“Pneumonia + KDK”
Clinical Preseptor :
Disusun oleh :
Rika Anwar, S.Farm (2202043)
Rizka Wulandari, S.Farm (2202045)
Robby Feriansyah, S.Farm (2202046)
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I 1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Pneumonia....................................................................................................................3
1. Ceftriaxone...............................................................................................................17
BAB III..................................................................................................................30
TINJAUAN KASUS..............................................................................................30
ii
3.2 Data Penunjang (objektif)...........................................................................................32
PEMBAHASAN....................................................................................................46
BAB V....................................................................................................................49
PENUTUP..............................................................................................................49
5.1 Kesimpulan...............................................................................................................49
5.2 Saran.........................................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................50
iii
BAB I
PENDAHULUAN
tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia. Data
WHO melaporkan bahwa terdapat 156 juta kasus baru pneumonia anak diseluruh
dunia, 61 juta kasus yang terjadi di wilayah Asia Tenggara (WHO, 2013). Di
2018).
kejadian pneumonia pada balita di Indonesia tahun 2018 diperkirakan 19.000 anak
di Indonesia tertular pneumonia dalam waktu satu jam (WHO, 2019). Berdasarkan
laporan Subdit Pemberantsan Penyakit ISPA tahun 2018, angka kejadian (per 100
balita) di Indonesia ditemukan angka sebesar 20,06% hampir sama dengan data
tahun 2017 sebesar 20,56%. Perkiraan jumlah kasus pneumonia secara nasional
menggunakan angka yang berbeda sesuai dengan angka yang telah ditentukan
daerah endemic penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi
1
seluruh dunia. Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan
2011)
infeksi bakteri, virus, atau jamur yang menyerang paru-paru terutama alveoli.
Pada pneumonia anak, alveoli akan terisi dengan nanah atau cairan lain yang
berdampak pada penentuan strategi terapi bagi pasien. Penggunaan terapi yang
tepat pada pasien akan menentukan keberhasilan terapi pneumonia. Terapi utama
penderita pneumonia juga akan diberikan beberapa obat lainnya sebagai terapi
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia
bakteri, virus, jamur, dan parasit. Ditandai dengan adanya infiltrat pada foto
toraks atau ditemukannya perubahan suara napas dan atau ronkhi basah lokal
pada pemeriksaan fisik paru (IDSA, 2019). World ealth Organization (WHO)
bakterial pada emua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak
terseing pada anak kurang dari 3 tahun. Pada umur yang lebih muda, adenovirus,
dan Chlamydia pneumonia, lebih sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya
3
Staphylococcus epidermis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada
(Gastroesophageal reflux), aspirasi, gizi buruk berat badan lahi rendah, tidak
mendapatkan air susu ibu (ASI), imunisasi tidak lengkap, adanya saudara serumah
yang menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat penghuninya (IDAI,
2011).
a. Anamnesis
Sesak napas
Demam
Kesulitan makan/minum
Tampak lemah
b. Pemeriksaan Fisik
Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan
4
Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan
makan/minum
Pemeriksaan Radiologi
antibiotik
2) Pemeriksaan Laboratorium
5
Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang
berat.
Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,
tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan ondisi berat dan
antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia
Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
antibiotik
3) Pemeriksaan Lain
6
1) Bayi
2) Anak
Distres pernapasan
Grunting
b. Tatalaksana umum
Pasien dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat bernapas dengan udara
kamar harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box atau
Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
dengan pneumonia
7
Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliaryclearence
dan azitromisin.
Meningococcus pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat.
8
Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan kloramfenikol,
2 bulan :
intravena sebelumnya.
e. Nutrisi
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat Nasogastric Tube (NGT) atau
pernapasan, khususnya pada bayi/anak denga ukuran lubang hidung kecil. Jika
9
Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak
hormon antidiuretik.
f. Kriteria Pulang :
Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
Antibiotik Cost
50.000
G dosis tunggal
maks.
4.000.000
unit
hari
ikol mg/kg/hari
50
10
Ceftriaxon mg/kg/kali, 1x/hari Tinggi S.Pneumonia,
maksimal 2
gram
50
maksimal 2
gram
Group A
Streptococcus, S.
Klindamy 10 Tiap 6 jam Rendah Aureus,
cin mg/kg/kali, S.Pneumoniae
dosis tunggal (alternatif untuk anak
maksimal 1,2 alergi beta lactam,
gram lebih jarang
menimbulkan flebitis
pada pemberian IV
daripada eritromisin)
10 S.Pneumoniae,Chlam
11
gram
2.2 Antibiotik
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
kecil (Tjay dan Raharja, 2007). Menurut Zulkifli (2005), antibiotik memiliki dua
efek utama, secara terapeutik obat ini menyerang organisme infeksius dan juga
mengeliminasi bakteri lain yang bukan penyebab penyakit. Efek lainnya adalah
Menurut Neal (2005) golongan antibiotik yang sering digunakan sebagai terapi
pneumonia :
klindamisin.
12
2.4 Konsep Dasar Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari, 38°C) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan dapat
menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak, sehingga mencemaskan orang tua.
Pengobatan dengan antikonvulsan setiap hari yaitu dengan fenobarbital atau asam
diazepam pada permulaan pada kejang demam pertama memberikan hasil yang
lebih baik. Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat mencegah kejang demam
namun tidak dapat mencegah berulangnya kejang demam (Risa Fitriana, 2021).
Kejang demam merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada
anak. Kejang demam umumnya terjadi pada anak yang berusia 6 bulan sampai 5
tahun. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Kejang
demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Setelah kejang demam pertama, 33% anak akan mengalami
satu kali rekurensi (kekambuhan), dan 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau
meningkat jika terdapat faktor risiko seperti kejang demam pertama pada usia
kurang dari 12 bulan, terdapat riwayat keluarga dengan kejang demam, dan jika
kejang pertama pada suhu < 40 0 C atau terdapat kejang demam kompleks.
13
2.4.2 Etiologi Kejang Demam
Etiologi Penyebab kejang demam Menurut Maiti & Bidinger (2018) yaitu:
Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya kejang demam, 25-
50% anak yang mengalami kejang demam memiliki anggota keluarga yang
media.
berdarah)
2.4.2.3 Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam tinggi, demam pada anak paling sering disebabkan oleh :
a) ISPA
b) Otitis media
c) Pneumonia
d) Gastroenteritis
e) ISK
14
2.4.2.4 Gangguan metabolisme
kurang dari 30% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20% pada bayi
2.4.2.5 Trauma
mereka merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia
serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral, berlangsung selama 10 sampai
15 menit bisa juga lebih. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi
apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan
sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis
beberapa jam sampai beberapa hari. Umumnya anak yang mengalami kejang
demam terjadi : Takikardi (pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 kali per
menit), Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi akibat
15
2.4.4 Patofisiologis
diatas normal. Naiknya suhu tubuh salah satunya disebabkan oleh adanya infeksi
atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh yang menyebabkan pengaktifan sistem
resptor yang terdapat pada tubuh untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di
hipotalamus. Kenaikan seting point ini akan menyebabkan perbedaan antar suhu
seting point dengan suhu tubuh dimana suhu seting point lebih tinggi daripada
suhu tubuh. Untuk menyamakan perbedaan ini, suhu tubuh akan meningkat
dengan cara menyempitkan pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar
suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membrane tersebut
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian,
besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membrane sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang. Pada
keadaan kejang demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh, sehingga reaksi-
reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan menyebabkan oksigen cepat habis sehingga
terjadi hipoksia. Pada kejadian ini transport ATP terganggu, sehingga Na intrasel
16
dan K ekstrasel meningkat dan menyebabkan potensial membrane cenderung
turun dan aktifitas sel saraf meningkat terjadi fase depolarisasi neuron dengan
cepat sehingga timbul kejang. Kejang demam yang terjadi secara singkat
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur, suhu tubuh meningkat
17
2.3 Tinjauan Obat
1. Ceftriaxone
anak)
syok anafilaktik.
dengan 4,8 mL, 1 gram dengan 9,6 mL, 2 gram dengan 19,2
19
mL) SWFI, NS, D5, D1OW, D5NS, atau D5/1/2NS Setiap
aminoglikosida
probenecid.
