METODE KERJA
1. Pastikan Request Pekerjaan Aspal telah tersedia, berikut hasil pengecekan formula
disain (DMF) dan formula rumusan kerja (JMF)
2. Cek stock Asmin cukup untuk produksi, dan di panaskan pada suhu yang
memadai.
3. Cek Stock Additif cukup untuk produksi (2a).
4. Additif ditakar sesuai kebutuhan produksi (JMF) (2b).
5. Jika menggunakan modifikasi asbuton Stock Asbuton harus pada kemasan,
dengan jumlah yang mencukupi untuk produksi saat itu
6. Suplai Asbuton ke Filler Bin dengan jumlah kg / Menit sesuai kebutuhan, dan
hindari over suplai Rujuk hasil kalibrasi. (3a)
7. Jumlah Asbuton butir harus sesuai kebutuhan berdasarkan RCK (JMF) (3b).
8. Suplai aggregate pada masing-masing Cold Bin harus sesuai dengan kalibrasi Cold
Bin, untuk mencegah penyimpangan gradasi dan overflow (4)
9. Filler ditakar sesuai kebutuhan prosuksi (JMF). (4a)
10. Pemanasan aggregate pada Drier harus memenuhi, untuk mendapatkan suhu
campuran yang di syaratkan. (5)
11. Jumlah berat aggregate masing masing Hot Bin sesuai dengan RCK (JMF) yang
telah disetujui. (6)
12. Pencampuran aggregate dengan waktu yang cukup untuk mendapatkan
homogenitas yang baik. (7)
13. Timbang Asmin sesuai jumlah kebutuhan, rujuk RCK (JMF). (8)
14. Tuang Asbuton pada campuran aggregate (campuran kering). (9)
15. Catat waktu pencampuran Asmin+Additif pada aggregate. (10)
16. Loading ke DT, gunakan DT yg telah ditimbang(12) ambil sample untuk Marshal
tes (15)
17. Timbang DT Kosong. (12)
18. Pastikan campuran homogen, terselimuti bitumen dan suhu sesuai persyaratan,
jika tidak memenuhi, maka lakukan rekomendasi penolakan dan buang produk ).
(13)
19. Hanya produk yang memenuhi kriteria pada pengecekan (13), yang
direkomendasikan untuk Diangkut kelokasi penghamparan. (14)
20. Ambil Sampel (Marshal Tes). (15)
21. Hanya produk yang memenuhi kriteria pada pengecekan (16)
22. Rekomendasi Pembayaran (17)
23. Pastikan campuran homogen, terselimuti bitumen dan suhu sesuai persyaratan,
jika tidak memenuhi, maka lakukan Rekomendasi penolakan dan buang produk
(18)
24. Ketidaksesuaian dari hasil pengecekan visual pada verifikasi maupun, hasil
Marshal test harus ditindak lanjuti dgn pengendalian Produk Tidak Sesuai
sebagaimana yang diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan Hasil Pekerjaan Tidak
Sesuai. (19)
25. Harus ada bukti telah dilakukan tindakan perbaikan atas produk tidak sesuai,
dengan meng- gunakan tatacara yang diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan HPTS
Daftar Simak Laporan Hasil Pekerjaan Tidak Sesuai (HPTS). (20)
B. Proses Penghamparan Produksi Hot mix
2. Pekerjaan Beton
Pelaksanaan Pekerjaan beton ini biasanya digunakan untuk Pekerjaan jalan dan
Jembatan, Digunakan untuk lantai kerja pada jembatan / box culvert dan juga pada
struktur pada seksion tertentu yang membutuhkan penanganan menggunakan Beton.
Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan Beton (fc’ 30 MPa, fc’ 20 Mpa, fc, 15 MPa, fc’10 MPa):
A. Toleransi dimensi :
- Panjang Keseluruhan sampai 6 m + 5 mm
- Panjang keseluruhan lebih dari 6 m + 15 mm
- Panjang balok, pelat dek, kolom dinding 0 dan + 10 mm
atau antara kepala jembatan
B. Toleransi Bentuk :
untuk panjang s/d 3 m
- Persegi (selisih dalam panjang diagonal) 10 mm
- Kelurusan atau lengkungan 12 mm (penyimpangan dari garis
yang dimaksud)
- Keseluruhan atau lengkungan untuk panjang 3 m-6 m 15 mm
- Kelurusan atau lengkungan untuk panjang >6 m 20 mm
H. Acuan
1. Acuan dari tanah, bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan, harus dibentuk dari
galian, dan sisi-sisi samping serta dasarnya harus dipangkas secara manual sesuai
dimensi yang diperlukan. Seluruh kotoran tanah yang lepas harus dibuang sebelum
pengecoran beton.
2. Acuan yang dibuat dapat dari kayu atau baja dengan sambungan dari adukan yang
kedap dan kaku untuk mempertahankan posisi yang diperlukan selama pengecoran,
pemadatan dan perawatan. kerkuse.id
3. Kayu yang tidak diserut permukaannya dapat digunakan untuk permukaan akhir
struktur yang tidak terekspos, tetapi kayu yang diserut dengan tebal yang merata
harus digunakan untuk permukaan beton yang terekspos. Seluruh sudut-sudut
tajam Acuan harus dibulatkan.
4. Acuan harus dibuat sedemikian sehingga dapat dibongkar tanpa merusak beton.
I. Pengecoran
1. Penyedia Jasa harus memberitahukan Direksi Pekerjaan secara tertulis paling
sedikit 24 jam sebelum memulai pengecoran beton, atau meneruskan pengecoran
beton bilamana pengecoran beton telah ditunda lebih dari 24 jam. Pemberitahuan
harus meliputi lokasi, kondisi pekerjaan, mutu beton dan tanggal serta waktu
pencampuran beton.
2. Direksi Pekerjaan akan memberi tanda terima atas pemberitahuan tersebut dan
akan memeriksa acuan, dan tulangan dan dapat mengeluarkan persetujuan tertulis
maupun tidak untuk memulai pelaksanaan pekerjaan seperti yang direncanakan.
Penyedia Jasa tidak boleh melaksanakan pengecoran beton tanpa persetujuan
tertulis dari Direksi Pekerjaan.
3. Tidak bertentangan dengan diterbitkannya suatu persetujuan untuk memulai
pengecoran, pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan bilamana Direksi Pekerjaan
atau wakilnya tidak hadir untuk menyaksikan operasi pencampuran dan pengecoran
secara keseluruhan.
4. Segera sebelum pengecoran beton dimulai, acuan harus dibasahi dengan air atau
diolesi minyak di sisi dalamnya dengan minyak yang tidak meninggalkan bekas.
5. Tidak ada campuran beton yang boleh digunakan bilamana beton tidak dicor
sampai posisi akhir dalam cetakan dalam waktu 1 jam setelah pencampuran, atau
dalam waktu yang lebih pendek sebagaimana yang dapat diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan berdasarkan pengamatan karakteristik waktu pengerasan (setting time)
semen yang digunakan, kecuali diberikan bahan tambahan (aditif) untuk
memperlambat proses pengerasan (retarder) yang disetujui oleh Direksi.
6. Pengecoran beton harus dilanjutkan tanpa berhenti sampai dengan sambungan
konstruksi (construction joint) yang telah disetujui sebelumnya atau sampai
pekerjaan selesai.
7. Beton harus dicor sedemikian rupa hingga terhindar dari segregasi partikel kasar
dan halus dari campuran. Beton harus dicor dalam cetakan sedekat mungkin
dengan yang dapat dicapai pada posisi akhir beton untuk mencegah pengaliran
yang tidak boleh melampaui satu meter dari tempat awal pengecoran.
8. Bilamana beton dicor ke dalam acuan struktur yang memiliki bentuk yang rumit dan
penulangan yang rapat, maka beton harus dicor dalam lapisan-lapisan horisontal
dengan tebal tidak melampuai 15 cm. Untuk dinding beton, tinggi pengecoran
dapat 30 cm menerus sepanjang seluruh keliling struktur.
9. Beton tidak boleh jatuh bebas ke dalam cetakan dengan ketinggian lebih dari 150
cm. Beton tidak boleh dicor langsung dalam air.
10. Bilamana beton dicor di dalam air dan pemompaan tidak dapat dilakukan dalam
waktu 48 jam setelah pengecoran, maka beton harus dicor dengan metode Tremi
atau metode drop-bottom-bucket, dimana bentuk dan jenis yang khusus
digunakan untuk tujuan ini harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.
Tremi harus kedap air dan mempunyai ukuran yang cukup sehingga
memungkinkan pengaliran beton. Tremi harus selalu diisi penuh selama
pengecoran.
11. Bilamana aliran beton terhambat maka Tremi harus ditarik sedikit dan diisi penuh
terlebih dahulu sebelum pengecoran dilanjutkan. Baik Tremi atau Drop-Bottom-
Bucket harus mengalirkan campuran beton di bawah permukaan beton yang telah
dicor sebelumnya.
12. Pengecoran harus dilakukan pada kecepatan sedemikian rupa hingga campuran
beton yang telah dicor masih plastis sehingga dapat menyatu dengan campuran
beton yang baru.
13. Bidang-bidang beton lama yang akan disambung dengan beton yang akan dicor,
harus terlebih dahulu dikasarkan, dibersihkan dari bahan-bahan yang lepas dan
rapuh dan telah disiram dengan air hingga jenuh. Sesaat sebelum pengecoran
beton baru ini, bidang-bidang kontak beton lama harus disapu dengan adukan
semen dengan campuran yang sesuai dengan betonnya.
14. Air tidak boleh dialirkan di atas atau dinaikkan ke permukaan pekerjaan beton
dalam waktu 24 jam setelah pengecoran.
J. Sambungan Konstruksi (Construction Joint)
1. Jadwal pengecoran beton yang berkaitan harus disiapkan untuk setiap jenis
struktur yang diusulkan dan Direksi Pekerjaan harus menyetujui lokasi sambungan
konstruksi pada jadwal tersebut, atau sambungan konstruksi tersebut harus
diletakkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar. Sambungan konstruksi tidak
boleh ditempatkan pada pertemuan elemen-elemen struktur terkecuali disyaratkan
demikian.
2. Sambungan konstruksi pada tembok sayap harus dihindari. Semua sambungan
konstruksi harus tegak lurus terhadap sumbu memanjang dan pada umumnya
harus diletakkan pada titik dengan gaya geser minimum.
3. Bilamana sambungan vertikal diperlukan, baja tulangan harus menerus melewati
sambungan sedemikian rupa sehingga membuat struktur tetap monolit.
4. Lidah alur harus disediakan pada sambungan konstruksi dengan ke dalaman paling
sedikit 4 cm untuk dinding, pelat dan antara telapak pondasi dan dinding. Untuk
pelat yang terletak di atas permukaan, sambungan konstruksi harus diletakkan
sedemikian sehingga pelat-pelat mempunyai luas tidak melampaui 40 m2 , dengan
dimensi yang lebih besar tidak melampaui 1,2 kali dimensi yang lebih kecil.
5. Penyedia Jasa harus menyediakan pekerja dan bahan tambahan sebagaimana yang
diperlukan untuk membuat sambungan konstruksi tambahan bilamana pekerjaan
terpaksa mendadak harus dihentikan akibat hujan atau terhentinya pemasokan
beton atau penghentian pekerjaan oleh Direksi Pekerjaan.
6. Atas persetujuan Direksi Pekerjaan, bahan tambahan (aditif) dapat digunakan
untuk pelekatan pada sambungan konstruksi, cara pengerjaannya harus sesuai
dengan petunjuk pabrik pembuatnya.
7. Pada air asin atau mengandung garam, sambungan konstruksi tidak diperkenankan
pada tempat-tempat 75 cm di bawah muka air terendah atau 75 cm di atas muka
air tertinggi kecuali ditentukan lain dalam Gambar.
K. Pemadatan
1. Beton harus dipadatkan dengan penggetar mekanis dari dalam atau dari luar yang
telah disetujui. Bilamana diperlukan, dan bilamana disetujui oleh Direksi Pekerjaan,
penggetaran harus disertai penusukan secara manual dengan alat yang cocok
untuk menjamin pemadatan yang tepat dan memadai. Penggetar tidak boleh
digunakan untuk memindahkan campuran beton dari satu titik ke titik lain di dalam
cetakan.
2. Harus dilakukan tindakan hati-hati pada waktu pemadatan untuk menentukan
bahwa semua sudut dan di antara dan sekitar besi tulangan benar-benar diisi tanpa
pemindahan kerangka penulangan, dan setiap rongga udara dan gelembung udara
terisi.
3. Penggetar harus dibatasi waktu penggunaannya, sehingga menghasilkan
pemadatan yang diperlukan tanpa menyebabkan terjadinya segregasi pada
agregat.
4. Alat penggetar mekanis dari luar harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya
5000 putaran per menit dengan berat efektif 0,25 kg, dan boleh diletakkan di atas
acuan supaya dapat menghasilkan getaran yang merata.
5. Alat penggetar mekanis yang digerakkan dari dalam harus dari jenis pulsating
(berdenyut) dan harus mampu menghasilkan sekurang-kurangnya 5000 putaran
per menit apabila digunakan pada beton yang mempunyai slump 2,5 cm atau
kurang, dengan radius daerah penggetaran tidak kurang dari 45 cm.
6. Setiap alat penggetar mekanis dari dalam harus dimasukkan ke dalam beton basah
secara vertikal sedemikian hingga dapat melakukan penetrasi sampai ke dasar
beton yang baru dicor, dan menghasilkan kepadatan pada seluruh kedalaman pada
bagian tersebut. Alat penggetar kemudian harus ditarik pelan-pelan dan
dimasukkan kembali pada posisi lain tidak lebih dari 45 cm jaraknya. Alat penggetar
tidak boleh berada pada suatu titik lebih dari 30 detik, juga tidak boleh digunakan
untuk memindah campuran beton ke lokasi lain, serta tidak boleh menyentuh
tulangan beton.
L. Pembongkaran Acuan
1. Acuan tidak boleh dibongkar dari bidang vertical, dinding, kolom yang tipis dan
struktur yang sejenis lebih awal 30 jam setelah pengecoran beton. Cetakan yang
ditopang oleh perancah dibawah pelat, balok, gelegar, atau struktur busur, tidak
boleh dibongkar hingga pengujian menunjukkan bahwa paling sedikit 85 % dari
kekuatan rancangan beton telah dicapai.
2. Untuk memungkinkan pengerjaan akhir, acuan yang digunakan untuk pekerjaan
ornament, sandaran (railing), dinding pemisah (prapet), dan permukaan vertical
yang terekspos harus dibongkar dalam waktu paling sedikit 9 jam setelah
pengecoran dan tidak lebih dari 30 jam, tergantung pada keadaan cuaca.
M. Perawatan
1. Segera setelah pengecoran, beton harus dilindungi dari pengeringan dini,
temperature yang terlalu panas, dan gangguan mekanis. Beton harus dijaga agar
kehilangan kadar air yang terjadi seminimal mungkin dan diperoleh temperature
yang relative tetap dalam watu yang ditentukan untuk menjamin hidrasi yang
sebagaimana mestinya pada semen dan pengerasan beton.
2. Beton harus dirawat, sesegera mungkin setelah beton mulai mengeras, dengan
menyelimutinya dengan bahan yang dapat menyerap air. Lembaran bahan
penyerap air ini yang harus dibuat jenuh dalam waktu paling sedikit 3 hari. Semua
bahan perawat atau lembaran bahan penyerap air harus dibebani atau diikat
kebawah untuk mencegah permukaan yang terekspos dari aliran udara.
3. Bilamana digunakan acuan kayu, acuan tersebut harus dipertahankan basah pada
setiap saat sampai dibongkar, utuk mencegah terbukanya sambungan-sambungan
dan pengeringan beton. Lalu lintas tidak boleh diperkenankan melewati permukaan
beton dalam 7 hari setelah beton dicor atau setelah beton mencapai kekuatan
minimum yang diisyaratkan.
4. Lantai beton sebagai lapis aus harus dirawat setelah permukaanya mulai mengeras
dengan cara ditutup oleh lapisan pasir lembab setebal 5 cm paling sedikit selama
21 hari atau beton mencapai kekuatan minimum yang disyaratkan.
5. Beton yang dibuat dengan semen mempunyai sifat kekuatan awal yang tinggi atau
beton yang dibuat dengan semen biasa yang ditambah bahan tambahan (aditif)
harus dibasahi sampai kekuatannya mencapai 70 % dari kekuatan rancangan beton
berumur 28 hari atau setelah beton mencapai kekuatan minimum yang disyaratkan.
N. Pengendalian Mutu dilapangan
1. Penerimaan Bahan
- Bahan yang diterima (air, semen, agregat dan bahan tambahan bila diperlukan)
harus diperiksa oleh pengawas penerimaan bahan dengan mengecek/memeriksa
bukti tertulis yang menunjukan bahwa bahan-bahan tersebut telah sesuai
dengan ketentuan persyaratan bahan pada Pasal 7.1.2
- Apabila bahan-bahan yang dibutuhkan jumlahnya cukup banyak dengan
pengiriman yang terus menerus, maka dengan perintah Direksi Pekerjaan, untuk
agregat kasar dan agregat halus Penyedia Jasa harus melakukan pengujian
bahan secara berkala selama pelaksanaan dengan interval maksimum 1000 m3
untuk gradasi dan 5000 m3 untuk abrasi, sedangkan untuk bahan semen
dengan interval setiap maksimum pengiriman 300 ton. Tetapi apabila menurut
Direksi Pekerjaan terdapat indikasi perubahan mutu atau sifat bahan yang akan
digunakan, maka Penyedia Jasa harus segera melakukan pengujian bahan
kembali sebelum bahan tersebut digunakan.
2. Pengujian untuk kelecakkan
- Satu pengujian ‘’slump’’ atau lebih sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi
Pekerjaan, harus dilaksanakan pada setiap adukan beton yang dihasilkan dan
dilakukan sesat sebelum pengecoran, dan pengujian harus dianggap belum
dikerjakan terkecuali disaksikan oleh Direksi Pekerjaan. Campuran beton yang
tidak memenuhi ketentuan kelecakkan seperti yang diusulkan tidak boleh
digunakan pada pekerjaan, terkecuali bila Direksi Pekerjaan dalam beberapa hal
menyetujui penggunaannya secara terbatas dan secara teknis mutu beton tetap
bias dijaga.
- Kelecakkan dan tekstur campuran harus sedemikian rupa sehingga udara atau
gelembung air, dan sedemikian rupa sehingga pada saat pembongkaran acuan
diperoleh permukaan yang rata, halus dan padat.
c. Campuran Material
Campuran material ringan dengan mortar-busa (pasir, semen, air dan busa) untuk
konstruksi jalan yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
Kekuatan tekan minimum (umur 14 hari ) material ringan
]]]]]
Agregat Semen Busa Air
d. Penghamparan
1. Penghamparan harus dilakukan pada saat cuaca yang cerah, karena air hujan yang
masuk pada adukan material ringan akan menyebabkan material ringan tidak
mengeras dengan sempurna.
B
2. Tinggi jatuh penghamparan maksimum 1 meter. – Mortar-busa dihampar dengan
menuangkan mortar-busa dari alat pengangkut sesuai dengan batas bekisting.
3. Mortar-busa harus dihampar per lapisan (50 cm) dengan takaran yang cukup untuk
menghampar seluruh lebar mortar-busa yang bekerjanya sedemikian rupa sehingga
tidak akan timbul segregasi atau pemisahan material-material pembentuk mortar-
busa sendiri.
4. Pengangkutan material ringan yang dicampur di batching plant, ke lokasi
penghamparan harus menggunakan antara lain tipping trucks, truck mixer, transit
mixers, sesuai dengan pertimbangan ekonomis dan jumlah material ringan yang
diangkut. Pengangkutan harus dapat menjaga mortar material ringan tetap
homogen, tidak segregasi dan tidak menyebabkan perubahan konsistensi material
ringan.
e. Perawatan
Material ringan yang telah selesai dihampar segera ditutup dengan bahan penutup
f. Pembukaan Bekisting
- Pastikan dan periksa bahwa Penyedia Jasa telah memeriksa unit-unit serta
membuat laporan tertulis kepada Direksi Pekerjaan perihal penerimaan paling
lambat 7 hari setelah penerimaan.
- Pastikan unit-unit ditempatkan pada penyangga kayu di atas tanah keras dan bebas
dari kontak langsung dengan permukaan tanah.
- Pastikan penyangga dipasang pada jarak tidak lebih dari 20% dari ukuran
panjang unit, yang diukur dari setiap ujung.
f. Instalasi Gelagar
1. Instalasi gelagar dengan dua crane angkat (Pilihan)
a. Pastikan waktu pelaksanaan pekerjaan memadai dan kondisi lingkungan
sekitar seperti cuaca dan kecepatan angin kondusifuntuk pekerjaan pemasangan
girder.
b. Pastikan crane sudah di posisi yang direncanakan dan kapasitas alat
angkat minimal 2 (dua) kali beban kerja yang diangkat untuk variasi
kemiringan / jangkauan boom crane.
c. Angkat girder menggunakan lifting belt yang dikalungkan pada ujung
balok dengan posisi titik pengangkatan dekat dengan rencana posisi perletakan
girder.
d. Pastikan posisi balok saat pengangkatan dalam kondisi tegak dan rata untuk
level horisontal antar kedua ujung.
e. Pastikan gelagar bertumpu sempuma pada elastomer dengan posisi
vertikal di posisi sesuai dengan Gambar Kerja.
f. Jaga kestabilan balok gelagar ke-1 diatas abutment/pier dengan mengekang
posisi balok pada kedua ujung balok dengan cara mengencangkan
rantai/chain block yang dikaitkan pada titik angkat segmen balok dan temporary
angkur pada abutment/pier (ditunjukkan dalam Gambar - 1 ).
g. Pastikan tahapan pemasangan gelagar ke-2 pada posisi sesuai Gambar
Kerja dengan proses yang sama seperti pemasangan gelagar ke-1
(ditunjukkan dalam Gambar- 1).
h. Segera pasang pengaku antara gelagar ke-1 dan ke-2 menggunakan kayu
dengan jarak per 6m sebagai batang tekan dan koneksi antar balok dengan
bracing dari besi beton. Pastikan pemasangan bracing sementara dilaksanakan
sampai semua gelagar sudah terpasang (ditunjukkan dalam Gambar - 1 ).
f. Instalasi Gelagar dengan launcher (Pilihan)
o Pasang portal dan launcher diatas kepala jembatan atau pilar.
o Letakkan segmen gelagar diatas stroller launcher, dorong satu persatu
segmen gelagar ke ujung sebelah dengan menggunakan stroller.
o Lakukan stressing gelagar (Pilihan), girder dapat di-stressing sebelumnya,
atau di- stressing diatas launcher.
o Angkat gelagar.
o Geser gelagar ke posisi tepat diatas perletakan/tumpuan/elastomer.
o Turunkan gelagar hingga menumpu tepat pada perletakan dan berikan
penyokong ujung sementara agar gelagar tidak terguling.
o Pasang semua gelagar, berikan koneksi sementara antar gelagar, lalu
launcher diturunkan.
o Portal dilepas, diapragma dipasang, dan penyokong ujung dilepas.