PERTANIAN BERKELANJUTAN
Pertanian organik ditakrifkan sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang
berasaskan daur-ulang hara secara hayati. Daur-ulang hara dapat melalui sarana limbah
tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan
struktur tanah. Daur-ulang hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama
dikenal sejalan dengan berkembang peradaban manusia, terutama di china (Rachman,
2002:1).
Konsep sistem pertanian organik sudah sering dibahas pada berbagai pertemuan
ilmiah, misalnya seminar, lokakarya, dan sarasehan, yang menggunakan tajuk pertanian
organik (organik farming) atau pertanian ramah lingkungan. Secara teoritis banyak pakar
petanian ataupun ekologi yang sepaham bahwa siatem pertanian organik merupakan salah
satu alternatif solusi atas kegagalan sistem pertanian industrial.
Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan
“hukum pengembalian (low of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk
mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan
limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada
tanaman.
Secara teknis, sistem pertanian organik merupakan suatu sistem produksi pertanian di
mana bahan organik, baik makhluk hidup maupun yang sudah mati, menjadi faktor penting
dalam proses produksi usaha tani tanaman, perkebunan, peternakan, perikanan, dan
kehutanan. Penggunaan pupuk organik (alami atau buatan) dan pupuk hayati serta
pemberantasan hama, penyakit, dan gulma secara biologis adlah contoh-contoh aplikasi
sistem pertanian organik (Sugito dkk., 1995).
1.2 Pengertian Pertanian Berkelanjutan
Pada hakikatnya, sistem petanian yang berkelanjutan adalah back to nature, yakni
sistem pertanian yang tidak merusak, tidak mengubah, serasi, selaras, dan seimbang dengan
lingkungan atau pertanian yang patuh dan tunduk pada kaidah-kaidah alamiah. Upaya
manusia yang mengingkari kaidah-kaidah ekosistem dalam jangka pendek mungkin mampu
memacu produktivitas lahan dan hasil. Namun, dalam jangka panjang biasanya hanya akan
berakhir dengan kehancuran lingkungan. Kita yakin betul bahwa hukum alam adalah kuasa
Tuhan. Manusia sebagai umat-Nya hanya berwenang menikmati dan berkewajiban menjaga
serta melestarikannya (Karwan, 2003:1).
Konsep pertanian yang berkelanjutan terus berkembang, diperkaya, dan dipertajam
dengan kajian pemikiran, model, metode, dan teori-teori dari berbagai disiplin ilmu sehingga
menjadi suatu kajian ilmu terapan yang diabdikan bagi kemaslahatan umat manusia untuk
generasi sekarang dan mendatang. Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan
bersifat holistik mempertautkan berbagai aspek dan disiplin ilmu lain yang sudah mapan,
antara lain ekologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan.
1. Melindungi kesuburan tanah dengan mempertahankan kadar bahan organik, dan tidak
menggunakan alat-alat mekanisasi secara sembarangan.
2. Menyediakan sendiri unsur nitrogen melalui pengikatan nitrogen secara biologis
dengan tanaman leguminosa.
3. Mendaur ulang secara efektif bahan organik dari sisa tanaman dan limbah ternak.
4. Membantu perkembangan aktivitas biologi tanah.
5. Mengendalikan gulma dan hama penyakit dengan rotasi tanaman, predator, dan
varietas tanaman yang tahan.
6. Menyuarakan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi berkesinambungan
7. Aspek alamiah dan kondisi lingkungan sekitar merupakan sumber penunjang produksi
yang utama.
8. mengurangi penggunaan bahan penunjang dari luar.
9. Mendaur ulang nutrisi atau unsur hara dari dalam tanah.
Selain itu, ciri pertanian berkelanjutan antara lain: Secara ekonomi menguntungkan dan dapat
dipertanggung jawabkan (economically viable). Petani mampu menghasilkan keuntungan
dalam tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa
ditolerir/diterima. Berwawasan ekologis (ecologically sound). Kualitas agroekosistem
dipelihara atau ditingkatkan, dengan menjaga keseimbangan ekologi serta konservasi
keanekaragaman hayati. Sistem pertanian yang berwawasan ekologi adalah sistem yang sehat
dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap tekanan dan gangguan (stress dan
shock).Berkeadilan sosial. Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan dalam akses
dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi yang terlibat tanpa
membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau kelompok etnis. Manusiawi dan
menghargai budaya lokal. Menghormati eksistensi dan memperlakukan dengan bijak semua
jenis mahluk yang ada. Dalam pengembangan pertanian tidak melepaskan diri dari konteks
budaya lokal dan menghargai tatanan nilai, spirit dan pengetahuan lokal Mampu berdaptasi
(adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang selalu berubah, seperti
pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan yang baru dan perubahan konstalasi pasar.
Kandungan hara rendah. Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tetapi
bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya. Kandungan hara yang rendah berarti
biaya untuk setiap unit unsur hara yang digunakan nisbi lebih mahal.
Ketersediaan unsur hara lambat. hara yang berasal dari bahan organik diperlukan
untuk kegiatan mikrobia tanah untuk dialihrupakan dari bentuk ikatan kompleks
organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa
organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman. Kebanyakan unsur
di dalam tanah biasanya dalam bentuk unsur tersedia dari hasil perombakan bahan
organik.
Menyediakan hara dalam jumlah terbatas. Penyediaan hara yang berasal dari pupuk
organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan hara yang diperlukan
tanaman.
1. Ekologi
Yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan
agroekosistem secara keseluruhan dari manusia, tanamnan, dan hewan sampai organisme
tanah ditingkatkan. Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman,
hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber
daya local dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa, dan
energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran. Tekanannya
adalah pada penggunaan sumber daya yang bisa diperbaharui. Dengan kata lain, indikator
ekologi tidak menimbulkan degradasi dan tidak menimbulkan emisi.
2. Sosial
Sistem pertanian yang diterima secara sosial sangat menjunjung tinggi hak-hak
individu petani, baik sebagai pelaku utama maupun sebagai bagian dari anggota sistem
masyarakat secara keseluruhan. Sistem masyarakat pertanian mampu mengakses sumber-
sumber informasi, pasar, ataupun kelembagaan pertanian. Perlakuan pelayanan pemerintah
tidak dapat dibedakan atas dasar jenis kelamin, status, agama, atau etnis tertentu. Sistem
sosial juga harus menjamin keberlanjutan pertanian antargenerasi; dengan keyakinan bahwa
generasi sekarang menitipkan dan mewariskan bumi ini kepada generasi yang akan datang.
3. Ekonomi
Sistem pertanian harus secara rasional mampu menjamin kehidupan ekonomi yang
lebih baik bagi petani dan keluarganya; paling tidak usaha pertanian harus mampu
menyediakan bahan pangan dan kebutuhan dasar lainnya. Kelayakan secara ekonomi juga
berarti aktivitas pertanian harus mampu menekan biaya eksternalitas sehingga tidak
merugikan masyarakat dan lingkungan.
4. Kelembagaan
Aspek kelembagaan ini dapat berupa kelembagaan pemerintah (formal) ataupun non-
pemerintah (informal) tergantung dari segi kepentingannya. Aspek kelembagaan sangat
penting bukan hanya dilihat dari segi ekonomi pertaniaan secara keseluruhan, tetapi juga segi
ekonomi pedesaan.
Mosher (1974) mengidentifikasi bahwa aspek kelembagaan merupakan hal pokok
yang diperlukan agar struktur pembangunan perdesaan dapat menjadi maju. Menurut Mosher,
ada tiga diantara lima syarat pokok yang dikategorikan sebagai aspek kelembagaan dalam
Struktur Perdesaan Maju.
1. Pasar
Hal ini penting bagi petaniuntuk dapat membeli kebutuhan faktor produk seperti bibit, pupuk,
obat-obatan, dan sebagainya. Pasar juga berfungsi sebagai tempat petani menjual hasil
pertaniannya, dan bahkan, juga sekaligus tempat untuk membeli kebutuhan konsumsi.
2. Pelayanan Penyuluhan
Kelembagaan tersebut penting bagi petani untuk menerapkan teknologi baru yang ingin
dicobanya.
3. Pengkreditan
Lembaga tersebut harus dapat terjangkau oleh petani, bukan saja tersedia waktu petani
memerlukannya, tetapi juga murah. Kredit diperlukan oleh petani untuk membeli faktor
produksi dan menerapkan teknologi baru.
Beberapa pakar ekonomi lingkungan mencoba mengembangkan suatu pendekatan dan
menyusun indikator untuk menilai keragaman suatu sistem pertanian. Conway (1978)
mengilustrasikan pembangunan agroekosistem setidaknya harus memenuhi empat indikator ,
yaitu sebagai berikut: