Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS TEORI HEGEMONI CERPEN

“RUBUHNYA SURAU KAMI”


KARYA A.A. NAVIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Sastra


Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Haris Supratno

Disusun Oleh:
Putri Adelia Puspita Yusuf
NIM. 22020074130

FAKULTAS BAHASA DAN SENI


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2022
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sastra merupakan sebuah ilmu dengan pendekatan tertentu untuk
memahaminya. Pendekatan tersebut membuat karya sastra lebih mudah dipahami
dan dimengerti. Salah satu pendekatan dalam sastra adalah pendekatan hegemoni.

Hegemoni berasal dari kata hegeisthai (Yunani) yang berarti memimpin,


kepemimpinan, kekuasaan yang melebihi kekuasan yang lain. Arti kata hegemoni
dalam kamus adalah kepemimpinan. Hegemoni dikembangkan oleh filsuf Marxis
Italia Antonio Gramsci (1891-1937) yang merupakan murid dari Karl Marx.
Gramsci merasa tidak puas dengan konsep yang dianut Maex tentang
perkembangan politik yang dianggap sebagai akibat langsung perkembangan
ekonomi. Namun demikian, teori hegemoni dikembangkan oleh Marx dan
Gramsci. Hanya saja ada perbedaan pemahaman dari kedua teori tersebut.

Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A. Navis merupakan karya sastra


bergenre sosio-religi. Cerpen ini memuat beberapa kejadian dan peristiwa dimana
terjadi penindasan antara penguasa dan minoritas. Beberapa peristiwa dan cerita
dalam cerpen ini adalah penindasan fisik dan mental yang dialami oleh para
tokohnya. Dengan demikian, cerpen Robohnya Surau Kami‟ Karya A. A. Navis”
dapat dianalisis dengan menggunakan teori atau pendekatan hegemoni dalam
karya sastra. Hegemoni ini mengungkap penindasan yang dialami oleh tokoh-
tokoh dalam cerpen Robohnya Surau Kami‟ Karya A. A. Navis”. Penindasan ini
adalah penindasan fisik, yang berarti menindas secara fisik, dan penindasan
intelektual, yang berarti menindas secara mental dan ideologis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana jenis-jenis hegemoni yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerpen


“Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis?.

2. Bagaimana teknik hegemoni yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerpen


“Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis?.

3. Bagaimana ruang lingkup hegemoni yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam


cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis?.
1.3 Tujuan

1. Mengetahui jenis-jenis hegemoni yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerpen


“Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis.

2. Mengetahui teknik hegemoni yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam cerpen


“Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis.

3. Mengetahui ruang lingkup hegemoni yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam


cerpen “Robohnya Surau Kami” karya A.A. Navis.

1.4 Manfaat

Manfaat teoritis dari makalah ini adalah untuk menambah contoh kajian
pendekatan hegemoni terhadap analisis prosa fiksi. Sedangkan manfaat praktis
dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa,
guru, pecinta sasra, dan kritukus sastra tentang pendekatan hegmoni dalam karya
sastra.

2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sosiologi Sastra
Ratna (2003 : 25) mengatakan, sosiologi sastra adalah penelitian terhadap
karya sastra dan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian penelitian
sosiologi sastra dilakukan dengan cara pemberian makna pada sistem dan latar
belakang suatu masyarakat serta dinamika yang terjadi di dalamnnya. Sedangkan
menurut Rene Wellek dan Austin Werren (1990: 110) menyatakan sosiologi
sastra yaitu mengkaitkan sastra dengan situasi tertentu, atau dengan system
politik, ekonomi dan sosial tertentu.
Sosiologi sastra adalah teori yang dapat menjelaskan bagaimana sastra dapat
dikaji dengan menitikberatkan hubungannya dengan masyarakat yang melahirkan
pengarang dan pembaca. Pengarang karya sastra dan pembacanya merupakan
anggota atau bagian dari masyarakat yang lahir dan mati di antara masyarakat itu
sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang melahirkan karya sastra
itu sendiri adalah masyarakat, sehingga untuk dapat memahami karya sastra harus
pula memahami masyarakat.
2.2 Teori Hegemoni
Menurut Grmasci (dalam Patria dan Arief, 2015:117) mengungkapkan
hegemoni sebagai supermasi sebuah kelompok yang mewujudkan diri dalam dua
cara yaitu sebagai ‘dominasi’ dan sebagai ‘kepemimpinan intelektual dan moral.
Di satu pihak, sebuah kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok oposisi
untuk ‘menghancurkan’ atau menundukkan mereka, bahkan mungkin dengan
menggunakan kekuatan bersenjata; di lain pihak, kelompok sosial memimpin
kelompok-kelompok kerabat dan sekutu mereka.
Hegemoni adalah sebagai suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas
kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu
dengan dominasi atau penindasan. Teori hegemoni muncul dengan tujuan untuk
merevisi kelemaham konsep-konsep marxisme, seperti perkembangan politik yang
dianggap sebagai akibat langsung perkembangan ekonomi. Konsep Marx pada
mulanya adalah ‘kehidupan menusia tidak tidak ditentukan oleh kesadaran
individu, tetapi oleh kesadaran sosial’. Konsep ini pada perkembangannya
mengacu pada ide kelas yang berkuasa yaitu bahwa ide dominan diciptakan demi
kepintingan kelas yang berkuasa.

2.3 Jenis Hegemoni


Terdapat dua pengertian hegemoni yang berbeda, yang satu versi Marxis
ortodoks dan Gramsci. Hegemoni menurut Marxis, menekankan pentingnya
peranan reprensif dari negara dan masyarakat-masyarakat kelas, pemikiran Marx
beranggapan kebudayaan kehidupan manusia semata-mata merupakan cerminan
dari dasar ekonomi masyarakat, Gramsci menyebut ekonomi jenis ini sebagai
materialisme vulgar. Jadi hegemoni Marxis merupakan hegemoni negara.
Sementara hegemoni Gramsci berbeda, Gramsci tidak setuju dengan konsep
Marxis yang lebih kasar dan ortodoks mengenai “dominasi kelas” dan lebih setuju
dengan konsep “kepemimpinan moral”.
Hegemoni Gramsci menekankan kesadaran moral, seseorang disadarkan lebih
dulu akan tujuan hegemoni itu. Setelah seseorang sadar, ia tidak akan merasa
dihegemoni lagi melainkan dengan sadar melakukan hal tersebut dengan suka
rela. Jadi terdapat dua jenis hegemoni, yang satu melalui dominasi atau
penindasan, dan yang lain melalui kesadaran moral. Hegemoni dengan dominasi
atau penindasan merupakan hegemoni konsep Marxis ortodoks, biasanya
bernuansa negatif. Sementara itu hegemoni menurut Gramsci, adalah hegemoni
dengan kepemimpinan intelektual dan moral, biasanya bernuansa positif.

2.4 Bentuk Hegemoni


Agar masyarakat tidak merasa dihegemoni perlu adanya pengarahan konsep
pemikiran oleh suatu konsensus. Konsensus dapat dilaksanakan melalui lembaga
sosial, atau dapat juga konsensus dilaksanakan melalui penanaman ideologi.
Menurut Gramsci, ideologi tidak otomatis tersebar dalam masyarakat, melainkan
harus melalui lembaga-lembaga sosial tertentu yang menjadi pusatnya (Faruk,
1994: 74).
Hegemoni yang disadari memiliki empat bentuk yaitu kekerasan, penindasan,
paksaan dan perampasan, sedangkan hegemoni yang tidak disadari berbentuk
provokasi. Menurut Gramsci, faktor terpenting sebagai pendorong terjadinya
hegemoni adalah faktor ideologi dan politik yang diciptakan penguasa dalam
mempengaruhi, mengarahkan, dan membentuk pola pikir masyarakat. Faktor
lainnya, pertama paksaan yang dialami masyarakat dalam mengikuti, sanksi yang
diterapkan penguasa, hukuman yang menakutkan, kebiasaan masyarakat dalam
mengikuti suatu hal yang baru, dan kesadaran serta persetujuan dalam unsur-unsur
masyarakat.

2.5 Ruang Lingkup Hegemoni


Menurut Prof. Dr. H. Haris Supratno hegemoni adalah sebagai suatu dominasi
kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan
intelektual dan moral yang dibantu dengan dominasi atau penindasan. Hegemoni
dapat dilakukan dengan cara kekerasan, kepemimpinan intelektual,
konsesus/persetujuan. Contoh hegemoni dengan kekerasan adalah penyerbuan
polisi pada masyarakat yang melanggar.
Beberapa teori tentang hegemoni di atas, merupakan teori-teori yang akan
digunakan dalam menganalisis hegemoni dalam cerpen “Robohnya Surau Kami”
karya A.A. Navis. Anilisis hegemoni yang digunakan dalam menganalisis cerpen
“Robohnya Surau Kami” adalah analisis hegemoni menurut Marxis dan menurut
Gramsci. Hegemoni tentang kekerasan dan hegemoni intelektual yang akan sama-
sama dibahas.
3. PEMBAHASAN
3.1 Hegemoni Majikan kepada Pembantu

Biasanya seorang majikan seringkali menindas pembantunya. Biasanya


penindasan yang dilakukan adalaah penindasan berupa fisik, seperti memukul.
Hegemoni pembantu juga digambarkan dalam cerpen ini. Hegemoni ini dilakukan
Bawuk kepada pembantunya. Hanya saja, hegemoni yang dilakukan Bawuk
bukanlah hegemoni fisik, melainkan hegemoni intelektual.

Menurut Bawuk, seisi rumah juga harus tahu nyanyian apa yang diajarkan
Juffrouw Dijksma di kelas. Pembantu-pembantu rumah, termasuk mbok
Inem yang sudah tua serta Sarpa, kusir dokar, narus mau diajari segala
nyanyian Belanda yang dipelajari Bawuk di sekolah.

“Ayo mbok, ayo, Pan. Ik bert een kleine officier .... Lho, jangan kelene
opisir. Klei ... ne Of ... fi ... cieieierrr. Ayo, mbok, ayo, Pan. Waaah, bodo
ya, kalian.”

Kalau pembantu-pembantu itu sudah kecapekan dan tertawa terkekeh akan


kesulitan mereka melipat-lipat lidah mereka menuruti Bawuk, maka mereka
akan harus mendapat hukuman ganti-berganti menggendong Bawuk
mengelilingi rumah. (Kayam, 1975: 101)

Hegemoni yang dilakukan Bawuk kepada pembantu-pembantunya adalah


bahwa pembantu-pembantunya harus menuruti apa yang diperintahkan Bawuk,
termasuk menyanyikan lagu Belanda. Hegemoni yang dilakukan Bawuk ini,
tidaklah bersifat fisik. Pembantu-pembantu Bawuk bahkan seakan-akan tidak
merasa dihegemoni, mereka bahkan masih bisa tertawa dan terkekeh.

3.2 Hegemoni Bupati kepada Onder

Bupati berkedudukan di atas onder. Onder seringkali harus menuruti bupati


agar dinaikkan pangkatnya atau agar tetap dapat menduduki posisinya. Begitu
pula yang terjadi kepada bapak dan nyonya Surya, bapak dan ibu Bawuk.

Tuan Suryo sesungguhnya lebih suka main bridge dan billiard di sos pabrik
bersama administratur dan dokter gula daripada main kartu cinta ini. Tetapi
kesukan toh harus lebih banyak dia mainkan. Kesukan baginya adalah lebih
merupakan “bagian dari upacara” yang mesti dia penuhi dalam fungsinya
sebagai seoran onder dan priyayi yang terpandang. Lagi pula bupati yang
sudah tua itu adalah seorang pecandu kesukan. (Kayam, 1975:105)

Meskipun pak Suryo tak menyukai permainan kesukan dia tetap harus
memainkannya, karena bupati, seorang atasannya menyukai permainnan itu. Tak
hanya itu, pak Suryo juga harus menuruti bupati ketika harus menjadi penayub,
padahal pak Suryo tidak bisa menari, dan sangat tidak menyukai hal tersebut.

“Onder, itu lho, Prenjak sudah mulai melirikmu!”

Ah, bukan sma saya, tapi sama Kanjeng. Masa ondernya dulu.”

Dan kanjeng bupati tertawa terkekeh-kekeh, sangat menghargai basa-basi


klise dari oder-nya itu,

“baiklah, nanti kalau sudah mulai menayub, sampur dari saya akan saya
lempar kepada wedana dan kepada kau, onder! Awas kalau kau tidak
berani terus menyelesaikan. Ini perintah van de kanjeng en van de, er het,
er de...., jarige, lho. Heh, heh, heh, heh.” (Kayam, 1975:107)

Pak Suryo harus menuruti perintah dari bupati yang merupakan atasannya.
Meskipun dia tidak menyukai hal tersebut. Pak Suryo merasa tidak menyukai
perlaukan bupati kepada dirinya. Inilah hegemoni yang dilakukan bupati kepada
pak Suryo.

3.3 Hegemoni Hasan dkk. Terhadap Masyarakat di Kecamatan T

Hegemoni Hasan dkk (partai komunis) terhadap masyarakat di kecamatan T


adalah hegemobi intelektual. Hasan dkk mempengaruhi warga di kecamatan T
untuk melakukan apa yang mereka perintahkan. Dengan diskusi-diskusi,
pengobaran semangat, warga di kecamatan T menuruti pengaruh dari Hasan dkk.

Kepada para kader di kecamatan itu ditekankan arti situasi revolusioner


seperti yang mereka hadapi pada wakti itu, yakni suatu situasi si mana
pengertian teori tentang perjuangan bersenjata kaum tani datang saatnya
dicoba. Kepada para petani yang bukan kader didengungkan bahwa
perjuangan bersenjata yang akan mereka lakukan adalah perjuangan hidup
dan mati, perjuangan tentang hak tanah, tentang hasil produksi pertanian
mereka yang sekarang mau dirampas oleh kekuatan-kekuatan reaksioner
yang meminjam bedil-bedil tentara sewaan. (Kayam, 1975: 120-121)

Hegemoni yang dilakukan ini merupakan hegemoni intelektual dengan cara


mengarahkan pemikiran. Pemikiran-pemikiran warga di kecamatan T diarahkan
oleh Hasan dkk, untuk melakukan pemberontakan demi menjaga kesejahteraan
atau demi membela daerahnya.

