Anda di halaman 1dari 6

PERTANIAN ORGANIK DAN

PERTANIAN BERKELANJUTAN

 Pengertian Pertanian Organik

             Pertanian organik ditakrifkan sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang
berasaskan daur-ulang hara secara hayati. Daur-ulang hara dapat melalui sarana limbah
tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan
struktur tanah. Daur-ulang hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama
dikenal sejalan dengan berkembang peradaban manusia, terutama di china (Rachman,
2002:1).

            Konsep sistem pertanian organik sudah sering dibahas pada berbagai pertemuan
ilmiah, misalnya seminar, lokakarya, dan sarasehan, yang menggunakan tajuk pertanian
organik (organik farming) atau pertanian ramah lingkungan. Secara teoritis banyak pakar
petanian ataupun ekologi yang sepaham bahwa siatem pertanian organik merupakan salah
satu alternatif solusi atas kegagalan sistem pertanian industrial.

            Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik  merupakan
“hukum pengembalian (low of  return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk
mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan
limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada
tanaman.

            Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip


memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman
(feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman.
Von Uexkull (1984) memberikan istilah “membangun kesuburan tanah”. Strategi pertanian
organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos, dan pupuk
kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi
akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur  hara didaur-ulang melalui
satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda
sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan
langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian
yang sesuai dengan kebutuhan tanaman.

            Secara teknis, sistem pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanian di
mana bahan organik, baik makhluk hidup maupun yang sudah mati, menjadi faktor penting
dalam proses produksi usaha tani tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
kehutanan. Penggunaan pupuk organik (alami atau buatan) dan pupuk hayati serta
pemberantasan hama, penyakit, dan gulma secara biologis adlah contoh-contoh aplikasi
sistem pertanian organik (Sugito dkk., 1995).

 
1.2  Pengertian Pertanian Berkelanjutan

            Pada hakikatnya, sistem petanian yang berkelanjutan adalah back to nature, yakni
sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan
lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Upaya
manusia yang mengingkari kaidah-kaidah ekosistem dalam jangka pendek mungkin mampu
memacu produktivitas lahan dan hasil. Namun, dalam jangka panjang biasanya hanya akan
berakhir dengan kehancuran lingkungan. Kita yakin betul bahwa hukum alam adalah kuasa
Tuhan. Manusia sebagai umat-Nya hanya berwenang menikmati dan berkewajiban menjaga
serta melestarikannya (Karwan, 2003:1).

            Konsep pertanian yang berkelanjutan terus berkembang, diperkaya, dan dipertajam
dengan kajian pemikiran, model, metode, dan teori-teori dari berbagai disiplin ilmu sehingga
menjadi suatu kajian ilmu terapan yang diabdikan bagi kemaslahatan umat manusia untuk
generasi sekarang dan mendatang. Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan
bersifat holistik mempertautkan berbagai aspek dan disiplin ilmu lain yang sudah mapan,
antara lain ekologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan.

 Ciri – Ciri Pertanian Organik:

1. Melindungi kesuburan tanah dengan mempertahankan kadar bahan organik, dan tidak
menggunakan alat-alat mekanisasi secara sembarangan.
2. Menyediakan sendiri unsur nitrogen melalui pengikatan nitrogen secara biologis
dengan tanaman leguminosa.
3. Mendaur ulang secara efektif bahan organik dari sisa tanaman dan limbah ternak.
4. Membantu perkembangan aktivitas biologi tanah.
5. Mengendalikan gulma dan hama penyakit dengan rotasi tanaman, predator, dan
varietas tanaman yang tahan.
6. Menyuarakan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi berkesinambungan
7. Aspek alamiah dan kondisi lingkungan sekitar merupakan sumber penunjang produksi
yang utama.
8. mengurangi penggunaan bahan penunjang dari luar.
9. Mendaur ulang nutrisi atau unsur hara dari dalam tanah.

 Menurut Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TAC-CGIAR, 1988), “pertanian


berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna
membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan
kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam”.Ciri-ciri pertanian berkelanjutan:
• Mantap secara ekologis, yang berarti kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan
kemampuan agroekosistem secara keseluruhan – dari manusia, tanaman, dan hewan sampai
organisme tanah ditingkatkan. Dua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan
tanaman dan hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi
sendiri). Sumberdaya lokal digunakan secara ramah dan yang dapat diperbaharui.
• Dapat berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan, dan dapat
melestarikan sumberdaya alam dan meminimalisasikan risiko.
• Adil, yang berarti sumberdaya dan kekuasaan disistribusikan sedemikian rupa sehingga
keperluan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu juga hak mereka
dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai, dan bantuan teknis terjamin. Masyarakat
berkesempatan untuk berperanserta dalam pengambilan keputusan, di lapangan dan di
masyarakat.
• Manusiawi, yang berarti bahwa martabat dasar semua makhluk hidup (manusia, tanaman,
hewan) dihargai dan menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar (kepercayaan,
kejujuran, harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan memelihara
integritas budaya dan spiritual masyarakat.
• Luwes, yang berarti masyarakat desa memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan
ubahan kondisi usahatni yang berlangsung terus, misalnya, populasi yang bertambah,
kebijakan, permintaan pasar, dll. 

Selain itu, ciri pertanian berkelanjutan antara lain: Secara ekonomi menguntungkan dan dapat
dipertanggung jawabkan (economically viable). Petani mampu menghasilkan keuntungan
dalam tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa
ditolerir/diterima.  Berwawasan ekologis (ecologically sound). Kualitas agroekosistem
dipelihara atau ditingkatkan, dengan menjaga keseimbangan ekologi serta konservasi
keanekaragaman hayati. Sistem pertanian yang berwawasan ekologi adalah sistem yang sehat
dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap tekanan dan gangguan (stress dan
shock).Berkeadilan sosial. Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan dalam akses
dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi yang terlibat tanpa
membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau kelompok etnis. Manusiawi dan
menghargai budaya lokal. Menghormati eksistensi dan memperlakukan dengan bijak semua
jenis mahluk yang ada. Dalam pengembangan pertanian tidak melepaskan diri dari konteks
budaya lokal dan menghargai tatanan nilai, spirit dan pengetahuan lokal Mampu berdaptasi
(adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang selalu berubah, seperti
pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan yang baru dan perubahan konstalasi pasar.

4.1      Indikator Pertanian Organik

 Kandungan hara rendah. Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tetapi
bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya. Kandungan hara yang rendah berarti
biaya untuk setiap unit unsur hara yang digunakan nisbi lebih mahal.
 Ketersediaan unsur hara lambat. hara yang berasal dari bahan organik diperlukan
untuk kegiatan mikrobia tanah untuk dialihrupakan dari bentuk ikatan kompleks
organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa
organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman. Kebanyakan unsur
di dalam tanah biasanya dalam bentuk unsur tersedia dari hasil perombakan bahan
organik.
 Menyediakan hara dalam jumlah terbatas. Penyediaan hara yang berasal dari pupuk
organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan hara yang diperlukan
tanaman.

4.2      Indikator Pertanian Berkelanjutan

Indikator pertanian berkelanjutan antara lain:

1. Ekologi

            Yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan
agroekosistem secara keseluruhan dari manusia, tanamnan, dan hewan sampai organisme
tanah ditingkatkan. Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman,
hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber
daya local dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa, dan
energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran. Tekanannya
adalah pada penggunaan sumber daya yang bisa diperbaharui. Dengan kata lain, indikator
ekologi tidak menimbulkan degradasi dan tidak menimbulkan emisi.

            Sistem pertanian yang bernuansa ekologis sebaiknya mengintegrasiakan sistem


ekologi secara luas dan memusatkan perhatian pada upaya perawatan dan perbaikan sumber
daya pertanian. Dalam prakteknya, penyimpangan terhadap kaidah-kaidah ekologi hanya
akan memberikan dampak buruk bagi keseimbangan lingkungan.

2. Sosial

            Sistem pertanian yang diterima secara sosial sangat menjunjung tinggi hak-hak
individu petani, baik sebagai pelaku utama maupun sebagai bagian dari anggota sistem
masyarakat secara keseluruhan. Sistem masyarakat pertanian mampu mengakses sumber-
sumber informasi, pasar, ataupun kelembagaan pertanian. Perlakuan pelayanan pemerintah
tidak dapat dibedakan atas dasar jenis kelamin, status, agama, atau etnis tertentu. Sistem
sosial juga harus menjamin keberlanjutan pertanian antargenerasi; dengan keyakinan bahwa
generasi sekarang menitipkan dan mewariskan bumi ini kepada generasi yang akan datang.

3. Ekonomi

            Sistem pertanian harus secara rasional mampu menjamin kehidupan ekonomi yang
lebih baik bagi petani dan keluarganya; paling tidak usaha pertanian harus mampu
menyediakan bahan pangan dan kebutuhan dasar lainnya. Kelayakan secara ekonomi juga
berarti aktivitas pertanian harus mampu menekan biaya eksternalitas sehingga tidak
merugikan masyarakat dan lingkungan.

4. Kelembagaan

            Aspek kelembagaan ini dapat berupa kelembagaan pemerintah (formal) ataupun non-
pemerintah (informal) tergantung dari segi kepentingannya. Aspek kelembagaan sangat
penting bukan hanya dilihat dari segi ekonomi pertaniaan secara keseluruhan, tetapi juga segi
ekonomi pedesaan.

           

            Mosher (1974) mengidentifikasi bahwa aspek kelembagaan merupakan hal pokok
yang diperlukan agar struktur pembangunan perdesaan dapat menjadi maju. Menurut Mosher,
ada tiga diantara lima syarat pokok yang dikategorikan sebagai aspek kelembagaan dalam
Struktur Perdesaan Maju.

            Tiga syarat pokok tersebut antara lain berikut ini.

1. Pasar
Hal ini penting bagi petaniuntuk dapat membeli kebutuhan faktor produk seperti bibit, pupuk,
obat-obatan, dan sebagainya. Pasar juga berfungsi sebagai tempat petani menjual hasil
pertaniannya, dan bahkan, juga sekaligus tempat untuk membeli kebutuhan konsumsi.

2. Pelayanan Penyuluhan

Kelembagaan tersebut penting bagi petani untuk menerapkan teknologi baru yang ingin
dicobanya.

3. Pengkreditan

Lembaga tersebut harus dapat terjangkau oleh petani, bukan saja tersedia waktu petani
memerlukannya, tetapi juga murah. Kredit diperlukan oleh petani untuk membeli faktor
produksi dan menerapkan teknologi baru.

            Beberapa pakar ekonomi lingkungan mencoba mengembangkan suatu pendekatan dan
menyusun indikator untuk menilai keragaman suatu sistem pertanian. Conway (1978)
mengilustrasikan pembangunan agroekosistem setidaknya harus memenuhi empat indikator ,
yaitu sebagai berikut:

 Produktivitas, sistem pertanian merupakan upaya peningkatan produksi per satuan


waktu. Produktivitas hasil panen diperoleh dengan cara menambah biaya input atau
adopsi teknologi baru, misalnya program intensifikasi atau mekanisasi pertanian.
 Stabilitas, sistem pertanian menggambarkan fluktuasi produksi hasil panen setiap
waktu yang disebabkan oleh perubahan agroekosistem atau serangan hama dan
penyakit. Pada waktu agroekosistem cukup baik dan tidak ada serangan hama dan
penyakit, pada umumnya produksi lebih tinggi.
 Sustainabilitas,merupakan gambaran ketahanan sistem budi daya pertanian terhadap
perubahan lingkungan atau ekonomi. Perubahan itu dibedakan menjadi dua tipe, yaitu
perubahan yang bersifat menekan (stress) dan perubahan yang bersifat mengejutkan
(shock). Perubahan yang bersifat menekan memiliki ciri-ciri kecil, meningkat,
memberikan efek yang pasti, dan terjadi akumulasi akibat yang ditimbulkan.
Misalnya: proses erosi, salinasi, atau menurunya permintaan suatu produk pertanian.
Perubahan yang bersifat mengejutkan memiliki cirri yang tak terduga, dengan akibat
perubahan yang sangat berarti. Misalnya, terjadinya krisis minyak bumi atau krisis
ekonomi akan mengakibatkan peningkatan harga input pertanian secara tajam.
 Ekuitabilitas atau kesama-rataan menggambarkan bahwa produksi pertanian dapat
memberikan keuntungan yang merata atau tinggi, atau sebaliknya, tidak merata atau
rendah. Ekuitabilitas usaha tani tinggi berarti sebagian besar orang dapat menikmati
sejumlah hasil panen atau keuntungan dari produk pertanian.
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/90380/PERTANIAN-ORGANIK-DAN-PERTANIAN-
BERKELANJUTAN/

Anda mungkin juga menyukai