Anda di halaman 1dari 32

TUGAS BESAR

SISTEM PENYALURAN AIR LIMBAH


(RS SRIWIJAYA KELURAHAN SEKAR JAYA
KABUPATEN OGAN KOMERING ULU)

DISUSUN OLEH :
Nama : Nabila Fitriani
Npm : 2034007

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


UNIVERSITAS BATURAJA
TAHUN AJARAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah air limbah di Indonesia menjadi isu strategis dalam pembangunan
berkelanjutan, (Soemargono, dkk.2006). Pertumbuhan dan perkembangan kota
telah memberikan dampak terhadap tingginya laju urbanisasi dan tingginya
kebutuhan lahan permukiman. Salah satu dampak tersebut adalah timbulnya
permukiman kumuh. Persoalan permukiman kumuh ini harus diselesaikan untuk
mewujudkan lingkungan permukiman yang layak dan sesuai standar hidup pada
suatu kota. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena
ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas
bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas
fungsi sebagai tempat hunian (Erick Sulestianson dkk. 2013). Tahun 2014 akhir
dari pencapaian Millnium Development Goal (MDGs), data saat ini menunjukan
prosentase masyarakat yang mempunyai akses terhadap air bersih sebesar 67,9 %
dan sanitasi 62,4 % kondisi ini bila dipertahankan Maka target MDGs tersebut
dapat tercapai (http://www.kemenkopmk.go.id.). Saat ini Pemerintah meluncukan
program 100-0-100 ( 100% akses air minum, 0% kawasan kumuh, 100% akses
sanitasi layak). Bagaimana dijelaskan pada Perpres nomor 185 tahun 2014 tentang
percepatan penyediaan air minum dan sanitasi. Pengembangan dan penerapan
teknologi di bidang sanitasi mencakup pengelolaan sanitasi yang ramah
lingkungan, akses yang lebih luas bagi masyarakat, kontinuitas layanan dan
perlindungan dan pelestarian sumber air.
Perumahan RS Sriwijaya sebagai salah satu Kelurahan yang ada di
Kabupaten Ogan Komering Ulu dari permasalahan air limbah. Persebaran
penduduk keluran RS Sriwijaya yang agak padat. Kebutuhan air bersih yang
berbanding lurus dengan air limbah buangan yang dihasilkan. Menurut Syafrudin
(2014), penanganan air limbah greywater di Kelurahan RS Sriwijaya sebanyak
94,06% dibuang ke saluran drainase dan 5,94% diresapkan ke dalam tanah. Untuk
blackwater, atau air limbah dari toilet, langsung dialirkan menuju septik tank atau
tangki septik, sedangkan air limpasan dari tangki septik diresapkan ke tanah atau
dibuang kesaluran umum.
Menurut Peraturan Pemerintah Indonesia nomor 82 tahun 2001, air limbah
adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga termasuk tinja manusia dari
lingkungan permukiman. Air limbah domestik di bagi menjadi dua yaitu
greywater dan blackwater. Greywater merupakan jenis air limbah domestik yang
proses pengalirannya tidak melalui toilet, seperti air bekas mandi, air bekas cuci
pakaian, air bekas cuci piring. Blackwater adalah jenis air limbah domestik yang
proses pengalirannya melalui toilet atau yang mengandung kotoran manusia.
Greywater yang dibuang langsung ke saluran drainase tanpa pengolahan terlebih
dahulu dapat menyebabkan penipisan oksigen, peningkatan kekeruhan,
eutrofikasi, serta kontaminasi mikroba dan bahan kimia terhadap badan air (Tilley
dan Peters, 2008). Tangki septik berkontribusi sebagai sumber pencemar melalui
kontaminasi langsung dan tidak langsung. Kontaminasi langsung seperti bakteri
pathogen, nutrient, zat organik. Sedangkan kontaminasi tidak langsung dari
masuknya air yang dapat meningkatkan penyebaran kontaminan dan atau
kelangsungan mikroba (Reay, 2004). Tangki septik sendiri kurang efektif dalam
penyisihan kandungan nutrien air limbah, dimana penyisihan total-N rendah.
Pada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 2015-2019 telah disebutkan bahwa target yang akan dicapai
adalah 100% pelayanan air minum, 0% kawasan pemukiman kumuh, dan 100%
sanitasi yang layak. Sanitasi yang dimaksud mencakup air limbah, drainase dan
persampahan. Untuk penanganan air limbah, sasaran yang direncanakan adalah
penambahan infrastruktur, air limbah sistem terpusat, pengolahan air limbah
komunal, dan peningkatan pengelolaan lumpur tinja melalui pembangunan IPLT
di berbagai kota/kabupaten di Indonesia.
Dari sekian unsur permasalahan yang tersebutkan di atas, maka unsur yang
kompleks, nyata terkesampingkan dan tidak tersentuh secara managerial apalagi
menjadi prioritas oleh banyak perhatian publik maupun pemerintah adalah unsur
air limbah. Bukanlah berarti tidak ada sama sekali perhatian atau penanganan,
namun pengelolaannya masih dapat teridentifikasi diselenggarakan dalam
pencapaian yang tidak memadai

1.2 Maksud Dan Tujuan


Maksud dan Tujuan dari perencanaan ini adalah:
1. Menghasilkan desain sistem penyaluran air limbah yang sesuai dengan
Kelurahan RS Sriwijaya Kabupaten Ogan Komering Ulu.
2. Menghasilkan desain instalasi pengolahan air limbah yang sesuai
dengan Kelurahan RS Sriwijaya Kabupaten Ogan Komering Ulu.
3. Memaksimalkan efektifitas pengolahan air limbah Kelurahan RS
Sriwijaya Kabupaten Ogan Komering Ulu.

1.3 Ruang Lingkup


1. Baku mutu air limbah domestic mengacu pada Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 68 Tahun 2016 tentang baku mutu air
limbah domestik.
2. Perencanaan sistem penyaluran mencakup pipa induk
3. Perencanaan SPAL dan Detail Engineering Design (DED) IPAL
4. Aspek yang digunakan adalah aspek teknis dan finansial
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Dan Sumber Air Limbah
Air limbah menjadi persoalan kontemporer seiring kepadatan penduduk
yang semakin meningkat. Setiap rumah tangga yang tinggal di perkotaan pasti
akan membutuhkan tempat pembuangan air limbah. Sebagian besar rumah tangga
membuang air limbah di sungai, got, selokan, atau badan air lainnya. Air limbah
mengandung senyawa-senyawa polutan yang dapat merusak ekosistem air. Air
limbah bila tidak dikelola secara baik akan dapat menimbulkan gangguan, baik
terhadap lingkungan maupun terhadap kehidupan yang ada. (Sugiarto, 2008)
Scundaria (2000) menyebutkan bahwa limbah merupakan sumber daya alam
yang telah kehilangan fungsinya, yang keberadaannya mengganggu kenyamanan
dan keindahan lingkungan. Limbah dihasilkan dari sisa proses produksi baik
industri maupun domestik/rumah tangga. Air limbah domestik adalah air limbah
yang berasal dari usaha atau kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran,
perniagaan, apartemen dan asrama. Beberapa bentuk dari air limbah ini berupa
tinja, air seni, limbah kamar mandi dan juga sisa kegiatan dapur rumah tangga.
Air limbah berasal dari berbagai sumber secara garis besar dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok, diantaranya air buangan domestik, industri, dan kotapraja.
Dengan mengetahui data sumber-sumber dari air limbah ini, dapat diperkirakan
jumlah rata-rata aliran air limbah. Dan dari data tersebut dapat dihitung
pertumbuhan dan perkembangan sebelum merencanakan sebuah bangunan
pengolahan air limbah dan pemasangan saluran pembawanya.
Air limbah yang bersumber dari rumah tangga, menurut Notoatmodjo
(2003) dalam Angreni 2009, yaitu buangan yang berasal dari pemukiman
penduduk. Pada umumnya air limbah terdiri dari excreta (tinja dan air seni), air
bekas cucian dapur dan kamar mandi dan umumnya terdiri dari bahan-bahan
organik. Air dikatakan tercemar jika adanya penambahan makhluk hidup, energi
atau komponen lainnya baik sengaja maupun tidak, kedalam air baik oleh manusia
ataupun proses alam yang menyebabkan kualitas air turun sampai tingkat yang
menyebabkan air tidak sesuai peruntukannya.
Limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses
produksi, dari berbagai skala rumah tangga layaknya industri pertambangan, dan
hasil produksi lainnya. Limbah dianggap lebih banyak menghasilkan hal negatif
dibandingkan positif sehingga menjadi limbah yang mengganggu.
2.2 Jaringan Sistem Penyaluran Air Limbah
Menurut Asal Air
1. Sistem Pengolahan Setempat
Sistem pengolahan setempat (On-site system) adalah sistem
pembuangan air limbah dimana air limbah tidak dikumpulkan /
disalurkan ke dalam suatu jaringan saluran yang akan membawanya ke
suatu tempat pengolahan air buangan atau badan air penerima,
melainkan dibuang di tempat.
2. Sistem Pengolahan Terpusat
Sistem Pengolahan Terpusat (Off site system) merupakan sistem
pembuangan air buangan rumah tangga (kamar mandi, cucian, kegiatan
dapur) yang disalurkan keluar dari lokasi pekarangan masing-masing
rumah ke saluran pengumpul air buangan dan selanjutnya disalurkan
secara terpusat ke bangunan pengolahan air buangan sebelum dibuang
ke badan perairan.
3. Sistem Penyaluran Terpisah
Sistem Penyaluran terpisah atau biasa disebut separate system / full
sewerage adalah sistem dimana air buangan disalurkan tersendiri dalam
jaringan riol tertutup, sedangkan limpasan air hujan disalurkan
tersendiri dalam saluran drainase khusus untuk air yang tidak tercemar.
4. Sistem Penyaluran Konvensional
Sistem penyaluran konvensional (conventional Sewer) merupakan suatu
jaringan perpipaan yang membawa air buangan ke suatu tempat berupa
bangunan pengolahan atau tempat pembuangan akhir seperti badan air
penerima. Sistem ini terdiri dari jaringan pipa persil, pipa lateral, dan
pipa induk yang melayani penduduk untuk suatu daerah pelayanan yang
cukup luas.
5. Sistem Riol Dangkal
Shallow sewerage disebut juga Simplified sewerage atau Condominial
Sewerage. Perbedaannya dengan sistem konvensional adalah sistem ini
mengangkut air buangan dalam skala kecil dan pipa dipasang dengan
slope lebih landai. Perletakan saluran ini biasanya diterapkan pada blok-
blok rumah.
6. Sistem Riol Ukuran Kecil
Saluran pada sistem riol ukuran kecil (small bore sewer) ini dirancang,
hanya untuk menerima bagian-bagian cair dari air buangan kamar
mandi, cuci, dapur dan limpahan air dari tangki septik, sehingga
salurannya harus bebas zat padat.
7. Sistem Penyaluran Tercampur
Sistem penyaluran tercampur merupakan sistem pengumpulan air
buangan yang tercampur dengan air limpasan hujan. Kelebihan sistem
ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem penyaluran air
buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih
ekonomis.
8. Sistem Kombinasi
Pada sistem penyalurannya secara kombinasi dikenal juga dengan
istilah interceptor, dimana air buangan dan air hujan disalurkan
bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran terbuka atau
tertutup, tetapi sebelum mencapai lokasi instalasi antara air buangan
dan air hujan dipisahkan dengan bangunan regulator.
Menurut Sistem Pengaliran
1. Sistem Pengaliran Gravitasi
Sistem ini dipakai apabila badan air berada di bawah elevasi daerah
penyerapan dan menggunakan potensial yang tinggi terhadap daerah
pelayanan terjauh.
2. Sistem Pemompaan
Sistem ini digunakan apabila elevasi badan air di atas elevasi daerah
pelayanan.
3. Sistem Kombinasi
Sistem ini digunakan apabila limbah cair dari daerah pelayanan
dialirkan ke bangunan pengolahan menggunakan bantuan pompa dan
reservoir.
2.3 Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah
2.3.1 Daerah Pelayanan
Dari faktor-faktor pertimbangan yang ada maka ditetapkan
daerah pelayanan untuk perencanaan sistem penyaluran air limbah
adalah Kelurahan RS Sriwijaya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu yang memiliki kondisi sesuai kriteria daerah
pelayanan.
Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan dalam penetapan daerah
pelayanan, antara lain:
1. Topografi lahan.
2. Pertumbuhan penduduk yang tinggi.
3. Kondisi sanitasi daerah perencanaan.
4. Pelayanan air bersih.
5. Kepadatan penduduk.
6. Fasilitas industri tidak dilayani.
2.3.2 Kuantitas Dan Fluaktuasi Air Limbah
Kuantitas dan Fluktuasi air limbah sama dengan fluktuasi air
bersih yaitu memiliki variasi berdasarkan tahunan, harian dalam
seminggu, dan jam dalam sehari. Fluktuasi air limbah mempunyai
kurva yang sejenis dengan kurva pemakaian air bersih, karena 50-80%
dari air bersih yang digunakan menjadi air limbah terhadap fungsi
waktu (Hardjosuprapto, 2000). Timbulan air limbah memiliki aliran
puncak yang terjadi pada siang hari dan aliran minimum pada jam 2-6
pagi saat aktivitas dalam pemakaian air bersih sedikit. Pada jam
puncak terdapat infiltrasi air permukaan dan air tanah yang masuk ke
dalam timbulan air limbah secara konstan. Faktor hari maksimum
pada air bersih memiliki nilai 1,1-1,25 diasumsikan sama dengan
faktor hari maksimum pada air limbah. Faktor-faktor air limbah yang
ditetapkan berada pada nilai minimum dan maksimum. Nilai tersebut
dipengaruhi oleh luas daerah dan pendapatan dari masyarakat
(Hardjosuprapto, 2000).
2.3.3 Jenis Saluran
Berdasar sistem penyalurannya, (pembuangan) air limbah
diklasifikasikan ke dalam 2 tipe:
1) Sistem Terpisah
a. Sistem Penyaluran Air Limbah menyalurkan air limbah dari
perumahan dan fasilitas umum maupu industri
b. Sistem Penyaluran Air Hujan membawa air limpasan dari
hujan yang jatuh di atap gedung, jalan, dan permukaan lainnya.
2) Sistem Gabungan menggabungkan sistem penyaluran air limbah
dan air hujan dalam satu saluran.
2.3.4 Jenis Dan Bentuk Pipa
Menurut Hardjosuprapto (2000), pipa penyaluran air limbah
dibedakan menjadi pipa persil, pipa servis, pipa lateral, dan pipa induk
dengan fungsi sebagai berikut:
a. Pipa persil
Berfungsi untuk menerima air limbah domestik dari alat plambing
yang sebelumnya ditampung pada bak kontrol. Kemiringan untuk
pipa persil dianjurkan 2% dengan diameter pipa berkisar 100–150
mm memiliki kedalaman saat pembenaman pipa 0,45–0,6 m. Pipa
persil umumnya digunakan pipa tanah liat atau PVC.
b. Pipa Servis
Merupakan pipa yang menerima sambungan air limbah domestik
dari pipa persil dan disambungkan langsung ke pipa lateral
melalui manhole. Kemiringan untuk pipa lateral berkisar 0,6%-
1% dengan diameter awal 150 mm memiliki kedalaman awal saat
pembenaman pipa 0,6 m serta lebar galian minimum sebesar 0,45
m. Pipa servis terletak memanjang di depan atau bagian belakang
rumah dan diluar pekarangan rumah.
c. Pipa Lateral
Pipa ini berfungsi untuk menerima air limbah domestik dari pipa–
pipa servis dialirkan ke pipa cabang. Kemiringan pipa service
berkisar 0,5%-1% dengan diameter pipanya sebesar 200 mm,
pembenaman awal 1,2 m. Pipa lateral terletak di sepanjang
perumahan
d. Pipa Induk
Pipa induk merupakan pipa utama yang menerima percabangan
dari pipa–pipa lateral menuju tempat pengolahan akhir (IPAL)
dengan kemiringan pipa sebesar 0,2% - 1%.
e. Pipa cabang
Pipa saluran yang menerima air limbah dari pipa-pipa lateral.
Umumnya digunakan pipa bulat lingkaran. Diameternya
bervariasi tergantung dari debit yang mengalir pada masing-
masing pipa. Kemiringan pipa sekitar 0,2%-1%.
Bentuk pipa yang digunakan untuk jaringan perpipaan air
limbah adalah (Zevri, 2010) :
a. Saluran terbuka
Terdiri dari dua (2) jenis yaitu saluran terbuka dengan aliran yang
berfluktuasi kecil dan berfluktuasi besar. Kedua jenis saluran ini
berbentuk persegi. Bentuk saluran persegi memiliki keuntungan
dan kerugian yaitu bisa dibangun ditempat, kurang kuat, lebih
tebal, dan adanya death zone.
b. Saluran tertutup
Terdiri dari dua (2) jenis yaitu berbentuk lingkaran dan bulat
telur. Bentuk lingkaran digunakan saat debit konstan dan aliran
tertutup, selain itu saluran berbentuk lingkaran digunakan pada
pipa persil dan servis. Kriteria untuk pengaliran saluran berbentuk
lingkaran adalah : 1. Vmaks pada saat d = 0,815 D. 2. Qmaks
pada saat d = 0,925 D. Keuntungan saluran berbentuk lingkaran
yaitu lebih kuat, mudah di dapat, gaya yang terjadi pada saluran
lebih merata, tetapi kerugiannya yaitu diameter dan panjangnya
terbatas.
Bentuk bulat telur pada saluran digunakan saat debit tidak
konstan dan alirannya tertutup, biasanya digunakan untuk pipa
lateral, cabang, dan induk. Kriteria untuk pengaliran saluran
berbentuk telur adalah : 1. Vmaks pada saat d = 0, 89 D. 2.
Qmaks pada saat d = 0, 94 D. Saluran berbentuk telur ini
memiliki keuntungan adalah kedalaman renang lebih tinggi serta
dapat mengatasi fluktuasi aliran tetapi kerugiannya adalah sulit
diperoleh di pasaran, harganya mahal, dan pemasangannya susah
dan lama. Pemilihan bentuk pipa untuk air limbah, harus
berdasarkan beberapa pertimbangan berikut (Hakim, 2017) :
a. Topografi, apabila kemiringannya cukup untuk mengalirkan
maka menggunakan saluran terbuka dalam saluran tertutup.
Sedangkan kemiringan yang datar menggunakan saluran
tertutup tetapi biayanya jadi meningkat.
b. Ketersediaan tempat dalam penempatan pipa, apabila tersedia
lahan yang cukup dapat menggunakan saluran berbentuk
trapesium. Sedangkan untuk lahan yang kecil menggunakan
saluran berbentuk segitiga atau segiempat.
c. Hidrolis pengaliran, mempertimbangkan kedalaman renang
dan kecepatan yang minimum.
d. Konstruksi dari pipa harus memiliki kekuatan dan daya tahan
yang cukup besar untuk menampung beban air limbah, kedap
air, dan tertutup.
e. Ekonomis dan teknis, pertimbangan biaya sangat penting
untuk perencanaan dan memberikan kemudahan saat
kontruksi.
Bentuk penampangan pipa menurut Lampiran II
Permen PUPR No.04 tahun 2017 yaitu :
a. Pipa Plastik (PVC)
Pipa bahan PVC untuk sambungan rumah dan pipa cabang.
Ukuran diameter 300 mm dengan panjang standar 6 m.
b. Pipa Beton
Pada pipa induk, beton bertulang juga dipakai dengan
diameter lebih besar dari pada PVC maksimal, dengan
linning plastik atau epoksi (diproses monolit di pabrik) atau
cat bitumen (coal tar epoxy) (dilakukan setelah instalasi di
lapangan)
c. Pipa Cast Iron
Untuk bangunan layang di atas tanah (perlintasan sungai,
jembatan, dan sebagainya) tidak cocok apabila diaplikasikan
pada daerah payau, sambungan rumah karena biaya mahal
dan daerah dengan tanah mengandung sulfat.
d. Vitrified Clay Pipe (VCP)
Untuk pipa pengaliran gravitasi dan sebagai sambungan
rumah. Ukuran diameter 100-1.050 mm dan 100-375 mm
dengan Panjang 0,6-1,5 m.
2.3.5 Dimensi Pipa
Penentuan dimensi perpipaan transmisi dan distribusi dapat
menggunakan formula :
a. Q = V x A.................................................................(2.3)
A = 0,785 D2 .............................................................(2.4)
Dengan :
Q = debit (m3 /detik)
V = kecepatan pengaliran(m/detik)
A = luas penampang pipa(m3 )
D = diameter pipa (m)
b. Menghitung Kapasitas aliran yang terjadi di dalam pipa dengan
mengunakan persamaan Hazen-William :
Q = 0,2785 .𝐶ℎ𝑤 . 𝐷 2,63 . 𝑆 0,54 .......................................(2.5)
Dengan :
Q = Debit aliran pada pipa (m3 )
Chw = Koefisien kekasaran Hazen william
R = Jari-jari hidrolis (m)
D = Diameter pipa (m)
S = Kemiringan (m)

2.4 Bangunan Pelengkap Sistem Penyaluran


1. Manhole, berfungsi sebagai lubang kontrol sambungan jaringan
perpipaan. Manhole dapat ditempatkan pada setiap perubahan
kemiringan pipa, diameter pipa dan perubahan arah aliran setiap
pertemuan atau percabangan saluran (Rakhmananda, et al., 2016)
2. Drop manhole, digunakan apabila pipa penerima memiliki elevasi
permukaan air lebih rendah serta memiliki beda tinggi ≥0,45 m
terhadap dasar pipa pada suatu manhole pertemuan.
3. Shyphon, digunakan apabila saluran air buangan melintasi sungai atau
rel kereta api.
4. Bangunan penggelontor, berfungsi sebagai pembersih saluran air
limbah terhadap endapan dan pembusukan yang disebabkan oleh
material organik air limbah, serta mempercepat transportasi kotoran
sehingga waktu detensi kecil. Penggelontoran merupakan penambahan
air dengan debit dan kecepatan tertentu ke dalam saluran jaringan
perpipaan air limbah. Air yang digunakan untuk menggelontor tidak
bolek mengotori saluran, berasal dari air tanah, air hujan, air minum
dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), air sungai, danau dan
sebagainya (Kurniawan & Dewi, 2015)
5. Terminal clean out, berfungsi sebagai penunjang kerja manhole.
Terminal clean out biasanya diletakkan pada ujung awal saluran dan
dekat dengan manhole.
6. Vent, berfungsi untuk mengeluarkan gas yang terakumulasi dalam pipa
dan untuk menyesuaikan tekanan udara dalam saluran atau manhole
menjadi sama dengan tekanan udara luar.
7. Pompa, digunakan apabila wilayah penyaluran air limbah tidak dapat
menerapkan sistem gravitasi. Kapasitas pompa direncanakan
berdasarkan aliran puncak air limbah. Jenis pompa yang biasa
digunakan adalah centrifugal non clogging (Kurniawan & Dewi, 2015).
2.5 Aspek Hidrolika
Hidrolika digunakan dalam perhitungan tinggi muka air dan kecepatan
aliran. Hidrolika juga digunakan dalam menghitung passing capacity guna
mendapatkan debit pembanding yang perhitungannya didasarkan pada tinggi
muka air hasil pengamatan di lapangan. Analisis hidrolika pada penelitian ini
menggunakan program HEC-RAS. Dalam menghitung passing capacity
digunakan beberapa nilai debit coba-coba sebagai input HEC-RAS. Dari beberapa
input ini akan diperoleh suatu nilai debit yang menghasilkan output berupa nilai
tinggi muka air yang paling mendekati tinggi muka air pengamatan lapangan.
Nilai debit inilah yang akan dijadikan sebagai pembanding debit hasil analisis
hidrologi. Perhitungan tinggi muka air rencana didasarkan pada debit hasil
analisis hidrologi yang paling mendekati debit pembanding hasil perhitungan
passing capacity.
Transportasi sedimen digunakan untuk menganalisis pengaruh aliran air
terhadap stabilitas alur sungai. Dengan diketahuinya tinggi muka air maksimum
yang akan terjadi dan sifat-sifat material butiran pada suatu alur sungai, maka bisa
dianalisis apakah terjadi erosi pada alur sungai atau tidak terjadi. Geoteknik
dikhususkan untuk menguji stabilitas tebing sungai terhadap tekanan tanah.
Tebing yang memiliki stabilitas kecil memiliki potensi longsor lebih besar. Tanpa
ada aliran sungai dibawahnya pun, tebing yang memiliki stabilitas kecil dapat
mengalami kelongsoran.
Hal ini sering terjadi pada tebing-tebing di lokasi perumahan atau pada jalan
raya. Untuk memudahkan analisis, pengujian stabilitas tebing pada penelitian ini
menggunakan program GeoStudio 2004 Slope/W Analysis. Berdasarkan hasil
analisis stabilitas alur dan stabilitas tebing ini kemudian ditentukan yang dianggap
sebagai penyebab kelongsoran. Penyebab kelongsoran bisa salah satu dari kedua
faktor tersebut. Namun tidak tertutup kemungkinan keduanya menjadi penyebab
kelongsoran.
Konstruksi penanganan kerusakan tebing dipilih berdasarkan penyebab
terjadinya kerusakan. Jika hasil analisis menyatakan bahwa kerusakan tebing yang
terjadi diakibatkan oleh alur sungai yang tererosi, maka alternatif konstruksi yang
dapat digunakan sebagai pelindung tebing sungai adalah revetment bronjong batu,
krib bronjong batu atau shootcrete. Jika hasil analisis menyatakan bahwa
kerusakan yang terjadi diakibatkan oleh kecilnya stabilitas tebing, maka alternatif
konstruksi yang dapat digunakan adalah konstruksi grouting dan nailing,
konstruksi dinding penahan tanah, konstruksi sheet pile, atau konstruksi bronjong
batu. Terjadinya kerusakan pelindung tebing sungai pada umumnya diawali oleh
kerusakan pondasi yang ditandai oleh tergerusnya dasar sungai. Karena itu perlu
dibuat suatu konstruksi pengaman dasar sungai untuk mencegah penggerusan
dasar sungai dan untuk mengurangi kecepatan arus air di depan perkuatan tebing
sungai.
2.6 Bangunan Pengolahan Pertama (Pre-Treatment)
Ditujukan guna menghilangkan bahan-bahan yang dapat mengganggu
proses atau unit-unit pengolahan. Pengolahan pendahuluan amat penting sebagai
dasar berhasil atau tidaknya proses pengolahan selanjutnya.
a) Bar Screen
Berguna untuk menyaring benda-benda kasar yang ada pada air limbah.
Bar Screen umumnya terbuat dari batangan besi atau baja yang
dipasang sejajar membentuk kerangka yang kuat. Kisi-kisi tersebut
dipasang melintang pada saluran sebelum unit pengolahan selanjutnya,
membentuk sudut 30o sampai 60o terhadap bidang datar saluran
(Seelye,1960).
b) Ekualisasi
Ekualisasi digunakan untuk mengatasi permasalahan operasional yang
disebabkan oleh variasi debit, untuk meningkatkan kinerja proses
selanjutnya, dan untuk meminimalkan ukuran dan pengurangan biaya
dari fasilitas. Menurut Metcalf dan Eddy (2004), Parameter desain yang
penting pada unit ekualisasi adalah waktu tinggal (td< 2jam) dan
kedalaman bak (1,5 – 2 m).
2.7 Bangunan Pengolahan Kedua (Biologis)
Pengolahan tahap kedua pada prinsipnya bertujuan menghilangkan zat
organik terlarut dan suspended solid didalam limbah cair [12]. Berikut pengolahan
tingkat kedua yang umum dipakai dalam sistem pengolahan limbah cair:
Sedimentasi Sedimentasi bisa berbentuk lingkaran atau segi empat. Pada saat ini
aliran air limbah sangat tenang untuk mengendap. Kriteria-kriteria yang
dibutuhkan untuk menentukan ukuran bak sedimentasi ialah : surface loading
(beban permukaan), kedalaman bak, dan waktu tinggal.
Cara menghitung beban permukaan adalah:
𝑉𝑜 = 𝑄 𝐴………………………………………………………………. (2-2)
Vo = Laju limpahan/ beban permukaan (m3 /m2 hari)
Q = aliran rata-rata harian (m3 /hari)
A = Total luas permukaan (m2 )
Surface loading sering juga disebut dengan istilah overflow rate. Waktu
tinggal dihitung dengan membagi volume bak dengan laju aliran masuk
𝑡 = 24𝑥𝑉 /𝑄…… (2-3)
t = Waktu tinggal (jam)
V = Volume bak (m3 )
Q = Laju rata-rata harian (m3 /hari)
Sedangkan untuk menghitung persentase removal dari BOD dan TSS pada
unit sedimentasi adalah dengan menggunakan rumus :
%𝐵𝑂𝐷 𝑅𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 = 𝐵𝑂𝐷𝑖𝑛−𝐵𝑂𝐷𝑜𝑢𝑡 𝐵𝑂𝐷𝑖𝑛 𝑥 100%
…………………………………… (2-4)
%𝑇𝑆𝑆 𝑅𝑒𝑚𝑜𝑣𝑎𝑙 = 𝑇𝑆𝑆𝑖𝑛−𝑇𝑆𝑆𝑜𝑢𝑡 𝑇𝑆𝑆𝑖𝑛 𝑥 100%
……………………………………... (2-5)
Selain beberapa perhitungan tersebut, pada unit clarifier ini dapat pula
dihitung produksi lumpur removal rate dari produksi lumpur adalah 63%. Berikut
ini adalah cara perhitungan yang digunakan:
a) Jumlah produksi lumpur perhari = Nilai TSS Influent (g/m3 ) x Removal
Rate Lumpur x (debit rata-rata limbah(m3 /s)) x 86.400 s/d x kg/1000g ……
(2-6)
b) Produksi lumpur unit clarifier setiap menit Untuk menghitung produksi
lumpur permenit di unit clarifier ini, maka akan digunakan asumsi bahwa
specific grevity dari lumpur adalah 1,03, dan lumpur mengandung 4,5%
solid
c) Menghitung kapasitas pompa
Dengan demikian ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada
perancangan bioreaktor, yaitu:
a) Bentuk bioreaktor mudah untuk dioperasikan dan mudah pula dalam
pemeliharaan
b) Agitasi dan aerasi harus bisa diatur sesuai dengan kebutuhan biokatalis
untuk melakukan metabolisme secara optimal
c) Pengendalian suhu, pH, dan faktor fisikokimia lain merupakan bagian
perlengkapan bioreactor.
d) Bentuk geometri serupa pada penggandaan skala, karena umumnya
bioreaktor diuji terlebih dahulu dalam skala kecil.
e) Proses evaporasi diupayakan tidak berlebihan.
f) Konsumsi energi untuk pengoperasian dibuat seminimal mungkin.
g) Proses evaporasi diupayakan tidak berlebihan.
Lumpur Aktif (activated sludge) Proses pengolahan air limbah secara
biologis dengan sistem biakan tersuspensi telah dipakai secara luas di seluruh
dunia untuk pengolahan air limbah domestik. Proses ini secara prinsip adalah
proses aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO2 dan H2O, NH4
dan sel biomassa baru. Untuk suplai oksigen biasanya dengan menghembuskan
udara secara mekanik. Sistem pengolahan air limbah dengan biakan tersuspensi
yang paling umum dan telah difungsikan secara luas yakni proses pengolahan
dengan sistem lumpur aktif (activated sludge processes). Sedangkan parameter
penting dalam pengolahan lumpur aktif adalah : - Beban BOD (BOD loading rate
atau volumetric loading rate). Beban BOD yaitu jumlah massa BOD pada air
limbah yang masuk dibagi volume reaktor. Persamaan yang digunakan adalah :
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐵𝑂𝐷 = 𝑄𝑥𝑆𝑜 𝑉 ………………………………………… (2-7)
Q = Debit air limbah (m3 /hari)
So = Konsentrasi BOD dalam air limbah yang masuk (kg/m3 )
V = Volume reaktor (m3
Isi di dalam bak aerasi pada proses pengolahan limbah dengan sistem
lumpur aktif disebut sebagai Mixed liquor yang merupakan campuran antara air
limbah dengan biomassa mikroorganisme serta padatan tersuspensi lainnya.
MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa material organik
dan mineral, termasuk di dalamnya adalah mikroorganisme.
2.8 Bangunan Pengolahan Ketiga (BP II)
Pengolahan ini merupakan kelanjutan dari pengolahan-pengolahan
terdahulu. Oleh sebab itu, pengolahan jenis ini baru akan dipergunakan jika pada
pengolahan pertama dan kedua masih banyak terdapat zat tertentu yang masih
berbahaya untuk masyarakat umum.
a) Filtrasi
Filtrasi adalah pemisahan padat-cairan dimana cairan melalui media
atau material untuk menyaring sebanyak mungkin suspended solids.
Pada pengolahan air buangan filtrasi difungsikan untuk menyaring
efluen dari pengolahan tahap kedua, yang telah diolah secara kimia, dan
air limbah yang diolah menggunakan bahan kimia. Kecepatan 32 filtrasi
untuk jenis open filter konvensional adalah 4 – 10 m/jam. Dimana
kecepatan aliran pada bak filtrasi bisa dihitung dengan rumus Va=Q/A.
b) Disinfeksi/Klorinasi
Disinfeksi adalah proses untuk membunuh mikroorganisme pathogen.
Disinfeksi bisa menggunakan klor, ozon, dan sinar ultraviolet.
Desinfeksi dengan memakai klor selain dapat membunuh
mikroorganisme pathogen, juga dapat menghilangkan ammoniak.
Proses ini merupakan proses terakhir dalam pengolahan air buangan,
yaitu dengan membubuhkan khlor yang bertujuan untuk :
 Mereduksi bakteri golongan Coli dengan penambahan chlor sampai
melewati break event point, sehingga terdapat chlor bebas.
 Penurunan ammonia bebas dengan breakpoint chlorination
Disinfeksi berguna untuk menghilangkan bakteri yang terdapat
pada air buangan, khususnya bakteri golongan coli. Desinfeksi
yang sering dipakai adalah Chlor (Cl2) atau kaporit (Ca(OCl)2).
Sebelum digunakan kaporit ini dilarutkan dalam air. Kadar Chlor
dalam kaporit umumnya 70 %, sedangkan kadar Khlor dalam CL2
dipasaran sampai 65 %. Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka
pencampuran chlor dan air buangan harus dibuat dengan dosis yang
tepat.
2.9 Bangunan Secara Kimia
Secara umum karakteristik kimia dalam air limbah terbagi menjadi dua,
yaitu kimia organic dan anorganik. Jumlah materi organik amat dominan, karena
75% dari zat padat tersuspensi dan 40% zat padat tersaring merupakan bahan
organik, yang terdiri dari senyawa karbon, hidrogen,oksigen dan ada juga yang
mengandung nitrogen. Sedangkan Materi / senyawa anorganik tersusun dari
semua kombinasi elemen yang bukan tersusun dari karbon organik. Karbon
anorganik dalam air limbah pada umumnya terdiri dari grit, sand, dan mineral-
mineral, baik, suspended maupun dissolved.
a) Kimia organik
 Minyak dan lemak: minyak dan lemak merupakan komponen utama
bahan makanan yang juga banyak ditemukan pada air limbah. Minyak
dan lemak membentuk ester dan alcohol atau gliserol dengan asam
gemuk. Gliserid pada asam gemuk ini berbentuk cairan pada keadaan
biasa dikenal sebagai minyak dan ketika dalam bentuk padat dan ketal
dikenal sebagai lemak.
 Deterjen atau Surfactant: Surfactant merupakan singkatan dari surface
active agents yang berasal dari detergent pencuci pakaian. Membentuk
busa yang stabil pada saat proses aerasi. Keberadaannya dideteksi
dengan menggunakan larutan methylene blue. Nama lain dari surfactant
adalah methylene blue active substance atau disingkat dengan MBAS.
 Biochemical Oxygen Demand (BOD): mendefinisikan Biochemical
Oxygen Demand (BOD) sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi bahan
organik yang ada di perairan. Parameter yang paling banyak digunakan
adalah BOD5 (Sutrisno, 2002).
 Chemical Oxygen Demand (COD): merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat
dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts dan Santika, 1984).
b) Kimia anorganik
 pH (Derajat Keasaman): adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas kondisi asam atau basa suatu larutan. pH juga
merupakan suatu bentuk untuk menyatakan konsentrasi ion H+.
 Chlorida (Cl): Kadar klorida di dalam air alami ditimbulkan dari
rembesan klorida yang ada pada batuan dan tanah serta dari daerah
pantai dan rembesan air laut. Kotoran manusia mengandung 6 mg
klorida untuk setiap orang/hari. Pengolahan secara konvensional masih
kurang berhasil untuk dapat menghilangkan bahan ini, dan dengan
adanya klorida di dalam air, maka menunjukkan bahwa air tersebut
telah mengalami pencemaran atau mendapatkan rembesan dari air laut.
 Logam Berat: Nikel (Ni), magnesium (Mg), timbal (Pb), kromium (Cr),
kadmium (Cd), zeng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe) dan air raksa (Hg)
adalah contoh dari logam berat. Beberapa jenis logam biasanya
digunakan untuk pertumbuhan kehidupan biologis, misalnya pada
pertumbuhan algae ketika tidak ada logam pertumbuhannya terhambat.
Akan tetapi, bila jumlahnya berlebihan akan mempengaruhi
kegunaannya karena timbulnya daya racun yang dimiliki. Oleh sebab
itu, keberadaan zat ini penting diawasi jumlahnya di dalam air limbah.
2.10 Bangunan Pengolahan Lumpur
Sludge drying beds adalah salah satu teknik pengeringan lumpur
konvensional yang sering digunakan. Tipikal lapisan terdiri atas pasir kasar
dengan tebal 15 – 25 cm di dasarnya dan lapisan diatasnya di beri batu pecah. Di
dasar juga diberi Effluent berupa pipa berlubang sebagai underdrainnya. Effluent
dari underdrain terkadang juga dikembalikan lagi ke unit pengolahan. Tipikal
bentuk sludge drying bed umumnya persegi panjang. Lumpur dihamparkan pada
beds dengan ketebalan 20 – 30 cm dan dibiarkan mengering. Periode pengeringan
umumnya 10 – 15 hari. Menurut Syed Qasim (1985) kriteria desain SDB adalah
sebagai berikut:
 Loading rate = 150 – 400 kg/m2
 Tebal lapisan lumpur = 20 – 30 cm
 Tebal lapisan bed = 20 – 60 cm
 Rasio P:L = 1 – 4
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
3.1 Kondisi Wilayah Perencanaan
Wilayah perencanaan pada tugas akhir ini mencakup area pemukiman di RS
Sriwijaya Kelurahan Sekar Jaya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan
Komering Ulu. Untuk lokasi unit pengolahan air limbah domestik dapat
memanfaatkan lahan kosong atau di jalan pemukiman.
3.2 Aspek Fisik Kota
Aspek fisik pada Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah RS Sriwijaya
Kelurahan Sekar Jaya Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu
meliputi: Posisi geografis dan wilayah administratif, Kondisi Topografi, Geologi,
Hidrologi, Tata guna lahan, Fungsi dan peranan wilayah perencanaan.
3.3 Penduduk Dan Tenaga Kerja
Jumlah Penduduk = 1.154 jiwa
Tenaga Kerja = 462 orang
3.4 Sosial
Kondisi sosial RS Sriwijaya Kelurahan Sekar Jaya bila dilihat dari
kebudayaannya yang masih menggunakan kebudayaan lama campur modern
yaitu masih ada adat-adat nenek moyang yang masih dipraktikkan dalam
kehidupan budaya RS Sriwijaya Kelurahan Sekar Jaya seperti dalam tradisi adat
pernikahan yang selalu ada tradisi kondangan dalam pernikahan tersebut, selain
itu juga ada tradisi yang tidak pernah hilang, seperti Perayaan Hari Besar Islam,
Maulid Nabi, Isra Mi’raj dan Tahlilan. Semuanya rutin dilakukan, karena bagi
masyarakat desa kramatlaban budaya tradisional atau religius sangatlah penting
menurut ajaran agama. Jumlah penduduk RS Sriwijaya Kelurahan Sekar Jaya
berdasarkan agama mayoritas penduduk Islam.
3.5 Pertanian
Saat ini pemerintah telah melakukan langkah untuk meningkatkan kualitas
sector pertanian di RS Sriwijaya Kelurahan Sekar Jaya. Pemerintah berencana
untuk menjalankan beberapa program seperti jaminan kerja para petani dan
pengadaan asuransi pertanian. Bantuan teknologi akan dibagikan oleh pemerintah
kepada para petani berupa alat hasil pertanian seperti traktor, mesin panen
otomatis, dan mesin tanam. Pemerintah sangat berharap dengan adanya teknologi
serta peran dari para pemuda-pemudi RS Sriwijaya Kelurahan Sekar Jaya dapat
mengembangkan sektor pertanian. Salah satu rencana lainnya yang juga akan
dilakukan ialah penggunaan lahan tidur, dikarenakan lahan yang berpotensi masih
belum optimal pemanfaatannya.
3.6 Industri
Jumlah total perusahaan industri RS Sriwijaya Kelurahan Sekar Jaya
Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten Ogan Komering Ulu menurut jenis industri
pada Tahun 2022, yaitu:
a) Besar dan sedang = 1 Buah
Tenaga Kerja = 6 orang
b) Kecil = 36 Buah
Tenaga Kerja = 136 orang
c) Rumah Tangga = 172 buah
Tenaga Kerja = 320 orang