3.4 Hegemoni Saudara-saudara Bawuk kepada Bawuk

Hegemoni, tidak hanya terjadi di antara dua kaum saja, tetapi hegemoni juga
dapat terjadi di antara saudara atau keluarga. Itulah yang dialami Bawuk saat
berkunjung ke rumah ibunya untuk menitipkan anak-anaknya, melalui diskusi,
Bawuk dihegemoni oleh saudara-saudaranya yang lain

“Sederhana sekali. Apakah kau tidak merasa berslah, ikut membantu satu
aktivitas yang membahayakan buat banyak orang?”

“aduh, Mas Sun, sedih saya kalau kau sudah mulai bertanya salah dan
tidak salah. Dari sudut peluarga ini, perkawinanku dengan Mas Hasan
sudah sejak semula salah. Kalau aku tempo hari mau saja kawin dengan
seorang akademisi yang baik, atau seorang perwira yang simpatik, kayak
Mas Sun, dan tidak dengan seorang revolusioner komunis, dan sekarang
berontak lagi, bukankah semuanya sudah beres?” (Kayam. 1075: 132).

Bawuk dihegemoni oleh saudara-saudaranya untuk tidak kembali mencari


Hasan dan menetap di rumah ibunya. Hegemoni ini merupakan hegemoni
intelektual, dan beruang lingkup mikro, karena terjadi pada sebuah keluarga

3.5 Hegemoni Pemerintah kepada Hasan


Hegemoni pemerintah kepada kaum minoritas sering terjadi. Cerpen “Bawuk”
menggambarkan adanya hegemoni terhadap kaum komunis oleh pemerintah.
Kaum komunis, atau partai komunis dianggap sebagai kaum pemberontak dan
harus dimusnahkan dari tanah Indonesia. Hasan sebagai tokoh komunis dalam
cerpen merasa bahwa ideologinya dikengkang oleh pemerintah, dan dia harus
terus-terusan bekejar-kejaran dengan tentara untuk menyelamatkan dirinya dan
untuk membentuk kekuatan baru guna melancarkan ideologi-ideologinya.

Mereka mendengar tentang Aidit yang berada di sekitar Solo, dan


mereka mendengar tentang siakp Soekarno terhadap Gestapu yang
disebutnya Gestok. Laporan-laporan itu hangat dinilai dan dibicarakan
bersama-sama. Rakyat di Kecamatan T mesti disiapkan untuk segala
kemungkinan. Diperhitungkan, tentara, lambat atu cepat, pasti akan
menggempur T. (Kayam, 1975:118)

Cuplikan cerpen di atas menunjukkan bahwa Hasan bersama-sama teman


komunisnya sedang melakukan pelarian dan sedang menyusun kekuatan untuk
menghalau tentara menghabisi mereka. Disinilah terlihat adanya hegemoni antara
pemerintah yang merupakan dominan dengan Hasan, kaum komunis sebagai
kaum minoritas yang tidak sesauai dengan ideologi pemerintah dan harus
dimusnahkan.

4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terdapat beberapa Hegemoni yang terjadi pada tokoh-tokoh dalam cerpen
“Bawuk” ada hegemoni secara intelektual dan ada hegemoni secara fisik. Cerpen
ini juga menunjukkan bahwa hegemoni tidak disadari oleh penerima hegemoni.
Penerima hegemoni malah tertawa dengan hegemoni yang diberikan. Berikut
kesimpulannya :
1. Hegemoni Bawuk kepada pembantu-pembantunya merupakan hegemoni
intelektual.
2. Hegemoni bupati kepada Pak Suryo merupakan hegemoni intelektual
3. Hegemoni Hasan kepada warga kecamatan T merupakan hegemoni
intelektual dengan cara menanamkan ideologi.
4. Hegemoni saudara Bawuk kepada Bawuk merupakan hegemoni dalam
lingkup mikro.
5. Hegemoni pemerintah kepada kum komunis merupakan hegemoni fisik, dan
beruang lingkup makro.
Daftar Pustaka
Eagleton, Terry. 2002. Marxism and Literary Criticism (diterjemahkan oleh Zaim
Rafigi). Depok: Desantara

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kayam, Umar. 1975. Bawuk

Ratna, Nyoman Ktha. 2007. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan
Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai