Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

Disusun Oleh :
Puti Nuurmuizz 2110711076

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2022

A. KONSEP KEBUTUHAN DASAR OKSIGENISASI TB PARU


Oksigen merupakan bagian dari komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Pada
klien dengan TB paru, akan muncul keluhan batuk berdahak dengan sputum berlebih,
sesak nafas, pernafasan dangkal, dan cepat dikarenakan penumpukan secret yang
berlebih sehingga jalan nafas menjadi tidak efektif dan ventilasi menjadi terganggu.
Klien dengan TB paru juga akan muncul keluhan sesak nafas, irama nafas tidak
teratur, frekuensi sesak lalu pola nafas yang tidak teratur dikarenakan menurunkan
ekspansi paru (pengembangan paru-paru ketika bernapas) sekunder karena
penumpukan cairan dalam rongga pleura (menjaga paru-paru tidak bergesekan dengan
rongga dada, sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan saat bernapas).

B. KONSEP KEBUTUHAN DASAR NUTRISI TB PARU


Nutrisi merupakan elemen yang dibutuhkan untuk tubuh memproses dan
berfungsi optimal. Tubuh membutuhkan energi yang bisa didapat dari berbagai nutrisi
seperti karbohidrat, protein, lemak, air, dan mineral. Zat-zat tersebut akan di
metabolisme (mengubah makanan minuman menjadi energi) untuk menghasilkan
energi kimiawi dan menjaga keseimbangan antara anabolisme (membentuk suatu zat
atau molekul, memperbaiki kerusakan jaringan) dan katabolisme (pemecahan molekul
besar menjadi lebih sederhana, nanti akan digunakan sebagai energi untuk melakukan
anabolisme). Selanjutnya, beberapa zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh akan
disimpan dalam jaringan.
Pada klien TB paru, akan muncul keluhan mual, muntah, dan tidak nafsu
makan dikarenakan efek dari obat OAT. Beberapa obat antituberkulosis seperti
Pyrazinamide dapat membunuh bakteri yang bertahan setelah dilawan oleh makrofag
(bagian dari sel darah putih yang pertama kali melawan infeksi bakteri di dalam
tubuh), juga bisa bekerja membunuh bakteri-bakteri yang berada dalam sel dengan pH
asam, sehingga menyebabkan adanya peningkatan asam yang bisa membuat klien
mual dan muntah. Untuk itu biasanya penderita TB paru yang diresepkan obat ini
harus juga rutin mengontrol kadar asam uratnya.

https://hellosehat.com/pernapasan/tbc/obat-tbc/
C. KONSEP KEBUTUHAN DASAR AMAN DAN NYAMAN TB PARU
Kenyamanan dan rasa aman merupakan keadaan dimana telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia. Pada klien TB paru, klien akan mengeluh nyeri pada dada
sebelah kiri. Hal tersebut dikarenakan terjadinya peradangan pada pleura klien.
Sewaktu inspirasi dan ekspirasi, terjadi gesekan kedua pleura yang menimbulkan rasa
nyeri di dada sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

D. KONSEP PENYAKIT TB PARU


a. Anatomi Fisiologi Paru-Paru
1.) Anatomi
Paru-paru berada pada rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang
berotot kuat. Paru-paru terbagi atas dua bagian yaitu paru-paru kanan yang
terdiri atas 3 lobus yaitu lobus atas, tengah dan bawah. Lobus-lobus tersebut
dibatasi oleh fisura horisontal dan obliq. Paru-paru kiri yang terdiri atas 2
lobus yaitu lobus atas dan lobus bawah yang dibatasi oleh fisura obliq.
Pada bagian atas atau puncak paru disebut apeks yang menjorok ke
atas arah leher dan pada bagian bawah disebut basal. Paru-paru dibungkus
oleh dua selaput yang tipis, yang disebut pleura. Selaput bagian dalam yang
langsung menyelimuti paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan
selaput yang menyelimuti rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk
disebut pleura luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam
terdapat rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas
paru-paru. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat
lain. Posterior : Belakang, Anterior : depan, medial : tengah, Lateral : samping

Anterior basal Anterior Basal


2.) Fisiologi
Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis.
Dalam keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan
dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding
dada karena memiliki struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada
ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan
atmosfer.
Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara
darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan
oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas
dan metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat
berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa
normal.
Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa
pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua
belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-
gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir
dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah
mengalir.
Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat
elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan
kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk
mengempis.
Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut,
pernafasan dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :
1) Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
2) Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
3) Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan
cairan tubuh ke dan dari sel.
4) Pengaturan ventilasi pada sistem pernapasan.
Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan
berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada
kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga
diafragma dan tulang dada menutup dan berada pada posisi semula (Evelyn,
2009).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas
tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap
atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-
paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan
udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-
paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi
dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan
dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara
mengalir ke luar dari paru-paru.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas
ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari
alveoli ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru
ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Guyton,
2007).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru-paru manusia


adalah sebagai berikut :
1.) Usia
Kekuatan otot maksimal paru-paru pada usia 20-40 tahun dan
dapat berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses
penuan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar
bronkial, dan penurunan kapasitas paru.
2.) Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi sebesar 20-25% dari
pada funsgi ventilasi wanita, karena ukuran anatomi paru pada laki-
laki lebih besar dibandingkan wanita.
3.) Tinggi badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi memiliki fungsi ventilasi
lebih tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek (Juarfianti,
2015).

b. Pengertian TB Paru
Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru-paru, di sebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis penyakit ini juga
bisa menyebar pada bagian tubuh lain yaitu meningen, ginjal, tulang, dan
nodus limfe (Somantri, 2012)
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri micro tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak.
Tuberkulosis (TB) bukan penyakit keturunan atau kutukan dan dapat
disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh Pengawasan Minum
Obat (PMO). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi
bisa juga organ tubuh lainnya. (Kemenkes, 2018)

Tuberculosis (TB) pada manusia di temukan dalam dua bentuk yaitu:


1) Tuberculosis primer, jika terjadi pada infeksi yang pertama kali
2) Tuberculosis sekunder, kuman yang dorman pada tuberculosis primer akan
aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberculosis dewasa. Mayoritas terjadi karena adanya penurunan imunitas,
misalnya karena malnutrisi, penggunaan alcohol, penyakit maligna,
diabetes, AIDS, dan gagal ginjal (Soemantri 2012).
c. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet.
Setelah organisme terinhalasi dan masuk paru-paru, bakteri dapat bertahan
hidup dan menyebar ke nodus limfatikus lokal. Penyebaran melalui aliran darah
ini dapat menyebabkan TB pada organ lain (infeksi laten dapat bertahan sampai
bertahun-tahun). Infeksi laten : terjadi setelah fase akut, organisme patogennya
ada tapi tidak ada gejala, setelah beberapa waktu bisa muncul kembali.

d. Patofisiologi / Mekanisme Penyakit


Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas
diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit. Awalnya, infeksi
kuman dalam bentuk droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas & menuju paru-
paru. Di paru-paru, mereka dapat bertemu makrofag yang merupakan APC
(Antigen Precenting Cell) & neutrofil yang juga sebagai garis pertahanan awal.
Sebagian dari mereka mati akibat difagosit netrofil, menabrak sekret makrofag
& sekret saluran nafas. Apabila kuman difagosit oleh makrofag, kuman tersebut
dapat konsisten hidup dikarenakan kuman TB bersifat intraseluler (tidak dapat
bereproduksi tanpa sel inang, memaksa inang untuk membantu reproduksi
parasit).
M. Tuberkulosis adalah basil tahan asam (BTA) dikarenakan mempunyai
banyak lipid yg membuatnya tahan kepada asam, kesukaran kimia & fisik.
Kandungan lipid (bahan bakar metabolik, sebagai energi) yg tidak sedikit dalam
makrofag (jenis sel darah putih dari sistem imun yang menelan dan mencerna
patogen, seperti sel kanker, mikroba, puing-puing seluler, dan zat asing),
difungsikan kuman untuk memperkuatnya (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

