Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR

OLEH:

NURFATUNNISAH

NIM. P07120120026

KELAS A/ D-III KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

JURUSAN D-III

KEPERAWATAN TAHUN

2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR

A. PENGERTIAN
1. Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Menurut Linda Juall C. dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang.

2. Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1) Menurut jumlah garis fraktur :
a) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
c) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
d) Segmental Fraktur (bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling
berhubungan)
2) Menurut luas garis fraktur:
a) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang)
3) Menurut bentuk fragmen :
a) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
b) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a) Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
(1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit, kontaminasi
ringan, luka <1 cm.
(2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
(3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,
kontaminasi besar.
b) Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
5) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
(Mansjoer, 2000)
3. Etiologi
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh
kondisi lain menurut( Appley dan Salomon,1995) fraktur dapat terjadi karena:
1) Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan
a) Bila terkena kekuatan langsung
Tulang dapat patah dan dapat mengenai jaringan lunak. Karena
pemukulan (pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran
kemungkinan dapat menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan
jaringan lunak yang luas.
b) Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.
2) Fraktur Kelelahan atau Tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia dan
fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan
berbaris dengan jarak jauh.
3) Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang berkurang atau rapuh oleh
karena adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara lain adanya
tumor, infeksi atau osteoporosis pada tulang.

4. Patofisiologi
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan
ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke
tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak tertangani,
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total
dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot.
Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen.
(Brunner & Suddart, 2000)

5. Tahap Penyembuhan Tulang


1) Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk
kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang
berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2) Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan
untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan
menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3) Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulangawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-
4 minggu agar frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrus
4) Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-
4 bulan.
5) Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan
osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
(Smeltzer dan Bare,2002)

B. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala attau manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat
keparahan trauma serta lokasi fraktur. Menurut (Smeltzer dan Bare,2002) manifestasi
klinis fraktur antara lain:
1. Nyeri
Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang akan timbul bilamana
jaringan rusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rangsangan
nyeri (Arthur C Guyton, 1983).
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan farktur yang akan
mengakibatkan jaringan lunak yang terdapat disekitar fraktur seperti pembuluh darah,
saraf dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat rusak. Dengan terjadinya
trauma dapat merangsang pengeluaran mediator kimia (Substansi P, Bradikinin,
Prostaglandin) yang akan merangsang neuroreseptor kemudian dialirkan ke dorsal
horn pada medulla spinalis ke traktus spinotalamikus lateral ke kortek cerebri dan
akhirnya dipersepsikan nyeri.
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen diimmobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dan Kehilangan Fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas, yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada intregitas tulang tempat
melengketnya otot.
3. Pemendekan Tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain antara 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Edema
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera
6. Kontusis
Adalah cedera pada jaringan lunak, diakibatkan oleh kekerasan tumpul (mis.
pukulan,tendangan, atau jatuh).
7. Strain
Tarikan otot akibat pengunaan berlebihan,atau ster yang berlebihan, strain
adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan pendarahan ke dalam jaringan.
8. Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan
menyempit atau memutar.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear, fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik
dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera
pada daerah tersebut
C. PATHWAY

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg Nyeri Akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tlg

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lebih tinggi dari kapiler
Deformitas Peningkatan tek kapiler
Melepaskan katekolamin

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Gangguan Mobilitas Fisik Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Edema Emboli
Laserasi kulit

Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh


darah darah

Mengenai jaringan kutis dan sub Perfusi Perifer Tidak


kutis Gangguan Integritas
Kulit/Jaringan Efektif
Perdarahan

Risiko Infeksi
Kehilangan volume cairan

Risiko Hipovolemia
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada penderita fraktur diantaranya :
a. Foto rotgen
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya ftraktur atau trauma yang terjadi pada
tulang. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tampak gambar patahan
tulang.
b. CT-Scan
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan tulang atau cidera ligamen atau tendon.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Untuk melihat abnormalitas (misalkan : Tumor atau penyempitan jalur
jaringan lunak melalui tulang) jaringan lunak seperti tendon, otot, tulang
rawan.
d. Angiografi
Untuk melihat struktur vascular dimana sangat bermanfaat untuk mengkaji
perfusi arteri.
e. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil yang ditemukan biasanya lebih rendah
bila terjadi pendarahan karena trauma.
f. Pemeriksaan sel darah putih
Untuk melihat kehilangan sel padasisi luka dan respon inflamasi terhadsp
cedera. Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan yaitu leukositosis.
(Mansjoer, 2000)

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan
metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi
dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit
dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya :
a. Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metode balance
skeletal traction, pada anak di bawah 3 tahun digunakan traksi kulit Bryant,
sedangkan anak usia 3-13 tahun dengan traksi Russell.
1. Metode perkin.
Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor
dengan Steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4
bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk
kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk
gerakan ekstensi dan fleksi.
2. Metode balance skeletal traction.
Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor
dengan Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai
bawah ditopang oleh pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12
minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-
kadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu
dipasang gips hemispica atau cast bracing.
3. Traksi kulit Bryant.
Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tulang dipasang traksi
kulit, kemudian ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang diberikan beban 1-
2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
4. Traksi russel.
Anak tidur terlentang, di pasang plester dari batas lutut. Dipasang
sling di daerah popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungkan
dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4
minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang terbentuk belum
kuat benar.
b. Operatif
a) Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-
Wire (kawat kirschner), misalnya pada fraktur jari.
b) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal
fixation).
ORIF merupakan metode penata pelaksanaan patah tulang dengan
cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan sepanjang
bidang anatomik tempat yang mengalami fraktur, fraktur diperiksa dan
diteliti, Hematoma fraktur dan fragmen – fragmen yang telah mati diiringi
dari luka. Fraktur direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang
normal kembali, sesudah reduksi, fragmen – fragmen tulang
dipertahankan dengan alat – alat urto pedih berupa Pin, Pelat, srew, paku.
F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh
rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik
6) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi
yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama
pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Kaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi
alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Pemeriksaan Head to Toe
(1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
(3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
(4) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(5) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
(7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
(9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
3) Keadaan Lokal
(1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
(2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time €Normal < 3 detik“
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
G. RENCANA KEPERAWATAN

NO. STANDAR DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INDONESIA
INDONESIA (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut (D. 0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Definisi: keperawatan selama .... x........jam Observasi
Pengalaman sensorik atau diharapkan Nyeri Berkurang  Identifikasi lokasi, karakteristik,
emosional yang berkaitan dengan dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi, kualitas ,
kerusakan jarigan actual atau Tingkat nyeri : intensitas nyeri
fungsional, dengan onset  Keluhan nyeri menurun (5)  Identifikasi skala nyeri
mendadak atau lambat dan  Meringis menurun (5)  Identifikasi respons nyeri non
berintensitas ringan hingga berat  Sikap protektif menurun (5) verbal
yang berlangsung kurang dari 3  Gelisah menurun (5)  Identifikasi faktor yang
bulan.  Kesulitan tidur menurun (5) memperberat nyeri dan
 Menarik diri menurun (5) memperingan nyeri
 Berfokus pada diri sendiri  Identifikasi pengetahuan dan
Penyebab: menurun (5) keyakinan tentang nyeri
 Agen pencedera fisiologis  Diaforesis menurun (5)  Identifikasi pengaruh budaya
(mis. Inflamai,iskemia,  Perasan takut mengalami terhadap respon nyeri
neoplasma cedera berulang menurun  Identifikasi pengaruh nyeri pada
 Agen pencedera kimiawi (5) kualitas hidup
(mis. Terbakar, bahan  Ketegangan otot menurun  Monitor keberhasilan terapi
kimia iritan) (5) komplementer yan sudah diberikan
 Agen pencedera fisik (mis.  Frekuensi nadi membaik (5)  Monitor efek samping penggunaan
Abses, amputasi, terbakar,  Pola napas membaik (5) analgetik
terpotong, mengangkat  Tekanan darah membaik (5) Terapeutik
berat, prosedur operasi,  Nafsu makan membaik (5)  Berikan teknik nonfarmakologis
trauma, latihan fisik  Pola tidur membaik (5) untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
berlebih) Kontrol Nyeri TENS, hypnosis, akupresur, terapi

 Melaporkan nyeri terkontrol music, biofeedback, terapi pijat,


Gejala dan Tanda Mayor (5) aromaterapi, teknik imajinasi
Subjektif  Kemampuan mengenali terbimbing, kompres hangat/dingin,
 Mengeluh nyeri onset nyeri (5) terapi bermain)
Objektif  Kemampuan mengenali  Kontrol lingkungan yang
 Tampak meringis penyebab nyeri (5) memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
 Bersikap protektif (mis.  Kemampuan menggunakan ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Waspada, posisi teknik non-farmakologis (5)  Fasilitas istirahat dan tidur
menghindari nyeri)  Dukungan orang terdekat  Pertimbangkan jenis dan sumber
 Gelisah (5) nyeri dalam pemilihan strategi
 Frekuensi nadi meningkat  Keluhan nyeri (5) meredakan nyeri
 Sulit tidur  Penggunaan analgesic (5) Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
Gejala dan Tanda Minor pemicu
Subjektif  Jelaskan strategi meredakan nyeri
-  Anjurkan memonitor nyeri secara
Objektif mandiri
 Tekanan darah meningkat  Anjurkan menggunakan analgetik
 Pola napas berubah secara tepat
 Nafsu makan berubah  Ajarkan teknik nonfarmakologis
 Proses berpikir terganggu untuk mengurangi rasa nyeri
 Menarik diri Kolaborasi
 Berfokus pada diri sendiri  Kolaborasi pemberian analgetik,
 Diaforesis jika perlu

Kondisi Klinis Terkait Pemberian Analgesik


 Kondisi pembedahan Observasi
 Cedera traumatis  Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
 Infeksi Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
 Sindrom koroner akut intensitas, frekuensi, durasi)

 Glaukoma  Identifikasi riwayat alergi obat


 Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. Narkotika, non
narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital sebelum
dan sesudah pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic yang
disukai untuk mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum
 Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons terhadap
efek analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapu dan efek
samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi
2. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi (I.06171)
(D.0054) keperawatan selama .... X.......jam Observasi
Definisi : menit diharapkan mobilitas fisik  Identifikasi adanya nyeri atau
Keterbatasan dalam gerakan fisik meningkat dengan kriteria hasil: keluhan fisik lainnya
dari satu atau lebih ekstremitas  Pergerakan ekstemitas (5)  Identifikasi toleransi fisik
secara mandiri  Kekuatan otot (5) melakukan ambulasi
 Rentang gerak (ROM) (5)  Monitor frekuensi jantung dan
Penyebab :  Nyeri (5) tekanan darah sebelum memulai
 Kerusakan integritas  Kecemasan (5) ambulasi
struktur tulang  Kaku sendi (5)  Monitor kondisi umum selama
 Perubahan metabolisme  Gerakan tidak terkoordinasi melakukan ambulasi
 Ketidakbugaran fisik (5) Terapeutik
 Penuruna kendali otot  Gerakan terbatas (5)  Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
 Penurunan kekuatan otot  Kelemahan fisik (5) alat bantu (mis. tongkat, kruk)

 Keterlambatan  Fasilitasi melakukan mobilisasi


perkembangan fisik, jika perlu

 Kekuatan sendi  Libatkan keluarga untuk membantu

 Kontraktur pasien dalam meningkatkan


ambulasi
 Malnutrisi
Edukasi
 Gangguan muskuloskeletal
 Jelaskan tujuan dan prosedur
 Gangguan neuromuskular
ambulasi
 Indeks massa tubuh di atas
 Anjurkan melakukan ambulasi dini
persentil ke-75 sesuai usia
 Ajarkan ambulasi sederhana yang
 Efek agen farmakologis
harus dilakukan (mis. berjalan dari
 Program pembatasan gerak
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
 Nyeri
 Kurang terpapar informasi dari tempat tidur ke kamar mandi,
tentang aktivitas fisik berjalan sesuai toleransi)
 Kecemasan
 Gangguan kognitif Dukungan Mobilisasi (I.05173)
 Keengganan melakukan Observasi
pergerakan  Identifikasi adanya nyeri atau
 Gangguan sensori persepsi keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik
Gejala dan Tanda Mayor melakukan pergerakan

Subjektif  Monitor frekuensi jantung dan


 Mengeluh sulit tekanan darah sebelum memulai
menggerakkan ekstremitas mobilisasi

Objektif  Monitor kondisi umum selama

 Kekuatan otot menurun melakukan mobilisasi

 Rentang gerak (ROM) Terapeutik

menurun  Fasilitasi aktivitas mobilisasi


dengan alat bantu (mis. pagar

Gejala dan Tanda Minor tempat tidur)