3.7 Geologi
Struktur geologi pada daerah perencanaan dibedakan atas struktur geologi
pada dataran rendah dan darah perbukitan. Di dataran rendah, struktur geologinya
berupa struktur batuan endapan (alluvium) yang berasal dan endapan sungai
sehingga mengandung pasir dan iempung. Sedangkan daerah perbukitan memiliki
strukturgeologi yang sebagian besarberupa batuan beku.
Di daerah perencanaan ini struktur batuan endapan yang ada terdin dari:
a) Alluvial Hidromorfyang terdiri dari endapan tanah liat.
b) Assosiasi Alluvial kelabu dan coklat kekelabuan, yang terdiri dari endapan
tanah liat dan pasir.
Sedangkan struktutr batuan beku yang ada terdiri dari Mediteran cokiat tua,
yang mengandung tufavulkan mtermedier. Berdasarkan peta tanah yang
dikeluarkan oleh Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1983, klasifikasi tanah
tersebut mempunyai karaktenstik seperti berikut:
a) Tanah alluvial, baik alluvial hidromorj maupun asosiasi alluvial merupakan
jenis tanah yang tidak peka terhadap erosi.
b) Sedangkan tanah jenis mediteran cokiat tua adalah tanah yang agak peka
terhadap erosi.
Kondisi tanah yang agak mediteran cokiat tua sesuai dengan sifat dan
kemampuannya dapat dipergunakan untuk bangunan aktivitas publik, yaitu untuk
tanah jenis alluvial. Sedang untuk tanah jenis mediteran lebih sesuai untuk
dipergunakan sebagai pemukiman yang skala aktivitasnya tidak terlalu padat.
walau membutuhkan penanganan khusus untuk mengurangi gejala erosi yang
lebih mudah timbul, seperti dengan penghijauan. Daerah perencanaan mempunyai
jenis tanah yaitu tanah alluvial.
3.8 Tata Guna Lahan
Sesuai dengan peran dan kedudukannya serta aktivitas dan kecenderungan
perkembangannya yang ada sekarang, maka daerah perencanaan akan
dikembangkan dengan fungsi utama sebagai kawasan pusat transportasi, wilayah
kerja pelabuhan dan rekreasi kota, dengan strategi pengembangan yang telah ada.
BAB IV
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
4.1 Perhitungan Debit Air Buangan
4.1.1 Debit Air Buangan Dosmetik
Debit hari maksimum adalah debit air limbah domestik pada
kondisi pemakaian air maksimum dalam satu hari selama satu tahun.
Faktor debit hari maksimum bervariasi berkisar 1,1-1,25 dari debit
rata-rata air limbah. Persamaan tersebut dapat dilihat pada
persamaan 2.7 (Hardjosuprapto, 2000):
qmd = fmd ×qr
Keterangan :
qmd = Debit rata-rata hari maksimum (L/detik)
fmd = Faktor debit hari maksimum (1,1-1,25)
qr = Debit rata-rata air limbah (L/detik)

Kebutuhan air adalah sebesar 150 L/orang/hari untuk


Sambungan Rumah (SR), sedangkan 90 L/orang/hari untuk Keran
Umum (KU).
Contoh perhitungan RS Sriwijaya Keluarahan Sekar Jaya
Q air buangan domestik Th 2022 :
= 70% x 1154 jiwa x 150 L/org/hari
= 121170 L/hari
= 121,170 m3/hari
Kuantitas tiap blok pelayanan adalah:
Qair buangan domestik
= Jumlah penduduk x 70 % kebutuhan air bersih
Dimana kebutuhan air bersih adalah sebesar 150 L/orang/hari.
Untuk memudahkan perhitungan, maka diasumsikan 1(satu) rumah
berisi 5 jiwa.
Sehingga untuk mencari jumlah penduduk pada blok pelayanan,
yaitu:
Jumlah penduduk pada blok = rumah pada blok x 5jiwa
Contoh perhitungan
Pada blok 1:
Diketahui luas blok 1 = 1,8125 Ha
Jumlah rumah pada blok 1 = 82 rumah
Sehingga jumlah penduduk pada blok 1 adalah:
Jumlah penduduk blok 1 = 82 rumah x 5 jiwa
= 410 jiwa
Qair buangan domestik = 410 jiwa x 150 L/org/hari x 70%
= 43,05 m3/hari
4.1.2 Debit Air Buangan Non Dosmetik
Debit air buangan non domestik adalah debit air buangan yang
berasal dari fasilitas komersil, fasilitas umum, institusional, industri
dan bangunan non domestik tergantung dari pemakaian air dan
jumlah penghuni fasilitas-fasilitas tersebut.
Dalam perencanaan ini untuk kawasan industri yang dilayani
hanya air buangan dari fasilitas sanitasinya, sedangkan untuk air
buangan industrinya tidak dilayani oleh sistem penyaluran air
buangan, karena karakter air buangan industri berbeda dengan
karakteristik air buangan domestik, maka air buangan industri harus
diolah terlebih dahulu.
Untuk menghitung debit air buangan non domestik, maka
prosentase air buangan yang terbuang (70%)dikalikan dengan jumlah
kebutuhan air bersih dari non domestik tersebut.
Qnd = 70 %xQair bersih non domestit………………………(4.7)
Kebutuhan air yang digunakan berdasarkan standar yang telah ada.
Contoh perhitungan RS Sriwijaya Kelurahan Sekar Jaya:

a) Fasilitas Pendidikan
Jumlah TK pada Tahun 2022 = 3 buah
Jumlah murid pada 1 TK = 72 orang
Standar kebutuhan air bersih untuk pendidikan = 16 L/orang/hari
Q air buangan :
= 70 % x 3 buah x 16 L/orang/hari x 72 orang
= 24192 L/hari = 2.419,2 m3/hari
b) Fasilitas Peribadatan
Jumlah Masjid pada Tahun 2005 = 2 buah
Standar kebutuhan air bersih Masjid = 2 m3/unit/hari
Qair buangan
= 70% x 2 buah x 2 m3/unit/hari
= 2,8 m3/hari
Contoh perhitungan
Pada blok 2:
Kuantitas air buangan non domestik:
Jumlah masjid = 2 unit
Standar kebutuhan air bersih untuk masjid= 2 m3unit/hari
Q non domestik =  fasilitas x konsumsi air bersih x 70 %
= 1 unit x 2 m3unit/hari x 70 %
= 1,4 m3/hari
4.2 Rencana Saluran Air Buangan
4.2.1 Pemilihan Bentuk Dan Jenis Pipa
Pemilihan bahan saluran perlu mempertimbangkan beberapa faktor
antara lain:
1. Ketersediaan bahan
2. Ketersediaan pekerja
3. Ketersediaan pabrik pembuat pipa dan aksesoris pipa
4. Keahlian dalam pemilihan bahan. Untuk mengetahui bahan pipa
yang umum dipakai pada penyaluran air limbah adalah sebagai
berikut:

Tabel 4.1
Bahan Pipa yang Umum dipakai untuk Penyaluran Air Limbah
Bahan Dasar Pipa Penyalur Keterangan
Air Limbah
Pipa beton Pada umumnya
digunakanpada pipa dengan
ukuran diameter mencapai
600 mm, lebih ekonomis
akan tetapi kualitas kurang
baik, sering berubah bentuk,
kurang tahan asam.
Pipa fibreglass Sangat tahan asam, akan
tetapi harganya sangat
mahal. Diperlukan untuk
menangani air limbah yang
sangat korosif
Pipa keramik tanah liat Memiliki ukuran diameter ≤
600 mm. Tahan asam, akan
tetapi mudah pecah.
Pipa plastik Tahan korosi dan tekanan
dengan usia operasi yang
relatif panjang.
Pengalirannya baik akan
tetapi harganya sangat
mahal.
Pipa semen asbes Kurang taham asam.
Hargarelatif murah, dengan
sambungan kedap air dan
infiltrasi rendah,
pengalirannya baik, serta
mudah penanganannya.

4.2.2 Perhitungan Pembebanan Saluran


Sebelum diolah di IPAL, air limbah domestik memerlukan
sistem penyaluran untuk membawanya ke IPAL. Air limbah akan
disalurkan melalui pipa-pipa yang terbagi menjadi pipa primer,
sekunder, dan tersier. Setiap pipa mempunyai beban yang berbeda
tergantung jumlah pelayanannya. Diperlukan perhitungan
pembebanan pipa untuk mengetahui berapa debit air limbah yang
masuk ke dalam pipa tersebut beserta limpasannya. Contoh
perhitungan dapat dilihat di bawah ini:
Cluster 1
Saluran tersier 5 -1
- Penduduk terlayani = 24
- Debit air bersih = 4334,4 L/hari
- Debit air limbah rata-rata = 3467,5 L/hari
= 3,47 m3/hari
= 4 x 10-5 m3detik
- Debit puncak = 3,47 m3/hari x 1,22
= 4,23 m3/hari
= 5 x 10-5 m3detik
- Debit minimum = 0,01 m3/hari
= 1 x 10-7 m3detik
Saluran sekunder 1 -2
- Penduduk terlayani
Saluran tersier 5 - 1 = 24
Saluran sekunder 1 – 2 = 36
Total penduduk terlayani 1 - 2 = 60
- Debit limbah rata-rata
Saluran tersier 5 - 1 = 3,47 m3/hari
Saluran sekunder 1 – 2 = 5,20 m3/hari
Total debit rata-rata 1 - 2 = 8,67 m3/hari
= 1 x 10-4 m3 /detik
- Debit limbah puncak:
Saluran tersier 5 - 1 = 4,23 m3/hari
Saluran sekunder 1 – 2 = 6,35 m3/hari
Total debit puncak 1 - 2 = 10,58 m3/hari
= 1,2 x 10-4 m3/detik.
Gambar 4. 1
Sketsa pembebanan saluran 1b – 1c
4.2.3 Perhitungan Dimensi Pipa Air Buangan
Dalam perencanaan sistem penyaluran air limbah, sangat penting untuk
menghitung dimensi pipa sesuai dengan kebutuhannya. Contoh perhitungan
dimensi pipa dapat dilihat di bawah ini:
Cluster 1
Saluran tersier 5 -1
Panjang saluran = 113,6 m
Qpeak total = 0,00005 m3/detik
Elevasi tanah awal = +10 m
Elevasi tanah akhir = +8,6 m
Slope medan = Δ𝐻 = 10−8,6 = 0,013
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 113,6
Diameter pipa yang akan dipasang menggunakan diameter minimum untuk
shallow sewer yaitu adalah 0,1 m (4”). Dilakukan pengecekan kembali
terhadap Qp/Qf untuk mengetahui kapasitas pipa pada saat debit puncak.
Qfull cek = 0,3117 𝐷2,667𝑆1
𝑛 2
= 0,3117 0,1 2,667
0,0130,5
0,013
= 0,00583 m3/detik
Qpeak/Qfull cek = 0,00005 m3/detik / 0,00583 m3/detik
= 0,008
Qmin = 1×𝑄𝑎𝑣𝑒×( 𝑃 )0,2
5 1000
= 15×0,00005 m3/detik×( 24 )0,2
1000
= 3,8 x 10 m /detik
-6 3

Qmin/Qf cek = 3,8 x 10-6 m3/detik / 0,00583 m3/detik


= 0,001
Nilai Qmin/Qfull cek diplotkan pada kurva hidrolik pipa air buangan
(Gambar 2.1) untuk mendapatkan nilai Vmin/Vfull.
Vmin/Vfull = 0,2
Vfull = 𝑄𝑓
1 ×𝜋×𝐷2
4
= 0,04 m3/detik
1×𝜋×D2
4
= 0,7 m/detik
Vmin = 0,3 m/detik
4.3 Penanaman Pipa
Setelah perhitungan diameter, perlu dihitung kedalaman penanaman
pipa. Dari perhitungan penanaman pipa dapat membantu pembuatan profil
hidrolis dan mengetahui kebutuhan pompa pada SPAL. Kedalaman
penanaman maksimal pipa direncanakan mencapai 5 meter dengan
penanaman awal pipa minimal 0,7 dari muka tanah. Contoh perhitungan
penanaman pipa cluster 1 adalah sebagai berikut
Cluster 1
Saluran tersier 5 -1
Panjang saluran = 113,6 m Elevasi tanah awal = +10 m Elevasi tanah
akhir = +8,6 m Diameter pipa (D) = 0,1 m
Slope pipa = 0,013
Headloss = Slope x panjang saluran
= 0,013 x 113,6 m
= 1,45 m
Elevasi bawah awal = Elevasi tanah awal – 0,7 – D
= 10 m – 0,7 m – 0,1 m
= +9,2 m
Elevasi bawah akhir = Elevasi bawah awal – Headloss
= 9,2 m - 1,45 m
= +7,75 m
Elevasi atas awal = Elevasi bawah awal + D
= 9,2 m + 0,1 m
= +9,3 m
Elevasi atas akhir = Elevasi bawah akhir + D
= 7,45 m - + 0,1 m
= +7,85 m
Kedalaman penanaman pipa
- Awal = Elevasi tanah awal - Elevasi bawah awal
= 10 m - 9,2 m
= 0,8 m
= 8,6 m - 7,75 m
= 0,8 m

Saluran sekunder 1 -2
Panjang saluran = 45 m Elevasi tanah awal = +8,6 m Elevasi tanah akhir
= +8,6 m Diameter pipa (D) = 0,1 m
Slope pipa = 0,003
Headloss = Slope x panjang saluran
= 0,003 x 45 m
= 0,135 m

4.4 Bangunan Pelengkap


4.4.1 Manhole
Manhole berfungsi sebagai pertemuan beberapa cabang saluran
yang memiliki ketinggan sama maupun tidak sama. Selain itu
manhole juga digunakan sebagai sarana pembersihan,
pemeliharaan, perbaikan saluran (Masduki, 2000). Penempatan
manhole pada perencanaan ini terletak pada pipa lurus, belokan,
pertigaan, dan perempatan. Ukuran manhole direncanakan sebesar
60 x 60 cm. Jarak antar manhole lurus adalah 100 m. Contoh
kebutuhan manhole pada cluster 1.

Gambar 5. 2
Sketsa Peletakan Manhole Saluran Tersier Dan Sekunder
4.4.2 Drop Manhole
Drop manhole adalah bangunan yang berfungsi untuk mencegah
terjadinya terjunan bebas dengan ceburan air yang dapat merusak
dasar manhole serta mengganggu operator. Juga mengurangi H2S
yang lepas. Drop manhole dipasang jika elevasi permukaan air pada
riol penerima lebih rendah dan mempunyai perbedaan tinggi > 0,6 m
terhadap dasar riol pemasukannya dalam satu manhole pertemuan.
Sebelum sampai di riol pertemuan itu, riol pemasukannya harus
dibelokkan terlebih dahulu miring/vertikal ke bawah ke luar manhole
dengan sambungan Y atau T.
4.4.3 Ventilasi Udara
1. Lubang-lubang ventilasi ditempatkan pada dinding-dinging yang
saling berhadapan agar terjadi aliran udara yang baik dalam
ruang.
2. Lubang-lubang ventilasi ditempatkan tidak sama tinggi dari
lantai agar terjadi aliran udara yang baik dalam ruang.
3. Cerobong udara keluar dibuat setinggi mungkin agar terjadi
aliran udara yang baik dalam ruang (efek cerobong).
4. Tinggi letak lubang ventilasi masuk sedemikian sehingga aliran
udara masuk mengenai daerah hunian (living zone) pada batas
ketinggian 0.30 m1.80m diatas lantai.
5. Lubang-lubang ventilasi sebaiknya dibuat dengan kombinasi
ventilasi horizontal dan vertikal.
6. Untuk kenyamanan ruang, kecepatan aliran udara dibuat
berkisar antara 0.10-0.15 m/detik. Untuk kesehatan tidak
melebihi 0.5 m/det, atau kurang dari 0.10 m/det.
Suhu udara yang mengalir mempengaruhi kenyamanan,
udara yang mengalir dengan kecepatan 0.6 m/det pada suhu 300
C tidak terasa jelek, tetapi aliran udara dengan kecepatan 0.15
m/det. Pada suhu 120 C terasa tidak enak. Udara yang mengalir
diatas lantai yang dingin terasa tidak enak.
Udara yang mengalir dengan kecepatan 0.10 m/det didaerah
pegunungan terasa sangat dingin pada kaki. Pada tempat-tempat
dengan kecepatan udara tinggi, dikendalikan dengan memasang
penahan atau pembelok arah angin (deflektor) pada bukaan,
yang dapat digerakkan untuk mengatur arah angin, dan
kecepatan angin masuk.
4.4.4 Pompa
Pompa merupakan suatu alat yang digunakan untuk
memindahkan zat cair dari permukaan yang rendah ke
permukaan yang lebih tinggi. Sedangkan pemompaan
didefinisikan sebagai penambahan energi untuk memindahkan
zat cair dari permukaan yang rendah ke permukaan yang lebih
tinggi atau dari tekanan rendah ke tekanan yang lebih tinggi.
Prinsip pemindahan zat cair ini berdasarkan perubahan tekanan
kerja yang diberikan oleh pompa tersebut pada zat cair yang
dipindahkan (Mahatyanta 2016). Tekanan kerja yang diberikan
oleh pompa akan digunakan untuk:
 Mengatasi kerugian tekanan pada pompa dan sistemnya
 Mengatasi tekanan atmosfir
 Mengatasi tekanan kerja pada tempat yang akan dituju zat cair
tersebut.
Head pompa adalah energi per satuan berat yang harus
disediakan untuk mengalirkan sejumlah zat cair yang
direncanakan sesuai dengan kondisi instalasi pompa, atau tekanan
untuk mengalirkan sejumlah zat cair,yang umumnya dinyatakan
dalam satuan panjang.
Headsistem = Hfmayor + Hfminor
Keterangan:
Headsistem = Kehilangan tekanan pada sistem pemompaan (m)
Hfmayor = Kerugian gesek dalam pipa (m)
Hfminor = Kerugian gesek akibat aksesoris pipa (m)
HfMayor = Q 1,25
xL
0,00155 x c x D2,63

Keterangan:
Hfmayor = Kerugian gesek dalam pipa (m)
Q = Debit air yang dipompa (L/detik)
C = Koefisien gesek
D = Diameter Pipa (mm)
L = Panjang Pipa (m)
HfMinor = k x V2
2xg
Keterangan:
Hfminor = Kerugian gesek akibat aksesoris pipa (m)
k = Koefisien jenis aksesoris
v = Kecepatan rata – rata aliran (m/s)
g = Percepatan gravitasi
Headsistem = Hfmayor + Hfminor + Hstatis
4.4.5 Rencana Bangunan Manhole
Cluster 1
Saluran tersier 5 - = 113,6 m
1 Panjang saluran
Diameter terpasang = 100 mm
Jarak antar manhole = 100 m
Manhole yang digunakan = 2 buah
- manhole lurus
Saluran sekunder 1 = 45 m
-2 Panjang saluran
Manhole yang digunakan = 1 buah
- manhole belok
Saluran primer 1b - = 17,2 m
1c Panjang saluran
Manhole yang digunakan = 1 buah
- manhole perempatan

Gambar 4.2
Sketsa peletakan manhole saluran primer

Perhitungan jumlah manhole dan tipe manhole yang ada pada setiap saluran.
4.4.6 Bangunan Syphon
Dalam merencanakan pembuatan siphon beberapa hal harus
dipertimbangkan. Khususnya untuk siphon yang melintasi dasar
sungai.
 Siphon harus bisa bertahan saat kondisi saluran tanpa air. Artinya
jika sewaktu-waktu air datang kembali, secara otomatis siphon bisa
bekerja dengan normal dan langsung bisa mengalirkan air kembali.
Caranya adalah dengan menahan gaya uplift, yaitu gaya tekanan
hidrostatis yang menekan ke bagian atas. Satunya lagi adalah gaya
penahan yang mengarah ke bagian bawah siphon. Sehingga ketika
dua gaya ini seimbang, maka siphon bisa tetap berada pada kondisi
normal.
 Posisi siphon harus sesuai dengan kedalaman sungai. Artinya
siphon tidak terganggu oleh kondisi permukaan dasar sungai yang
membuat saluran bisa terkikis. Terletak horisontal di bagian tengah
sungai, kemudian miring di bagian lereng sungai, dan juga ada
lapisan penutup berupa pasangan gabion atau bronjong.
 Pembuatan siphon juga harus memperhatikan energi aliran air di
dalam saluran. Sehingga harus berada di sungai dengan bentang
terpendek dan meminimalisir belokan pada setiap konstruksi siphon.
Dalam metode pembuatan siphon ini biasanya dilakukan dengan
diversion chanel (saluran pengelak) atau diversion tunnel
(terowongan pengelak) dan juga dewatering. Pada metode pertama
dilakukan pengalihan aliran sungai berupa saluran pengelak yang
terbuka, atau juga bisa digunakan saluran pengelak tertutup.
Sebelum membuat saluran tersebut dibuat cofferdam (tanggul
penahan) untuk membatasi aliran air agar tidak mengganggu lokasi
diversion tersebut. Saluran-saluran ini digunakan untuk mengalihkan
aliran sungai, sehingga pengerjaan siphon bisa dilakukan dengan
mudah tanpa harus mengganggu debit aliran sungai.
Sedangkan untuk dewatering merupakan sebuah metode yang
digunakan untuk pembuatan siphon saat sungai sedang kosong.
Biasanya pengerjaan dewatering ini dilakukan pada musim kemarau,
sehingga aliran sungai bisa jadi sangat kecil, atau juga kosong sama
sekali. Metode dewatering ini sering dilakukan karena biayanya
relatif lebih kecil daripada metode lainnya. Itulah konstruksi
pembuatan siphon yang digunakan untuk memperluas saluran irigasi.
Sehingga masyarakat bisa mendapat air lebih mudah dan lebih
efektif.

4.5 Elevasi Saluran


Saluran 1 – 2 merupakan saluran pertemuan dengan saluran 5 – 1 sehingga
elevasi bawah awal mengikuti elevasi akhir saluran sebelumnya.
Elevasi bawah awal = Elevasi bawah akhir saluran 5 – 1
= +7,75 m
Elevasi bawah akhir = Elevasi bawah awal – Headloss
= 7,75 m - 0,135 m
= +7,62 m
Elevasi atas awal = Elevasi bawah awal + D
= 7,75 m + 0,1 m
= +7,85 m
Elevasi atas akhir = Elevasi bawah akhir + D
= 7,62 m - + 0,1 m
= +7,72 m
Kedalaman penanaman pipa
- Awal = Elevasi tanah awal - Elevasi bawah awal
= 8,6 m – 7,75 m
= 0,8 m
- Akhir = Elevasi tanah akhir - Elevasi bawah akhir
= 8,6 m - 7,62 m
= 0,93 m

Saluran primer 1b -1c


Panjang saluran = 17,2 m
Elevasi tanah awal = +8,6 m
Elevasi tanah akhir = +7,6 m
Slope pipa = 0,058
Headloss = Slope x panjang saluran
= 0,058 x 17,2 m
=1m
Saluran 1b – 1c merupakan saluran percabangan dengan saluran 1a – 1b, 4-
1b, dan 9 – 1b. Elevasi awal mengikuti kedalaman saluran sebelumnya
dengan memilih elevasi akhir yang paling rendah. Hal ini dilakukan untuk
menjaga tersambungnya tiap saluran agar air limbah tetap dapat mengalir.
Elevasi akhir 1a – 1b = +7,75 m
Elevasi akhir 4 – 1b = +6,86 m
Elevasi akhir 9 – 1b = +7,68 m

Elevasi bawah awal = Elevasi bawah akhir saluran 4 – 1b


= +6,86 m
Elevasi bawah akhir = Elevasi bawah awal – Headloss
= 6,86 m - 1m
= +5,86 m
Elevasi atas awal = Elevasi bawah awal + D
= +5,86 m + 0,1 m
= +5,96 m
Elevasi atas akhir = Elevasi bawah akhir + D
= +5,86 m - + 0,1 m
= +6,86 m
Kedalaman penanaman pipa
- Awal = Elevasi tanah awal - Elevasi bawah awal
= 8,6 m – 6,86 m
= 1,69 m
- Akhir = Elevasi tanah akhir - Elevasi bawah akhir
= 8,6 m - 7,62 m
= 1,69 m
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari sistem penyaluran air limbah antara lain: debit air limbah
total yang disalurkan melalui perpipaan air limbah adalah 1,69 m3 /detik dengan
diameter pipa primer sebesar 600 mm, slope pipa yang digunakan agar kecepatan
air limbah memenuhi syarat kecepatan minimum adalah 0.4%. Kedalaman
penanaman pipa air limbah awal adalah 1.69 m dan kedalaman pipa akhirnya
adalah 1,69 m.

5.2 Saran
1. Apabila akan diimplementasikan harus diverifikasi kembali dengan data
dilapangan dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih baik dan detail.
2. Dibutuhkan kegiatan sosialisasi secara berkala kepada masyarakat
mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta penyaluran
dan pemeliharaan air limbah domestik oleh lembaga pemerintahan,
organisasi, serta komunitas yang terkait hingga tidak terjadi kegiatan
BABS dan perilaku tidak sehat lainnya serta terciptanya pengelolaan air
limbah yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Fajarwati, A. 2000. Perencanaan Sistem penyaluran Air Buangan Domestik Kota


Palembang (Studi Kasus: Kecamatan Ilir Timur I dan Kecamatan Ilir Timur
II). Bandung: Program Studi Teknik Lingkungan ITB

Kurniawan, A., dan Dewi, A. D. 2015. Perencanaan Sistem Penyaluran Air


lImbah Domestik Kota Bogor Menggunakan Air Hujan untuk Debit
Penggelontoran. Jurnal Manusia dan Lingkungan 22 (1), 39-51

Sugiharto. (2008). Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: Universitas


Indonesia Press

Syafrudin. 2014. Ringkasan Disertasi Pengolahan Air Limbah Domestik Tipe


Greywater Menggunakan Reaktor Upflow Anaerobic Sludge Blanket
(UASB). Semarang: Program Doktor Ilmu Lingkungan Univesitas
Diponegoro

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup

Anda mungkin juga menyukai