pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturanyang member arah
dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi
lingkungan dan keadaan persaingan yang selalu berubah. Sedangkan menurut Fendy
Tciptono (1997), bahwa strategi pemasaran adalah alat fundamental yang direncanakan untuk
berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan
Untuk menunjang strategi pemasaran agar sukses diperlukan kapabilitas yang baik
dari pihak internal perusahaan. Strategi pemasaran harus memperhatikan elemen 4P, yang
Product: Di era pemasaran yang banyak persaingan pada masa ini, keupayaan
mengemukakan produk yang lebih kompetitif sangat penting sebagai strategi pemasaran.
Melalui penggunaan teknologi dan kepakaran yang tinggi, pengeluar boleh menghasilkan
produk yang berkualiti, namun untuk memiliki kelebihan kompetitif dikalangan pesaing,
ianya memerlukan berbagai inisiatif tambahan oleh pemasar. Asasnya, isu terpenting
mengenai produk ialah ianya perlu menetapi keperluan, kemahuan dan harapan pengguna. Di
sini, faktor-faktor lain selain kualiti seperti variety untuk pilihan, kesesuaian rekabentuk,
kaedah pembungkusan, faedah penggunaan, serta berbagai attribute daripada produk patut
pertumbuhan serta mengukurnya dengan keupayaan yang ada. Pemasar juga perlu
menjangkakan perubahan dan pelbagai situasi luar kawalan dan menyediakan alternatif
tindakan yang wajar. Analisa melalui kaedah tertentu (spt. PEST, SWOT dll.) boleh
pasaran, pemasar perlu pula mengadakan berbagai insentif untuk menjadikan sebab mengapa
Price: Umumnya, menjadi fahaman bahawa harga melambangkan kualiti produk. Tetapi,
dalam realiti pemasaran fakta tersebut tidak semestinya betul untuk dijadikan asas perletakan
harga yang strategik. Strategi penetapan harga menjadi penting di atas kesedaran pemasar
bahawa faktor harga berperanan dalam mempengaruhi pengguna untuk membeli dan kekal
sebagai pelanggan sesuatu produk. Di masa yang sama penetapan harga mesti berasaskan
kepada objektif yang hendak dicapai daripada pemasaran itu sendiri. Samaada
memperkenalkan produk baru ke pasaran, memasuki segmen baru pasaran, menstabil harga
atau menandingi harga pesaing, jualan penghabisan stok, jualan produk yang spesifik, dsb.,
strategi harga sepatutnya mempunyai kriteria yang berbeda. Kepada pemasar, harga
merupakan kaedah meghasilkan pendapatan dan mencipta keuntungan. Kepada pembeli pula
ianya melibatkan aspek seperti kemampuan membeli, berpatutan dan berfaedah. Insentif lain
seperti diskaun, jumlah ansuran dan tempuh bayaran dapat mempengaruhi minat pengguna
Place. Strategi penempatan memberi penekanan kepada aspek saluran pengedaran produk
yang berfungsi menyampaikan produk kepada pengguna sasaran. Ianya melibatkan aktiviti
perkhidmatan seperti transaksi, inventori, lojistik dan kelengkapan fasiliti. Disamping itu,
strategi ini juga perlu mengambilkira faktor liputan pengedaran dan kebolehan kakitangan
serta tahap perkhidmatan mereka. Menawarkan produk yang betul, di tempat/lokasi yang
betul dan pada masa yang betul, adalah tujuan kepada strategi ini. Kesemua ini sangat
memperkenalkan produk yang hendak ditawarkan kepada pengguna. Dalam usaha tersebut
berbagai kaedah promosi perlu dilaksanakan agar pengguna mengetahui, memahami dan
pemasaran produk yang berkualiti sekalipun tidak menjadi aktif dan industri sukar
membeli produk bukannya tugas yang mudah. Mereka perlu dipengaruhi, bukan setakat di
perkenal sahaja. Mereka perlu diberi kesedaran hingga mereka merasa perlu untuk membeli
produk yang ditawarkan. Pengiklanan melalui media massa utama, antara kaedah
mempromosi yang termahal, menjadi pilihan industri yang berkemampuan. Walaupun tahap
keberkesanannya agak sukar diukur, tetapi yang lebih penting di sini adalah faktor
penyebaran maklumat produk yang meluas. Di samping pengiklanan, kaedah promosi yang
objektif pemasaran serta faktor-faktor seperti kos, peluang dan kebolehan berinteraksi yang
Sementara itu, sebagai tambahan kepada 4P di atas, Booms & Bitner telah menambah
3P lagi kepada bauran sediaada iaitu People, Process dan Physical Evidence. Penerangan
People: Faktor manusia (yang terlibat secara langsung & tidak langsung) dalam aktiviti
menjalankan pelbagai aktiviti berkaitan pemasaran perlu dijadikan sebagai strategi. Oleh itu
inisiatif dari aspek kebolehan, kemampuan dan kepakaran para pekerja dan pihak pengurusan
di industri perlu juga di beri perhatian dalam strategi meningkatkan keupayaan pemasaran.
Process: Proses / aliran kerja termasuk arahan dan prosedur yang bertepatan bagi setiap
aktiviti merupakan elemen yang akan menentukan keberkesanan dan kejayaan pemasaran.
Oleh itu, ianya juga adalah inisiatif yang strategik sesebuah industri untuk memasukkan
diberikan. Ini akan meningkatkan lagi keberkesanan dalam berkomunikasi dan melaksanakan
pemasar untuk menawarkan produk kepada pelanggan sasaran dengan cara yang lebih efektif.
Sementara tambahan 3P lagi kepada bauran tersebut adalah sebagai pelengkap yang
(http://infosky.wordpress.com/2008/04/11/strategi-pemasaran-4p3p/ ).
Konsep dalam penelitian ini terdiri dari strategi pemasaran di mana didalamnya akan
membahas: kredit UKM, keuntungan kredit UKM , strategi pemasaran kredit UKM, tingkat
Strategi Pemasaran
Menurut bank BNI (Tanpa Tahun), untuk memasarkan produk BNI dengan
kelemahan yang dimiliki produk BNI akibat pengaruh dari dalam perusahaan dan bagaimana
perusahaan melihat peluang dan ancaman dari lingkungan luar yang perlu diketahui untuk
menyusun strategi lain yang lebih baik yang pada gilirannya PT. BNI (Persero) Tbk dapat
tetap eksis, sehingga perubahan yang terjadi tidak merupakan rintangan atau ancaman, tetapi
dapat menjadi peluang untuk mengembangkan usaha dan memperoleh keuntungan yang
besar. Dan juga dari sisi komunitasnya, Bank dapat menawarkan berbai macam
benefit/kelebihan kepada komunitas tersebut agar mereka terdorong untuk bersedia menerima
tawaran kerjasama ini. Bank BNI ini melakukan pengenalan produk dengan
mempromosikannya melalui : (a) pembuatan kartu member sekaligus kartu ATM secara
gratis dari Bank. (b) saldo minimum yang terjangkau. (c) prosedur pembukaan rekening yang
mudah. (d) penggunaan beberapa fasilitas bank secara gratis selama setahun, seperti mobile
banking dan online banking. (d) fasilitas auto-debet dari rekening anggota untuk iuran wajib
Pengembangan perbankan BNI yang optimal dapat dicapai dengan Strategi Jaring
Ikan. Layaknya seorang nelayan yang menjaring sekelompok ikan buruannya di laut yang
luas, dengan jaringnya ia dapat menarik beberapa ikan sekaligus, tidak hanya satu atau dua
ekor saja seperti jika menggunakan pancingan. Begitu juga strategi ini yang dapat menggaet
bebarapa nasabah sekaligus dengan satu gerakan. Dengan demikian, strategi jaring ikan ini
ialah strategi yang selain dapat diterapkan juga sangat efektif dan efisien untuk
pengembangan kinerja Bank Negara Indonesia (BNI). Diharapkan dengan strategi ini Bank
Negara Indonesia dapat melakukan ekspansi dengan lebih cepat dibanding dengan
Menurut Bank Syari‟ah (Tanpa Tahun), Melihat keunggulan, peluang, prospek dan
efektif sebagai alat “kampanye” dalam mempromosikan produk kepada masyarakat dalam
rangka memaksimalkan fungsi utama bank syariah, yaitu penghimpunan dan penyaluran dana
untuk mengembangkan perbankan syariah itu sendiri. Memang, selama tiga tahun terakhir
syariah kepada masyarakat, misalnya dengan digelarnya event-event besar seperti Kampanye
Nasional Ekonomi Syariah (KAMNAS), Indonesia Sharia Expo (ISE), Festival Ekonomi
Syariah (FES) dan event-event besar lainnya. Selain itu, muncul juga penayangan iklan-iklan
perbankan syariah di media cetak dan elektronik baik lokal maupun nasional khususnya di
bulan Ramadhan. Dan juga Memang secara teknis strategi komunikasi tersebut akan berat
terealisasi jika hanya dilakukan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia dan Bank-
bank Syariah saja, oleh karena itu diperlukan sinergisitas asosiasi-asosiasi ekonomi syariah
yang sudah terbentuk. Misalnya, di tataran praktisi ada asosiasi-asosiasi seperti MES
wilayah akademisi ada IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam), AAKSI (Asosiasi Akuntansi
Syariah Indonesia), FoSSEI (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam) dan asosiasi-asosiasi
lainnya yang berfungsi sebagai „kader‟ untuk mengkampanyekan ekonomi syariah khususnya
perbankan syariah.
Menurut Bank Mandiri (Tanpa Tahun), pendekatan yang digunakan adalah dengan
dengan menghitung perbedaan antara penilaian yang dilakukan oleh konsumen terhadap
pasangan pernyataan terhadap harapan dan persepsi layanan yang diterima konsumen
pengguna jasa perbankan tersebut. Analisa dilakukan dengan menggunakan analisa cluster
dan analisa crostab dan analisa diskriminan. Selanjutnya hasil analisa dengan metode
Servqual digunakan untuk menyusun Strategi Pemasaran yang didasarkan pada kualitas
layanan perbankan Bank Mandiri. Hasil penelitian berupa karakteristik setiap segmen
dan strategi pemasaran berdasarkan kualitas layanan perbankan. Hasil analisa servqual pada
masing-masing cabang Bank Mandiri menunjukkan adanya beberapa variabel yang mendesak
untuk segera ditingkatkan. Disamping itu pengurutan terhadap lima dimensi utama kualitas
transaksi/bulan, status, pendidikan terakhir dan lama menjadi nasabah Bank Mandiri. Analisa
SWOT menghasilkan strategi yang cocok untuk Bank Mandiri adalah Strategi Stabilitas yaitu
dengan kekuatan yang ada berusaha mengatasi ancaman yang ada. Adapun implementasinya
adalah dalam bentuk strategi pelayanan, promosi, harga, jemput bola dan strategi ekspansi.
menyimpulkan bahwa menjual produk dengan promosi yang baik akan menghasilkan
pinjam meminjam antar orang-perorang atau badan usaha atau badan hukum tertentu di level
Usaha Kecil, Menengah dan Mikro yang mampu melakukan perbuatan hukum dengan dasar
prinsip kepercayaan. Mukadimah Kredit UKM (2009) menyebut kredit UKM merupakan
salah satu instrumen pengembangan usaha yang selalu mendapat porsi dan perhatian besar
dalam suatu negara karena dengan adanya kucuran kredit UKM kepada sektor perekonomian
akan menggerakkan perekonomian secara baik. Pertumbuhan suatu negara selalu akan terkait
dengan pertumbuhan ekonomi sektor riil yang rata-rata ditopang oleh pera pelaku Usaha
Kecil, Mikro dan Menengah. Para pelaku bisnis UKM dan Bisnis Mikro sangat
membutuhkan bimbingan / training UKM dan akses permodalan UKM agar pengembangan
usahanya dapat dilakukan secara maksimal. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kalimantan
Tengah Triwulan II (2009) Kredit UKM merupakan skema kredit/pembiayaan yang khusus
diperuntukkan bagi UKM dan Koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai dana
Berdasarkan beberapa definisi di atas Kredit UKM pada dasarnya adalah sebagai sumber
perorang atau badan usaha atau badan hukum tertentu dilevel Usaha Kecil, Menengah dan
Mikro yang mampu melakukan perbuatan hukum dengan dasar prinsip kepercayaan.
maka debitur dapat menggunakan dana krdeit untuk pengadaan atau peningkatan berbagai
factor produksi, baik berupa tambahan modal kerja, mesin, bahan baku, maupun peningkatan
sumber daya manusia, metode, pasar, sumber daya alam dan teknologi. Bagi lembaga
keuangan (termasuk bank), dengan pemberian kreditnya, bank sekaligus dapat memasarkan
transfer, jaminan bank, dan lain sebagainya. Produk atau jasa-jasa tersebut dijual melalui
salah satu persyaratan yang tertuang dalam perjanjian kredit dimana debitur harus
(https://docs.google.com ).
Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar
di dalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa
yang masuk dari luar akibat dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan
pengembangan UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk
masyarakan secara keseluruhan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di Negara kita sejak
beberapa tahun lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan
berhenti aktifitasnya, sektor usaha kecil dan menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam
pembiayaan di sektor ini masih belum jenuh dan menjanjikan. Apabila dicermati, penetrasi
bank-bank kepada sektor UKM tersebut bukan hanya sekedar mengikuti trend, melainkan
suatu strategi yang mendasari keputusan bisnis yang mengukuhkan bahwa UKM merupakan
Menurut Retnadi (2007), sampai dengan akhir tahun 2006, jumlah unit UKM (Usaha
Kecil dan Menengah), di Indonesia mencapai angka 48,8 juta unit usaha. Namun demikian,
dari jumlah tersebut, yang telah memperoleh kredit dari perbankan hanya sekitar 39,06% atau
19,1 juta, sehingga sisanya sejumlah 29,7 juta sama sekali belum tersentuh perbankan. Dari
sejumlah 48,8 juta UKM tersebut ternyata 90 persennya adalah Usaha Mikro yang
berbentuk usaha rumah tangga, pedagang kaki lima, dan berbagai jenis usaha mikro lain yang
bersifat informal, di mana pada skala inilah paling banyak menyerap tenaga kerja (pro job)
dan mampu menopang peningkatan taraf hidup masyarakat (pro poor). Apabila tidak ada
upaya khusus dari pemerintah, dikhawatirkan perbankan masih akan menghadapi kesulitan
untuk dapat memberikan kredit kepada UKM karena pada umumnya walaupun UKM telah
feasible namun belum bankable. Perbankan dituntut menerapkan manajemen risiko secara
international best practices (Basel 2) yang tidak cocok dengan kondisi UKM khususnya dan
kondisi makro ekonomi Indonesia. Meskipun sebelum tahun 2007, cukup banyak program
pemerintah yang ditujukan untuk mempercepat perkembangan UKM melalui berbagai jenis
kredit perbankan sebagaimana tabel di bawah ini, namun perkembangan berbagai program
tersebut tampaknya belum menarik minat perbankan sehingga dampaknya belum dirasakan
secara signifikan oleh para pelaku UKM di tingkat akar rumput (grass root). Akhirnya
Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Inpres No.6 tanggal 8 Juni 2007 tentang
Kebijakan Pemberdayaan UKM yang diikuti dengan adanya Nota Kesepahaman Bersama
antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada
UKM. Akhirnya pada tanggal 5 November 2007, Presiden R.I Susilo Bambang Yudhoyono
meresmikan kredit bagi UKM dengan pola penjaminan tersebut dengan nama Kredit Usaha.
Kebijakan penjaminan kredit ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses yang
Sejak diluncurkan pada tanggal 5 November 2007, posisi jumlah KUR maupun
Tabel 2.2
Bahkan jumlah debitur kredit yang menikmati fasilitas di bawah Rp.5 Juta mencapai
kurang lebih 90% dari total penyaluran kredit usaha, sehingga komitmen penyerapan tenaga
kerja (pro job) dan penanggulangan kemiskinan (pro poor) lebih terarah. Jika dilihat dari
sektor ekonomi, maka sektor perdagangan adalah yang paling tinggi menyerap Kredit usaha,
disusul sektor pertanian dan jasa sosial. Di luar ketiga sektor tersebut penyerapan Kredit
keberhasilan usaha mikro yang berbentuk usaha rumah tangga, pedagang kaki lima, dan
berbagai jenis usaha mikro lain yang bersifat informal, dimana pada kalainilah paling banyak
menyerap tenaga kerja dan mampu menopang peningkatan taraf hidup masyarakat.