Subjektif  Fasilitasi melakukan mobilisasi dini


 Nyeri saat bergerak  Libatkan keluarga untuk membantu
 Enggan melakukan pasien dalam meningkatkan
pergerakan pergerakan
 Merasa cemas saat Edukasi
bergerak  Jelaskan tujuan dan prosedur
Objektif mobilisasi
 Sendi kaku  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Gerakan tidak terkoordinasi  Ajarkan mobilisasi sederhana yang
 Gerakan terbatas harus dilakukan (mis. duduk di
 Fisik lemah tempat tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat tidur ke

Kondisi Klinis Terkait kursi)

 Stroke
 Cedera medulla spinalis
 Trauma
 Fraktur
 Osteoarthritis
 Ostemalasia
 Keganasan
3. Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi
Definisi : beresiko mengalami keperawatan selama …x...jam Observasi
peningkatan terserang organisme diharapkan dapat mengatasi Resiko Monitor tanda dan gejela infeksi
patogenik Infeksi dengan kriteria hasil: local dan sitemik
Faktor Resiko : Tingkat infeksi Terapeutik
 Penyakit kronis (mis. Kebersihan tangan meningkat  Batasi jumlah pengunjung
Diabetes militus) (5)  Berikan perawatan kulit pada area
 Efek prosedur invasive Kebersihan badan meningkat edema
 Malnutrisi (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Peningkatan paparan Nafsu makan meningkat (5) kontak dengan pasien dan
organisme pathogen Demam menurun (5) lingkungan pasien
lingkungan Kemerahanmenurun (5)  Pertahankan kondisi aseptik pada
 Ketidakadekuatan Nyeri menurun (5) pasien beresiko tinggi
pertahanan tubuh Bengkak menurun (5) Edukasi
primer Vesikel menurun (5)  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Gangguan peristaltic Cairan berbau busuk menurun  Ajarkan cara mencuci tangan dengan
 Kerusakan integritas kulit benar
(5)
 Perubahan sekresi pH  Ajarkan etika batuk
Sputum berwarna hijau
 Penurunan kerja silialis  Ajarkan cara memeriksa kondisi
menurun (5)
 Ketuban pecah lama
 Ketuban pecah sebelum Drainase purulenmenurun (5) luka atau luka oprasi
waktunya Pluria menurun (5)  Anjurkan meningkatkan asupan
 Merokok Periode malaise menurun (5) nutrisi
 Status cairan tubuh Periode menggigil menurun  Anjurkan meningkatkan asupan

 Ketidakadekuatan (5) cairan


pertahanan tubuh sekunder Letargi menurun (5) Kolaborasi

 Penurunan hemoglobin Gangguan kognitif menurun  Kolaborasi pemberian imunisasi,

 Imununosupresi (5) jika perlu

 Leukopenia Kadar sel darah putih


 Supresi respon inflamasi membaik (5)
 Faksinasi tidak adekuat Kultur darah membaik (5)
Kondisi klinis terkait : Kultur urine membaik (5)
 AIDS Kultur sputum membaik (5)
 Luka bakar
Kultur area luka membaik (5)
 Penyakit paru obstruktif
Kultur feses membaik (5)
kronis
 Diabetes militus
 Tindakan infasif
 Kondisi penggunaan terapi
steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
(D.0009) keperawatan selama ... x ... jam Observasi
Definisi: diharapkan Perfusi Perifer  Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi
Penurunan sirkulasi darah pada Meningkat dengan kriteria hasil : perifer, edema, pengisian kapiler,
level kapiler yang dapat  Kekuatan nadi perifer warna, suhu, ankle-brachial index)
mengganggu metabolisme tubuh. meningkat (5)  Identifikasi faktor risiko gangguan
Penyebab:  Penyembuhan luka meningkat sirkulasi (mis. diabetes, perokok,
 Hiperglikemia (5) orang tua, hipertensi dan kadar
 Penurunan konsentrsai  Sensasi meningkat kolesterol tinggi)
hemoglobin  Warna kulit pucat menurun (5)  Monitor panas, kemerahan, nyeri atau
 Peningkatan tekanan darah  Edema perifer menurun (5) bengkak pada ekstremitas
 Kekurangan volume cairan  Nyeri ekstremitas menurun (5) Terapeutik
 Penurunan aliran arteri  Pasastesia menurun (5)  Hindari pemasangan infus atau
dan/atau vena  Kelemahan otot menurun (5) pengambilan darah di area
 Kurang terpapar informasi  Kram otot menurun (5) keterbatasan perfusi
tentang factor pemberat  Bruit femoralis menurun (5)  Hindari pengukuran tekanan darah
(mis. Merokok, gaya hidup  Nekrosis menurun (5) pada ekstremitas dengan keterbatasan
monoton, trauma, obesitas, perfusi
 Pengisian kapiler membaik (5)
asupan garam, imobilitas)  Hindari penekanan dan pemasangan
 Akral membaik (5)
 Kurang terpapar informasi tourniquet pada area yang cedera
 Trugor kulit membaik (5)
tentang proses penyakit (mis.  Lakukan pencegahan infeksi
 Tekanan darah sistolik
Diabetes mellitus,  Lakukan perawatan kaki dan kuku
membaik (5)
hyperlipidemia)  Lakukan hidrasi
 Tekanan darah diastolik
 Kurang aktivitas fisik Edukasi
mebaik (5)
 Anjurkan berhenti merokok
 Tekanan arteri rata-rata
Gejala dan Tanda Mayor membaik (5)  Anjurkan berolahraga rutin
Subjektif  Indeks ankle-brachial  Anjurkan mengecek air mandi untuk
- membaik (5) menghindari kulit terbakar
Objektif  Anjurkan minum obat pengontrol
 Pengisian kapiler >3 detik tekanan darah secara teratur
 Nadi perifer menurun atau  Anjurkan menggunakan obat penurun
tidak teraba tekanan darah, antikoagulan, dan
 Akral teraba dingin penurun kolesterol, jika perlu
 Warna kulit pucat  Anjurkan menghindari penggunaan
 Turgor kulit menurun obat penyekat beta
 Anjurkan melakukan perawatan kulit
Gejala dan Tanda Minor yang tepat (mis. melembabkan

Subjektif kulitkering pada kaki)

 Parastesia  Anjurkan program rehabilitasi

 Nyeri ekstremitas vaskular

(klaudikasi intermiten)  Anjurkan program diet untuk

Objektif: memperbaiki sirkulasi (mis. rendah

 Edema lemak jenuh, minyak ikan omega 3)

 Penyembuhan luka lambat  Informasikan tanda dan gejala darurat

 Indeks ankle-brachial<0,90 yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit

 Bruit femoral yang tidak hilang saat istirahat, luka


tidak sembuh, hilangnya rasa)
Kondisi Klinis Terkait
 Tromboflebitis
 Diabetes mellitus
 Anemia Manajemen Sensasi Perifer
 Gagal jantung kongestif Observasi

