya sudah harus dikomunikasikan
kepada pihak dinas social dan kepolisian kabupaten Bantul untuk diserahkan kepada
mereka dan atau dikirim kef askes lain untuk proses pengawetan.

Pasal 26
Discharge summary pasien rawat inap

1. Setiap pasien keluar dari rawat inap harus dibuatkan discharge summary atau ringkasan
pulang yang berisi:
a. Indikasi pasien masuk dirawat, diagnosis, dan komorbiditas lain
b. Temuan fisik penting dan temuan-temuan lain
c. Tindakan diagnostik dan prosedur terapi yang telah dikerjakan
d. Obat yang diberikan selama dirawat inap dengan potensi akibat efek residual
setelah obat tidak diteruskan dan semua obat yang harus digunakan di rumah
e. Kondisi pasien terakhir (status present)
f. Ringkasan memuat instruksi tindak lanjut.
2. Ringkasan pasien pulang dibuat sebelum pasien keluar dari rumah sakit oleh dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan menjadi satu di rekam medis pasien dengan
ketentuan Salinan sebagai berikut:
a. Satu salinan/copy dari ringkasan diberikan kepada tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab memberikan tindak lanjut asuhan kepada pasien.
b. Satu Salinan diberikan kepada pasien sesuai dengan regulasi rumah sakit yang
mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.
c. Satu salinan diberikan kepada penjamin.
d. Satu Salinan diberikan kepada perujuk sebagai jawaban rujukan jika merupakan
pasien rujukan

Pasal 27
Discharge summary pasien rawat jalan

1. Setiap pasien rawat jalan yang membutuhkan asuhan yang kompleks atau diagnosis
yang kompleks dibuat catatan tersendiri berupa Profil Ringkas Medis Rawat Jalan
(PRMRJ).
2. Kriteria pasien yang dibuatkan PRMRJ adalah:
a. Pasien dengan diagnosis yang kompleks
b. Pasien dengan asuhan yang kompleks
3. Kriteria diagnosis yang kompleks adalah:
a. Memiliki 3 diagnosis atau lebih
b. Adanya diagnosis penyerta yaitu DM, hipertensi gr II, Gagal ginjal kronik, CHF,
TBC, dan post operasi besar.
4. Kriteria asuhan yang kompleks: dilayani oleh 3 PPA atau lebih
5. PRMRJ harus tersedia untuk seluruh PPA dan memenuhi kebutuhan dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan disimpan dalam format mudah ditelusur
(easy-to-retrieve) dan mudah di-review.
6. Pengisian PRMRJ menjadi bagian dalam kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien, dijalankan, dimonitoring dan dievaluasi pelaksanaannya secara berkala minimal
setahun sekali
7. PRMRJ berisi informasi penting meliputi:
a. Identitas pasien
b. Tanggal kunjungan
c. Riwayat pasien
d. Temuan klinis
e. Temuan pemeriksaan penunjang
f. Riwayat alergi obat
g. Pengobatan
h. Diagnosis
i. Rencana tindaklanjut
j. Nama dokter
Pasal 28
Mengelola pasien yang menolak rencana asuhan medis atau yang melarikan diri

1. Pasien mempunyai hak untuk memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya
2. Staf yang menerima pernyataan penolakan harus meminta alasan penolakan dan
mendokumentasikannya dalam rekam medis
3. Kepada pasien atau keluarga yang menolak asuhan atau meminta penghentian
asuhan/pengobatan, termasuk pulang atas permintaan sendiri, harus dijelaskan
konsekuensi dari keputusan mereka termasuk penjelasan risiko medis yang belum lengkap
diberikan.
4. Untuk pasien yang keluar rumah sakit atas permintaan sendiri tetap harus diupayakan
kesinambungan asuhannya, termasuk melalui rujukan kepada fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada di area domisili pasien
5. Jika pasien menolak rencana asuhan medis tanpa memberi tahu siapapun di dalam rumah
sakit (melarikan diri) atau ada pasien rawat jalan yang menerima pelayanan kompleks atau
pelayanan untuk menyelamatkan jiwa, seperti kemoterapi atau terapi radiasi namun tidak
kembali ke rumah sakit maka petugas harus berupaya menghubungi pasien untuk memberi
tahu tentang potensi risiko bahaya yang ada.
6. Rumah sakit melakukan identifikasi dan membuat laporan ke dinas kesehatan, kementerian
kesehatan, kepolisian, dinas social atau Lembaga resmi terkait lainnya tentang informasi
tentang pasien yang mungkin mencelakakan dirinya atau orang lain.
7. Dilakukan evaluasi secara berkala terhadap alasan penolakan asuhan medis, termasuk
pasien yang pulang atas permintaan sendiri.

BAB VI
RUJUKAN PASIEN

Pasal 29
Ketentuan umum rujukan

1. Penyelenggaraan pelayanan rujukan merupakan kebutuhan dua arah dan membina jejaring
rujukan dengan sarana kesehatan lainnya.
2. Pelayanan rujukan dilakukan sesuai standar yang berlaku termasuk kompetensi petugas,
memenuhi standar keselamatan dan standar keamanan pasien serta memenuhi nilai-nilai
syariah.
3. Rujukan pasien keluar rumah sakit sedapat mungkin ditujukan kepada individu secara
spesifik dan fasilitas pemberi pelayanan terdekat dengan tempat tinggal pasien.
4. Rujukan pasien juga termasuk rujukan untuk pelayanan penunjang seperti pelayanan sosial,
nutrisi, finansial, psikologi dan pelayanan penunjang lainnya yang dibutuhkan pasien.
5. Perencanaan untuk merujuk pasien dapat diproses lebih awal dan sedapat mungkin
mengikutsertakan keluarga pasien dalam pengambilan keputusan.
6. Saat rujukan berlangsung harus memperhatikan nilai-nilai syariah meliputi kesamaan jenis
kelamin (kecuali saat terdapat keterbatasan SDI), membaca doa sebelum perjalanan, doa
naik kendaraan, dzikir sebanyak mungkin, termasuk mendahulukan tata laksana syariah
dengan talqin dibandingkan tata laksana medis dalam keadaan sakaratul maut.
7. Penentu petugas yang mendampingi pasien dalam perjalanan adalah ketua tim jaga dimana
ketua tim jaga dapat meminta bantuan dari bagian lain jika diperlukan.
8. Pasien dapat dilakukan rujukan sesudah menyelesaikan administrasi pembayaran atau
melengkapi berkas administrasi jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan lainnya atau
telah menyelesaikan proses perjanjian untuk melunasi atau melengkapi persyaratan.

Pasal 30
Form rujukan

1. Informasi tentang pasien yang dirujuk disertakan bersama dengan pasien untuk menjamin
kesinambungan asuhan dalam bentuk dokumen rujukan.
2. Dokumen rujukan berisi:
a. Identitas pasien
b. Hasil pemeriksaan (anamesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang) yang
telah dilakukan
c. Diagnosis kerja
d. Terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan
e. Kondisi pasien atau kondisi pasien berubah selama ditransfer (misalnya, pasien
meninggal atau membutuhkan resusitasi)
f. Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan rujukan.
g. Tujuan rujukan memuat:
1) Nama fasilitas pelayanan kesehatan termasuk ruangan yang dituju jika sudah
dinyatakan ruangan tujuan
2) Nama orang di fasilitas pelayanan kesehatan yang menyetujui menerima pasien
3) Nama dan tandatangan orang yang menerima pasien
3. Dokumen rujukan rangkap tiga dimana yang asli diserahkan kepada tujuan, salinan pertama
di serahkan kepada kasir untuk kepentingan penjaminan dan salinan kedua di simpan
dalam rekam medis pasien.
Pasal 31
Alasan dilakukan rujukan dan pemberi perintah rujukan

1. Perpindahan pasien keluar rumah sakit karena dirujuk harus berdasarkan atas status
kesehatannya dan kebutuhan pelayanan selanjutnya yang tidak tersedia atau pelayanan
sedang tidak siap di RSNH atau atas permintaan sendiri (rujukan APS).
2. Perpindahan atau transfer pasien keluar rumah sakit harus berdasarkan atas perintah
DPJP yang diberikan secara langsung ketika berada di tempat maupun melalui media
komunikasi ketika tidak berada di tempat pelayanan atau atas permintaan sendiri (APS).

Pasal 32
Pemilihan fasilitas kesehatan rujukan

1. Pemilihan fasilitas kesehatan yang di tuju untuk rujukan pasien harus sesuai dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan (kriteria medis) dan sesuai kebutuhan agamanya (kriteria
spiritual).
2. Pemilihan fasilitas kesehatan seyogyanya sesuai urutan yaitu berbasis agama islam,
rumah sakit umum dan rumah sakit berbasis agama selain islam jika terdapat beberapa
rumah sakit yang dapat memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan pasien.
3. Staf yang akan merujuk harus memastikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan penerima
menyediakan pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien dan mempunyai
kapasitas pasien dan jenis teknologi medis yang sesuai kebutuhan pasien.
4. Rumah sakit rujukan harus menyatakan bersedia menerima sebelum dipilih sebagai
tujuan rujukan agar perpindahan pasien dapat berlangsung dengan aman.

Pasal 33
Petugas perujuk dan jumlahnya

1. Petugas pendamping pasien saat dilakukan rujukan harus merupakan SDI yang kompeten
seperti dokter spesialis, dokter umum atau perawat/bidan sesuai kebutuhan kesehatan
pasien.
2. Petugas perujuk harus memperhatikan aspek medis maupun spiritual pasien dimana
aspek medis dilakukan dengan tata laksana medis sesuai standar sedangkan aspek
spiritual dilakukan dengan nilai-nilai syariah.
3. Pada setiap proses transportasi rujukan dengan menggunakan ambulans minimal terdiri
dari 1 orang paramedis/medis sesuai kebutuhan kesehatan pasien dan satu pengemudi
ambulan.
4. Pengemudi ambulan harus mengemudi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
lalu lintas yang berlaku serta memperhatikan aspek syariah utamanya sopan santun
berkendara dan jenis audio yang digunakan.

Pasal 34
Jumlah pasien saat rujukan dan pendamping dari pihak pasien

1. Jumlah pasien dalam satu kali rujukan adalah satu orang pasien dimana jika dalam
keadaan tertentu harus membawa lebih dari satu pasien dalam satu waktu maka pasien
tambahan haruslah pasien stabil, tidak menggunakan alat bantu hidup dan bukan kasus
gawat darurat.
2. Pada setiap proses transportasi rujukan dengan menggunakan ambulans minimal
terdapat satu saksi dari pihak pasien.

BAB VII
TRANSPORTASI
Pasal 35

1. Rumah sakit menyediakan transportasi untuk memenuhi kebutuhan proses merujuk,


memindahkan atau pemulangan bagi pasien rawat inap dan rawat jalan.
2. Rumah sakit menyediakan jenis kendaraan untuk berbagai macam transportasi
bergantung pada kondisi dan status pasien berupa ambulans atau kendaraan lain milik
rumah sakit atau berasal dari sumber yang diatur oleh regulator (dinkes/pemda), atau
keluarga pasien.
3. Kendaraan transportasi milik rumah sakit harus tunduk pada peraturan perundangan
yang mengatur tentang kegiatan operasionalnya, kondisi, dan perawatan kendaraannya
4. Asesmen kebutuhan transportasi dan peralatan kesehatan berdasarkan:
a. Sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien
b. Memenuhi kebutuhan pasien IGD, rawat jalan dan rawat inap
c. Memenuhi kebutuhan transportasi operasional sehari-hari, antar jemput pasien
dan rujukan yang harus memenuhi ketentuan keselamatan transportasi termasuk
memenuhi persyaratan PPI
d. Adanya kebutuhan obat, bahan medis habis pakai, alat kesehatan dan peralatan
medis di dalam kendaraan transportasi
5. Persediaan dalam kendaraan transfer meliputi kebutuhan obat, bahan medis habis pakai,
alat kesehatan dan peralatan medis harus sesuai dengan kondisi pasien serta dilakukan
pengecekan secara teratur setiap selesai melaksanakan rujukan.
6. Transportasi yang memenuhi persyaratan PPI adalah bila alat transportasi yang
digunakan terkontaminasi cairan tubuh pasien atau pasien dengan penyakit menular
harus dilakukan proses dekontaminasi
7. Setiap pengaduan/keluhan proses transportasi dalam rujukan dicatat, ditindaklanjuti dan
dilaporkan oleh penerima keluhan atau penanggungjawab transportasi.

Ditetapkan di Bantul
pada tanggal : 19 Syawwal 1442 H
31 Mei 2021 M
DIREKTUR

Dr. Estianna Khoirunnisa

Anda mungkin juga menyukai