Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

METABOLIT SEKUNDER

EKSTRAKSI RIMPANG KUNYIT ( Curcuma domestica Val)

OLEH :

KELOMPOK 3

STIFA A 2021

ASISTEN : JENNIFER TANDIRAU

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI

PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR

MAKASSAR

2022
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tumbuhan mengandung senyawa metabolit primer dan metabolit
sekunder. Metabolit primer merupakan senyawa yang dihasilkan oleh
makhluk hidup dan bersifat essensial bagi proses metabolisme sel
tersebut. Metabolit sekunder merupakan suatu senyawa khas yang dimiliki
oleh tumbuhan dan memiliki fungsi sebagai pemikat, penolak dan
pelindung. Beberapa penelitian mengenai tanaman yang mengandung
senyawa metabolit sekunder seperti Ageratum conyzoides L.,
mengandung senyawa flavonoid, alkaloid dan minyak atsiri yang bersifat
toksik bagi larva instar III Aedes aegypti. Biji tanaman karika (carica
pubescens) mengandung senyawa terpenoid yang larut dalam pelarut n-
heksana sebagai larvasida nyamuk. Senyawa flavonoid dan alkaloid
dalam kulit batang Saccopetalumhorsfieldii Benn bersifat toksik terhadap
larva instar III Culex fatigans.
Salah satu tanaman obat yang secara empiris telah digunakan
sebagai obat adalah kunyit (Curcuma domestica Val). Kunyit selalu
menjadi andalan sebagai pengobatan tradisional salah satu diantaranya
adalah rimpang kunyit. Rimpang kunyit dapat dimanfaatkan sebagai obat
tradisional seperti menyembuhkan luka, antibakteri, mengurangi motilitas
usus, menghilangkan bau badan, menurunkan demam, meredakan diare
dan beberapa pengobatan lainnya, hal ini karena adanya kandungan
senyawa fitokimia pada kunyit tersebut. (Winarsih, dkk, 2012).
I.2Tujuan Percobaam
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui kandungan
senyawa yang terdapat pada rimpang kunyit (Curcuma domestica Val).
I.3 Prinsip Percobaan
ekstraksi dan identifikasi senyawa ekstrak rimpang kunyit (Curcuma
domestica Val) dapat mengetahui berbagai metode ekstraksi serta
membandingkan hasil ekstraksi dari beberapa metode.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tanaman Kunyit
II.1.1 Klasifikasi Tanaman (Kusbiantoro dan Purwaningrum, 2018)
Klasifikasi tanaman kunyit (Curcuma domestica Val)
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberacea
Genus : Curcuma domestica Val
II.1.2 Morfologi
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm.
Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang
dengan warna kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak).
Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm,
lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat.
Distribusi tanaman. Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan tanaman
obat asli dari Asia Tenggara dan telah dikembangkan secara luas di Asia
Selatan, Cina Selatan, Taiwan, Filipina dan tumbuh dengan baik di
Indonesia. Tanaman tumbuh tegak mencapai tinggi 1,0 - 1,5 m. Memiliki
batang semu yang dililit oleh pelepah-pelepah daun. Daun tanaman
runcing dan licin dengan panjang sekitar 30 cm dan lebar 8 cm. Bunga
muncul dari batang semu dengan panjang sekitar 10 - 15 cm. Warna
bunga putih atau putih bergaris hijau dan terkadang ujung bunga
berwarna merah jambu. Bagian utama dari tanaman adalah rimpangnya
yang berada di dalam tanah. Rimpang ini biasanya tumbuh menjalar dan
rimpang induk biasanya berbentuk elips. (Kusbiantoro dan Purwaningrum,
2018)
II.1.3 Kandungan Senyawa Kimia
Rimpang kunyit mengandung minyak atsiri (felandren, sineol,
borneol, zingiberen, tirmeron),demetoksikurkumin, dan
bisdemetoksikurkumin. Rimpang kunyit memiliki kandungan kimia yaitu zat
warna kuning yang disebut kurkuminoid. Kurkuminoid dapat bersifat
sebagai antioksidan, dimana dapat mencegah kerusakan sel-sel yang
diakibatkan radikal bebas. Selain itu kurkuminoid juga dapat menjadi
antiinflamasi. (Prabowo, dkk, 2019)
II.1.4 Farmakologi
Pada pengobatan tradisional, kunyit digunakan sebagai
antiinflamasi, antiseptic, antiiritansia, anoreksia, obat luka dan gangguan
hati. Kunyit (Curcuma domestica Val) mengandung senyawa kurkumin
yang dapat menghambat aktivitas COX-2. Sehingga ketika terjadi
penghambatan COX-2 maka pembentukan prostaglandin akan terhambat,
sehinggal akan terjadi penurunan suhu tubuh pada keadaan demam
(Fahryl dkk, 2019)
II.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman, obat, hewan dan beberapa jenis termasuk biota laut.
Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa
yang akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi perlu
ditentukan terlebih dahulu. Ada beberapa target ekstraksi, diantaranya
(Sarker SD, dkk., 2006):
1. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui
2. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme
3. Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan
secara struktural.
Semua senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu sumber
tetapi tidak dihasilkan oleh sumber lain dengan kontrol yang berbeda,
misalnya dua jenis dalam marga yang sama atau jenis yang sama tetapi
berada dalam kondisi yang ber-beda. Identifikasi seluruh metabolit
sekunder yang ada pada suatu organisme untuk studi sidik jari kimiawi
dan studi metabolomik. Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang
berasal dari tumbuhan adalah sebagai berikut :
1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan
dan penggilingan bagian tumbuhan
2. Pemilihan pelarut
3. Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya
4. Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya
5. Pelarut nonpolar: n-heksan, petrole-um eter, kloroform, dan
sebagainya.
Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak
digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri
(Agoes, 2007). Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk
tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup
rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut
dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Kerugian utama dari metode
maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan
cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain
itu, beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar.
Namun di sisi lain, metode maserasi dapat menghindari rusaknya
senyawa-senyawa yang bersifat termolabil. Keuntungan cara penyarian
dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan
sederhana dan mudah di usahakan.
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara memasukkan simplisia
yang sudah diserbukkan dengan derajat halus 4/8 sebanyak 10 bagian
kedalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian
ditambahkan 75 bagian cairan penyari, ditutup, dan dibiarkan selama 5
hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 5 hari, disaring kedalam wadah penampungan kemudian
ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari secukupnya dan diaduk
kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari sebanyak 100 bagian. Sari
yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari
cahaya selama 2 hari, endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan (Depkes, 1986).
Maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi, misalnya:
a. Digesti
Digesti adalah cara maserasi yang mengandung pemanasan lemah,
yaitu pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini hanya digunakan untuk
simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
b. Maserasi dengan menggunakan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus menerus, waktu
proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
c. Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2 Seluruh serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas,
ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
d. Maserasi melingkar
Penyarian yang dilakukan dengan cairan penyari yang selalu
bergerak dan enyebar sehingga kejenuhan cairan penyari dapat
merata.
2. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan
dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran
pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk
sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan
dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru.
Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak
homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu,
metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak
waktu.
3. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam
sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang
ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai
dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu
reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu,
sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak
membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu.
Kerugiannya adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi
karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus berada pada titik didih.
4. Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam
labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga
mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu.
Destilasi uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk
mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap).
Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2
bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang
terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah
senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi (Seidel V 2006)
BAB III
CARA KERJA
III. 1 Waktu Dan Tempat Pratikum
Pratikum di laksanakan pada hari kamis tanggal 06 oktober 2022.
Bertempatan di Laboratorium Biologi Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu
Farmasi Makassar
III. 2 Alat Dan Bahan
III. 2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu beaker
glass,batang pengaduk,gelas ukur,seperangkat alat refluks,wadah
penampung ekstrak
III.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu Metanol
dan rimpang kunyit (Curcuma domestica)
III.2 Pembuatan Simplisia
Tanaman rimpang kunyit yang berumur 3-4 bulan dipanen. Bagian
tanaman yang digunakan rimpang. Rimpang yang sudah dikumpulkan
kemudian disortasi dan dicuci dengan dengan air mengalir. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan kotoran berupa tanah atau kotoran lain
yang menempel pada herba sambiloto. Rimpang kunyit yang sudah dicuci
kemudian dikeringkan dalam oven sampai kering ditandai dengan rimpang
kunyit dapat remuk saat diremas.
III.2 Ekstraksi
Sampel kunyit berupa rimpang dibersihkan dan diangin-anginkan
hingga kering. Sebanyak 300 g sampel diekstraksi menggunakan metode
refluks dengan pelarut methanol,kunyit dimasukkan kedalam labu
alas,setelah itu di masukkan pelarut methanol sebanyak 550 Ml sampai
sampel terbasai,kemudian alat refluks dirangkai dan dinyalakan rotavor
dan ditunggu selama 3-4 jam proses ekstraksi,setalah itu dilakukan
penyarian ekstraksi lalu hasil ekstrak nya di masukkan kedalam toples
kaca dan dilakukan penguapan untuk mendapakan eskstrak yang kental.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui senyawa yang
terkandung dalam rimpang kunyit. Pengolahan rimpang kunyit dicuci
dengan air mengalir kemudian ditiriskan, dirajang, dan dikeringkan. Pada
percobaan ini menggunakan metode refluks dengan menggunakan pelarut
metanol. Proses refluks dilakukan selama 3-4 jam. Metode refluks adalah
metode ekstraksi komponen dengan cara mendidihkan campuran antara
sampel dan pelarut yang sesuai pada suhu dan waktu tertentu,serta uap
yang terbentuk dalam kondensor kembali ke labu. Adapun bagian-bagian
refluks diantara nya kondensor,labu alas bulat,rotary evaporator.
Pada praktikum ini kami melakukan metode refluks karena
pemilihan metode refluks ini sangat cocok untuk menyari bahan yang
keras seperti kunyit,tetapi cara ini tidak boleh dilakukan apabila bahan
aktifnya mudah menguap atau terurai atau rusak oleh pemanasan
(Ningsih, 2016).
Pada praktikum ini digunakan metanol 70% karena metanol dapat
menyari senyawa yang bersifat polar seperti flavonoid. Pelarut etanol juga
tidak toksik dibandingkan pelarut polar lainnya seperti methanol serta
dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur (Yenni, 2014).
Rimpang kunyit memiliki banyak kandungan senyawa diantaranya
minyak atsiri (felandren, sineol, borneol, zingiberen, tirmeron),
demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Prabowo,dkk,2019).
Hasil ekstraksi dikumpulkan sebagai ekstrak cair dan diuapkan
sampai diperoleh ekstrak kental sebanyak 14,11 gram dengan rendemen
sebesar 4,7%.
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Pada percobaan ekstrak dilakukan beberapa metode antara nya
metode maserasi,perkolasi,soxlet,refluks,destilasi,infusa. Pada praktikum
ekstrak kunyit dengan metode refluks hasil yang didapatkan yaitu sampel
berbentuk kental,bau sangat menyengat,rasa menusuk dan bewarna
kuning serta memiliki banyak kandungan senyawa Rimpang kunyit
mengandung minyak atsiri (felandren, sineol, borneol, zingiberen,
tirmeron), demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin.
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Dosen
Diharapkan agar selalu mendampingi praktikum dan juga asisten
dalam proses praktikum.
V.2.2 Saran Untuk Asisten
Diharapkan asisten selalu ada di samping saat proses praktikum
berlangsung agar saat bertanya tidak perlu ribut karana asisten sudah ada
di samping.
V.2.3. Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan alat-alat yang rusak di perbaharui sehingga tata
paratikum lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, H., Cahya, I.A.P.D., Arisanti, C.I.S., Samirana, P.O. (2019).


Standardisasi Spesifik dan Non-Spesifik Simplisia dan Ekstrak
Etanol 96% Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Program
Studi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana, Jalan Kampus Unud, Jimbaran, 80364

Winarsih, W., Wientarsih, I., & Sutardi, L. N. (2012). Aktivitas Salep


Ekstrak Rimpang Kunyit dalam Proses Persembuhan Luka pada
Mencit yang Diinduksi Diabetes (The Activity Of Turmeric Extract
Ointment In The Wound Healing Process Of Induced Diabetic
Mice). Jurnal Veteriner, 13(3), 242-250.

Fahryl, N., & Carolia, N. (2019). Kunyit (Curcuma domestica Val) sebagai
Terapi Artritis Gout. Jurnal Majority, 8(1), 251-255

Gandjar IG & Abdul R. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :


Pustaka Belajar

Ningsih, D.R., Zusfahair, dan Kartika Dwi. 2016. Identifikasi Senyawa


Metabolit Sekunder serta Uji Aktivitas Daun Sirsak sebagai
Antibakteri. 11:1

Sarker SD. Dkk. 2006. Natural Product Isolation. Totowa : Humana Press

Winarto, W.P. 2003. Sambiloto: Budidaya dan pemanfaatan untuk Obat.


Jakarta : Penebar Swadaya

Yanni, S., Chris D., dan Fifi. 2014. Formulasi dan Evaluasi Sediaan Edible
Film dari Ekstrak Daun Kemangi (ocimum americanum L.) sebagai
Penyegar Mulut. Padang : Sekolah Tinggi Farmasi
LAMPIRAN

Lampiran 1 perhitungan

1. Perhitungan persen rendamen


% rendemen

% rendemen

% rendemen = 4,7 gram

Anda mungkin juga menyukai