 Kelainan jantung kongenital  Identifikasi penyebab perubahan

 Thrombosis arteri sensasi


 Identifikasi penggunaan alat
 Varises
pengikat, prostesis, sepatu dan
 Thrombosis vena dalam
pakaian
 Sindrom kompartemen
 Periksa perbedaan sensasi tajam atau
tumpul
 Periksa perbedaan sensasi panas atau
dingin
 Periksa kemampuan mengidentifikasi
lokasi dan tekstur benda
 Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-benda
yang berlebihan suhunya (terlalu
panas atau dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan termometer
untuk menguji suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung tangan
termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian kortikosteroid,
jika perlu
5. Gangguan Integritas Setelah diberikan asuhan Perawatan Integritas Kulit (L.11353)
keperawatan selama
Kulit/ Jaringan (D.0129) …….. x ...... jam diharapkan Observasi
Definisi : Integritas Kulit dan Jaringan  Identifikasi penyebab gangguan
Kerusakan kulit (dermis meningkat dengan kriteria hasil: integritas kulit (mis. perubahan
dan/atau epidermis) atau  Elastisitas meningkat (5) sirkualsi, perubahan status nutrisi,
jaringan (membrane mukosa,  Hidrasi meningkat (5) penurunan kelembaban, suhu
kornea, fasia, otot, tendon,  Perfusi jaringan meningkat lingkunagn ekstrim, penurunan
tulang, kartilago, kapsul sendi (5) mobilitas)
dan/atau ligament).  Kerusakan jaringan menurun Terapeutik
(5)  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
Penyebab  Kerusakan lapisan kulit baring
 Perubahan sirkualsi menurun (5)  Lakukan pemijatan pada area
 Perubahan status nutrisi  Nyeri menurun (5) penonjolan tulang, jika perlu
(kelebihan atau  Perdarahan menurun (5)  Bersihkan perineal dengan air
kekurangan)  Kemerahan menurun (5) hangat, terutama selama periode
 Kekurangan / kelebihan  Hematoma menurun (5) diare
volume cairan  Pigmentasi abnormal  Gunakan produk berbahan
 Penurunan mobilitas menurun (5) petroleum atau minyak pada kulit
 Bahan kimia iriatif  Jaringan parut menurun (5) kering
 Suhu lungkungan yang  Nekrosis menurun (5)  Gunakan produk berhbahan ringan/
ekstrim  Abrasi kornea menurun (5) alami dan hipoalergik pada kulit
 Faktor mekanis (mis.  Suhu kulit membaik (5) sensitive
penekanan pada  Sensai membaik (5)  Hindari produk berbahan dasar
tonjolan tulang,  Tekstur membaik (5) alkohol pada kulit kering anjurkan
gesekan) atau faktor  Pertembuhan rambut menggunakan pelembab
elektris (mis. membaik (5) (mis.lotion, serum)
elektrodiatermi, energy Edukasi
listrik bertegangan  Anjurkan minum air yang cukup
tinggi)  Anjurkan menggunakan pelembab
 Efek samping terapi (mis. lotion, serum)
radia  Anjurkan meningkatkan asupan
 Kelembaban nutrisi
 Proses penuaan  Anjurkan meningkatkan asupan
 Neuropati buah dan sayur
 Kurang terpapar  Anjurkan menghindari terpapar
informasi tentang upaya suhu ekstrim
mempertahankan  Anjurkan mengguanakn SFP
/melidungi intergitas minimal 30 saat berada di luar
kulit) ruangan
 Anjurkan mandi dan
Gejala Tanda dan Mayor mengguanakan sabun secukupnya
Subjektif :
(Tidak tersedia)
Objektif : Perawatan Luka (L.14564)
 Kerusakan integritas Observasi
jaringan dan/atau lapisan  Monitor karakteristik luka (mis.
kulit drainase, warna, ukuran,bau)
 Monitor tanda-tanda infeksi
Gejala Tanda dan Minor Terapeutik
Subjektif :  Lepaskan balutan dan plester
(Tidak tersedia) secara perlahan
Objektif  Cukur rambut di sekitar daerah
 Nyeri luka, jika perlu
 Perdarahan  Bersihkan dengan cairan NaCl atau
 Kemerahan pembersih nontoksik, sesuai
 Hematoma kebutuhan
Kondisi Klinis Terkait  Bersihkan jaringan nekrotik
 Imobilisasi  Berikan salep sesuai jenis luka
 Gagal jantung kongestif prtahankan teknik steril saat
 Gagal ginjal melakukan perawatan luka
 Diabetes mellitus  Ganti balutan sesuai eksudat dan
 Imunodefisiensi (mis. drainase
AIDS)  Jadwalkan perubahan posisi setiap
2 jam atau sesuai kondisi pasien
 Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-
1,5 g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis. vitamin A, vitamin
C, Zinc, asam amino), sesuai
indikasi
 Berikan terapi TENS (stimulasi
saraf transkytancus), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
 Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement
(mis. enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
 Kolaborasi pemberian antibiotik,
jika perlu

H. IMPLEMENTASI
Dilaksanakan sesuai intervensi

I. EVALUASI
1. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien terhadap respon langsung pada
intervensi keperawatan)

2. Evaluasi sumatif (merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai status kesehatan klien
terhadap waktu)
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (mis. abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi,
trauma, latihan fisik berlebihan).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
3. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif.
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteridan/vena, kurang aktivitas fisik.
5. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan
mobilitas, faktor mekanis (mis. penekanan padatonjolan tulang, gesekan).
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica.


Aesculpalus, FKUI, Jakarta.
Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta:
Widya Medika. Brunner, Suddart. 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Carpenito, Lynda Juall, ( 2000 ), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8,.
Penerjemah Monica Ester, Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.R (2002). Buku ajar keperawatan medical bedah brunner
dan suddarth. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia .
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai