Anda di halaman 1dari 17

BAB

7 PROSES SAINS DAN KEBENARAN ILMIAH

Deskripsi Singkat Topik


Bab ini mengkaji berbagai aspek tentang proses sains dan kebenaran ilmiah,
menyangkut : pengertian sains, dimensi-dimensi sains , dan fungsi sains dalam
kehidupan.

Capaian Pembelajaran (CP) :


Diharapkan setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa memahami hakekat sains
dengan cara :
a. Memberikan argumentasi kenapa pengertian sains menurut berbagai pendapat
berbeda-beda
b. Mengemukakan pendapatnya tentang pengertian sains
c. Merinci penjelasan 3 dimensi sains berdasarkan ilustrasi yang diberikan
d. Menjelaskan berbagai fungsi sains dalam kehidupan dengan kata-kata sendiri

Materi

1. DASAR-DASAR SAINS
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu yang merupakan ciri khas manusia, karena
manusia adalah satu satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh
sungguh, hewan juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuannya terbatas untuk
kelangsungan hidupnya. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi
kebutuhan ke berlangsungan hidupnya. Manusia merupakan makhluk yang berakal budi
yang selalu ingin mengejar kebenaran dengan akal budinya.
Dalam pembahasan makalah kali ini mencoba menjelaskan tentang ilmu pengetahuan.
Dan apakah pengetahuan tersebut merupakan pengetahuan yang benar adanya atau
sebaliknya.

A. Macam-Macam Pengetahuan
Jika seorang manusia ingin tahu, maka ia akan mencari tahu dan memperoleh
pengetahuan seperti saya itu penasaran dengan isi novel yang berjudul dilan, maka saya
akan mencari dimana yang jualan novel tersebut. Nah disitulah saya memperoleh
pengetahuan yang berawal dari novel.
Pengetahuan manusia juga terbagi jadi beberapa macam yaitu :
1. Pengetahuan Sains
Sains adalah berasal dari bahasa latin yaitu “scientia” yang artinya pengetahuan. Jadi
definisi sains ialah suatu cara untuk mempelajari berbagai aspek-aspek tertentu dari
alam secara terorganisir, sistematik dan melalui berbagai metode saintifik yang
terbakukan.
Contoh: seseorang ingin mengetahui jika jeruk itu ditanam, apa buahnya? Nah
berdasarkan pengetahuan kita bahwa sesungguhnya, jeruk itu ditanam melalui bibit
bukan melalui buahnya. Dan pada dasarnya pengetahuan ini lah yang disebut
pengetahuan sains. Pengetahuan sains juga harus berdasarkan logika, nah sekaranng
dapat di definisikan bahwa pengetahuan sains ialah pengetahaun yang logis dan di
dukung oleh empiris.1[1]

2. Pengetahuan Filsafat
Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Filsafat adalah pandangan hidup
seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang
yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin
melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Contoh: jambu ditanam buahnya jambu. Ini sudah berguna bagi kehidupan, namun
ada orang yang ingin mengetahui lebih? Untuk menjawab pertanyaan ini, nah bila dia
piker secara serius. Muncul lah jawabannya jambu itu yang selalu berbuah jambu
karena ada hukum yang mengatur agar jambu berbuah jambu hukum tidak pernah
kelihatan. Akan tetapi akal akan mengatakan bahwa hukum itu ada.
3. Pengetahuan Mistik
Mistik adalah menurut asal katanya, kata mistik berasal dari bahasa yunani
“mystikos”yang artinya rahasia (gheim), serba rahasia (gheimzinnig),
tersembunyi(verborgen), gelap (dongker), atau terselumbung dalam kekelaman (in
het duister gehuld). Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie, kata mistik berasal
dari bahasa yunani myein yang artinya menutup mata (deogen seluiten) dan
musterion yang artinya suatu rahasia (geheimnis).
Terdapat banyak pengertian mengenai mistik, baik berdasarkan kamus bahasa
Indonesia, ilmu antropologi dan filsafat sendiri. Berikut beberapa pengertian
mengenai mistik tersebut: [2]
a. Merupakan hal gaib yang sangat diyakini hingga tidak bisa dijelaskan dengan
akal manusia biasa.
b. Merupakan sub system yang ada hampir disemua agama dan system religi untuk
memenuhi hasrat manusia mengalami dan merasakan emosi bersatu dengan
tuhan.
c. Merupakan bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu tuhan yang
dianggap meliputi segala hal dalam alam dan system keagamaan ini sendiri dari
upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan dengan tuhan
d. Merupakan pengetahuan yang tidak rasional atau tidak dapat dipahami rasio,
maksud nya hubungan sebab akibat yang terjadi tidak dapat dipahami rasio.
e. Perkataan mitos atau mythical sebagai pertimbangan nilai yang negativ tentang
suatu kepercayaan atau riwayat. Walaupun begitu, kata tersebut dapat dipakai
sebagai deskriptif semata-mata tanpa konotatif negativ.
f. Merupakan pengetahuan (ajaran atau keyakinan) tentang tuhan yang diperoleh
melalui meditasi atau latihan spiritual, bebas dari ketergantungan pada indera
dan rasio.
Contoh: ada seseorang yang nekat yaitu orang yang ingin tahu siapa itu tuhan.
Bahkan sampai ingin melihatnya, nah bagian ini sudah tidak dapat lagi di jangkau.
Menggunakan akal logis apa lagi indra empiris. Pengetahuan ini memenag aneh
maka saya pun menyebutkan ini dengan paradigma mistik.

B. Macam-Macam Sains
Pengertian sains yaitu suatu cara untuk mempelajari berbagai aspek-aspek tertentu
dari alam secara terorganisir, sistematik dan melalui berbagai metode sains-tifik yang
bebakukan.
Tujuan diadakan sains yaitu untuk menghasilkan model yang dapat berguna tentang
realitas. Pada umumnya penyelidik ilmiah menggunakan beberapa bentuk metode
ilmiah. Secara umum metode yang dipakai yaitu:
1. Observasi
Adalah langkah pertama dari metode ilmiah : observasi (pengamatan)
seorang ilmuan yang baik akan selalu melakukan pengamatan terhadap
gejala dan kejadian sehari-hari yang terjadi disekitarnya. Tentu saja gejala
dan kejadian yang menarik perhatian peneliti itu adalah yang berhubungan
dalam bidang kajiannya. Pengertian observasi ini adalah luas. Bisa saja
pengamatan itu adalah terhadap bacaan sumber pustaka yang sedang ada di
hadapannya. [3]
2. Hipotesis
Adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan tetapi
jawaban yang sementara tentu tidak muncul begitu saja tanpa landasan yang
jelas.
3. Prediksi
Adalah suatu proses memperkirakan secara sistematis tentang sesuatu yang
paling mungkin terjadi dimasa depan.
4. Penelitian
Adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk mengetahui sesuatu yang
ingin diteliti.
5. Kesimpulan
Adalah sebuah penyajian peristiwa atau kejadian yang panjang disajikan secara
singkat. Beberapa contoh dari kesekian banyaknya pembagian bidang sains
khususnya IPA seperti:
a. Biologi: Anatomi, biofisika, fisiologi, genetika, ekologi, taksonomi, virulogi,
zoology.
b. Kimia: Analitik, elektrokimia, kimia organik, anorganik, ilmu material, kimia
polimer.
c. Fiska: Astronomi, kinetika. Fisika nuklir, dinama, fisika material, mekanika
kuantum.
d. Ilmu Bumi: ilmu lingkungn, geologi, geodesi, paleon teologi

2. KEBENARAN ILMIAH

Manusia diartikan sebagai hewan yang berakal, oleh karena itu menusia berupaya dengan
sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan akalnya. Dalam hal ini pengetahuan adalah
sebuah keniscayaan. Manusia secara lahiriah telah memiliki aspek fitrah untuk
mengetahui segala hal yang ada, “ada” yang dimaksud disini adalah baik yang material
atau yang bersifat transedental.
1. Adanya suatu sistem gagasan dalam pikiran.
2. Persesuaian antara gagasan dan benda-benda yang sebenar-benarnya.
3. Adanya keyakinan tentang persesuaian itu.
Dari kriteria ini dapat ditegaskan bahwa pengetahuan dibangun dari gagasan dalam
pikiran, persesuaian-persesuaian dengan yang sebenarnya, dan adanya keyakinan tentang
persesuaian itu. Kriteria ini yang menjadikan pengetahuan dapat dikatakan benar.
Pengetahuan erat sekali dengan kebenaran. Lalu apa yang disebut dengan benar atau
kebenaran itu? Kebenaran disini diartikan sebagai kesesuaian pengetahuan dengan
objeknya.
Kebenaran tidak begitu saja langsung diterima tetapi kebenaran harus melalui beberapa
konsep, proses, atau cara mendapatkan kebenaran itu. Jika terpenuhinya proses-proses
atau dilalui dengan berbagai cara maka ini disebut dengan kebenaran ilmiah. Penulis
berpandangan bahwa untuk mengetahui lebih dalam tentang arti kebenaran ilmiah maka
makalah ini ditulis dengan judul “kebenaran ilmiah: antara Subjektifitas dan Objektifitas”

A. Pengertian Kebenaran
Kebenaran menurut arti leksikal merupakan keadaan (hal) yang cocok dengan
keadaan (hal) yang sesungguhnya. Itu berarti kebenaran merupakan tanda yang dihasilkan
oleh pemahaman (kesadaran) yang menyatu dalam bahasa logis, jelas, dan terpilah-pilah.
(Bagus, 1991: 86)
Dalam bahasa Inggris “Kebenaran” disebut “truth”, Anglo-Saxon “Treowth”
(kesetiaan). Istilah latin “varitas”, dan Yunani “eletheid”, dipandang sebagai lawan kata
“kesalahan”, “kesesatan”, “kepalsuan”, dan kadang juga “opini”.
Dalam bahasa Arab “Kebenaran” disebut “al-haq” yang diartikan dengan “naqid
al-batil”. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia kata “Kebenaran”, menunjukkan
kepada keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya, sesuatu yang sungguh-
sungguh adanya.
Menurut Abbas Hamami, jika subyek hendak menuturkan kebenaran artinya
adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang dikandung dalam
suatu pernyataan atau statement. Dan, jika subyek menyatakan kebenaran bahwa
proposisi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan dan
nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari
kualitas, sifat, hubungan dan nilai itu sendiri. Dengan adanya berbagai macam katagori
sebagaimana tersebut di atas, maka tidaklah berlebihan jika pada saatnya setiap subjektif
yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat berbeda
satu dengan yang lainnya.
Selanjutnya, setelah melalui pembicaraan tentang berbagai “model” kerangka
kebenaran, Harold H. Tutis sampai kepada kesimpulan yang terjemahannya kurang lebih
sebagai berikut: “Kebenaran” adalah kesetiaan putusan-putusan dan ide-ide kita pada
fakta pengalaman atau pada alam sebagaimana apa adanya, akan tetapi sementara kita
tidak senantiasa dapat membandingkan putusan kita itu dengan situasi aktual, maka ujilah
putusan kita itu dengan putusan-putusan lain yang kita percaya sah dan benar, atau kita
ujilah putusan-putusan itu dengan kegunaannya dan dengan akibat-akibat praktis.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang telah disimpulkan oleh Titus di atas
mengenai arti “kebenaran”. Patrick juga mencoba menawarkan alternatif sikap terhadap
atau mengenai “kebenaran” itu dengan menyatakan, yang terjemahnya kurang lebih
sebagai berikut: Agaknya pandangan yang terbaik mengenai ini (kebenaran) adalah
bahwa kebenaran itu merupakan kesetiaan kepada kenyataan. Namun sementara dalam
beberapa kasus kita tidak dapat membandingkan idea-idea dan putusan-putusan kita
dengan kenyataan, maka yang terbaik yang dapat kita lakukan adalah melihat jika idea-
idea dan putusanputusan itu konsisten dengan idea-idea dan putusan-putusan lain, maka
kita dapat menerimanya sebagai benar.
FH. Bradly penganut faham idealisme mengatakan bahwa kebenaran ialah
kenyataan. Karena kebenaran ialah makna yang merupakan halnya, dan karena kenyataan
ialah juga merupakan halnya.
Setelah membicarakan pengertian kebenaran dari beberapa ahli di atas, maka
kebenaran itu juga tidak terlepas dari 3 (tiga) hal, yaitu:
Pertama, kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Maksudnya ialah
bahwa setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek
ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya pengetahuan itu dapat berupa:
1. Pengetahuan biasa atau biasa disebut juga dengan Knowledge of the man in the
Street or ordinary knowledge or common sense knowledge. Pengetahuan seperti
ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, yaitu amat terikat pada subjek
yang mengenal. Dengan demikian, pengetahuan tahap pertama ini memiliki sifat
selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal atau
tidak ada penyimpangan.
2. Pengetahuan ilmiah, yakni pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas
dengan menerapkan metodologis yang khas pula, yaitu metodologi yang telah
mendapatkan kesepakatan di antara para ahli yang sejenis. Kebenaran yang
terkandung dalam pengetahuan ilmiah bersifat relatif, maksudnya, kandungan
kebenaran dari jenis pengetahuan ilmiah selalu mendapatkan revisi yaitu selalu
diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir. Dengan demikian
kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai
dengan hasil penelitian yang paling akhir dan mendapatkan persetujuan dan
agreement dari para ilmuan sejenis.
3. Pengetahuan filsafati, yakni jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui
metodologi pemikiran filsafati, yang sifatnya mendasar dan menyentuh, yaitu
dengan model pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang
terkandung di dalam pengetahuan model ini adalah absolut-intersubjektif. Artinya,
nilai kebenaran yang terkandung didalamnya selalu merupakan pendapat yang
selalu melekat pada pandangan filsafat dari seseorang pemikir filsafat itu serta
selalu mendapat kebenaran dari filsuf yang menggunakan metodologi pemikiran
yang sama pula. Jika pendapat filsafat itu didekati dengan pendekatan filsafat
yang lain, maka dapat dipastikan hasilnya akan berbeda pula bahkan bertentangan
atau menghilangkan sama sekali, seperti filsafat matematika atau geometridari
Phytagoras sampai sekarang ini masih tetap seperti waktu Phytagoras pertama
sekali memunculkan pendapat tersebut, yaitu pada abad ke-6 sebelum Masehi.
4. Kebenaran jenis pengetahuan keempat yaitu: Pengetahuan Agama. Pengetahuan
jenis ini memiliki sifat dogmatis, yakni pernyataan dalam suatu agama selalu
dihampiri oleh keyakinan yang telah ditentukan, sehingga pernyataan-pernyataan
dalam ayat-ayat kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan
keyakinan yang digunakan untuk memahaminya itu. Implikasi makna dari
kandungan kitab suci itu dapat berkembang secara dinamik sesuai dengan
perkembangan zaman, akan tetapi kandungan maksud dari kitab suci itu tidak
dapat dirubah dan sifatnya absolut.

Kedua, kebenaran yang dikaitkan dengan sifat/karakteristik dari bagaimana cara


atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuan itu. Apakah ia
membangunnya dengan cara penginderaan atau sense experience, ratio, intuisi atau
keyakinan. Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan melalui alat
tertentu akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan
itu, akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya, artinya jika seseorang
membangunnya melalui indera atau sense experience, maka pada saat itu ia membuktikan
kebenaran pengetahuan itu harus melalui indera pula. Demikian juga dengan cara yang
lain, seseorang tidak dapat membuktikan kandungan kebenaran yang dibangun oleh cara
intuitif, kemudian dibuktikannya dengan cara lain yaitu cara inderawi misalnya. Jenis
pengetahuan menurut kriteria karakteristiknya dapat dibedakan dalam jenis pengetahuan:
1. inderawi;
2. pengetahuan akal budi;
3. pengetahuan intuitif;
4. pengetahuan kepercayaan atau otoritatif; dan pengetahuan-pengetahuan yang
lainnya.
Implikasi nilai kebenarannya juga sesuai dengan jenis pengetahuan itu.
Ketiga, kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya
pengetahuan itu. Artinya bagaimana relasi antara subjek dan objek, manakah yang lebih
dominan untuk membangun pengetahuan itu. Jika subjek yang lebih berperan, maka jenis
pengetahuan itu mengandung nilai kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya nilai
kebenaran dari pengetahuan yang dikandungannya itu amat tergantung pada subjek yang
memiliki pengetahuan itu. Atau, jika; jika objek amat berperan, maka sifatnya objektif,
seperti pengetahuan tentang alam atau ilmu-ilmu alam.

B. Teori-Teori Kebenaran

1. Teori Kebenaran Korespondensi


Menurut teori ini, kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai
diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya (Keraf dan Dua M, 2001: 66). Suatu
pernyataan dapat dikatakan benar jika mengandung pernyataan yang sesuai dengan
kenyataan yang ada. Dengan kata lain, kebenaran korespondensi terletak pada
kesesuaian antara subjek dan objek. Teori kebenaran korespondensi ini adalah teori
yang dapat diterima secara luas oleh kaum realis karena pernyataan yang ada selalu
berkaitan dengan realita.

2. Teori kebenaran koherensi


Kebenaran ditemukan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang
sudah ada. Suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi atau hipotesis dianggap
benar kalau sejalan dengan pengetahuan, teori, proposisi atau hipotesis lainnya, yaitu
kalau proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang
dianggap benar (Keraf dan Dua M, 2001: 88). Dengan kata lain pernyataan dianggap
benar jika pernyataan itu bersifat konsisten dengan pernyataan lain yang telah
diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut logika. Sebagai contoh,
pernyataan “semua manusia pasti akan mati” adalah pernyataan yang benar, maka
jika ada pernyataan bahwa saya pasti akan mati adalah pernyataan benar karena saya
adalah manusia.

3. Teori kebenaran pragmatis


Teori pragmatis dicetuskan oleh filsuf pragmatis dari Amerika Serikat Charles S.
Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul
“How to Make our Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa
ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan
filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini di antaranya
adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Herbert Mead
(1863-1931) dan C.I. Lewis (Suriasumantri, 1984:57)
Bagi kaum pragmatis kebenaran adalah sama artinya dengan kegunaan. Ide, konsep,
pengetahuan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang benar
adalah ide yang paling mampu memungkinkan seseorang (berdasarkan ide itu)
melakukan sesuatu secara paling berhasil dan tepat guna. Berhasil dan berguna
adalah kriteria utama untuk menentukan apakah suatu ide itu benar atau tidak.
Bagi kaum pragmatis jika ide, pengetahuan atau konsep tidak ada manfaatnya maka
ide tersebut merupakan ide yang tidak benar.

4. Teori kebenaran sintaksis


Teori ini berpangkal pada keteraturan gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan
tata-bahasa yang melekat. Jadi suatu pernyataan bernilai benar jika mengikuti aturan
gramatika yang baku. Teori ini berkembang diantara para filsuf bahasa, terutama
yang ketat terhadap pemakaian gramatika seperti Friederich Schleiermacher.

5. Teori kebenaran semantis


Teori ini dianut oleh faham filsafat analitika bahasa yang dikembangkan pasca
filsafat Bertrand Russel sebagai tokoh pemula filsafat Analitika Bahasa. Menurut
teori ini, suatu pernyataan dianggap benar ditinjau dari segi arti atau makna. Hal ini
hendak menekankan bahwa suatu pernyataan benar jika pernyataan tersebut memiliki
arti.

6. Teori kebenaran non-deskripsi


Teori kebenaran non-deskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme.
Suatu pernyataan dianggap benar tergantung peran dan fungsi pernyataan itu sendiri.
Pengetahuan akan memiliki nilai kebenaran sejauh pernyataan itu memiliki fungsi
yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari.

7. Teori kebenaran logis yang berlebihan


Teori ini mempunyai pemahaman bahwa masalah kebenaran hanya merupakan
kekacauan bahasa dan hal ini mengakibatkan adanya suatu pemborosan karena pada
dasarnya pernyataaan yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki derajat logik
yang sama dari masing-masing yang melingkupinya.

C. Sifat-sifat Kebenaran Ilmiah


Kebenaran ilmiah paling tidak memiliki tiga sifat dasar, yakni:
1. Struktur yang rasional-logis
Kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan logis atau rasional dari proposisi
atau premis tertentu. Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional, maka semua orang
yang rasional (yaitu yang dapat menggunakan akal budinya secara baik), dapat
memahami kebenaran ilmiah. Oleh sebab itu kebenaran ilmiah kemudian dianggap
sebagai kebenaran universal. Dalam memahami pernyataan di depan, perlu
membedakan sifat rasional (rationality) dan sifat masuk akal (reasonable). Sifat
rasional terutama berlaku untuk kebenaran ilmiah, sedangkan masuk akal biasanya
berlaku bagi kebenaran tertentu di luar lingkup pengetahuan. Sebagai contoh:
tindakan marah dan menangis atau semacamnya, dapat dikatakan masuk akal
sekalipun tindakan tersebut mungkin tidak rasional.

2. Isi empiris
Kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada, bahkan sebagian besar
pengetahuan dan kebenaran ilmiah, berkaitan dengan kenyataan empiris di alam ini.
Hal ini tidak berarti bahwa dalam kebenaran ilmiah, spekulasi tetap ada namun
sampai tingkat tertentu spekulasi itu bisa dibayangkan sebagai nyata atau tidak
karena sekalipun suatu pernyataan dianggap benar secara logis, perlu dicek apakah
pernyataan tersebut juga benar secara empiris.

3. Dapat diterapkan (pragmatis)


Sifat pragmatis, berusaha menggabungkan kedua sifat kebenaran sebelumnya (logis
dan empiris). Maksudnya, jika suatu “pernyataan benar” dinyatakan “benar” secara
logis dan empiris, maka pernyataan tersebut juga harus berguna bagi kehidupan
manusia. Berguna, berarti dapat untuk membantu manusia memecahkan berbagai
persoalan dalam hidupnya.

D. Presisi dan Akurasi

1. Akurasi
Ada dua definisi akurasi yang umum. Dalam matematika, sains, dan teknik, akurasi
mengacu pada seberapa dekat pengukuran dengan nilai sebenarnya.ISO (Organisasi
Internasional untuk Standardisasi) menerapkan definisi yang lebih kaku, di mana,
akurasi adalah pengukuran dengan hasil yang benar dan konsisten. Definisi ISO
berarti pengukuran yang akurat tidak memiliki kesalahan sistematis dan tidak ada
kesalahan acak. Pada dasarnya, ISO menyarankan agar akurat digunakan ketika
pengukuran akurat dan tepat.
Akurasi adalah kemampuan instrumen untuk mengukur nilai yang akurat. Dengan
kata lain, itu adalah kedekatan nilai yang diukur dengan nilai standar atau benar.

Keakuratan sistem diklasifikasikan dalam cara-cara berikut.


1. Akurasi Titik, berarti keakuratan instrumen hanya pada titik tertentu pada
skalanya. Akurasi ini tidak memberikan informasi apa pun tentang akurasi umum
instrumen.
2. Akurasi sebagai Persentase Kisaran Skala – Kisaran skala seragam menentukan
keakuratan instrumen. Ini dapat dengan mudah dipahami dengan bantuan contoh
yang ditunjukkan di bawah ini.
Pertimbangkan termometer yang memiliki jangkauan hingga 100ºC. Keakuratan
termometer dianggap hingga ± 0,5, yaitu ± kenaikan atau penurunan 0,5 persen
nilai instrumen dapat diabaikan. Tetapi jika bacaan lebih atau kurang dari 0,5ºC,
itu dianggap memiliki kesalahan yang tinggi.
3. Akurasi sebagai Persentase Nilai Benar – Jenis akurasi instrumen ditentukan
dengan mengidentifikasi nilai yang diukur mengenai nilai sebenarnya. Keakuratan
instrumen diabaikan hingga ± 0,5 persen dari nilai sebenarnya.
Akurasi ditentukan dengan menghitung nilai rata-rata hasil analisis dari blanko
yang ditambahkan analit (laboratory-fortified blank), bahan referensi standar (standard
reference material), dan larutan standar (standard solution). Selain itu, sampel spike
matriks (matrix-spiked) juga diukur; ini menunjukkan keakuratan atau bias dalam matriks
sampel aktual.
Akurasi dapat dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) dari
nilai yang diukur terhadap nilai sebenarnya atau nilai target.
Jika proses pengukuran menghasilkan hasil nilai rata-rata mempunyai selisih dari
nilai sebenarnya atau nilai target, proses tersebut dikatakan bias.

Bias adalah kesalahan sistematis (systematic error) baik yang melekat dalam
metode analisis (misalnya efisiensi ekstraksi) atau disebabkan oleh artefak sistem
pengukuran (misalnya kontaminasi).
Lab menggunakan beberapa langkah kendali mutu (quality control) untuk
menghilangkan bias analitik, termasuk analisis dari blanko metode (method blank),
sampel kontrol laboratorium (laboratory control samples), dan independen standar
verifikasi kalibrasi (calibration verification standards).
Karena bias dapat positif atau negatif, dan karena beberapa jenis bias dapat terjadi
secara bersamaan, hanya total bias dapat dievaluasi dalam sebuah pengukuran.

2. Presisi
Presisi adalah kemampuan metode atau instrumen analitis untuk mereproduksi
pengukurannya sendiri. Ini merupakan ukuran variabilitas, atau kesalahan acak (random
error), dalam pengambilan sampel, penanganan sampel dan dalam analisis laboratorium.
American Society of Testing and Material (ASTM) mengakui dua tingkat presisi:
- pengulangan (repeatability) - kesalahan acak yang terkait dengan pengukuran
yang dilakukan oleh operator uji tunggal pada sampel bahan uji identik di
laboratorium tertentu, dengan peralatan yang sama, di bawah kondisi operasi yang
konstan , dan
- reprodusibilitas (reproducibility)- kesalahan acak yang terkait dengan pengukuran
yang dilakukan oleh operator uji yang berbeda, di laboratorium yang berbeda,
menggunakan metode yang sama tetapi peralatan yang berbeda untuk
menganalisis sampel bahan uji yang identik.
Presisi dapat dinyatakan sebagai perbedaan prosentase relatif (relative percent
different, %RPD), jika dilakukan secara duplo atau dinyatakan sebagai simpangan baku
relative (relative standard deviation, %RSD), jika pengujian dilakukan lebih dari dua
kali.
Contoh presisi:
Anda dapat memikirkan akurasi dan presisi dalam hal pemain bola basket. Jika pemain
selalu membuat bola masuk ke keranjang, meskipun ia menyerang bagian pelek yang
berbeda, ia memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Jika dia tidak memasukan ke keranjang
tetapi selalu memukul bagian yang sama dari pelek, dia memiliki tingkat presisi yang
tinggi. Seorang pemain yang lemparan bebasnya selalu membuat keranjang dengan cara
yang sama persis memiliki tingkat akurasi dan presisi yang tinggi.
Ambil pengukuran eksperimental untuk contoh presisi dan akurasi lainnya. Jika Anda
melakukan pengukuran massa sampel standar 50,0 gram dan mendapatkan nilai 47,5,
47,6, 47,5, dan 47,7 gram, skala Anda tepat, tetapi tidak terlalu akurat. Jika skala Anda
memberi Anda nilai 49,8, 50,5, 51,0, dan 49,6, itu lebih akurat daripada yang pertama
tetapi tidak seakurat itu. Skala yang lebih tepat akan lebih baik untuk digunakan di lab,
asalkan Anda membuat penyesuaian untuk kesalahannya.
Apakah menurut Anda lebih baik menggunakan instrumen yang mencatat pengukuran
akurat atau yang mencatat pengukuran presisi? Jika Anda menimbang diri Anda pada
skala tiga kali dan setiap kali angkanya berbeda, namun mendekati bobot Anda yang
sebenarnya, timbangan itu akurat. Namun mungkin lebih baik menggunakan skala yang
tepat, bahkan jika itu tidak akurat. Dalam hal ini, semua pengukuran akan sangat dekat
satu sama lain dan “mati” dari nilai sebenarnya dengan jumlah yang sama. Ini adalah
masalah umum dengan skala, yang sering memiliki tombol “tara” untuk membidiknya.
Meskipun skala dan keseimbangan memungkinkan Anda melakukan tara atau membuat
penyesuaian untuk membuat pengukuran menjadi akurat dan tepat, banyak instrumen
membutuhkan kalibrasi. Contoh yang bagus adalah termometer. Termometer sering
membaca dengan lebih andal dalam rentang tertentu dan memberikan nilai yang semakin
tidak akurat (tetapi tidak harus tepat) di luar rentang itu. Untuk mengkalibrasi instrumen,
catat seberapa jauh pengukurannya dari nilai yang diketahui atau benar. Catat kalibrasi
untuk memastikan pembacaan yang tepat. Banyak peralatan membutuhkan kalibrasi
berkala untuk memastikan pembacaan yang akurat dan tepat.
Akurasi dan presisi hanyalah dua konsep penting yang digunakan dalam pengukuran
ilmiah. Dua keterampilan penting lainnya yang harus dikuasai adalah angka-angka
penting dan notasi ilmiah. Para ilmuwan menggunakan persen kesalahan sebagai salah
satu metode untuk menggambarkan seberapa akurat dan tepat suatu nilai. Ini perhitungan
sederhana dan bermanfaat.

E. Masalah Kekeliruan dan Kepastian


1. Masalah Kepastian Kebenaran Ilmiah

Dilihat dari sudut pandang kaum rasionalis,kepastian berkaitan dengan subjek.Dalam


halini,kaum rasionalis sangat yakin bahwa kebenaran sebagai keteguhan bersifat
pasti,yaitu pasti benar.Hal ini dikarenakan kesimpulan yang mengandung kebenaran
sebagai keteguhan sesungguhnya hanya merupakan konsekuensi logis dari pernyataan-
pernyataan,teori,atau hukumlainnya.Dan karena itu,sejauh pernyataaan,teori hukum
ilmiah lainnya benar,kesimpulan tersebutdengan sendirinya pasti benar.Kaum
rasionalis akan beranggapan bahwa kebenaran logis-rasional bersifat pasti,yaitu pasti
benar dan bukan hanya sementara sifatnya.Sesungguhnya jikaditinjau,kebenaran itu
tetap bersifat sementara dan sangat tergantung pada kebenaran teori ataupernyataan
lain.
Berbeda dari kaum rasionalis,kaum empirisis tidak pernah berpretensi untuk
menghasilkan suatupengetahuan yang pasti benar tentang alam.Bagi kaum
empirisis,ilmu pengetahuan tidakmemiliki ambisi seperti iman dalam agama.Ilmu
pengetahuan tidak akan pernah memberikansuatu formulasi final dan absolut tentang
seluruh universum.Pengakuan ini dalam filsafat ilmupengetahuan disebut
falibilisme.Falibilisme di sini tidak berarti bahwa ilmuwan harus bersikapkritis
terhadap apa yang sudah dicapainya.
Cita-cita dasar dari ilmu pengetahuan dalah mengkonvergensikan seluruh
temuannya kepadakebenaran.Dengan falibilisme sebuah sikap yang beranggapan
bahwa kendati pengetahuanilmiah merupakan pengetahuan yang paling baik yang
dapat kita miliki,dan bahwa metode ilmupengetahuan merupakan satu-satunnya
metode yang dapat dipercaya dalam menyampaikanpikiran dan pendapat,kita tidak
boleh menganggap pengetahuan pasti benar dengansendirinya.Ilmu pengetahuan
selalu bisa salah,tetapi sebaliknya kita tidak boleh mengabsolutkankesalahan imu
pengetahuan,tetapi memahami kesalahan itu secara lebih moderat sebagai
sebuahtantangan untuk terus-menerus mencari kebenaran ilmiah yang baru.

2. Kekeliruan
a. Kesalahan
Beberapa Pembedaan yang Perlu
Dalam berargumen sering kita terperangkap dalam peristilahan yang mempunyai
kemiripan arti dengan kesalahan dan kebenaran.Namun perlu diinngat kata-kata itu
mempunyai pengertian dalan konteks yang berbeda-beda.Oleh sebab itu, perlu dibuat
pembedaan yang jelas guan menghindari penyelahagunaan peristilahan tersebut.

a.1. Benar-Salah
Istilah benar-salah (dalam bahasa Inggris “true-false”) dipakai untuk untuk
menilai sifat atau kualitas suatu proposisi atau makna/isi suatu pernyataan.
Pengetahuan bisa dinilai benar atau salah, karena pengetahuan pada dasarnya
merupakan gabungan dan perpaduan sistem pernyataan.Konsep tidak dapat dinilai
salah atau benar, betul atau keliru. Konsep bisa jelas atau terpilah atau kabur, memadai
atau tidak memadai. Demikian juga persepsi, sebenarnya tidak dapat disebut benar
atau salah, betul atau keliru. Yang bisa benar atau salah adalah isi dari apa yang
dipersepsikan. Yang betul atau keliru adalah yang mempersepsi-kan. Persepsi sendiri
hanya bisa jeli atau serampangan, tajam atau tumpul, menyeluruh atau parsial.

a.2. Betul-keliru
Istilah betul-keliru (dalam bahasa Inggris “Truth-Error”) dipakai untuk menilai
keadaan orang atau si pembuat pernyataan sebagai akibat dari pertimbangan dan
keputusannya atas suatu proposisi. Misalnya, orang bisa keliru karena bisa
menganggap dan meyakini benar apa yang senyatanya salah dengan menegaskan:
“Matahari berputar mengelilingi bumi”. Pengetahuan tidak tepat dinilai sebagai
“betul” atau “keliru”.

a.3. Tepat-Meleset
Istilah ini (dalam bahasa Inggris correct-incorect) dipakai untuk menilai jawaban
atas suatu pertanyaan atau persoalan. Dipakai juga untuk menilai suatu pertanyaan,
apakah tepat mengenai pokok persoalan atau meleset. Jawaban disebut “tepat” jika
kena sasaran, atau dapat menyelesaikan persoalan yang diajukan. Demikian juga
pertanyaan disebut “tepat” kalau langsung mengenai pokok persoalan yang sedang
dibicarakan atau jawaban yang ingin dicari. “Tepat-meleset” juga dapat dipakai untuk
menilai suatu penilaian, pertimbangan dan putusan.

a.4. Sahih-Tak Sahih


Istilah ini (dalam bahasa Inggris “valid-invalid”, kadang juga disebut “sound-
unsound”) dipakai untuk menilai proses, prosedur atau langkah-langkah penalaran dan
penyimpangan suatu argument. Yang dapat dinilai demikian adalah metode atau cara
kerja yang dipakai untuk mencari dan memperolehnya.

b. Kekeliruan dan Kesalahan

Kekeliruan dan kesalahan perlu intuk dibedakan. Pada umumnya kekeliruan


berarti menerima sebagai benar apa yang senyatanya salah, atau menyangkal apa yang
senyatanya benar. Kekeliruan adalah sesuatu yang berhubungan denga aspek kognitif
subjek penahu, sedangkan kesalahan adalah hasil dari tindakan tersebut. Kekeliruan
muncul akibat subjek penahu salah mengidentifikasi bukti atau ralitas yang ada dengan
apa yang ia pikirkan. Hal itu berlanjut hingga keputusan yang salah diambil.
Dalam hal ini kita perlu mengidentifikasi penyebab mengapa bisa terjadi
kesalahan dalam pengetahuan. Perlu diingat bahwa faktor penyebab terjadinya
kekeliruan dan kesalahan dalam pengetahuan bukan saja karena faktor intern manusia
(intelek dan kehendak) tetapi juga faktor ekstern dari diri manusia. Adapun yang
menjadi faktor kesalahan adalah antara lain:
a. Ketidak sempurnaan akal budi kita. Kemungkinan kesalahan pada dasarnya
terletak pada keterbatasan akal manusia. Seperti kita lihat, sebab kesalahan bukan
pada objek, melainkan pada subjek yang membuat keputusan. Akan tetapi dengan
tambahan objek dapat memberi kesempatan untuk membuat keputusan yang
salah. Bisa dikatakan juga bahwa kesalahan berpikir juga disebabkan oleh
kekeliruan dalam mematuhi kaidah-kaidah logika.
b. Passi atau hawa nafsu manusia. Cinta diri secara alami kita tertarik pada kata- kata
yang menyanjung atau membujuk diri kita atau sahabat kita secara priori kita
memcampakkan hal-hal yang agak meremehkan kita atau sahabat
kita. Seseorang cepat percaya pada hal-hal yang cocok dengan pendapat atau
prasangka kita. Dan dengan berani menampikkan segala yang melawan pendapat
atau prasangka kita. Sekedar fakta atau ucapan sesuai dengan adaptasi kebiasaan
atau kecenderungan, kesenangan kita sudah dianggap bukti yang memperkuat.
c. Pengaruh adat kebiasaan. Social conditioning pengaruh turun temurun, pengaruh
lingkungan menjadi sumber kesalahan. Dan disini dapat kami katakan misalnya
mengenai kesulitan mengajar orang yang baru mulai. Kesulitan bukan karena
mereka tidak tahu apa-apa meliankan karena mereka telah tahu demikian
banyak “yang sebenarnya tidak begitu”.
d. Nafsu ingin asli. Orang tidak mau melihat atau mendengarkan apa yang sudah
dikerjakan dimasa lalu karena terburu nafsu karena ingin asli (orisinil). Seseorang
melakukan hal ini disebabkan kecongkakannya, tidak mau tahu apalagi
memanfaatkannya.
e. Kurang perhatian. Orang sering tidak atau kurang mencurahkan perhatian pada
bahan yang ada, pada realitas yang ada.
f. Prasangka. Perlu diingat bahwa sesuatu tidak menjadi benar orang lebih banyak
mengatakan begitu. Prasangka adalah keputusan yang diterima tampa pengujian
yang semestinya. Prasangka berbeda dari pendapat yang jujur, prasangka selain
kurang lebih irasional justru karena diterima atau dipegang tampa terlebih dahulu
memeriksanya secara kritis. Prasangka merupakan semacam perebutan metal
karena prasangka tidak memberi keserapan akal kita kebenaran sebagaimana
mestinya.
g. Kehidupan moral yang tidak baik. Kebenaran itu erat sekali hubungannya dengan
bentuk kehidupan yang baik. Orang yang moralnya tidak baik akan menjadi buta
akan kebenaran. Ada orang yang perilakunya yang tidak baik “perlu” membantah
atau menyingkirkan eksitensi tuhan sebab, apabila tuhan ada berarti ia harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pencuri tidak mudah insyaf mencuri itu
perbuatan yang asosial, antisocial, dan sebagainya. Terhadap kebenaran manusia
harus bersikap penuh homat dan bersifat rendah diri mau belajar.

c. Menghindari Kesalahan dalam Pengetahuan


a. Kerjasama yang Baik antara Intelek dan Kehendak

Kesalahan dan kekeliruan merupakan akibat tidak meksimalnya daya kerja akal
budi dan kehendak. Maka perlulah kerja sama yang baik antara intelek dan
kehendak. Thomas Aquinas dengan jelas menganalisis tahap-tahap aktivitas
kehendak. Menurutnya, setiap perbuatan manusiawi merupakan hasil kerja sama
antara kehendak dan intelek atau daya pengertian. “Aquinas differentiates between
interior and exterior acts. But there cannot be an exterior act without an interior act
of the will”.
Kerjasama intelek dan kehendak yang baik mengandaikan terhindarnya
kekeliruan (tindakan kognitif obyek penahu) dan kesalahan (akibat dari tindakan
kognitif tersebut). Pengertian yang baik sangat mempengaruhi benar atau tidaknya
suatu perbuatan. Dan nantinya suatu perbuatan (ketika perbuatan itu menjadi
sebuah realitas) akan menjadi sumber pengetahuan yang baik.

b. Sadar Akan Kesalahan yang Telah Dibuat

Menyadari kesalahan dapat merupakan langkah yang tepat untuk menuju


kebenaran. Orang dapat bersalah kerena ia melakukan kekeliruan kalau ia tidak mau
belajar dari pengalaman masa lalunya dan mengindari jatuh ke lubang kekeliruan
yang sama. Ada pepatah yang berbunyi: “kuda pun tidak jatuh pada lubang yang
sama”. Tetapi anehnya, manusia, tentunya manusia yang lebih cerdik dari keledai,
justru yang seringkali jatuh ke dalam lubang kekeliruan yang sama. Menyadari
kekeliruan itu penting untuk kegiatan mencari dan mengembangkan pengetahuan,
kerena meskipun dengan kesadaran tersebut belum berarti ia sudah menemukan
kebenaran, namun kini terbuka peluang untuk belajar lebih jauh dan apabila itu
dilakukan bisa jadi ia memang akan menemukan kebenaran.

Rangkuman

1. Pengetahuan sains adalah sebuah sistem untuk mendapatkan pengetahuan yang dengan
menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan
fenomena-fenomena yang terjadi di alam.Hal-hal yang dipelajari dalam sains adalah
sains kealaman, sains sosial, dan humaniora.Cara memperoleh pengetahuan sains
dengan menerapkan teori humanisme, rasionalisme, empirisme, positivisme, dan
metode ilmiah.Kegunaan sains adalah ssebagai alat eksplanasi, alat prediksi, dan alat
pengontrol. Cara sains menyelesaikan masalah adalah pertama, mengidentifikasi
masalah. Kedua, mencari teori tentang sebab-sebab masalah. Peneliti Ketiga,
menetapkan tindakan penyelesaian.Pengetahuan adalah hasil tau manusia terhadap
sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahi suatu objek tertentu.Jika
manusia dikatakan memiliki pengetahuan maka dia harus mengerti sesudah melihat,
menyaksikan dan mengalaminya.
2. Menurut Harold H. Tutis, kebenaran adalah kesetiaan putusan-putusan dan ide-ide kita
pada fakta pengalaman atau pada alam sebagaimana apa adanya, akan tetapi sementara
kita tidak senantiasa dapat membandingkan putusan kita itu dengan situasi aktual,
maka ujilah putusan kita itu dengan putusan-putusan lain yang kita percaya sah dan
benar, atau kita ujilah putusan-putusan itu dengan kegunaannya dan dengan akibat-
akibat praktis.
3. Teori-teori kebenaran ilmiah, yaitu: teori kebenaran korespondensi, teori kebenaran
koherensi, teori kebenaran pragmatis, teori kebenaran sintaksis, teori kebenaran
semantis, teori kebenaran non-deskripsi, dan teori kebenaran logis yang berlebihan.
4. Sifat-sifat kebenaran ilmiah, yaitu: struktur yang rasional-logis, isi empiris, dan dapat
diterapkan.
5. Presisi merupakan metode dan instrument analitis untuk memproduksi pengukurannya
sendiri. Sedangkan akurasi merupakan pengukuran dengan hasil yang benar dan
konsisten.
6. Masalah kekeliruan terdiri dari benar-salah, betul-keliru, tepat-meleset, sahih-tak
sahih. Sehingga dalam kekeliruan perlu untuk menghindari beberapa kesalahan dengan
cara kerjasama yang baik antara intelek dan kehendak dan sadar akan kesalahan yang
dibuat.
Masalah kepastian dilihat dari sudut pandang rasionalis, kepastian berkaitan dengan
subjek. Kebenaran sebagai keteguhan yang bersifat pasti.
DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rajawali Press


Susanto.A. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta : Bumi Aksara
http://rahmahthalib.wordpress.com/2010/04/14/sains-by-rahmah-12/,diakses 26 april
2013
http://www.pengertian pakar.com/2014/09 pengertian ilmu pengetahuan alam
Alfred North Whitehead, Fungsi Rasio (Function of Reasion)-edisi terjemahan,
Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Endraswara Suwardi, Filsafat Ilmu-Konsep, Sejarah dan Pengembangan Metode Ilmiah,
Yogyakarta: CAPS, 2012.
Kebung Konrad. 2011. Filasafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Prestasi Pustaka.
Keraf, A. Sonny & Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis.
Yogyakarta: Kanisius
Sudarminta.J. 2002. Epistimologi Dasar. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Sudarminta. J. 2006. Epistemologi Dasar-Pengantar Filsafat Pengetahuan, Yogyakarta.
Kanisius.
https://www.linkedin.com/pulse/akurasi-dan-presisi-uu-holidin
https://www.coursehero.com/file/32812902/Bab-Vdocx/
https://www.slideshare.net/ToniIsbandi1/kebenaran-ilmiah-2

Anda mungkin juga menyukai