20
Gambar sediaan
2. Ambroxol
kronis
Dosis Anak :
bulan sampai <1 tahun Dosis biasa: 6 mg dua kali sehari; 1-2
tahun Dosis biasa: 7,5 mg dua kali sehari. Tetes 7,5 mg/mL: <2
tahun Dosis biasa: 7,5 mg dua kali sehari; 2-5 tahun Dosis biasa:
Dosis biasa: 7,5 mg dua kali sehari; 2-5 tahun Dosis biasa: 7,5
sehari atau tiga kali sehari; ≥12 tahun Sama dengan dosis
dewasa. (MIMS)
Mekanisme kerja Mukolitik adalah obat yang mengencerkan secret saluran napas
21
mukopolisakarida dari sputum (Drugbank)
tetapi jarang, efek samping yang ringan pada saluran cerna, reaki
Notes,2022)
Gambar sediaan
3. Paracetamol
22
(analgesik/antipiretik)
kepala, nyeri
Kesehatan anak)
Bentuk sediaan Tablet 120 mg, 500 mg. Sirup 120 mg/5 mL [60 mL], 160
23
Efek Samping Reaksi alergi, kelainan darah, hipotensi, kerusakan hati. (Basic
Gambar sediaan
4. Salbutamol
24
memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap obat
salbutamol.
hipkalemia.
Gambar sediaan
5. Ka-en 1B
20.625 g
25
Indikasi Sumber elektrolit dan air untuk hidrasi dan Nutrisi
Parenteral
Dosis -
26
Peringatan Tindakan Pencegahan Khusus
Kehamilan (MIMS)
Gambar sediaan
27
6. Injeksi Sibital (Phenobarbital)
mg/kg (MIMS)
28
neuron abnormal secara selektif, menghambat
obat mendadak.
Gambar sediaan
29
BAB III
TINJAUAN KASUS
Nama RR
No. MR 563xxx
Umur 8 bulan
Ruangan PICU
Agama Islam
30
Tabel 2. Identitas pasien
a. Keluhan Utama
Pasien mengalami sesak nafas sejak 1 hari yang lalu & memberat pagi ini
Pasien demam
Lahir BBLR
d. Riwayat Pengobatan :
- Sibital Load 80 mg
31
f. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Nadi (x/menit) 120-160 154 131 130 119 108 128 149
Berat Badan (Gram) 2700-4000 4900 4900 4900 5100 5100 5100 5110
a. Hematologi
Tanggal
Pemeriksaan Nilai Normal 30/11/22
IGD
Hemoglobin
12,8
(g/dL) 11-16
Eritrosit (106/μL) 3,8-5,5 4.81
Hematokrit (%) 48-69 L 43.8
MCV (fL) 82-92 91.1
MCH (pg) 27-31 L 26.6
32
MCHC (g/dL) 32-36 L 29.2
RDW-CV (%) 11,5-15 H 18.1
Leukosit (103/μL) 6-17 H 21,89
Trombosit
290
(103/μL) 200-475
Basofil (%) 0-1 0.1
Eosinofil (%) 1–3 L 0.2
Neutrofil (%) 50 – 70 62,1
Neutrofil Batang
-
(%) 1,8-8
Limfosit (%) 20-40 28.7
Monosit (%) 2–8 H 8.9
Keterangan
Kuning : rendah
Merah : tinggi
Stesolid Supp 5 mg
Sibital 2 x 10 mg (PO)
33
34
3.3 Assasment
IVFD Ka-EN 1B IV
Inj Sibital 80 mg IV
Paracetamol 4 x 50 mg PO k/p
Salbutamol 3 x 0,3 mg PO
Ambroxol 3 x 2,5 mg PO
Pasien diberikan terapi IVFD KA-EN 1B digunakan untuk mengganti cairan dan elektrolit
36
Pasien diberikan paracetamol untuk menurunkan demam
Pasien diberikan ceftriaxon sebagai terapi antibiotik
Pasien diberikan ambroxol sebagai terapi sekretolitik pada gangguan saluran nafas akut dan kronis
Pasien diberikan salbutamol sebagai terapi bronkodilator untuk mengurangi sesak
Pasien diberikan fusidat cream sebagai terapi antibiotik topikal
2 Inj. Sibital Dosis loading : 20 mg/kg IV pelan dalam Load 80 mg Dosis sesuai literatur
10-15 menit, bila kejang refrakter dapat
diberikan tambahan 10 mg/kg hingga total 2 x 10 mg
dosis maksimal 40 mg/kg
Dosis rumatan =
3 mg x 4,9 kg = 14,7
mg
37
4 mg x 4,9 kg = 19,6
mg
3 Oral, IV: 20mg/kg, lalu 15mg/kg 4-6 jam 4 x 50 mg Dosis sesuai literatur
(maks 4g 1 hari); anak biasa setiap hari
maks 60mg/kg (hingga 90mg selama 48 4,9 kg x 20 mg = 98
Paracetamol Tab jam). Neonatus: 7,5 mg/kg (<10 hari) 15 mg
mg/kg (>10 hari) 6 jam. Rektal: stat
40mg/kg, lalu 30rng/kg 6 jam (maks
5g/hari). (Drug Dose, Frank)
38
tahun Sama dengan dosis dewasa. (MIMS)
7 50-75mg/kgBB/24 jam terbagi secara 1 x 250 mg Dosis Sesuai literatur
merata setiap 12 jam (25-37,5mg/kgBB)
selama 7-14 hari.jangan melebihi 2 gram perhitungan
dalam 24 jam (Medscape) rekonstitusi
Ceftriaxon inj 1000 mg : 10 mg/ml =
100 mg/ml
250 mg:100 mg/ml
2,5 ml
No
Drug Therapy Problem
Check
Penjelasan
1 List
Terapi obat yang tidak diperlukan
39
Tidak ada terapi tanpa indikasi medis
IVFD Ka-En 1 B untuk terapi nutrisi parenteral dan
elektrolit
Terdapat terapi tanpa indikasi medis Tidak
Injeksi ceftriaxon merupakan terapi antibiotik golongan
cefalosporin untuk pasien pneumonia.
Pasien mendapatkan terapi tambahan yang Tidak ada pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak
Tidak
tidak di perlukan diperlukan
Pasien masih memungkinkan menjalani Pasien harus menjalani terapi farmakologi untuk membantu
Tidak
terapi non farmakologi penyembuhan.
Terdapat duplikasi terapi Tidak Pasien tidak mendapat terapi yang duplikasi
Pasien mendapat penanganan terhadap efek Tidak ada efek samping yang terjadi pada pasien terhadap
Tidak
samping yang seharusnya dapat dicegah penggunaan obat ini
2
Kesalahan obat
Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan Kondisi pasien dapat diatasi oleh obat untuk mengurangi
Tidak
oleh obat keluhan pasien
40
Obat tidak diindikasikan untuk kondisi
Tidak Tidak ada obat yang tidak diindikasikan untuk pasien
pasien
Terdapat obat lain yang lebih efektif Tidak Pengobatan yang diberikan sudah efektif
3
Dosis tidak tepat
Dosis terlalu tinggi Tidak Dosis yang diberikan sudah tepat, berada dalam range terapi
Frekuensi penggunaan tidak tepat Tidak Frekuensi yang diberikan sudah tepat
4
Reaksi yang tidak diinginkan
Terjadi reaksi alergi Tidak Pasien tidak menunjukan reaksi alergi dari penggunaan obat
41
Terjadi interaksi obat Tidak Tidak ada interaksi obat yang satu dengan lainnya
Dosis obat dinaikkan atau diturunkan terlalu Tidak ada dosis obat yang dinaikkan atau diturunkan terlalu
Tidak
cepat cepat.
Muncul efek yang tidak diinginkan Tidak Tidak muncuk efek yang merugikan untuk pasien
5
Ketidak sesuaian kepatuhan pasien
Pasien tidak mampu menyediakan obat Tidak Keluarga pasien mampu menyediakan obat
6
Pasien membutuhkan terapi tambahan
Terdapat kondisi yang tidak diterapi Tidak Pasien telah mendapatkan terapi sesuai dengan kondisinya.
42
Pasien membutuhkan obat lain yang Tidak Pasien telah mendapatkan obat yang bekerja sinergis.
Sinergis
Pasien membutuhkan terapi profilaksis Tidak Pasien sudah mendapatkan terapi yang tepat
IVFD Ka-EN 1B - -
Inj. Sibital Mengantuk, letargi, iritabel dan hiperaktif pada anak, Monitoring kondisi kulit pasien
agitasi, reaksi alergi kulit, anemia megaloblastik,
hepatotoksik (Basic Pharmacology, 2022) Monitoring kadar Hemoglobin dalam darah
Ceftriaxon Inj Reaksi hematologi , Gangguan saluran cerna (mual, Monitoring BAB pasien
muntah, tinja lunak, stomatitis, glositis, reaksi kulit
(urtikaria, edema, dermatitis alergi, eritema multiforme, Monitoring kulit area popok
pruritus, eksantema (Basic Pharmacology, 2022)
Monitoring kondisi pasien
Paracetamol Tab Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria, Monitoring kondisi kulit pasien
kelainan darah, kerusakan hati (Basic Pharmacology,
2022)
Salbutamol Tab Tremor, sakit kepala, reaksi hipersensitivitas Monitoring kadar kalium dan Natrium dalam
(angioedema, urtikaria, bronkospasme), kram otot, darah
berpotensi hipokalemia serius, aritmia jantung, takikardia
(Basic Pharmacology, 2022) Monitoring Nadi pasien
43
Monitoring kondisi pasien
Ambroxol Tab Gangguan saluran cerna ringan, reaksi alergi, reaksi pada Monitoring kondisi pasien, suhu tubuh pasien,
kulit, pembengkakan wajah, dispnea, demam (Basic reaksi lain nya
Pharmacology, 2022)
44
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang bayi laki-laki lahir tanggal 03 April 2022 dengan berat badan bayi
yaitu 4900 gram saat ini dengan riwayat BBLR. Pasien datang ke IGD RSUD
Achmad Mochtar pada tanggal 30 November 2022 pukul 11.30 WIB dengan keluhan
utama sesak nafas, demam dan kejang. Keluhan saat ini pasien mengalami sesak
nafas sejak 1 hari yang lalu & memberat pagi ini, pasien mengalami batuk berdahak
dan demam. Kondisi pasien saat masuk rumah sakit, suhu 37 derajat celcius, nadi 154
x/menit, nafas 80 x/menit dan berat badan pasien 4900 g pasien di diagnosa
Berdasarkan data fisik pasien mengalami sesak nafas sejak 1 hari yang lalu &
memberat pagi ini, pasien mengalami batuk berdahak dan demam. Sejak masuk IGD
tanggal 30 November 2022 suhu pasien masih berada dalam batas normal, nadi masih
dalam batas normal namun nafas lebih dari normal yaitu 80x/menit yang mendadakan
Dari data laboratorium pasien pada tanggal 30 November 2022 dilihat bahwa
kadar RDW-CV dan leukosit nya tinggi. Selain itu, nilai eosinophil pasien tidak
normal, hal ini menandakan bahwa adanya infeksi. Pasien mengalami kekurangan
diberikan terapi antibiotik empiris. Terapi empiris merupakan terapi awal di mana
antibiotik diberikan atas dugaan kuman penyebab dari keadaan infeksi tersebut.
45
Dugaan ini didasarkan pada peta kuman setempat (educated guess). Bila terjadi
keadaan infeksi berat yang mengancam jiwa, terapi empiris dapat menggunakan
identifikasi kuman dan uji kepekaan telah diketahui, maka dilakukan terapi definitif
sesuai kuman yang didapat, menggunakan antibiotik yang paling sederhana dengan
Pengobatan pada pasien peumonia balita rawat inap dibagi menjadi dua yaitu
bakteri gram positif sehingga penggunaan nya tidak perlu dikombinasikan dengan
antibiotik lain kecuali dalam keadaan tertentu. Ceftriaxon memiliki kelebihan yaitu
waktu paruh eliminasi nya panjang sehingga pemberian nya cukup satu kali sehari.
Ceftriaxon bekerja dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri, enzim
46
Selain sesak nafas dan demam, biasanya pasien pneumonia bayi juga
mengalami batuk. Batuk yang biasanya dialami adalah batuk berdahak sehingga
terapi yang digunakan adalah mukolitik. Mukolitik merupakan obat yang bekerja
dengan cara mengencerkan sekret saluran pernafasan dengan jalan memecah benang-
Agen mukolitik yang digunakan dalam terapi pneumonia pada pasien balita adalah
viskositas sekresi mukus dengan cara memecah rantai mukopolisakarida. Dari hasil
aksi tersebut peningkatan sekresi cairan yang memudahkan pengeluaran dahak pada
Kejang demam yang timbul pada pasien RR dimulai dengan demam, 90%
lebih kejang terjadi selama lebih kurang 5 menit akibat penyakit infeksi yang
mengakibatkan demam ( Akpan & Ijezie, 2017). Demam ialah reaksi fisik yang lazim
atas infeksi. Pembebasan sitokin dalam kuantitas yang berlipat-lipat sewaktu demam
berlangsungnya kejang (Laino, 2018). Seiring dengan bertambah nya umur, maka
insiden kejang demam akan menurun . Situasi ini mampu diuraikan jika kematangan
(Saheb, 2020)
47
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
(tidak tepat obat) yaitu bentuk sediaan obat paracetamol dan ambroxol tidak sesuai
untuk usia pasien seharusnya menggunakan bentuk sediaan drop yang lebih mudah
dan ekonomis dalam penggunaan dan lebih akurat terkait penentuan dosisnya.
5.2 Saran
1. Lakukan uji kultur bakteri untuk menentukan bakteri spesifik akibat pneumonia.
2. Melengkapi jenis dan stok obat baik dalam bentuk sediaan maupun dosisnya.
48
DAFTAR PUSTAKA
Akpan, M. U., & Ijezie, E. (2017). Knowledge of Febrile Convulsion among Mothers
Attending The Paediatric Clinic of University of Uyo Teaching Hospital,
Nigeria. International Journal of Pediatric Research, 4(07), 474–
480. https://doi.org/https://doi.org/10.17511/ijpr.2017.i07.07
American Thoracic Society (ATS) and The Infection Diseases Society of America
(IDSA), 2016. Guidline of The Management of Adults with HospitalAcquired
and Ventilator-Assosiated Pneumonia, Am J Respir Crit Care Med, America.
Diakses 3 Juli 2017 Sumber: http//cid.oxfordjournals.org.
Anonim. Basic Pharmacology & Drug Notes Edisi 2022. Makasar : MMN
Publishing. 2022
Anonim, (2021). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 21. Jakarta : Penerbit
asli (MIMS Pharmacy Guide)
Ardian, M. I. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” Dengan Diagnosa Medis
Kejang Demam Di Ruang Ashoka RSUD Bangil Pasuruan.
Estuningtyas, A. & Arif, A. (2008). Obat Lokal. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
IDAI. 2016. Pedoman Praktis Klinis. . Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
IDAI. 2017. Pedoman Praktis Klinis. . Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
IDAI. 2011 Pedoman Pelayanan Medis. . Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia.
49
Ikatan Dokter Anak Indonesia 2013, Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, diakses
22 Januari 2019.
Kemenkes RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta.
Kementrian Kesehatan Indonesia RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Balitbang
kemenkes RI
Kementrian Kesehatan RI. 2019. Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2019.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Maiti, & Bidinger. (2018). Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699
Risa Fitriana, D. W. 2021. Perilaku Ibu Dalam Penanganan Kejang Demam Pada
Anak. Journal of Telenursing (JOTING), 491-498.
50
Saheb, S. A. (2020). A study of febrile convulsions with a bacteremia incidence in a
tertiary care teaching hospital in Andhra Pradesh. Int J Contemp Pediatri.
7:1885.
Suharjono, Yuniati, T., & Semedi, S. (2009). Studi Penggunaan Antibiotika pada
Penderita Rawat Inap Pnemonia. Majalah Ilmu Kefarmasian, 6(3), 142–155.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting Khasiat,
Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam, 262, 269-271, PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta.
Untari et al. 2017. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang kejang demam
dengan frekuensi kejang anak toddler di rawat inap puskesmas gatak
sukoharjo, Fakultas ilmu kesehatan universitas muhammadiyah surakarta
WHO (World Health Statistics). 2019. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian
Bayi. World Bank, 2018
WHO. Global Health Observatory data repository In: World Health Organization,
editor. Jenewa: World Health Organization; 2013.
51