Anda di halaman 1dari 8

ILMU DALAM PERADABAN ISLAM

Disusun oleh kelompok I


1. Bayu Trisnaningtyas
2. Debby Syullelu Diyeni
ILMU DALAM PERADABAN ISLAM

A. Peradaban Pra-Islam
Peradaban Islam tidak bisa dipisahkan dengan negara Arab, karena Islam
lahir ditengah-tengah masyarakat Arab yang mewarisi adat istiadat yang
diwariskan dari generasi ke generasi. Adat istiadat yang jauh dari ajaran Nabi
terdahulu yang menyembah Allah SWT. Pada masa itu, masyarakat Arab
dikatakan sebagai masyarakat jahilliyah, yaitu masyarakat yang tidak beradab,
bodoh, gemar berperang, melakukan perampasan dan perusakan-perusakan.
Kondisi masyarakat Arab yang jauh dari Allah SWT inilah yang mendorongNYA
memberikan Wahyu kepada Nabi Muhammad SAW agar bangsa Arab kembali
menyembahNYA. Tugas utama Muhammad ialah makarimal akhlak  bangsa
Arab dan menyebarkan ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamiin
Pada awalnya Nabi Muhammad SAW diperintahkan Allah untuk
memperbaiki masyarakat jahilliyah yang ada di Arab, khususnya di Mekah.
Setelah berjalan beberapa tahun kemudian Rasulullah menyebarkan dan
membangun Islam di Kota Madinah. Bermula dari sanalah kemudian islam
berkembang ke berbagai daerah. Wilayah jazirah Arab, timur tengah sampai ke
Eropa dan Asia mulai terjamah oleh ulama dan raja-raja islam. Kerajaan tersebut
seperti khilafah Bani Ummayah, Mughal, Abbasiyah, Ottman, India, Malaka,
Turki Seljuq, dan lainnya. Hal tersebut merupakan bukti bahwa umat islam di
zaman Rasulullah sangat gencar menyebarkan islam, menyiapkan para pemimpin
dan ulama ditengah-tengah masyarakat sesuai dengan konteks dan masalahnya
masing-masing.
Pada masa Rasulullah, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang
dibidang ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin), dan ilmu akhlak (moral).
Akan tetapi ilmu lainnya tetap berkembang walaupun tidak sepesat ilmu agama
dan akhlak. Saat itu pun mulai terjadi proses pengkajian ilmu yang lebih
sistematis, diantaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang dikembangkan oleh para
sahabat Rasul. Rasulullah SAW memberi contoh revolusioner bagaimana
seharusnya mengembangkan ilmu, dengan menggiatkan budaya membaca, yang
merupakan pencanangan dan pemberantasan buta huruf. Rasul juga
memerintahkan kepada para sahabatnya untuk menghafal ayat-ayat al-Qur’an,
menulis wahyu pada kulit, tulang, pelepah kurma dan lain-lain. Dengan
bimbingan Rasulullah SAW, umat Islam menjadi umat yang memasyarakatkan
kepandaian baca-tulis, membangun jiwa umat Islam yang tidak hanya beriman
tetapi juga berilmu, sehingga nantinya lahir sarjana-sarjana Islam yang ahli
dibidangnya masing-masing. Perjuangan Rasulullah penyebarkan agama Islam,
sejak Rasul berusia 40 tahun, hingga wafatNya diusia 63 tahun.
B. Periode klasik.
Periode ini diperhitungkan sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW hingga
pertengahan abad ke 13, yaitu antara 650-1250 M. Periode klasik dikenal sebagai
masa keemasan agama Islam, karena diperiode ini ilmu pengetahuan berkembang
sangat pesat diberbagai bidang kehidupan. Perkembangan ini dimulai dengan
adanya gerakan penerjemahan naskah-naskah Yunani kedalam bahasa Arab, yang
dipelopori khalifah Hārūn al-Rasyīd (786-809 M) dan mencapai puncaknya pada
masa khalifah al-Makmūn (813-833 M). Sejak itu para ulama mulai berkenalan
dan menelaah secara mendalam pemikiran-pemikiran ilmuwan Yunani seperti
Pythagoras (530-495 SM), Plato (425-347 SM), Aristoteles (388-322 SM), dll.
Selama seabad (750-850) telah terjadi penerjemahan dalam bahasa Yunani,
bahasa Ibrani, bahasa Persia, bahasa India ke dalam bahasa Arab. Para ilmuwan
Islam tidak sekedar mencatat dan menerjemahkan, tapi juga mengomentari,
memberi notasi dan mengembangkannya kedalam hasil-hasil penelusuran mereka
sendiri. Hal ini justru menciptakan paradigma keilmuan yang khas dan sesuai
kaidah agama Islam. Pada kondisi ini dapat dikatakan bahwa ilmuwan Islam telah
berhasil dalam memulai tradisi ilmiah yang baru, serta dalam bahasa yang baru
pula. Dalam menyerap ilmu, umat Islam sangat selektif. ilmu yang tidak sejalan
dengan Islam seperti yang mengandung unsur tahayul dan bersifat syirik akan
dibuang dan sebaliknya ilmu yang sejalan dan bermanfaat untuk perkembangan
umat Islam, akan diambil dan dikembangkan. Ilmu yang sudah menyesuaikan
dengan nafas Islam tersebut akhirnya ditulis dan menjadi kitab tersendiri hasil
pemikiran filosof dan ilmuwan Islam.
Filosof dan ilmuwan Islam yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu
pengetahuan antara lain:
1. Kedokteran (al-Rāzī (909 M), Ibnu Sinā (926 M), Ibnu Rusyd (1198 M), dan
al-Zahrāwī (1013 M).
2. Filsafat (al-Kindī (862 M), al-Farābī (950 M), al-Ghazālī (1111 M), dan Ibnu
Rusyd (1198 M).
3. Ilmu pasti dan ilmu pengetahuan alam (al-Khawarizmī (850 M), al-Nairāzī
(922 M), Ibrahim Sinān (946 M), al-Khayyānī (1045 M), dan Nashīrudin al-
Thūsī (1200 M)
4. Hukum Islam (Abū Hanīfah (767 M), Anās ibn Mālik (795 M), Muhammad
ibnu Idrīs al-Syāfiī (819 M), dan Ahmad ibnu Hambāl (855 M). Dalam
bidang Hadīts (Bukhārī (870 M), Muslim (875 M), Ibnu Mājah (886 M), al-
Tirmidzī (892 M), dan al-Nasā’ī (916 M).
Sampai pertengahan abad ke-12 orang-orang Barat belum mengenal
Aristoteles secara menyeluruh. Ahli pikir Islam seperti Ibnu Rusyd, Al-Kindi, Al-
Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali dan lainnya, yang membawa perkembangan filsafat
ke Barat. Momentum kemunduran masa keemasan Islam dalam bidang pemikiran
dan pengembangan ilmu adalah kritik al-Ghazālī (1058-1111 M) yang
mengatakan “kafir” terhadap para filosof muslim saat itu seperti al-Fārābī dan
Ibnu Sina. Ia menilai mereka terlalu jauh terkontaminasi logika Yunani yang
tidak dilandasi pada kebenaran wahyu Tuhan. Beberapa ilmuwan seperti Ibnu
Rusyd menyangkal pendapat Al-Ghazali dan menganggap bahwa tidak ada
pertentangan antara filsafat al-Fārābī dan Ibnu Sina dengan ajaran agama islam.
Tapi al-Ghazali tetap menentang pengaruh filsafat Yunani dan menginginkan
pemurnian ajaran agama islam. Pertentangan ini menjadi salah satu penyebab
surutnya gerakan keilmuan dalam Islam. Penyebab lain ialah runtuhnya Bayt al
Hikmah (750-1258) yang merupakan perpustakaan, pusat study, sekaligus
universitas terbesar di dunia pada saat itu, karena serangan Mongol. Keilmuan
Islam masuk pada fase disintegrasi. Pada periode ini mulai terjadi pemilahan
ilmu, menjadi ilmu agama dan ilmu umum.

C. Periode pertengahan
Periode pertengahan adalah periode antara kurun tahun 1250-1800 M.
Kemajuan ilmu pada periode ini memang tidak semaju periode klasik. Namun
demikian pada masa ini bidang agama, ilmu pengetahuan, budaya atau seni tetap
memperoleh perhatian, sehingga terbuka kesempatan munculnya tokoh-tokoh
muslim sesuai dengan bidang keahliannya
Di India pada masa pemerintahan kerajaan Mogul (1526-1858 M), telah
dibangun sekolah sekolah yang di dalamnya diajarkan ilmu pengetahuan umum,
seperti logika, filsafat, geometri, geografi, sejarah, politik, dan matematika.
Selain itu pada tahun 1641 M, perpustakaan di Agra telah memiliki 24.000 judul
buku dalam berbagai disiplin ilmu. Di Mesir tatkala diperintah oleh Dinasti
Mamluk (1250-1517 M) telah muncul para cendekiawan muslim seperti:
1. Ibnu Abi Usaibiah penulis buku “Uyun Al Anba fi Tabaqat Al Atibba”
(penyampai informasi dalam tingkatan para dokter).
2.  Abu Al Fida, Ibnu Tagri Badri Atabaki, dan Al Maqrizi yang terkenal
sebagai penulis sejarah kedokteran.
3.  Abu Hasan Ali Nafis (wafat 1288 M) kepala RS Kairo yang menemukan
susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia.
4. Nasiruddin At-Tusi (1201-1274 M) seorang ahli observatorium dan Abu
Faraj Tabari (1226-1286) seorang ahli matematika.
Setelah kerajaan-kerajaan Islam dan umat Islam diberbagai wilayah Asia dan
Afrika mengalami kemunduran dibidang politik dan ekonomi, akibat dijajah oleh
bangsa Eropa, ilmuwan Islam dimasa ini pun belum mampu bangkit kembali
menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
D. Periode modern
Modern mengandung arti pikiran, aliran atau paradigma baru. Istilah ini
disesuaikan untuk suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan, baik oleh ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Pemikiran modern dimulai sekitar paroh kedua
abad ke-17M hingga sekarang, dengan munculnya tokoh-tokoh pembaharuan di
Timur Tengah. Munculnya pemikiran modern ini, tidak lepas dari tiga latar
belakang penyebab, yaitu:
1. Munculnya kesadaran pembaruan secara internal.

2. Lahirnya peradaban baru dari Barat yang disebut masa Renaissance (masa
keemasan Barat) yang memunculkan ide sentral modernisasi serta
pemikiran rasional-ilmiah sehingga melahirkan sains dan teknologi.

3. kondisi negara-negara Arab, seperti Mesir dan Turki yang sangat


memprihatinkan di bawah imprialisme negara-negara Eropa.

Tokoh-tokoh yang pemikirannya banyak mengilhami gerakan-gerakan


kemerdekaan Islam adalah
1. Jamaluddin Al Afghani (1839-1897 M). Pemikiran dan pergerakan yang
dipelopori Afghani ini disebut Pan-Islamisme, yang dalam pengertian luas
berarti solidaritas antara seluruh umat muslim di dunia internasional.
Menurut Jamaluddin, untuk pertahanan Islam harus meninggalkan
perselisihan-perselisihan dan berjuang dibawah panji bersama dan juga
berusaha membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri
islam.
2. Muhammad Abduh (1849-1905) dan Rasyid Ridha (1865-1935). Mereka
sangat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan guru mereka yakni Afghani.
Abduh dan Ridha percaya bahwa Islam bersifat politis, sosial dan
spiritual. Untuk membangkitkan sifat-sifat tersebut, umat Islam mesti
kembali kepada Islam yang sebenarnya sebagaimana yang diajarkan oleh
Nabi dan para sahabatnya.

3. Syakib Arsalan selalu memotori gerakan-gerakan guna kemerdekaan


Arab. Misi Arsalan adalah menginternasionalkan berbagai masalah pokok
yang dihadapi negara-negara muslim Arab yang berasal dari kekuasaan
negara-negara Barat; dan menggalang pendapat seluruh orang Islam Arab
sehingga membentuk berdasarkan ikatan ke-Islaman, mereka dapat
memperoleh kemerdekaan dan memperbaiki tata kehidupan sosial yang
lebih baik.
4. Muhammad Ali (1805-1849) seorang penguasa Mesir yang mengirimkan
para mahasiswa untuk belajar IPTEK ke perancis setelah lulus dijadikan
pengajar di berbagai perguruan tinggi seperti di universitas Al Azhar
sehingga dengan cepat IPTEK menyebar ke seluruh dunia Islam. 

5. Muhammad Abdul Wahab yaitu ulama besar yang menyusun kitab


Tauhid, sebuah kitab yang berisi tentang mengesakan Allah SWT dengan
membasmi praktek-praktek tahayul, bid’ah khurafat yang ada pada umat
islam dan mengajak untuk kembali ke ajaran tauhid yang sebenarnya.
Gerakan pembaharuan Abdul Wahab tersebut dikenal dengan Gerakan
Wahabiyah.

6. Rif’ah Badawi Rafi’ At Tahtawi. Merupakan pembaharu Islam yang


pemikirannya menyerukan kepada umat Islam agar menyeimbangkan
antara dunia dan akhirat.

7. Toha Husein (1889-1973) Ia merupakan pendukung modernisme yang


gigih. Pengadobsian terhadap ilmu pengetahuan modern tidak hanya
penting dari sudut nilai praktisnya saja, tetapi juga sebagai perwujudan
suatu kebudayaan yang amat tinggi. Pandangannya dianggap sekularis
karena mengunggulkan ilmu pengetahuan.

8. Sayid Qutub (1906-1966) dan Yusuf Al-Qardawi. Pandangan Secara


umum adalah bahwa, dunia Islam relatif terbuka untuk menerima ilmu
pengetahuan dan teknologi sejauh memperhitungkan manfaat praktisnya.
Pandangan ini kelak terbukti dan tetap bertahan hingga kini di kalangan
muslim.

9. Sayid Ahmad Khan (1817-1898) Berbeda dengan al- Afgani, ia melihat


adanya kekuatan yang membebaskan dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Kekuatan pembebasan itu antara lain meliputi
penjelasan mengenal suatu peristiwa dengan sebab-sebabnya yang bersifat
fisik materiil. Di Barat, nilai-nilai ini telah membebaskan orang dari
tahayyul dan cengkraman kekuasaan gereja. Kini dengan semangat yang
sama, Ahmad Khan merasa wajib membebaskan kaum muslim dengan
melenyapkan unsur yang tidak ilmiah dari pemahaman terhadap al-quran.
Hasilnya adalah teologi yang memiliki karakter atau sifat ilmiyah dalam
tafsir al-quran.

10. Muhammad Iqbal (1873-1938) generasi awal abad ke-20 yang merupakan
salah seorang muslim pertama di anak benua India yang sempat
mendalami pemikiran barat modern dan mempunyai latar belakang
pendidikan yang bercorak tradisional Islam. Kedua hal ini muncul dari
karya utamanya di tahun 1930 yang berjudul “The Reconstruction of
Religion Thought in Islam (Pembangunan kembali Pemikiran Keagamaan
dalam Islam). Melalui penggunaan istilah reconstruction, ia
mengungkapkan kembali pemikiran keagamaan Islam dalam bahasa
modern untuk dikonsumsi generasi baru muslim yang telah berkenalan
dengan perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan dan filsafat barat abad
ke-20.

Penutup
Ilmu dalam peradaban Islam merupakan pengetahuan berharga hasil pikir
secara sungguh, para ilmuwan Islam atas persoalan-persoalan duniawi dan
ukhrawi, dengan berkiblat pada wahyu Allah SWT. Dalam sejarahnya,
perkembangan ilmu pengetahuan Islam ini, pernah mengalami masa pasang surut.
Ada masa keemasan, dimana hasil pikir ilmuwan Islam menjadi kiblat dunia, dan
ada masa stagnant, hingga kemerosotan.
Kemerosotan etos keilmuan yang dialami ahli pikir Islam, sangat
menggelisahkan. Apalagi bila melihat dominasi Barat. Fenomena ini nampaknya
direspon positif oleh Jamaluddin Al Afghani dan kawan-kawan, dengan banyak
sekali temuan-temuan yang bersifat membangun keilmuan Islam modern.
Daftar pustaka

Ibrahim. 2017. Filsafat Islam Klasik dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Modern di Eropa. Jurnal Aqidah-Ta Vol.III No.1

Kalsum, NU. 2018. Perkembangan Pemikiran dan Peradaban Islam pada Abad
Modern. Jurnal.Radenfatah.ac.id

Kosim, M. 2008. Ilmu Pengetahuan dalam Islam. ejournal.stainpamekasan.ac.id

Maksum, A. 2008. Pengantar Filsafat. Ar-Ruzz Media; Yogjakarta

Saebani, BA. 2009. Filsafat Ilmu. CV Pustaka Setia; Bandung

Suriasumantri, JS. 1997. Ilmu dalam Perspektif. Yayasan Obor Indonesia; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai