Anda di halaman 1dari 8

TUGAS EKONOMI INDUSTRI

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA

Oleh:
RISMAWATI (A1A019201)

ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNS
UNIVERSITAS MATARAM
TP. 2021/2022
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA

Kondisi Perindustrian Indonesia

Secara umum industri di Indonesia dapat diklasifikasikan atas: (a) Industri primer/hulu yaitu
mengolah output dari sektor pertambangan (bahan mentah) menjadi bahan baku siap pakai untuk
kebutuhan proses produksi pada tahap selanjutnya; (b) Industri sekunder/manufaktur yang
mencakup: industri pembuat modal (mesin), barang setengah jadi dan alat produksi, dan industri
hilir yang memproduksi produk konsumsi.

Pada tahun 2020, kontribusi sektor industri pengolahan mencapai 17,89%. Selain itu, kinerja
gemilang sektor industri tercemin pada capaian nilai ekspor dan investasi. Tahun 2020, ekspor
sektor industri mencapai USD131,13 miliar atau berkontribusi sebesar 80,30% dari total ekspor
nasional. Sedangkan, nilai investasi sektor industri pada tahun 2020 sebesar Rp272,9 triliun,
meningkat dibanding tahun 2019 yang mencapai Rp216 triliun. Hingga saat ini, terdapat 128
kawasan industri yang sudah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri dan telah beroperasi.
Sementara itu, ada 38 kawasan industri yang saat ini masih dalam tahap konstruksi.
Pengembangan kawasan industri (KI) prioritas dalam RPJMN 2020-2024, sebanyak 27 KI yang
sebagian besar di luar Pulau Jawa, yaitu 14 KI di Sumatera, 6 KI di Kalimantan, 1 KI di Madura,
1 KI di Jawa, 3 KI di Sulawesi dan Maluku, 1 KI di Papua, serta 1 KI di Nusa Tenggara.

Kebijakan Pengembangan Industri di Indonesia

Perkembangan di sektor industri adalah salah satu sasaran pembangunan di bidang ekonomi
pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif mandiri, maju dan berdaya
saing. Karena di bidang ini sektor industri mampu menciptakan lapangan usaha, sehingga
mampu memperluas lapangan kerja, maka dapat meningkatkan standar kesejahteraan hidup
masyarakat. Mengulas berbagai macam potensi di sektor industri di nusantara memang seolah
tak pernah ada habisnya. Bahkan, bisa dikatakan seluruh daerah di pelosok negeri ini, dari
sabang sampai merauke memiliki potensi unggulan masing-masing yang bisa menyokong
pertumbuhan ekonomi daerah setempat.
Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan dalam pengembangan sektor industri di
Indonesia, diantaranya:

1. Kebijakan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah

Definisi industri kecil dan menengah, menurut undang-undang adalah sebagai berikut :

a. Sesuai dengan Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, definisi usaha kecil
termasuk industri dan dagang kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria
sebagai berikut : - Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (Dua ratus juta
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau ; - Memiliki hasil penjualan
tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (Satu milyar rupiah)
b. Sesuai dengan Inpres No. 10 tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah
menyebutkan usaha menengah adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari
Rp 200.000.000,- (Dua ratus juta rupiah), sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,-
(Sepuluh milyar rupiah).

Pembinaan dan pengembangan IKM di Indonesia tentunya didasarkan pada definisi tersebut
diatas dengan tujuan agar terwujudnya; kesempatan berusaha, kesempatan bekerja, struktur
industri yang kuat ditandai dengan meningkatnya keterkaitan antara industri kecil, menengah dan
besar, upaya pelestarian seni/budaya, sistem distribusi barang dan jasa yang efesien,
pembangunan di setiap daerah yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas perekonomian di
setiap daerah, serta meningkatnya pemsaran dalam negeri dan ekspor.

IKM memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat
dari jumlah unit usaha yang berjumlah 3,4 juta unit pada tahun 2013 dan merupakan lebih dari
90 persen dari unit usaha industri nasional. Peran tersebut juga tercermin dari penyerapan tenaga
kerja IKM yang menyerap lebih dari 9,7 juta orang pada tahun 2013 dan merupakan 65,4 persen
dari total penyerapan tenaga kerja sektor industri non migas. Disamping itu, IKM juga memiliki
ragam produk yang sangat banyak, mampu mengisi wilayah pasar yang luas, dan menjadi
sumber pendapatan bagi masyarakat luas serta memiliki ketahanan terhadap berbagai krisis yang
terjadi. Dengan karakteristik tersebut, maka tumbuh dan berkembangnya IKM akan memberikan
andil yang sangat besar dalam mewujudkan ekonomi nasional yang tangguh, dan maju yang
berciri kerakyatan.
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah diharapkan melakukan pembangunan dan
pemberdayaan industri kecil dan industri menengah untuk mewujudkan industri kecil dan
industri menengah yang berdaya saing, berperan signifikan dalam penguatan struktur industri
nasional, ikut berperan dalam pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja, serta
menghasilkan barang dan/atau jasa Industri untuk diekspor. Dalam upaya meningkatkan
pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah, Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah perlu melakukan perumusan kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan,
dan pemberian fasilitas. Dalam rangka merumuskan kebijakan, ditetapkan prioritas
pengembangan industri kecil dan industri menengah dengan mengacu paling sedikit
kepadasumber daya Industri daerah, penguatan dan pendalaman struktur industri
nasional,sertaperkembangan ekonomi nasional dan global.

2. Kebijakan Pengembangan Kawasan Industri

Pengembangan Kawasan Industri menjadi salah satu cara yang digunakan oleh Pemerintah
dalam melakukan industrialisasi di negaranya. Kawasan Industri adalah suatu tempat pemusatan
kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang disediakan dan dikelola oleh
perusahaan kawasan industri. Hal ini berbeda dengan Zona Industri yang juga merupakan
pemusatan industri tetapi tanpa dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang memadai.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) (1962) menjelaskan jika ada beberapa hal yang perlu
dipersiapkan dalam pembangunan fisik dari suatu kawasan industri, yakni:

a) Perencanaan Kawasan Industri


Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan kawasan industri yang dibangun bernilai ekonomi,
sesuai dengan fungsinya, dan menarik bagi para pelaku industri.
b) Transportasi
Penyiapan sarana transportasi yang sesuai dengan karakteristik dari industri yang akan
berada dalam kawasan tersebut. Selain mengakomodasi kebutuhan perusahaan yang ada,
transportasi untuk karyawan yang akan bekerja di kawasan tersebut juga harus diperhatikan.
Karena itu jaringan logistik melalui pelabuhan dan multimoda angkutan barang (jalan, kereta
api, transportasi udara) menjadi hal penting berikut akses karyawan ke lokasi Kawasan yang
akan dikembangkan.
c) Penyediaan Infrastruktur
Dasar Suatu kawasan industri sebaiknya berada di jarak yang cukup dengan infrastruktur
publik, seperti air, energi, dan utilitas, atau pengelola kawasan harus mengembangkan sendiri
infrastruktur dasar tersebut di dalam Kawasan industri yang dikembangkan.
d) Layout
Dalam penyediaan layout (master plan), dasar yang harus dipertimbangkan adalah supply
chain yang meliputi efektivitas dan efisiensi pergerakan barang, orang, dan jaringan utilitas
(air, gas, energi, dll). Hal-hal seperti penyediaan lahan parkir dan bongkar muat, ukuran dan
cakupan pabrik, serta penyediaan untuk ekspansi di kemudian hari juga menjadi perhatian
e) Gedung Pabrik
Kawasan Industri harus mampu menyediakan bangunan dengan harga termurah dan
konstruksi yang efektif dan efisien, serta konsisten dengan standar kondisi dan suasana
lingkungan bekerja yang baik (keamanan, ketertiban, kebersihan, dan kesehatan)

Selain semua syarat pembangunan fisik kawasan industri tersebut, penyediaan lahan yang
diperuntukkan untuk kawasan industri menjadi syarat penting bagi pengembangan suatu kawasan
industri, termasuk di Indonesia. Hal tersebut disebabkan masalah ketersediaan lahan sering kali
menjadi masalah utama dalam pengembangan kawasan industri di negara berkembang (Fong,
1980).

Di Indonesia, pada awalnya kawasan industri hanya dikembangkan oleh pemerintah


melalui BUMN sebagai reaksi terhadap meningkatnya jumlah industri dengan dampak polusi
lingkungan yang diakibatkannya, keterbatasan infrastruktur, dan masalah perkembangan
kawasan permukiman yang berdekatan dengan lokasi industri. Namun seiring dengan
meningkatnya investasi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, maka pemerintah
melalui Keppres No. 53 tanggal 27 Oktober tahun 1989 mengijinkan usaha kawasan industri
dikembangkan oleh pihak swasta. Bagi pihak swasta, kebijakan baru dibidang usaha kawasan
industri ini merupakan suatu peluang usaha baru yang cukup menguntungkan. Sejak pihak
swasta diperbolehkan mengembangkan kawasan industri, maka pertumbuhan kawasan industri
bertumbuh dengan pesat sekali.

3. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri


Era globalisasi dewasa ini menjadi kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap negara, tidak
terkecuali Indonesia. Proses interaksi dan saling pengaruh-mempengaruhi, bahkan pergesekan
kepentingan antar bangsa terjadi dengan sangat cepat dan menyang kut masalah yang semakin
kompleks. Batas-batas teritorial negara pun sekarang tidak lagi menjadi pembatas bagi
kepentingan masing-masing negara. Di bidang ekonomi dan politik terjadi perubahan seperti
adanya pasar bebas yang telah banyak dipraktekan di berbagai negara di dunia.

Indonesia adalah salah satu Negara yang melakukan kegiatan perdagangan bebas. Tentunya
dalam melaksanakan kegiatan ini terdapat dampak – dampak yang mempengaruhi perekonomian
Negara. Bukan hanya dampak positif bagi komsumen yang bisa mendapatkan barang – barang
berkualitas internasional dengan mudah, tapi tentunya tidak sedikit pula dampak buruk bagi
pelaku usaha di Indonesia yang harus mengalami persaingan yang sangat ketat dengan tanpa
dukungan kualitas penjualan yang terkadang jauh dengan pesaing asing. Pemberitaan tentang
membanjirnya produk-produk impor di dalam negeri, dari berbagai jenis seperti pakaian,
makanan, minuman, aneka produk hortikultura sampai dengan mainan anak-anak, belakangan
kian gencar saja.

Saat ini, ada berbagai produk dalam negeri yang seharusnya mampu menjadi pilihan
masyarakat dan mempunyai kekuatan untuk memenangkan persaingan dibandingkan dengan
produk asing. Produk ini diantaranya pakaian jadi, batik, sepatu, sandal, mebel, buah lokal, sayur
lokal, ikan lokal, daging lokal, aneka makanan dan minuman olahan, peralatan rumah tangga
serta elektronika. Penggalakan penggunaan produk dalam negeri ini hendaknya juga terus-
menerus dilakukan pendampingan untuk peningkatan kualitas produk dan efisiensi produksi di
tingkat produsen.

Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri merupakan suatu kebijakan pemberdayaan


industri yang bertujuan untuk:

a) Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha, dan
masyarakat
b) Memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi
ketergantungan kepada produk impor, dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri
c) Memperkuat struktur industri dengan meningkatkan penggunaan barang modal, bahan baku,
komponen, teknologi dan SDM dari dalam negeri.
4. Peningkatan Standarisasi Produk Industri

Dalam rangka mendukung perkuatan daya saing, perluasan di dalam penerapan standardisasi
untuk produk-produk industri manufaktur adalah sangat penting. Selain mendorong peningkatan
kualitas produk-produk tersebut agar sesuai dengan permintaan pasar di dalam maupun di luar
negeri, penerapan standardisasi produk akan bermanfaat di dalam mendukung upaya
perlindungan konsumen.

Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam rangka
penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor. Standardisasi industri juga dapat dimanfaatkan
untuk melindungi keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan,
pelestarian fungsi lingkungan hidup, pengembangan produk industri hijau serta mewujudkan
persaingan usaha yang sehat. Pengembangan standardisasi industri meliputi perencanaan,
pembinaan, pengembangan dan pengawasan untuk Standar Nasional Indonesia (SNI), Spesifikasi
Teknis (ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC).

5. Penataan Struktur Industri

Tujuannya adalah terbentuknya struktur penguasaan pasar yang makin sehat dan kompetitif;
serta terbangunnya klaster-klaster industri yang sehat dan kuat dengan jaringan industri
pendukung setimpal dan sarana umum yang memadai. Selain itu, juga untuk memperbaiki
struktur industri nasional baik dalam hal konsentrasi penguasaan pasar maupun dalam hal
kedalaman jaringan pemasok bahan baku dan bahan pendukung, komponen, dan barang
setengah-jadi bagi industri hilir.

Pada tahap awal pembangunan industri nasional, sumberdaya industri dan wiraswastawan
industri masih sangat langka sehingga kebijakan nasional sangat permisif terhadap praktek-
praktek monopoli. Itu sebabnya hingga saat ini angka konsentrasi industri nasional termasuk
sangat tinggi. Kondisi lain yang dihadapi industri nasional adalah tingginya ketidakpastian
hubungan antara unit usaha. Kondisi ini mendorong industri tumbuh dengan pola yang sangat
terintegrasi secara vertikal.
Daftar Pustaka

Kemenperin. 2021. Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional. kemenperin.go.id.

Bappenas. 2019. Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur. bappenas.go.id.

Faisal, Ade. 2019. Analisis Kebijakan Pembangunan Industri Berbasis Aglomerasi (Kawasan)
Industri. Vol. 9, No. 2.

Anda mungkin juga menyukai