Anda di halaman 1dari 14

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN

PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN


STADION MAULANA YUSUF KOTA SERANG
Rivaldi Maulana Abdullah
41120040
R1/A2
Jurusan Administrasi Negara, Universtitas Serang Raya
Email : rivaldimaulana96@gmail.com

Abstrak- Kehadiran pedagang kaki lima di sekitar Stadion Maulana Yusuf dianggap sebagai
penyebab kemacetan lalu lintas dan mengganggu ketertiban jalan. Seiring dengan adanya
proyek renovasi stadion, Pemerintah Kota Serang bermaksud melakukan penataan terhadap
pedagang kaki lima yang semula berjualan di sekitar Stadion Maulana Yusuf dengan
merelokasi pedagang kaki lima pada satu tempat, yakni di Pasar Baru Kepandean. Relokasi
Pedagang Kaki Lima di Stadion Maulana Yusuf ke Pasar Kepandean sudah masuk dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2018-2023. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis kebijakan penataan pedagang kaki lima,
implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima, serta kendala yang dihadapi dalam
implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Stadion Maulana Yusuf Kota
Serang. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber
data yang digunakan yaitu data sekunder dengan teknik pengumpulan data melalui
dokumentasi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penataan
pedagang kaki lima di Stadion Maulana Yusuf merupakan unsuccessful implementation
(implementasi yang tidak berhasil). Hal ini disebabkan karena beberapa permasalahan dan
kendala sehingga sebagian besar pedagang kaki lima tersebut memilih kembali berjualan di
sepanjang jalan sekitar stadion dan meninggalkan Pasar Kepandean.
Kata kunci: Implementasi kebijakan, Penataan pedagang kaki lima
Abstract- The presence of street vendors around the Maulana Yusuf Stadium is considered to
be the cause of traffic jams and disrupting road order. Along with the stadium repair project,
the City Government of Serang intends to make arrangements for the street vendors who
were originally selling around the Maulana Yusuf Stadium by relocating the street vendors to
one place, namely at Kepandean Market. The relocation of street vendors at the Maulana
Yusuf Stadium to Kepandean Market has been included in the 2018-2023 Regional Medium
Term Development Plan. The purpose of this study is to describe and analyze the street
vendor management policy, the implementation of the street vendor management policy, as
well as the obstacles encountered in implementing the street vendor management policy at
the Maulana Yusuf Stadium, Serang City. This research uses a descriptive type with a
qualitative approach. The data source used is secondary data with data collection techniques
through documentation. The results of the study indicate that the implementation of the street
vendor arrangement policy at the Maulana Yusuf Stadium is an unsuccessful implementation.
This is due to several problems and obstacles so that most of the street vendors choose to
return to selling along the roads around the stadium and leave of Kepandean Market.
Keywords: Implementation policy, Arrangement of street vendors

1
PENDAHULUAN
Kota merupakan pusat dari kegiatan suatu masyarakat. Sebagian besar masyarakat
menganggap kota sebagai tempat yang menjanjikan dalam hal mencari mata pencaharian. Hal
inilah yang kemudian menyebabkan semakin besarnya tingkat urbanisasi. Akan tetapi
modernisasi telah mengubah berbagai pekerjaan yang semula menggunakan sumber daya
manusia diubah dengan penggunaan tenaga mesin.
Hal ini membuat peluang kerja yang ada di perkotaan menjadi semakin sempit.
Sempitnya peluang kerja di perkotaan, menimbulkan tingginya persaingan untuk memasuki
lapangan pekerjaan. Sementara itu sebagian besar penduduk desa yang melakukan urbanisasi
adalah kelompok orang yang hanya berbekal harapan tanpa disertai dengan keahlian,
sehingga sesampainya di kota mereka tidak akan sanggup untuk memenuhi tuntutan
persyaratan kerja di kota. Akibatnya penduduk desa yang tidak dibekali dengan keahlian dan
pendidikan yang cukup tersebut akan melakukan apa saja yang dapat dipergunakan untuk
dapat bertahan hidup. Salah satunya adalah dengan cara menggeluti sektor informal.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sektor informal dapat diartikan sebagai,
“Usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi dan/atau distribusi barang dan jasa untuk
menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi mereka yang terlibat dalam unit tersebut
serta bekerja dengan keterbatasan, baik modal, fisik, tenaga, maupun keahlian”
(www.kamusbesar.com, 2012).
Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 Perwali Kota Serang,
mayoritas pedagang kaki lima hanya terdiri dari satu orang tenaga kerja. Keberadaan
pedagang kaki lima itu sendiri merupakan salah satu bentuk usaha sektor informal, sebagai
alternatif mendapatkan lapangan pekerjaan bagi kaum urban. Lapangan pekerjaan yang
semakin sempit dan sulit ikut mendukung semakin banyaknya masyarakat yang membuka
pekerjaan sebagai pedagang kaki lima. Semakin menjamurnya pedagang kaki lima disetiap
daerah mengakibatkan kurangnya penataan pada lingkungan di Kota, termasuk di Kota
Serang ini.
Kota Serang merupakan daerah otonom yang terbentuk melalui Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten. Dengan
lahirnya Undang-undang tersebut, maka Kota Serang berhak untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Salah satu jenis kegiatan
pemerintahan yang perlu mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Daerah Kota Serang
adalah terkait permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL). Karena keberadaan PKL ini sering
menjadi permasalahan, karena tempat yang digunakannya adalah ruang publik, seperti
trotoar, bahu jalan, badan jalan, taman kota dan sebagainya, yang sebenarnya bukan untuk
berjualan tapi digunakan untuk melakukan aktifitas perdagangan. Akibatnya selain
mengganggu ketertiban dan keindahan, masyarakat yang berjalan kaki juga merasa dirugikan
karena terpaksa turun ke badan jalan untuk berjalan dan pengguna jalan juga dirugikan
dengan menyempitnya ruas jalan, lalu lintas menjadi terhambat karena tidak leluasa bergerak
sehingga dapat menambah tingkat kemacetan. Kondisi ini ditambah oleh pertumbuhan PKL
dari tahun ke tahun yang semakin pesat dan tidak terkendali. Meskipun Pemerintah Kota
Serang telah melakukan relokasi ke tempat yang telah disediakan untuk berdagang tapi para
PKL hanya bertahan sebentar untuk menetap.
Walaupun jumlah PKL yang pesat dapat menggiatkan perekonomian telah
menimbulkan sisi yang berbeda. Berbagai permasalahan yang timbul akibat kegiatan PKL

2
antara lain ketidakteraturan, kumuh, kotor dan menambah kemacetan lalu lintas, sehingga
kesan kota yang bersih, teratur dan indah menjadi berkurang.
Dalam mengatasi permasalahan PKL tersebut, pemerintah Kota Serang mempunyai
payung hukum dalam menjalankan kewenangannya, yaitu melalui kebijakan Peraturan
Daerah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima,
pada Pasal 3 ayat 3 disebutkan bahwa tujuan dibentuknya Perda tersebut adalah untuk
mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan
yang memadai dan berwawasan lingkungan.
Pada pasal 24 Bab 8 Perda Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 disebutkan bahwa
setiap orang dilarang :
1) melakukan kegiatan usaha PKL tanpa izin TDU (Tanda Daftar Usaha);
2) melakukan kegiatan usaha di luar kawasan PKL dan/atau TKU (Tempat Kegiatan
Usaha);
3) merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang ada di lokasi PKL
dan/atau TKU yang telah ditetapkan;
4) menempati lokasi PKL dan/atau TKU untuk tempat tinggal;
5) melakukan transaksi perdagangan dengan PKL di luar lokasi PKL yang ditetapkan.
Adapun dalam implementasi kebijakan penataan PKL, setelah diamati ternyata belum
berjalan maksimal, dilihat dari indikatornya yaitu masih banyaknya kondisi PKL yang tidak
teratur dalam penempatan lokasinya. Keadaan ini dapat ditemui salah satunya di Pasar Induk
Rau, Pasar Lama, Stadion Maulana Yusuf dan di sekitar Kawasan Alun-alun yang menempati
bahu jalan dan trotoar sehingga hal ini menambah kemacetan lalu lintas jalan dan
terganggunya hak si pejalan kaki dan pengguna kendaraan. Implementasi kebijakan penataan
PKL di Kota Serang selama ini masih bersifat sporadis, belum terencana dengan baik.
Komunikasi selama ini telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Serang kepada para
PKL yang berjualan tidak pada tempatnya. Akan tetapi dikarenakan keberagaman tingkat
pendidikan PKL berpengaruh terhadap pemahaman akan pentingnya kebijakan penataan
PKL. Di benak PKL bagaimana perut dapat terisi sehingga belum menyadari akan pentingnya
ketertiban suatu kota.
Implementasi komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Serang selama ini
diduga masih adanya komunikasi yang kurang lengkap, misalnya PKL hanya diinformasikan
tidak boleh berjualan di trotoar ataupun jalan, padahal di dalam kebijakan penataan PKL
muatan isinya mengandung ancaman sanksi pidana dan denda terhadap PKL dan warga
masyarakat yang membelinya. Sedangkan secara teoritik, bahwa setiap kebijakan secara
lengkap harus sampai informasinya ke semua sasaran. Dalam hal ini PKL adalah sasaran
kebijakan, para PKL secara menyeluruh harus diberikan informasi mengenai peraturan-
peraturan tentang penataan PKL. PKL harus tahu tentang hak dan kewajibannya dalam
menjalankan usaha dagangannya. Selanjutnya kurangnya komunikasi tentang kebijakan,
dapat dilihat minimnya papan informasi tentang peraturan yang mengatur PKL pada tempat-
tempat strategis. Komunikasi yang dilakukan oleh aparat pelaksana terahadap PKL belum
secara konsisten, misalnya hari ini diberitahukan dilarang untuk berjualan pada tempat yang
dilarang namun di hari berikutnya ketika petugas melihat PKL berjualan tidak pada
tempatnya tetap dibiarkan saja.
Sebaiknya pihak Pemerintah Kota Serang dan Pihak Pedagang Kaki Lima duduk
bersama dalam rangka mencari solusi untuk mencari tempat yang layak dan strategis untuk
berjualan, karena sebelumnya para PKL pernah direlokasi ke terminal Kepandean, akan tetapi

3
tempatnya masih kurang pengunjung sehingga membuat sebagian besar pedagang kaki lima
tersebut memilih kembali berjualan di sepanjang jalan sekitar stadion Maulana Yusuf dan
meninggalkan Pasar Kepandean.
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Publik
Istilah kebijakan publik merupakan terjemahan istilah bahasa Inggris, yaitu public
policy. Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Menurut Islamy (1991, h.20)
kebijakan publik (public policy) adalah, “Serangkaian tindakan yang ditetapkan dan
dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau
berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat”. Pembuatan
kebijakan merupakan suatu tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah dan
berorientasi pada upaya pencapaian tujuan demi kepentingan masyarakat. Sedangkan
menurut Thomas R. Dye (1992), “Public Policy is whatever the government choose to do or
not to do” (kebijakan publik adalah apa pun pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu). Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan
sesuatu, tentu ada tujuannya karena kebijakan publik merupakan “tindakan” pemerintah.
Apabila pemerintah memilih untuk tidak melakukan sesuatu, juga merupakan kebijakan
publik yang ada tujuannya.
Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses
kebijakan. Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2001, h.65), merumuskan proses
implementasi sebagai: “those actions by public or private individuals (or groups) that are
directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions” (tindakan-
tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu, pejabat-pejabat, atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan).
Sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier (Agustino, 2006 : 139), implementasi
kebijakan ialah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-
undang, namun dapat pula berbentuk perintah- perintah atau keputusan-keputusan eksekutif
yang penting atau keputusan badan peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan
masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai
dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa, implementasi kebijakan
publik pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang,
namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang
penting untuk mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi guna meraih dampak atau
tujuan yang diinginkan.
Faktor-Faktor Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Dalam menentukan keberhasilan suatu kebijakan publik, banyak ahli yang
berpendapat tentang faktor-faktor yang memengaruhi hal tersebut. Dari kumpulan faktor
yang dikemukakan, maka dapat disimpulkan (Deddy Mulyadi, 2016):
a. Isu atau content Kebijakan
Faktor pertama yang diulas adalah bagaimana isu dari kebijakan tersebut, beliau
memaparkan setidaknya isu kebijakan yang baik memiliki sifat berikut yakni: isunya harus
4
jelas, tidak distortif, dan sudah ada teori yang mendukung isu tersebut sehingga dapat
dipercaya. Kemudian isu dari kebijakan itu mudah dikomukasikan ke kelompok yang
kemudian akan merasakan kebijakan tersebut serta didukung oleh sumber daya dan finansial
yang memadai.
b. Implementor dan Kelompok Target
Terlaksananya sebuah kebijakan tidak terlepas dari peran seorang implementor dan
target dari kebijakan tersebut. Implementor yang baik seharusnya memiliki sifat kapabilitas,
kompetensi, komitmen, dan konsistensi agar kebijakan tersebut dapat berjalan efektif. Tidak
hanya seorang implementor, tetapi target kebijakan juga memengaruhi sebuah kebijakan.
Target kebijakan yang lebih open minded, terdidik dan homogen memiliki peluang besar
tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut dibanding dengan target kebijakan yang tertutup,
tradisional dan heterogen.
c. Lingkungan
Faktor keberhasilan implementasi kebijakan selanjutnya adalah lingkungan, dimana
lingkungan yang dimaksud seperti kondisi sosial ekonomi, politik dan budaya yang berlaku
di masyarakat tersebut. Semakin terbuka dan stabil lingkungan masyarakat maka akan
semakin mempermudah implementasi sebuah kebijakan, seperti kondisi sosial ekonomi yang
maju, sistem politik yang stabil dan demokratis serta budaya yang terbuka serta masyarakat
yang open minded.
Model Implementasi Kebijakan
Dalam literatur ilmu kebijakan, terdapat beberapa model implementasi kebijakan
publik yang lazim dipergunakan. Beberapa model implementasi kebijakan menurut para ahli
antara lain Implementasi Kebijakan Model Merille S. Grindle, Implementasi Kebijakan
Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn, Implementasi Kebijakan George C. Edward
III, Implementasi Kebijakan Model Mazmanian dan Sabatier dan Implementasi kebijakan
Model Richard Elmore.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori model implementasi kebijakan
publik yang dikembangkan oleh Model Donald Van Metter dan Carl Van Horn, karena
dianggap relevan dengan materi pembahasan dari objek yang diteliti. Hal ini bukan berarti
bahwa peneliti menjustifikasi teori-teori lain tidak relevan dengan perkembangan teori
implementasi kebijakan publik, melainkan lebih kepada mengarahkan peneliti agar lebih
focus terhadap variabel-variabel yang dikaji melalui penelitian ini. Identifikasi masalah yang
ditemukan sesuai jika dikaji dengan menggunakan pendekatan Model Donald Van Metter dan
Carl Van Horn.
Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald Van Metter dan Carl Van
Horn disebut juga dengan A Model of The Policy Implementation. Menurut Agustino (2008 :
141), proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu
implementasi kebijakan yang pada dasarnya sengaja bertujuan untuk meraih kinerja
implementasi kebijakan publik yang tinggi yang dalam hubungan berbagai variabel.
Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008 : 142), ada enam variabel
yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut, yaitu :
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Setiap kebijakan publik harus mempunyai standar dan suatu sasaran kebijakan yang
jelas dan terukur, dengan ketentuan tersebut tujuannya dapat terwujudkan. Dalam standar

5
dan sasaran kebijakan tidak jelas, sehingga tidak bias terjadi multi-interpretasi dan mudah
menimbulkan kesalah-pahaman dan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumber daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya, dan manusia adalah sumber daya terpenting. Tahap-tahap
tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang
berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan
secara politik.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Dalam suatu implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan maksimal harus
diidentifikasikan dan diketahui karakteristik agen pelaksana yang mencakup struktur
birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, semua itu
akan mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan yang telah ditentukan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana
Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Karena
dalam implementasi kebijakan sikap atau disposisi implementor ini dibedakan menjadi tiga
hal, yaitu; respons implementor terhadap kebijakan, yang terkait dengan kemauan
implementor untuk melaksanakan kebijakan public, kondisi, yakni pemahaman terhadap
kebijakan yang telah ditetapkan; dan, intens disposisi implementor, yakni preferensi nilai
yang dimiliki.
5. Komunikasi Antar organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Dalam program implementasi kebijakan, sebagai realitas dari program kebijakan perlu
hubungan yang baik antar instansi yang terkait, yaitu dukungan komunikasi dan koordinasi.
Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu
program tersebut. Komunikasi dan koordinasi merupakan salah satu urat nadi dari sebuah
organisasi agar program-programnya tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta
sasarannya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi biang
keladi dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karenanya upaya
mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan kondisi
lingkungan eksternal.
Konsep Pedagang Kaki Lima
Ada beberapa asal-usul penyebutan istilah PKL, salah satunya dari trotoar buatan
Belanda yang luasnya 1,5 meter (lima kaki). Menurut seorang tokoh Indonesianis bernama
Williamm Liddle, aturan trotoar lima kaki justru berasal dari bahasa inggris, five foot (lima
kaki). Sementara menurut sumber lain, istilah PKL adalah untuk menyebut pedagang yang
menggunakan gerobak beroda. Jika roda gerobak ditambahkan dengan kaki pedagang, maka
berjumlah lima, maka disebutlah pedagang kaki lima atau PKL.

6
Sementara dalam Perda Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 8 dijelaskan
bahwa pedagang kaki lima (PKL) adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan
dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana
kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah kota dan/atau swasta baik yang sementara/tidak menetap.

Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima


Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 tahun 2012 tentang Pedoman
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, dijelaskan bahwa Penataan pedagang kaki
lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan
untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi pedagang kaki
lima dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi,
keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
Menurut Perda Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 9, Penataan Pedagang
Kaki Lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi
binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL
dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan,
ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Dalam Perda Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 10
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan
iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap PKL sehingga mampu tumbuh dan
berkembang baik kualitas maupun kuantitas usahanya.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2006:5) menyatakan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada. Sedangkan Moloeng (2006:6) dalam bukunya mendefinisikan bahwa penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memaham fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain
secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfatkan berbagai metode alamiah. Dan dengan
metode analisis deskriptif, deskriptif menggambarkan dan mengintepretasi objek sesuai
dengan apa adanya. Deskriptif juga merupakan penelitian dimana pengumpulan data untuk
mengetes pertanyaan penelitian atau hipotesis yang berkaitan dengan keadaan dan kejadian
sekarang. Metode penelitian deskriptif menjelaskan keadaan objek atau subjek yang diteliti
sesuai dengan apa adanya.
Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan teknik
pengumpulan data dokumentasi. Dokumentasi merupakan salah satu sumber data sekunder
7
yang diperlukan dalam sebuah penelitian. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. (Sugiyono, 2012 : 329). Dengan teknik dokumentasi, peneliti dapat memperoleh
informasi bukan dari orang sebagai narasumber, tetapi mereka memperoleh informasi dari
macam-macam sumber tertulis atau dari dokumen yang ada pada informan dalam bentuk
peninggalan budaya, karya seni, dan karya pikir.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tujuan Perumusan Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Stadion Maulana
Yusuf
Keberadaan pedagang kaki lima di sekitar jalan Stadion Maulana Yusuf Kota Serang
sering dianggap sebagai penyebab kemacetan lalu lintas dan mengganggu ketertiban jalan.
Sebagian besar dari pedagang kaki memang tidak memiliki tempat yang permanen, mereka
menjajakan barang dagangannya hanya dengan menggunakan gerobak. Gerobak-gerobak
para pedagang kaki lima dibiarkan menumpuk di beberapa tempat di sekitar stadion sehingga
sangat mengganggu kebersihan dan keindahan stadion.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Islamy (1991, h.20) bahwa kebijakan publik
adalah, “Serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh
Pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan
seluruh masyarakat” Berdasarkan definisi yang dijelaskan oleh Islamy di atas, maka dapat
diketahui bahwa kebijakan penataan pedagang kaki lima merupakan kebijakan yang
dirumuskan oleh Pemerintah Kota Serang dalam rangka mewujudkan stadion yang bersih,
tertib dan aman di Kota Serang.
Kebijakan penataan pedagang kaki lima di Kota Serang ini tercantum dalam Peraturan
Daerah Kota Serang No. 4 Tahun 2014 tentang Pengaturan dan Penertiban Pedagang Kaki
Lima (PKL) di Kota Serang. Sedangkan untuk tujuan kebijakan penataan pedagang kaki lima
di sekitar Pasar Kepandean berpedoman pada Peraturan Daerah Kota Serang pada Bab 2
Pasal 3 yang menjelaskan, Peraturan Daerah bertujuan untuk:
a. memberikan kesempatan berusaha bagi PKL melalui penetapan lokasi sesuai dengan
peruntukannya;
b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha PKL menjadi usaha ekonomi
mikro yang tangguh dan mandiri; dan
c. untuk mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib dan aman dengan sarana dan
prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.
Koordinasi Aktor Pelaksana Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima di Stadion
Maulana Yusuf
Menurut Charles O. Jones (dalam Wahab, 2001, h.29) suatu proses kebijakan
sedikitnya terdapat empat golongan atau tipe aktor (pelaku) yang terlibat. Keempat aktor
tersebut meliputi golongan rasionalis, golongan teknisi, golongan inkrementalis, dan
golongan reformis.
Dalam proses kebijakan penataan pedagang kaki lima di Stadion Maulana Yusuf Kota
Serang, dapat melibatkan golongan rasionalis dan golongan teknisi. Golongan Rasionalis ini

8
identik dengan peran perencana dalam merumuskan kebijakan penataan pedagang kaki lima
yaitu Pemerintah Kota Serang. Sebelum merumuskan kebijakan penataan, Pemerintah Kota
Serang berusaha menganalisis semua permasalahan terkait pedagang kaki lima dan mencari
alternatif terbaik sebagai solusi dalam menyelesaikan permasalahan terkait keberadaan
pedagang kaki lima di Kota Serang.
Sedangkan yang termasuk dalam golongan teknisi adalah Dinas Koperasi, Usaha
Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Serang yang
memiliki wewenang dan tanggung jawab terkait dengan pembinaan bagi pedagang kaki lima.
Dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang berwenang untuk melakukan proses
penertiban terhadap para pedagang kaki lima. Kebijakan ini juga melibatkan pihak swasta
yang berperan sebagai membantu penyedia lahan tempat relokasi sekaligus sebagai pengelola
di Pasar Kepandean.
Proses Implementasi Penataan Kebijakan Pedagang Kaki Lima di Stadion Maulana
Yusuf
Dalam implementasinya, kebijakan ini mengalami perbedaan antara yang diharapkan
sebelumnya dengan yang telah dicapai. Sebagaimana menurut Andrew Dunsire (dalam
Wahab, 2001, h.61) hal ini disebut sebagai implementation gap.
Implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima ke Pasar Kepandean
dihadapkan pada berbagai permasalahan sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan ini
merupakan unsuccessful implementation karena disebabkan pelaksanaannya yang jelek.
Ketidakberhasilan implementasi kebijakan ini dapat di-analisis dengan mengacu pada model
implementasi kebijakan yang di-kembangkan oleh Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab,
2001,h.70) yakni model proses implementasi kebijakan (a model of the policy
implementation process). Adapun variabel-variabel dalam model ini meliputi:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Ukuran dan tujuan dari kebijakan penataan pedagang kaki lima sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 10 Tahun 2010 adalah mewujudkan Kota
Serang sebagai Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Kota. Berdasarkan uraian di
atas, dapat diketahui bahwa yang menjadi ukuran kebijakan penataan pedagang kaki lima
adalah terciptanya kawasan sekitar stadion yang bersih, tertib dan bebas dari pedagang kaki
lima. Memang setelah dilakukan penertiban, kawasan sekitar Stadion Maulana Yusuf bersih
dari pedagang kaki lima dan PKL dapat dipindah ke Pasar Kepandean. Namun, selang tidak
lama kemudian sebagian besar pedagang kaki lima memutuskan keluar dari Pasar Kepandean
dan kembali memenuhi ruas jalan sekitar stadion, hal ini dilakukan karena Pasar Kepandean
masih tergolong pasar yang baru sehingga sepi akan pengunjung dan dikarenakan Pasar
Kepandean kurang ramah terhadap pedagang, setiap malam banyak preman yang selalu
mengusik para pedagang dan terkadang masih terjadinya pungli di pasar tersebut.
2. Sumber Daya
Kebijakan untuk melakukan pengaturan dan penertiban pedagang kaki lima tertuang
pada Peraturan Daerah Kota Serang No. 14 Tahun 2014 tentang Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Serang. Kemudian pengaturan terkait tempat yang tidak
diperbolehkan untuk berjualan para PKL diatur dalam Peraturan Walikota Serang No.4
Tahun 2014 Bab 3 Pasal 14 Ayat 1 yang menjelaskan Penghapusan Lokasi PKL yang tidak
sesuai dengan peruntukkannya dilakukan penertiban dan ditata sesuai dengan fungsi

9
peruntukannya. Dan ayat 2 yang menjelaskan penghapusan Lokasi PKL sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Disamping itu juga, Pemerintah Kota Serang membentuk tim koordinasi guna
menunjang kelancaran dan ketertiban dalam proses relokasi pedagang kaki lima yang
tercantum dalam Keputusan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2014 pada Bab 5 Pasal 20
tentang pembentukan tim koordinasi penanganan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di
kawasan Stadion Maulana Yusuf Tahun 2021. Yang menjelaskan bahwa :
1) Walikota membentuk Tim Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan PKL dengan
keputusan walikota.
2) Tim Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan PKL terdiri atas :
a. Ketua : Sekretaris Daerah
b. Sekretaris : SKPD yang membidangi Perdagangan
c. Anggota :
- SKPD terkait
- Satpol PP
- Camat
- Pelaku Dunia Usaha dan/atau kelembagaan PKL yang berkomitmen
membantu pemberdayaan PKL.
3) Tim Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan PKL bertugas melakukan monitoring
dan evaluasi terhadap penataan dan pemberdayaan PKL di daerah.
4) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun
dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

3. Karakteristik Agen Pelaksana


Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Wahab, 2001, h.65) proses implementasi
didefinisikan sebagai: “those actions by public or private individuals (or groups) that are
directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions”. Berdasarkan
definisi di atas, maka proses implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan yang
dilakukan oleh Pemerintah. Namun, proses implementasi juga dapat dilakukan baik oleh
individu, pejabat, maupun swasta.
Terkait dengan kebijakan penataan pedagang kaki lima ke Pasar Kepandean, proses
implementasinya melibatkan Pemerintah dan pihak swasta. Dimana dari pihak Pemerintah
dilimpahkan kepada dua instansi yang merupakan implementator dari kebijakan ini, yaitu
Diskoperindag Kota Serang dan Satpol PP. Selain itu, kebijakan ini juga melibatkan pihak
swasta, yang berperan sebagai pemilik lahan sekaligus pengelola pasar. Kerjasama
Pemerintah Kota Serang dengan pihak swasta ini dilatarbelakangi karena keterbatasan dana
Pemerintah. Oleh karena itu, melalui kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat sekaligus menghemat pengeluaran dan mengurangi beban
Pemerintah.
Kerjasama dengan pihak swasta ini pada hakekatnya akan memberikan keuntungan
baik bagi masyarakat, Pemerintah maupun pihak swasta. Dimana pihak swasta mendapatkan
keuntungan berupa profit, kemudian masyarakat akan mendapat manfaat dengan
terpenuhinya kebutuhan. Sedangkan Pemerintah juga akan diuntungkan dengan keringanan
beban pendanaan untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana perkotaan. Keberhasilan
implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima ditentukan oleh kerjasama dan
koordinasi antara Pemerintah Kota Serang, Diskoperindag, Satpol PP, dan pihak swasta.
4. Komunikasi
10
Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam kesuksesan suatu
kebijakan. Komunikasi kebijakan penataan pedagang kaki lima dilakukan dengan melakukan
sosialisasi sebelum kebijakan tersebut diimplementasikan. Kebijakan penataan pedagang kaki
lima ke Pasar Kepandean berkaitan erat dengan penertiban pedagang kaki lima di Stadion
Maulana Yusuf Kota Serang. Sebelum dilaksanakan Penataan, dilakukan sosialisasi yang
melibatkan paguyuban pedagang kaki lima, pengelola pasar, pemuda setempat dan warga
sekitar. Sosialisasi ini dikomando oleh Diskoperindag dan Satpol PP Kota Serang. Setelah
diimplementasikan, sebagian besar pedagang kaki lima yang telah menempati Pasar
Kepandean memutuskan untuk kembali berjualan di sepanjang jalan sekitar Stadion Maulana
Yusuf. Melihat hal tersebut Diskoperindag dan Satpol PP belum melakukan tindakan dan
pedagang kaki lima masih dibiarkan berjualan di sepanjang jalan. Dari uraian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa komunikasi dan koordinasi antar organisasi pelaksana kebijakan
masih belum efektif.

5. Sikap Para Pelaksana (Disposisi)


Dalam implementasinya, kebijakan penataan pedagang kaki lima yang merupakan
perwujudan kerjasama Pemerintah dengan pihak swasta dihadapkan pada beberapa
permasalahan. Pihak swasta selaku pengelola dirasa masih belum mampu mengelola Pasar
Kepandean agar pasar tersebut ramai akan pengunjung. Karena pasar tersebut masih
tergolong baru diresmikan. Selain kurangnya upaya dari pihak pengelola, Pemerintah Kota
Serang juga kurang memberikan dukungan dalam hal mempromosikan Pasar Kepandean
sehingga pasar tersebut kurang diminati dan tidak dikenal oleh masyarakat Kota Serang dan
sekitarnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pihak pengelola dan
Pemerintah Kota Serang kurang menunjukkan sikap memberikan dukungan atas kebijakan
penataan pedagang kaki lima. Setelah relokasi dilakukan, Pemerintah Kota Serang tidak
memperhatikan kelangsungan dan keberlanjutan kebijakan tersebut dan terkesan
melimpahkan kebijakan ini kepada pihak swasta. Padahal semestinya Pemerintah Kota
Serang dan pihak swasta harus tetap bekerjasama.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik
Kinerja implementasi kebijakan juga dapat dinilai dari sejauh mana lingkungan
eksternal dalam mendorong keberhasilan kebijakan publik. Implementasi kebijakan penataan
pedagang kaki lima mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan
eksternal yang kurang kondusif. Setelah seluruh pedagang kaki lima direlokasi ke Pasar Baru
Kepandean, banyak bermunculan pedagang kaki lima baru yang berjualan di sekitar kawasan
Stadion Maulana Yusuf. Dan pedagang yang kembali pindah ke kawasan Stadion Maulana
Yusuf dikarenakan Pasar Kepandean kurang ramah terhadap pedagang. Karena setiap malam
banyak preman yang selalu mengusik para pedagang dan terkadang masih terjadinya pungli
di pasar tersebut. Jika seluruh pedagang kaki lima dapat ditertibkan dengan baik, maka
implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima akan menjadi efektif.
Kendala dalam Implementasi Kebijakan Pedagang Kaki Lima di Stadion Maulana
Yusuf
Dalam implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Pasar Kepandean
Kota Serang masih dihadapkan pada beberapa kendala. Menurut Kurniawan (2009) faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan implementasi sebuah kebijakan,
yaitu:

11
a. Isi atau Content Kebijakan
Isi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Kota Serang memang sudah jelas, dan
sudah tercantum baik dalam Peraturan Daerah Kota Serang. Namun, dalam pelaksanaannya,
penertiban terhadap pedagang kaki lima masih dihadapkan pada beberapa kendala. Salah satu
kendala yang dihadapi adalah terkait dengan perasaan atau emosional. Sangat sulit untuk
menertibkan pedagang kaki lima, hal ini disebabkan karena pedagang kaki lima memiliki hak
untuk melakukan kegiatan usaha ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
b. Implementator dan Kelompok Target
Pedagang kaki lima yang merupakan kelompok target, merespon kebijakan
Pemerintah Kota Serang dengan baik meskipun pada awalnya mereka menolak kebijakan
Pemerintah. Namun pada akhirnya pedagang kaki lima bersedia direlokasi dan mendukung
kebijakan Pemerintah. Tetapi, pada pelaksanaannya Pemerintah Kota Serang bersama pihak
pengelola kurang memberikan dukungan terhadap kebijakan ini sehingga membuat pedagang
kaki lima melakukan penolakan terhadap kebijakan ini.

c. Lingkungan
Jumlah pedagang kaki lima terus membengkak sehingga Satpol PP mengalami
kesulitan dalam melakukan penertiban. Kendala yang terkait adalah setiap malam banyak
preman yang selalu mengusik para pedagang dan terkadang masih terjadinya pungli di pasar
tersebut.. Selain itu kesadaran pedagang kaki lima di Kota Serang untuk mematuhi peraturan
yang berlaku masih sangat kurang.
SIMPULAN
Kebijakan penataan pedagang kaki lima di Stadion Maulana Yusuf Kota Serang
merupakan kebijakan dalam rangka mewujudkan stadion di Kota Serang yang bersih, tertib,
dan aman. Kebijakan untuk melakukan pengaturan dan penertiban pedagang kaki lima
tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Serang No. 4 Tahun 2014 tentang Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang. Sedangkan kebijakan penataan
pedagang kaki lima ke Pasar Kepandean berpedoman pada Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 4 Tahun 2014 Pasal 1 Ayat 9 tentang Penetapan Kawasan Bebas Pedagang Kaki Lima
(PKL) di Wilayah Kota Serang. Serta Pemerintah Kota Serang membentuk tim koordinasi
guna menunjang kelancaran dan ketertiban dalam proses relokasi pedagang kaki lima yang
tercantum dalam Keputusan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2014 pada Bab 5 Pasal 20
tentang pembentukan tim koordinasi penanganan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di
kawasan Stadion Maulana Yusuf di tahun 2021.
Implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di Stadion Maulana Yusuf Kota
Serang melibatkan Diskoperindag Kota Serang, Satpol PP, dan pihak swasta. Implementasi
kebijakan penataan pedagang kaki lima ke Pasar Kepandean dihadapkan pada berbagai
permasalahan sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan ini telah gagal dan merupakan
unsuccessful implementation. Hal ini disebabkan karena banyak bermunculan pedagang kaki
lima baru di sekitar stadion sehingga membuat pasar kepandean semakin sepi akan
pengunjung. Selain itu Pemerintah Kota Serang dan pihak swasta kurang memberikan
dukungan terhadap kelangsungan dan keberlanjutan kebijakan ini. Terkait permasalahan
tersebut, komunikasi dan koordinasi antar organisasi pelaksana kebijakan dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada masih belum efektif.

12
Dalam implementasinya, kebijakan penataan pedagang kaki lima di Stadion Maulana
Yusuf Kota Serang dihadapkan pada beberapa kendala diantaranya: penertiban pedagang kaki
lima masih dihadapkan pada kendala perasaan atau emosional. Disisi lain, jumlah pedagang
kaki lima di Stadion Maulana Yusuf Kota Serang tiap tahun terus membengkak sehingga
Satpol PP mengalami kesulitan untuk melakukan penertiban. Sementara terkait dengan sarana
dan prasarana yang ada di Pasar Kepandean khususnya untuk lahan parkir masih sangat
kurang memadai. Disamping itu juga kesadaran pedagang kaki lima di Kota Serang masih
sangat kurang. Hal ini terlihat dari masih banyaknya pedagang kaki lima yang masih
berjualan di kawasan bebas pedagang kaki lima.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Anggara, Sahya (2014). Kebijakan Publik. Bandung: Pustaka Setia.
Handoyo, Eko (2012). Kebijakan Publik. Semarang: Widya Karya.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Moleong, L.J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Islamy, Irfan. (1991). Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi
Aksara.
Dokumen
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Diakses pada tanggal 17 November 2022, dari
http://www.kemendagri.go.id/produkhukum/2012/06/20/pedoman-penataan-dan
pemberdayaan pedagang kaki lima.
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor. 4 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima.
Sumber Jurnal :
M. Irfan, Nia Kania Kurniawati, Tb. Ace Hasan Syadzily. (2018) IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA SERANG. Journal of
Indonesian Public Administration and Governance Studies (JIPAGS). Volume 2 Nomor 1
Januari 2018, 83-93.
Ahmad Sururi. (2019). Kinerja Implementasi Kebijakan Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima dan Strategi Inovasinya di Kawasan Pasar Royal Kota Serang. Jurnal
Wacana Kinerja. Volume 22 Nomor 2.

13
Sumber Lain :
Agnesti, Riri. 2018. Manajemen Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Stadion
Maulana Yusuf Kota Serang. Skripsi. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Manjulur, Hyuga. 2018. Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014
Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang. Skripsi.
Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Diah Ayu Fuji N. Evaluasi Kebijakan Pemerintah Kota Serang Tentang Penataan Dan
PemberdayaanPedagang Kaki Lima (Studi Kasus PKL Stadion  Maulana Yusuf Kota
Serang). Diakses pada tanggal 17 November 2022, dari
https://www.academia.edu/41104729/KARYA_TULIS_ILMIAH
Sumber Website :
kamusbesar.com. Deskripsi Sektor Informal. Diakses pada tanggal 18 November 2022, dari
https://www.kamusbesar.com/sektor-informal

Wordpress.com (2010, April 13). Implementasi Kebijakan Publik Model Van Meter Van
Horn: The Policy Implementation Process. Diakses pada tanggal 17 November 2022, dari
https://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/04/13/implementasi-kebijakan-publik-model-
van-meter-van-horn-the-policy-implementation-process/
Wordpress.com (2009, July 30). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan
Implementasi Kebijakan. Diakses pada tanggal 17 November 2022, dari
https://hykurniawan.wordpress.com/2009/07/30/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
keberhasilan-implementasi-kebijakan/
selatsunda.com (2020, Agustus 7). Relokasi PKL Stadion Maulana Yusuf Ke Kepandean
Stagnan Diakses pada tanggal 16 November 2022, dari https://selatsunda.com/relokasi-pkl-
stadion-maulana-yusuf-ke-kepandean-stagnan/
banteninsight.co.id. (2021, June 2). PKL Stadion Maulana Yusuf Tolak Pinda ke Pasar
Kepandean, Ini Alasannya. Diakses pada tanggal 16 November 2022, dari
https://banteninsight.co.id/pkl-stadion-maulana-yusuf-tolak-pinda-ke-pasar-kepandean-ini-
alasannya/
radarbanten.co.id. (2018, November 23). PKL Stadion Maulana Yusuf Akan Direlokasi ke
Kepandean. Diakses pada tanggal 16 November 2022, dari
https://www.radarbanten.co.id/pkl-stadion-maulana-yusuf-akan-direlokasi-ke-kepandean/
kabarbanten.pikiran-rakyat.com (2017, September 25). Di Stadion Maulana Yusuf, PKL
Makin Semrawut. Diakses pada tanggal 16 November 2022, dari https://kabarbanten.pikiran-
rakyat.com/serang/pr-59605688/di-stadion-maulana-yusuf-pkl-makin-semrawut
poskota.co.id. (2021, Desember 1). Pemkot Serang Bantah Adanya Pungli di Pasar
Kepandean dan Pasar Lama. Diakses pada tanggal 16 November 2022, dari
https://poskota.co.id/2021/12/01/pemkot-serang-bantah-adanya-pungli-di-pasar-kepandean-
dan-pasar-lama?view=all

14

Anda mungkin juga menyukai