e. Tanda dan Gejala


Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat.
Gejala Sistemik/ Gejala umum :
1) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
2) Demam yang tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat pada malam hari.
3) Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
4) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
5) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala Khusus :
1) Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit
di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
f. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1.) Tes Tuberkulin Kulit atau Tes Mantoux
Merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya
kuman penyebab penyakit tuberkulosis pada tubuh. Tes mantoux dilakukan
dengan cara menyuntikkan sejumlah zat kecil cairan yang disebut dengan
PPD tuberculin pada kulit lengan. Pasca penyuntikan, biasanya akan
terbentuk benjolan kecil di permukaan kulit.
Selanjutnya akan diberi tanda batas awal di sekeliling benjolan tersebut
menggunakan spidol agar dapat diketahui apabila terjadi perubahan ukuran
benjolan. Dalam waktu 48–72 jam setelah tes Mantoux dilakukan, dokter
akan memeriksa kembali benjolan yang terbentuk untuk melihat adanya
perubahan.
Jika benjolan tidak membesar, dapat disimpulkan bahwa hasil tes
Mantoux negatif atau pasien tidak terpapar kuman TB. Sementara, hasil tes
positif ditandai dengan penambahan ukuran benjolan, biasanya sekitar 5–10
mm dan terlihat adanya peradangan. Hasil tes Mantoux positif artinya
seseorang sedang atau sudah pernah terpapar kuman TB. Namun, hasil tes ini
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah terdapat
infeksi TB.
2.) Interferon Release Assays atau IGRA
Merupakan tes darah yang dilakukan untuk melihat keberadaan bakteri
penyebab tuberkulosis dalam tubuh seseorang. Darah akan diambil kemudian
akan diperiksa dalam laboratorium. Sampel darah yang telah diambil akan
dicampur dengan antigen yang berasal dari bakteri M. tuberculosis.
Tes IGRA menunjukkan bahwa sel darah putih seseorang yang
terinfeksi akan mengeluarkan interferon-gamma (IFN-g) ketika bercampur
dengan antigen. Apabila IFN-g terdeteksi melalui pemeriksaan ini, artinya
kuman tuberklosis ada dalam tubuh seseorang itu.
3.) Pemeriksaan Dahak BTA (Bakteri Tahan Asam)
Dilakukan dengan mengambil sampel dahak, darah, urine, feses, serta
sumsum tulang dari pengidap penyakit tuberkulosis. Tes BTA dapat
dilakukan jika seseorang mengalami gejala dari infeksi paru-paru. Seperti;
mengalami batuk dalam waktu 3 minggu atau lebih, mengalami penurunan
berat badan secara drastis, demam menggigil, dan keringat berlebih pada
malam hari.
4.) Rontgen Toraks
Pada pasien TB paru, rontgen toraks dapat menunjukkan bercak atau
nodul infiltrat, terutama di lobus atas paru-paru. Selain itu, rontgen toraks
juga dapat menunjukkan pembentukan kavitas, nodul kalsifikasi seperti
tuberkuloma, dan lesi nodular kecil banyak yang menunjukkan infeksi TB
milier.
Sekitar seperempat pasien dengan TB primer dapat menunjukkan efusi
pleura pada rontgennya. CT scan dapat dilakukan untuk melihat adanya
limfadenopati dan lebih superior dalam mengevaluasi infeksi TB paru
daripada rontgen toraks.
g. Penalataksanaan Medis
1.) Medikamentosa Tuberkulosis Paru Aktif
Pada tahan awal, obat diberikan setiap hari selama dua bulan dengan
kombinasi Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol. Lalu tahap
lanjutannya obat diberikan setiap hari selama 4 bulan dengan kombinasi
Isonazid dan Rifampisin.
2.) Medikamentosa Tuberkulosis Paru yang Resisten
Durasi total pengobatan dapat dilakukan dalam waktu 9-11 bulan,
dimana durasi tahap intesifnya dalah 4-6 bulan dan durasi tahap lanjutannya
adalah 5 bulan.
TB paru yang resisten dengan Isoniazid dapat diterapi dengan
Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol selama 6 bulan. Terapi dapat
diperpanjang hingga 9 bulan jika kultur sputum tetap positif selama 2 bulan
(masih ada bakteri)
TB paru yang resisten dengan Rifampisin dapat diberikan Isoniazid,
Flurokuinolon, dan Etambutol selama 12-18 bulan. Pada 2 bulan pertama
disertai Pirazinamid.
3.) Evaluasi Terapi Tuberkulosis Paru Aktif
Pasien dalam terapi TB paru perlu menjalani evaluasi berkala untuk
menilai respons terhadap terapi OAT. Pemeriksaan sputum basil tahan asam
(BTA) dilakukan pada akhir fase intensif. Sputum BTA yang positif pada
akhir fase intensif dapat mengindikasikan dosis OAT yang kurang,
kepatuhan minum obat yang buruk, adanya komorbiditas, atau adanya
resistensi terhadap obat lini pertama.
Pemeriksaan sputum BTA dilakukan kembali pada akhir pengobatan
TB. Jika sputum menunjukkan hasil positif, pengobatan bisa dikatakan gagal
dan pemeriksaan resistensi obat perlu dilakukan. Pada pasien dengan sputum
BTA negatif di akhir fase pengobatan intensif dan akhir fase lanjutan,
pemantauan sputum lebih lanjut tidak diperlukan
4.) Terapi Profilaksis pada Tuberkulosis Laten
a) 6H atau 9H : Isoniazid tiap hari selama 6 bulan atau 9 bulan
b) 3HP : Isoniazid dengan rifapentin tiap minggu selama 3 bln
c) 3HR : Isoniazid dengan rifampisin tiap hari selama 3 bulan
d) 4R : Rifampisin tiap hari selama 4 bulan
e) 1HP : Isoniazid dengan rifapentin tiap hari selama 1 bulan
f) H+B6+CPT : Isoniazid, Vitamin B6, dan Kotrimoksazol tiap hari
selama 6 bulan khusus untuk orang dengan HIV/AIDS

E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian Keperawatan
b. Diagnosa Keperawatan
Nama klien : ...................................................................................
Umur : ...................................................................................

No Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Paraf &


( P&E) Ditemukan teratasi Nama jelas
1.

2. Dan seterusnya....

c. Intervensi Keperawatan
Nama klien : ...................................................................................
Umur : ...................................................................................

Tanggal No. Tujuan & Rencana tindakan Paraf &


diagnosa Kriteria dan Rasional nama jelas
hasil
d. Rasional Tindakan

F. DAFTAR PUSTAKA
https://www.halodoc.com/artikel/pemeriksaan-dahak-pada-pengidap-tbc-
dengan-mikrobiologi

https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/tuberkulosis-paru/
diagnosis#:~:text=infiltrat.%5B13%5D-,Pemeriksaan%20Penunjang,toraks
%20juga%20dapat%20menunjang%20diagnosis.
https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/tuberkulosis-paru/
penatalaksanaan

Anda mungkin juga menyukai