Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL PENELITIAN MGL II

“Studi hidrogeologi dan Potensi Litologi Lingkungan Pengendapan Formasi Balikpapan dan
Formasi Pulau Balang pada daerah Barambai Sempaja Utara Samarinda dan sekitarnya ”

Disusun Oleh :
Reta Andila Ayuningrum 1904025

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
BALIKPAPAN
2022
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
1.5. Hasil yang di harapkan
1.6. Manfaat Penelitian
BAB II METODOLOGI PENELITIAN DAN DASAR TEORI
2.1. Metodologi Penelitian
2.1.1. Tahap Pendahuluan
2.1.2. Tahap Kegiatan Lapangan
2.1.3. Tahap Analisis Data
2.2. Pengumpulan Data
2.3. Peneliti Terdahulu
2.4. Dasar Teori
2.4.1. (Sesuaikan studi khusus)
BAB III GEOLOGI REGIONAL
3.1. Fisiografi Regional
3.2. Stratigrafi
3.3. Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi
BAB 1V GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Samarinda merupakan wilayah yang berada di fisiografis Antiklinorium
Samarinda yang ditandai dengan banyaknya lipatan-lipatan antiklin. Kondisi ini
menyebabkan Samarinda mempunyai karakteristik batuan dan akuifer yang sangat
bervariasi yang dipengaruhi oleh struktur geologi. Geomorfologi yang beragam dari
rendah hingga perbukitan mengakibatkan Samarinda mempunyai karakteristik akuifer
dan bata-batas hidrogeologis yang komplek.
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Samarinda 1995, wilayah Kota Samarinda
pada Formasi daerah penelitian batuan penyusun Formasi Balikpapan (Tmbp) seluas
53,29%, Formasi Pulau Balang meliputi 26,65 %, dan sisanya dibentuk oleh Formasi
Bebuluh dan Formasi Pamaluan.
Jenis-jenis tanah pada daerah dataran sepanjang Sungai Mahakam mengandung
jenis tanah Alluvial, daerah perbukitan mengandung jenis tanah Podzolik merah
kuning, dan daerah bekas hutan mengandung bahan Alluvial. Kedua jenis tanah ini
memiliki sifat mudah tererosi pada wilayah topografi miring dan berkemampuan
menyerap air yang rendah dan mudah jenuh air (saturated) sehingga pada saat turun
hujan sering terjadi genangan air pada daerah datar.
Kondisi hidrologi mempunyai peranan penting dalam proses penghitungan
imbuhan air tanah dan menjadi penentu dalam kuantifikasi air tanah. Dalam analisis
hidrogeologi dan air tanah harus diketahui daerah imbuhan, akuifer, dan kondisi batas
hidrogeologi. Kapasitas air permukaan sangat dipengaruhi oleh karakteristik kondisi
Daerah Aliran Sungai (DAS), tata guna lahan, curah hujan, dan daerah imbuhan.
Daerah imbuhan sangat dipengaruhi oleh siklus hidrologi. Faktor penentu besarnya
kuantitas imbuhan air tanah adalah intensitas hujan.
Batas hidrogeologis yang berkembang didaerah penelitian dipengaruhi oleh
geomorfologi dan perlapisan batuan. Akibat daerah penelitian berada di daerah
antiklin, maka batas hidrogeologi meliputi: batas pemisah airtanah yang berada di
daerah puncak dari sayap antiklin dan batas internal dan eksternal muka airtanah yang
dibatasi oleh jaringan sungai. Sementara itu, batas lapisan bawah, yang menjadi
daerah tanpa aliran, berada di lapisan batulempung yang merupakan bagian dari
formasi Pulau Balang. Batas-batas hidrogeologis sangat berguna untuk tipologi sistem
akuifer daerah penelitian.
1.2. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
A. Bagaimana gambaran kondisi hidrogeologi pada Formasi Balikpapan dan
Formasi Pulau Balang pada daerah Samarinda dan sekitarnya ?
B. Apa Hubungan Hidrogeologi dan Geomorfologi pada daerah penelitian serta
keterkaitannya terhadap Bentang Alam Lingkungan ?
C. Bagaimana sejarah dari Lingkungan Pengendapan daerah penelitian dan
kaitannya terhadap adanya kondisi Hidrogeologi ?
D. Apa saja keseluruhan potensi yang didapat pada daerah penelitian ?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian


Penelitian dimaksudkan untuk mempelajari lebih lanjut sampai sejauh mana

pemahaman aplikasi secara langsung di lapangan dalam guna Studi Pemetaan Geologi

yang bertujuan untuk mendapatkan suatu gambaran atau kondisi bagaimana keadaan

di lapangan dari daerah yang diteliti, mengkaji kondisi hidrogeologi yang dibatasi

oleh batas-batas daerah aliran yang dipengaruhi oleh perubahan tata guna lahan.

1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di wilayah samarinda bagian utara, JL. Barambai


Sempaja Utara. Daerah penelitian masuk dalam dua formasi dari Cekungan Kutai,
yaitu formasi Pulau Balang dan Balikpapan. Kedua formasi ini membentuk struktur
Antiklinorium Samarinda yang membentang dari utara hingga selatan. Dan waktu
penelitian ini dilakukan selama kurang lebih dari sebulan lamanya dengan kondisi
cuaca yang tidak menentu pada daerah penelitian guna mendapatkan pengambilan
hasil dan data yang lebih baik.
1.5. Hasil yang diharapkan
Penelitian ini diharapkan mendapatkan gambaran dari kondisi daerah yang
dilakukan pemetaan dan menemukan kondisi nyata hidrogeologi yang menjadi acuan
untuk mengetahui karakteristik dan kondisi Hidrogeologi wilayah Samarinda.
1.6. Manfaat Penelitian
Untuk mendapatkan suatu gambaran atau kondisi dari suatu hasil atau data yang
didapat pada daerah penelitian yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya
ilmu kebumian yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan hal kuantitas
dan kualitas di wilayah Samarinda.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN DAN DASAR TEORI

