Disusun Oleh:
Putri Adelia Puspita Yusuf
NIM. 22020074130
1.4 Manfaat
Manfaat teoritis dari makalah ini adalah untuk menambah contoh kajian
pendekatan hegemoni terhadap analisis prosa fiksi. Sedangkan manfaat praktis
dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi para mahasiswa,
guru, pecinta sasra, dan kritukus sastra tentang pendekatan hegmoni dalam karya
sastra.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sosiologi Sastra
Ratna (2003 : 25) mengatakan, sosiologi sastra adalah penelitian terhadap
karya sastra dan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian penelitian
sosiologi sastra dilakukan dengan cara pemberian makna pada sistem dan latar
belakang suatu masyarakat serta dinamika yang terjadi di dalamnnya. Sedangkan
menurut Rene Wellek dan Austin Werren (1990: 110) menyatakan sosiologi
sastra yaitu mengkaitkan sastra dengan situasi tertentu, atau dengan system
politik, ekonomi dan sosial tertentu.
Sosiologi sastra adalah teori yang dapat menjelaskan bagaimana sastra dapat
dikaji dengan menitikberatkan hubungannya dengan masyarakat yang melahirkan
pengarang dan pembaca. Pengarang karya sastra dan pembacanya merupakan
anggota atau bagian dari masyarakat yang lahir dan mati di antara masyarakat itu
sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang melahirkan karya sastra
itu sendiri adalah masyarakat, sehingga untuk dapat memahami karya sastra harus
pula memahami masyarakat.
2.2 Teori Hegemoni
Menurut Grmasci (dalam Patria dan Arief, 2015:117) mengungkapkan
hegemoni sebagai supermasi sebuah kelompok yang mewujudkan diri dalam dua
cara yaitu sebagai ‘dominasi’ dan sebagai ‘kepemimpinan intelektual dan moral.
Di satu pihak, sebuah kelompok sosial mendominasi kelompok-kelompok oposisi
untuk ‘menghancurkan’ atau menundukkan mereka, bahkan mungkin dengan
menggunakan kekuatan bersenjata; di lain pihak, kelompok sosial memimpin
kelompok-kelompok kerabat dan sekutu mereka.
Hegemoni adalah sebagai suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas
kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu
dengan dominasi atau penindasan. Teori hegemoni muncul dengan tujuan untuk
merevisi kelemaham konsep-konsep marxisme, seperti perkembangan politik yang
dianggap sebagai akibat langsung perkembangan ekonomi. Konsep Marx pada
mulanya adalah ‘kehidupan menusia tidak tidak ditentukan oleh kesadaran
individu, tetapi oleh kesadaran sosial’. Konsep ini pada perkembangannya
mengacu pada ide kelas yang berkuasa yaitu bahwa ide dominan diciptakan demi
kepintingan kelas yang berkuasa.
Menurut Bawuk, seisi rumah juga harus tahu nyanyian apa yang diajarkan
Juffrouw Dijksma di kelas. Pembantu-pembantu rumah, termasuk mbok
Inem yang sudah tua serta Sarpa, kusir dokar, narus mau diajari segala
nyanyian Belanda yang dipelajari Bawuk di sekolah.
“Ayo mbok, ayo, Pan. Ik bert een kleine officier .... Lho, jangan kelene
opisir. Klei ... ne Of ... fi ... cieieierrr. Ayo, mbok, ayo, Pan. Waaah, bodo
ya, kalian.”
Tuan Suryo sesungguhnya lebih suka main bridge dan billiard di sos pabrik
bersama administratur dan dokter gula daripada main kartu cinta ini. Tetapi
kesukan toh harus lebih banyak dia mainkan. Kesukan baginya adalah lebih
merupakan “bagian dari upacara” yang mesti dia penuhi dalam fungsinya
sebagai seoran onder dan priyayi yang terpandang. Lagi pula bupati yang
sudah tua itu adalah seorang pecandu kesukan. (Kayam, 1975:105)
Meskipun pak Suryo tak menyukai permainan kesukan dia tetap harus
memainkannya, karena bupati, seorang atasannya menyukai permainnan itu. Tak
hanya itu, pak Suryo juga harus menuruti bupati ketika harus menjadi penayub,
padahal pak Suryo tidak bisa menari, dan sangat tidak menyukai hal tersebut.
Ah, bukan sma saya, tapi sama Kanjeng. Masa ondernya dulu.”
“baiklah, nanti kalau sudah mulai menayub, sampur dari saya akan saya
lempar kepada wedana dan kepada kau, onder! Awas kalau kau tidak
berani terus menyelesaikan. Ini perintah van de kanjeng en van de, er het,
er de...., jarige, lho. Heh, heh, heh, heh.” (Kayam, 1975:107)
Pak Suryo harus menuruti perintah dari bupati yang merupakan atasannya.
Meskipun dia tidak menyukai hal tersebut. Pak Suryo merasa tidak menyukai
perlaukan bupati kepada dirinya. Inilah hegemoni yang dilakukan bupati kepada
pak Suryo.
Hegemoni, tidak hanya terjadi di antara dua kaum saja, tetapi hegemoni juga
dapat terjadi di antara saudara atau keluarga. Itulah yang dialami Bawuk saat
berkunjung ke rumah ibunya untuk menitipkan anak-anaknya, melalui diskusi,
Bawuk dihegemoni oleh saudara-saudaranya yang lain
“Sederhana sekali. Apakah kau tidak merasa berslah, ikut membantu satu
aktivitas yang membahayakan buat banyak orang?”
“aduh, Mas Sun, sedih saya kalau kau sudah mulai bertanya salah dan
tidak salah. Dari sudut peluarga ini, perkawinanku dengan Mas Hasan
sudah sejak semula salah. Kalau aku tempo hari mau saja kawin dengan
seorang akademisi yang baik, atau seorang perwira yang simpatik, kayak
Mas Sun, dan tidak dengan seorang revolusioner komunis, dan sekarang
berontak lagi, bukankah semuanya sudah beres?” (Kayam. 1075: 132).
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Terdapat beberapa Hegemoni yang terjadi pada tokoh-tokoh dalam cerpen
“Bawuk” ada hegemoni secara intelektual dan ada hegemoni secara fisik. Cerpen
ini juga menunjukkan bahwa hegemoni tidak disadari oleh penerima hegemoni.
Penerima hegemoni malah tertawa dengan hegemoni yang diberikan. Berikut
kesimpulannya :
1. Hegemoni Bawuk kepada pembantu-pembantunya merupakan hegemoni
intelektual.
2. Hegemoni bupati kepada Pak Suryo merupakan hegemoni intelektual
3. Hegemoni Hasan kepada warga kecamatan T merupakan hegemoni
intelektual dengan cara menanamkan ideologi.
4. Hegemoni saudara Bawuk kepada Bawuk merupakan hegemoni dalam
lingkup mikro.
5. Hegemoni pemerintah kepada kum komunis merupakan hegemoni fisik, dan
beruang lingkup makro.
Daftar Pustaka
Eagleton, Terry. 2002. Marxism and Literary Criticism (diterjemahkan oleh Zaim
Rafigi). Depok: Desantara
Ratna, Nyoman Ktha. 2007. Sastra dan Cultural Studies: Representasi Fiksi dan
Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.