2.1. Metodologi Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian induktif dengan pendekatan analitik, yaitu
kondisi hidrologi dan hidrogeologi. Pendekatan ini menitikberatkan pada kajian
secara mendalam tentang aspek hidrologi, hidrogeologi dan tata guna lahan. Adapun
metode penelitian yang dibahas meliputi kajian geologi, hidrologi, tata guna lahan,
serta batas hidrogeologi.
2.1.1. Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini merupakan tahap awal dari persiapan yang meliputi kegiatan
sebelum melakukan penelitian lapangan yang terdiri dari :
1. Persiapan Literatur
Tahap ini merupakan awal dari penelitian sebelum melakukan pengamatan di
lapangan tahapan ini berupa studi literatur baik mengenai daerah penelitian yang
dibahas oleh peneliti-peneliti terdahulu, buku-buku materi kuliah, atau laporan ilmiah
yang menyangkut dengan topik bahasan penelitian maupun penyusunan proposal.
2. Tahap pengurusan administrasi
Tahap ini meliputi pengurusan surat-surat perizinan untuk melakukan penelitian
yang akan diberikan kepada pihak Program Studi Teknik Geologi, dan Instansi pada
daerah terkait yang dilakukan studi penelitian Pemetaan Geologi.
3. Tahap persiapan perlengkapan lapangan
Tahap persiapan perlengkapan ini meliputi persiapan kelengkapan alat-alat dan
bahan yang akan digunakan dalam penelitian lapangan. Peminjaman peralatan
lapangan kepada laboratorium geologi, kelengkapan format tabel untuk pengambilan
data lapangan dan persiapan perlengkapan pribadi. Adapun alat - alat yang dapat
digunakan dalam berlangsungnya kegiatan penelitian antara lain :
a. Perlengkapan keamanan ketika berada dilapangan yaitu sepatu safety, dan kaos
tangan safety ( jika diperlukan ).
b. Peta Topografi
c. Kompas Geologi
d. Palu Geologi
e. Global Positioning System (GPS)
f. Alat Tulis Lengkap dan Buku Lapangan
g. Komparator Batuan
h. Meteran 30 m
i. Lembar Measuring Section 10
j. Hcl 30 ml
k. Plastik Sampel
l. Kamera dan Parameter Foto
m. Jas Hujan
n. Clipboard.
2.1.2. Tahap Kegiatan Lapangan
Pada tahap ini dilakukan dilapangan berupa pengambilan data yang terdiri dari
beberapa kegiatan yaitu :
1. Pengambilan dan pencatatan data lapangan
Pengambilan dan pencatatan data lapangan ini yaitu semua data yang dijumpai
dilapangan dicatat pada buku lapangan baik yang dilihat secara langsung atau data
yang diperoleh dengan cara pengukuran.
2. Penentuan Singkapan dan pengambilan data dengan alat
Penentuan singkapan pada peta lokasi dapat menggunakan alat GPS dimana nilai
X dan Y pada GPS tersebut dimasukan dalam peta lokasi. Sehingga nilai tersebut
akan mendapatkan titik dari potongan yang merupakan posisi lokasi kita berada.
Selain itu penentuan singkapan dapat digunakan dengan menggunakan kompas
geologi dimana menentukan dua objek yang akan diukur arahnya, kemudian
perpotongan antara arah dua objek tersebut akan menghasilkan satu titik yang
merupakan titik pengamatan kita serta dapat ditandai pada peta lokasi.
Selain penentuan singkapan dengan alat, selanjutnya dilakukan pengambilan data
yang lain antara lain pengukuran pada struktur geologi, pengambilan foto singkapan,
batuan, kondisi morfologi menggunakan kamera. Pemetaan geologi secara detail
dimaksudkan untuk memperoleh data geologi yang lebih rinci.
2.1.3. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini dilakukan analisis dan pengolahan data analisis dan pengolahan
data ini harus berdasarkan konsep-konsep geologi dan didukung dengan studi
referensi tentang topik terkait. Adapun analisis yang dilakukan pada tahap ini antara
lain :
A. Analisis Geomorfologi
Analisis ini menentukan satuan geomorfologi sebagai penyusun bentang alam
dari daerah yang diteliti berupa kemiringan lereng, pola lereng, relief, pola aliran
sungai, bentuk lembah. Yang dominan membentuk daerah penelitian dalam
geomorfologi perlu mengetahui stadia daerah baik dari muda, dewas maupun tua
berdasarkan aspek morfologi.
B. Data Litologi
Diawali dengan pengamatan singkapan dengan mengenali jenis batuan, dimensi
singkapan, keadaan fisik singkapan (derajat pelapukan dan hancur atau pecah),
apakah insitu/tidak, keadaan normal atau terbalik dan warna tanah hasil pelapukan
sekitar singkapan perlu dicatat. Kemudian dilanjutkan dengan untuk
deskripsi/pemerian detail masing-masing litologi dilakukan sesuai format pada
masing-masing jenis batuan berdasarkan hukum geologi.
C. Data Struktur Geologi
Dilakukan untuk mengetahui arah tegasan utama memperkirakan bentuknya
(ekstrusi atau intrusi). Mencari batas kontak dengan batuan sekitarnya, pengukuran
unsur-unsur struktur (kekar, sesar, lipatan dan kontak) serta memperhatikan jika
terdapat inklusi-inklusi pada singkapan.
2.2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu tahapan, mengumpulkan data, berupa data
sekunder maupun data primer. Tahapan ini merupakan yang paling penting karena
dari tahap ini akan muncul permasalahan dan pemahaman suatu penelitian.
1. Data Sekunder
Tahapan pengumpulan data sekunder meliputi studi literatur, interpretasi peta,
dan interpretasi citra daerah penelitian untuk mengetahui aspek - aspek awal
untuk memudahkan kegiatan pemetaan.
2. Data Primer
Merupakan data hasil pemetaan yang dilakukan oleh peneliti, adapun data
tersebut didapatkan dari hasil observasi lapangan yang dilakukan sebagai
pengamatan terhadap kondisi sebenarnya dilapangan yang akan dijadikan bahan
acuan dalam melaksanakan penelitian dan penulisan laporan.

Tahap pengumpulan data dilapangan berupa mengukur lereng yang memiliki


data strike/dip seperti sesar dan lipatan yang dapat menginformasikan suatu keadaan
geologi yang berada pada daerah tersebut.
2.3. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan dalam melakukan penelitian
sehingga dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang
dilakukan. Dari penelitian terdahulu, mengangkat beberapa penelitian sebagai
referensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian. Berikut merupakan
penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal dan paper artikel terkait dengan penelitian
yang dilakukan.
Tabel
Penelitian Terdahulu
Nama Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian
Drs.H.Achmad Amins., Laporan Status Permasalahan dampak dari
M.M (2006) Lingkungan Hidup gambaran kondisi lingkungan
Daerah Kota Samarinda hidup dikota Samarinda masih
sering banyak terjadi selama
kurun waktu 2006 dan
berupaya pelestarian
lingkungan hidup dan
pelaksanaan pengendalian
dampak lingkungan demi
terlaksananya pembangunan
berkelanjutan

Shalaho Dina Devy, Hidrogeologi wilayah Daerah penelitian termasuk


Harjuni Hasan, Windhu Samarinda, provinsi dalam tipologi sistem akuifer
Nugroho (2017) Kalimantan Timur batuan sedimen terlipat dengan
kategori akuifer semi tertekan
hidrogeologi daerah penelitian
terdiri dari tiga lapisan akuifer
yang didominasi oleh lapisan
akuifer, kemudian lapisan
akuitar dan lapisan akuiklud

2.4. Dasar Teori


Hidrogeologi merupakan suatu ilmu yang menghubungkan antara material
geologi dan proses yang terjadi di air (C.W. Fetter, 1994). Studi hidrogeologi meliputi
berbagai bentuk air serta menyangkut perubahannya, antara lain dalam keadaan cair,
padat, gas, dalam atmosfer, diatas dan dibawah permukaan tanah, distribusi,
penyebaran, aliran dan sebagainya. Kajian hidrogeologi terletak pada prinsip –
prinsip dasar keilmuan meliputi hukum kekekalan masa dan proses – proses serta
gejala – gejala yang berhubungan dengan bagaimana dan mengapa aliran
airtanah terjadi, distribusi air tanah di bumi, unsur-unsur kimia yang terdapat
dalam airtanah, serta dampak lingkungan dari adanya aliran air tanah.
2.4.1. Siklus Hidrologi
Secara umum hidrologi dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang air.
Konsep yang umum itu, kini telah berkembang sehingga cakupan obyek hidrologi
menjadi lebih jelas. Menurut Marta dan Adidarma (1983), bahwa hidrologi adalah
ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pengaliran dan penyebaran air di bumi,
baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia air serta
reaksinya terhadap lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan. Berdasarkan
konsep tersebut hidrologi memiliki ruang lingkup atau cakupan luas. Secara
substansional cakupan bidang ilmu itu meliputi (1) asal mula dan proses terjadinya air,
(2) pengaliran dan penyebaran air, (3) sifat-sifat air, dan (4) keterkaitan air dengan
ligkungan dan kehidupan.
Pemanfaatan air untuk berbagai macam keperluan tidak akan mengurangi
kuantitas air yang ada di muka bumi ini, tetapi setelah dimanfaatkan maka kualitas air
akan menurun. Air di bumi ini selalu mengalir dan dapat berubah wujud menjadi uap
air sebagai akibat pemanasan oleh sinar matahari dan tiupan angin. Uap air ini
kemudian menguap dan mengumpul membentuk awan. Pada tahap ini terjadi proses
kondensasi yang kemudian turun sebagai titik-titik hujan atau salju. Sebagian dari air
yang jatuh kebumi meresap kedalam tanah sebagai ABT, sedangkan sebagian lainya
mengalir sebagai air permukaan yang kemudian menguap kembali akibat sinar
matahari. Siklus disebut siklus hidrologi (hydrologic cycle).

`
Secara umum, siklus hidrologi dapat dibagi dalam tiga tahapan:
1) Air permukaan yang ada di muka bumi ini membentuk kumpulan butir-butir air
sebagai awan, ditiup angin ke arah dataran, kemudian turun sebagai hujan.
2) Air hujan yang turun ke permukaan bumi, sebagian mengalir sebagai air
permukaan, sebagian menguap (evaporasi) dan sebagian lagi menyerap melalui pori-
pori tanah ke dalam tanah (infiltrasi) sebagai ABT (groundwater).
3) Air yang masuk kedalam tanah sebagai ABT, sebagian mengisi lapisan
tanah/batuan dekat permukaan bumi yang kemudian disebut akuifer dangkal, dan
sebagian lagi terus masuk kedalam tanah untuk mengisi lapisan akuifer yang lebih
dalam. Proses ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama. Lokasi pengisian
(recharge area) dapat jauh sekali dari lokasi pengambilan airnya (discharge area).
Secara skematis siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Diagram siklus hidrologi (Dr.Ir.Robert J Kodoatie, 1996)


Keterangan gambar:
1. penguapan (evaporasi)
2. evapotranspirasi 11. Aliran antara (interflow)
3. hujan (air atau salju) 12. Aliran dasar (baseflow)
4. air mengalir lewat batang tanaman atau jatuh langsung dari tanaman
5. aliran di muka tanah (over land flow) 13. aliran runout
6. banjir (genangan) 14. perkolasi
7. aliran jaringan sungai (runoff) 15. kenaikan kapiler
8. transpirasi
9. kenaikan kapiler
10. infiltrasi
BAB III
GEOLOGI REGIONAL
3.1. Fisiografi Regional
Fisiografi pada daerah penelitian ini terletak di cekungan kutai pada dua
formasi yaitu Formasi Balikpapan dan Pulau Balang. Cekungan Kutai merupakan
salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km dan
mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan mencapai 14 km (Rose dan
Hartono,1971 op.cit.Mora dkk.,2001).
Cekungan Kutai di bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan
arah baratlaut - tenggara, di bagian barat dibatasi oleh tinggian Kuching yang berarah
utara - selatan, berupa batuan dasar berumur Pra-Tersier. Pada bagian selatan dibatasi
oleh oleh tinggian Meratus dan Busur Paternoster. Kelurusannya dikontrol oleh Sesar
Adang (Adang Fault) dengan arah barat laut – tenggara. Ke arah timur Cekungan
Kutai terbuka semakin dalam ke Selat Makasar (Ott, 1987).

3.2. Stratigrafi
Secara fisiografis Samarinda masuk dalam Zona Cekungan Kutai. Sementara
itu, Supriatna dkk. mengungkapkan, bahwa stratigrafi Cekungan Kutai dari tua ke
muda ditandai oleh beberapa pengendapan formasi batuan dengan pemerian yang
khas dengan lingkungan pengendapan dari daratan hingga laut dangkal. Korelasi dari
geologi regional yang dihubungkan dengan hasil eksplorasi permukaan dan geolistrik,
maka dapat disimpulkan, bahwa urutan stratigrafi dari paling tua hingga paling muda
pada daerah penelitian adalah sebagai berikut: (1) formasi Bebuluh (Miosen Awal-
Miosen Bawah); (2) formasi Pulaubalang (Miosen Tengah-Miosen Akhir); (3)
formasi Balikpapan (Miosen Tengah-Miosen Akhir); (4) formasi Kampung baru
(Miosen Tengah-Miosen Akhir).
 Formasi Pamaluan
Batupasir kuarsa dengan Sisipan Batulempung, Serpih, Batugamping dan
Batulanau, berlapis sangat baik. Batupasir Kuarsa merupakan batuan utama, kelabu
kehitaman – kecoklatan, berbutir halus – sedang, terpilah baik, butiran membulat –
membulat tanggung, padat, karbonan dan gampingan. Setempat dijumpai struktur
sedimen silang siur dan perlapisan sejajar. Tebal lapisan antara 1-2 m. Batulempung
denganketebalan rata-rata 45 cm. Serpih, kelabu kehitaman - kelabu tua, padat,
dengan ketebalan sisipan antara 10 – 20 cm. Batugamping berwarna kelabu, pejal,
berbutir sedang-kasar, setempat berlapis dan mengandung foraminifera besar.
Batulanau berwarna kelabu tua kehitaman. Tebal Formasi lebih kurang 2000 m.
 Formasi Bebuluh
Batugamping Terumbu dengan Sisipan Batugamping Pasiran dan Serpih. Batu
gamping berwarna kelabu, padat, mengandung foraminifera besar, berbutir sedang.
Setempat batugamping menghablur, terkekar tak beraturan. Serpih, kelabu kecoklatan
berselingan dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman. Tebal formasi sekitar 300 m
diendapkan selaras dibawah Formasi Pulau Balang.
 Formasi Pulau Balang
Perselingan Batupasir Greywacke dan Batupasir Kuarsa Sisipan Batugamping,
Batulempung, Batubara dan Tuf Dasit. Batupasir Greywacke berwarna kelabu
kehijauan , padat, tebal lapisan antara 50 – 100 cm. Batupasir Kuarsa berwarna kelabu
kemerahan, setempat tufan dan gampingan, tebal lapisan antara 15 - 60 cm.
Batugamping berwarna coklat muda kekuningan, mengandung foraminifera besar.
Batugamping ini terdapat sebagai sisipan atau lensa dalam Batupasir Kuarsa,ketebalan
lapisan 10 - 40 cm. Batulempung, kelabu kehitaman, tebal lapisan 1 – 2 cm. Setempat
berselingan dengan batubara, tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih
merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.
 Formasi Balikpapan
Perselingan Batupasir dan Batulempung Sisipan Batulanau, Serpih, Batugamping
dan Batubara. Batupasir Kuarsa, putih kekuningan, tebal lapisan 1 – 3 m, disisipi
lapisan batubara, tebal 5 – 10 cm. Batupasir Gampingan, coklat, berstruktur sedimen
lapisan sejajar dan silang siur, tebal lapisan 20 – 40 cm, mengandung foraminifera
kecil disisipi lapisan tipis karbon. Batulempung, kelabu kehitaman, setempat
mengandung sisa tumbuhan, oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan, setempat
mengandung lensa batupasir gampingan. Batulanau Gampingan, berlapis tipis, serpih
kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping Pasiran, mengandung foraminifera besar,
moluska, menunjukkan umur Miosen Akhir bagian bawah - Miosen Tengah bagian
atas, tebal formasi 1000 – 1500 m.
 Formasi Kampung Baru
Batupasir Kuarsa dengan Sisipan Batulempung, Serpih, Batulanau dan Lignit,
pada umumnya lunak, mudah hancur. Batupasir kuarsa, putih setempat kemerahan
atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis
oksida besi atau kongkresi, tufan atau lanauan, dan sisipan batupasir konglomeratan
atau konglomerat dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih merah dan lempung,
diameter 0,5 – 1 cm, mudah lepas. Batulempung, kelabu kehitaman mengandung sisa
tumbuhan, kepingan batubara, koral. Batulanau, kelabu tua, menyerpih, laminasi.
Lignit, tebal 1 – 2 m. Diduga berumur Miosen Akhir - Plioplistosen, lingkungan
pengendapan delta - laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras
dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan.

3.3. Tatanan Tektonik dan Struktur Geologi


Secara fisiografis, Cekungan Kutai di sebelah utara berbatasan dengan
Bengalon dan Zona Sesar Sangkulirang, di selatan berbatasan dengan Zona Sesar
Adang, di barat dengan sedimen-sedimen Paleogen dan metasedimen Kapur yang
terdeformasi kuat dan terangkat dan membentuk daerah Kalimantan Tengah,
sedangkan di bagian timur terbuka dan terhubung denganlaut dalam dari Cekungan
Makassar bagian Utara.
Cekungan ini terdapat beberapa rangkaian antiklin yang membentuk lipatan
dengan gaya berada di bagian barat dan melemah ke arah timur. Cekungan ini
memiliki kenampakan struktur yang memiliki arah jurusan dominan Timur laut-Barat
daya terbentuk di tepian tenggara bagian dari Paparan Sunda yang mana terpengaruh
dari 3 lempengen utama yaitu Lempng Eurasia, Lempeng India-Australia, dan
Lempeng Pasifik.
Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi fase pengendapan transgresif Paleogen
dan pengendapan regresif Neogen. Fase Paleogen dimulai dengan ekstensi pada
tektonik dan pengisian cekungan selama Eosen dan memuncak pada fase longsoran
tarikan post-rift dengan diendapkannya serpih laut dangkal dan karbonat selama
Oligosen akhir. Fase Neogen dimulai sejak Miosen Bawah sampai sekarang,
menghasilkan progradasi delta dari Cekungan Kutai sampai lapisan Paleogen. Pada
Miosen Tengah dan lapisan yang lebih muda di bagian pantai dan sekitarnya berupa
sedimen klastik regresif yang mengalami progradasi ke bagian timur dari Delta
Mahakam secara progresif lebih muda menjauhi timur. Sedimen-sedimen yang
mengisi Cekungan Kutai banyak terdeformasi oleh lipatan-lipatan yang subparalel
dengan pantai. Intensitas perlipatan semakin berkurang ke arah timur, sedangkan
lipatan di daerah dataran pantai dan lepas pantai terjal, antiklin yang sempit
dipisahkan oleh sinklin yang datar. Kemiringan cenderung meningkat sesuai umur
lapisan pada antiklin. Lipatan-lipatan terbentuk bersamaan dengan sedimentasi
berumur Neogen. Banyak lipatan-lipatan yang asimetris terpotong oleh sesar-sesar
naik yang kecil, secara umum berarah timur, tetapi secara lokal berarah barat.

Tatanan Tektonik Cekungan Kutai


Struktur geologi regional dan tektonika yang berkembang di sekitar daerah
penyelidikan adalah berupa perlipatan, sesar dan kelurusan berarah Baratdaya-Timur
laut dan Barat laut-Tenggara. Struktur perlipatan berupa antiklin dan sinklin dengan
sumbu yang relatif sejajar dengan pola struktur regional yakni Baratdaya-Timurlaut,
sayap-sayap struktur antiklin dan sinklin umumnya membentang asimetris dengan
sudut kemiringan yang landai hingga curam. Secara setempat ujung-ujung sumbu
struktur perlipatan tersebut, sebagian ada yang menunjam, terpotong oleh struktur
sesar atau tertimbun batuan lain.
Struktur ini kemungkinan yang menyebabkan terjadinya proses intrusi yang
menghasilkan mineralisasi, atau mengubah karakteristik kelurusan-kelurusan yang
terbentuk, diperkirakan merupakan jejak atau indikasi struktur sesar dan kekar dengan
pola yang searah struktur umum regional. Kelurusan ini umumnya menoreh batuan-
batuan berumur Tersier dan Pra-Tersier. Diduga kehadiran sesar, perlipatan dan
kelurusan yang terlihat sekarang, berhubungan erat dengan kegiatan tektonik pada
Zaman Tersier atau Intra Miosen. Secara regional kegiatan tektonik di daerah ini
dimulai sejak Mesozoikum hingga Tersier seiring dengan terbentuknya urutan
stratigrafi dari litologi formasi batuan yang terlihat sekarang. (S. Supriatna, Sukardi,
dan E.Rustandi, 1995).

Struktur tektonik yang berkembang pada Cekungan Kutai berarah timur laut-
barat daya (NE - SW) yang dibentuk oleh Antiklinorium Samarinda, yang berada di
bagian timur – tenggara cekungan (Supriatna dkk., 1995). Antiklinorium Samarinda
tersebut memiliki karakteristik terlipat kuat, antiklin asimetris dan dibatasi oleh
sinklin -sinklin yang terisi oleh sedimen silisiklastik Miosen (Satyana dkk., 1999)
Teori mengenai asal terbentuknya struktur - struktur pada Cekungan Kutai masih
dalam perdebatan.
BAB IV
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Berdasarkan data pada lapisan batuan daerah penelitian model didominasi oleh
batupasir dan perselingan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, dan batu
lempung dengan ketebalan yang bervariasi pada dua formasi : formasi balikpapan dan
pulau balang. Struktur geologi yang berkembang daerah penelitian berupa antiklin,
yang dipengaruhi oleh fisiografi dari Antiklinorium Samarinda dan terdapat beberapa
sesar-sesar kecil yang mengakibatkan terjadinya perpotongan atau menghilangnya
perlapisan batuan. Lokasi penelitian berada ditengah-tengah dari sumbu lateral
struktur antiklin yang membujur secara diagonal dari arah utara menuju selatan.

Peta Geologi daerah Penelitian


 Hidrologi
Pada penelitian ini, kondisi hidrologi yang mempunyai peranan penting dalam
proses penghitungan imbuhan airtanah dan menjadi penentu dalam kuantifikasi
airtanah. Dalam analisis hidrogeologi dan airtanah harus diketahui daerah imbuhan,
akuifer, dan kondisi batas hidrogeologi. Kapasitas air permukaan sangat dipengaruhi
oleh karakteristik kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), tata guna lahan, curah hujan,
dan daerah imbuhan. Daerah imbuhan sangat dipengaruhi oleh siklus hidrologi.
Faktor penentu besarnya kuantitas imbuhan airtanah adalah intensitas hujan. Intensitas
hujan merupakan jumlah hujan pada suatu daerah tiap satuan waktu.
 Batas Hidrogeologi
Batas hidrogeologis yang berkembang didaerah penelitian dipengaruhi oleh
geomorfologi dan perlapisan batuan. Akibat daerah penelitian berada di daerah
antiklin, maka batas hidrogeologi meliputi: batas pemisah airtanah yang berada di
daerah puncak dari sayap antiklin dan batas internal dan eksternal muka airtanah yang
dibatasi oleh jaringan sungai. Sementara itu, batas lapisan bawah, yang menjadi
daerah tanpa aliran, berada di lapisan batulempung yang merupakan bagian dari
formasi Pulau Balang.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang didapat pada Studi hidrogeologi dan Potensi Litologi
Lingkungan Pengendapan Formasi Balikpapan dan Formasi Pulau Balang daerah
Barambai, Samarinda Utara dan sekitarnya maka didapat kesimpulan :
1. Data pada lapisan batuan daerah penelitian model didominasi oleh batupasir dan
perselingan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, dan batu lempung
dengan ketebalan yang bervariasi pada dua formasi : formasi balikpapan dan
pulau balang.
2. Lokasi penelitian berada ditengah-tengah dari sumbu lateral struktur antiklin
yang membujur secara diagonal dari arah utara menuju selatan terdapat beberapa
sesar-sesar kecil yang mengakibatkan terjadinya perpotongan.
3. Pada daerah penelitian kapasitas air permukaan sangat dipengaruhi oleh
karakteristik kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), tata guna lahan, curah hujan,
dan daerah imbuhan.
4. Batas hidrogeologis yang berkembang didaerah penelitian dipengaruhi oleh
geomorfologi dan perlapisan batuan batas pemisah airtanah yang berada di daerah
puncak dari sayap antiklin dan batas internal dan eksternal muka airtanah yang
dibatasi oleh jaringan sungai.

Anda mungkin juga menyukai