SKRIPSI
Oleh:
DIKALUSTIAN RIZKIPUTRA
NIM:107034001545
Skipsi
(s.Th.r)
Oleh:
DIKALUSTIAN RIZKIPUTRA
NrM. 107034001545
Di bawah Bimbingan :
Mbstut. [t..q.n.
NrP. 19721 024 2003121 002
SIDANG MUNAQASAI{
ry
Ketua Sidang" Sekrclaris Sidang,
Anggota,
J
Dr. Liliktlllnmi Kaltsdm. MA A
NIP. 19711003 199903 2 001 NIP: 19680901 I
Pembimbing I
Muslih. MA
NIP. 19721024 2003121 002
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
Penulis,
( Dikalustian Rizkiputra )
ABSTRAK
Dalam al-Quran kata lisan itu sendiri mengandung lima makna, yaitu : (1)
lisan sebagai pancaindera, (2) lisan sebagai alat bicara, (3) lisan sebagai alat untuk
mentrasformasikan pikiran kepada pendengar, (4) lisan sebagai kesan yang baik,
dan (5) lisan sebagai do’a. Salah satu kelebihan yang diberikan Allah Swt. kepada
manusia selain akal adalah lisan. Lisan merupakan anggota tubuh yang amat
penting bagi manusia, dengan lisan seseorang dapat berkomunikasi antar
sesamanya dengan baik, dengan lisan juga seseorang dapat berkomunikasi dengan
hewan, alam dan dengan tuhannya. Namun dibalik itu semua, lisan mempunyai
bahaya yang sangat besar jika lisan seseorang tak terjaga dengan baik.
Salah satu bahaya lisan yang sudah mendarah daging dan juga sudah
menjadi tradisi di setiap kalangan yaitu menggunjing, dusta, sumpah palsu,
menuduh dan mengolok-olok. Pada zaman sekarang ini masih banyak orang-
orang yang belum mengetahui bahaya lisan tersebut, masih banyak orang-orang
yang menyepelekan bahaya tersebut. Mereka berbicara sana-berbicara sini,
menggunjing sana-menggunjing sini, mengejek sana-mengejek sini tapi mereka
tak sedikitpun menyadari bahwa akan ada bahaya yang menghampirinya. Dengan
kata lain, tanpa disadari mereka menjerumuskan diri sendiri ke dalam neraka.
Selain itu, masih banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi, seperti tawuran
antar mahasiswa, keributan dalam rumah tangga, keributan antar warga, dan
bahkan keributan-pun terjadi dikalangan pejabat. Semua itu tak lepas dari lisan
yang tak terjaga.Itulah lisan, dibalik kelembutannya terdapat bahaya yang sangat
besar.
Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui bahaya lisan
dan pencegahannya dalam al-Quran sehingga penelitian ini dapat bermanfaat
untuk dijadikan sebagai pelajaran oleh setiap ummat muslim, khususnya dalam
setiap perbuatan dan tingkah laku sehari-hari sehingga setiap orang dapat
bertanggungjawab dan mengetahui dampak yang terjadi terhadap apa yang telah
diperbuatnya.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sanjungkan hanya kepada Allah Swt., yang
diselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad Saw, keluarga dan para sahabatnya, yang merupakan suri tauladan
Segala karya tulis yang da’if, tentunya di dalam penelitian ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kesalahan, yang kelak ditemukan oleh mereka
yang mau menelaahnya dengan teliti. Segala kesalahan tersebut tak lain adalah
bukti keterbatasan penulis di dalam melakukan penelitian ini. Untuk itu penulis
pengaruh yang sangat besar dalam bidang keislaman. Penulis juga menyadari
bahwa, penelitian ini tidak luput dari jasa lembaga dan orang-orang tertentu yang
telah membantu penulis, baik moril maupun materil. Maka pada kesempatan ini,
kepada:
ii
1. Segenap civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Prof. Dr.
2. Bapak Muslih, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang dengan
Hadis yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat
5. Yang tercinta Ayahanda H. Syamsul Anwar, S.Ip dan Ibunda Hj. Rahmadiah
hati dan yang tidak lelah untuk terus mendoakan ananda untuk mencapai
iii
6. Untuk teman-teman UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya teman-
S.Th.I, Umam, S.Th.I, Haikal, Encin, S.Th.I, Zami, S.Th.I dan Irfan, S.Th.I)
ada lo gak rame”. dan seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam
Fathoni, Faiz, Zamroni, Arfan Akbar dan Arma yang senantiasa memberikan
suntuk dan lain-lain. Dan buat Arma “kapan kita main petasan lagi?.
Perjuangan (NDP). Terutama untuk Aqib, Daud, Pipit, Ryan AF, dan lain-
untuk tedy novian (Irex), Daniel, Nobel, Bangga, Aan (Idunk), Musthopa
(Pa’De), Arief Rizqi, Said Muchsin, dan lain-lain. Terimakasih atas semua
dukungan dan kebersamaannya yang telah kita bina dari mulai di al-Zaytun
iv
hingga kini. Semoga kita tetap selalu bersilahturahmi atas nama Al-Zaytun-
GANGGA.
10. Kepada sang pujaan hati Siti Arfah Nasytaiyah yang selalu menemani penulis
di saat susah maupun senang, yang selalu setia mendengarkan curahan hati
perhatian lebih kepada penulis dan yang selalu mengisi hari-hari penulis
11. Para rekan kerja di Al-Azhar Peduli Ummat. Semoga kita dapat bekerja
Akhirnya hanya kepada Allah jualah, penulis mengharap ridha dan rasa
syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat,
Ttd,
Dikalustian Rizkiputra
Penulis
v
PEDOMAN TRANSLITERASI1
Konsonan
b be
t te
ts te dan es
j je
kh ka dan ha
d de
dz de dan zet
r er
z zet
s es
sy es dan ye
1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik -Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi)- yang di susun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center
for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2008/2009, hal.
492 – 495.
vi
gh ge dan ha
f ef
q ki
k ka
l el
m em
n en
w we
h ha
„ apostrof
y ye
Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih
aksaranya adalah sebai beeriku:
vii
Vokal Panjang (Madd)
Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ــَا â a dengan topi di atas
ــي î i dengan topi di atas
ـــو û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh
huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân
bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan
berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,
demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf
/t/ (lihat contoh 3).
viii
Contoh:
2 al-jâmî ah al-islâmiyyah
3 wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-
Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………... ii
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………. vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. x
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………...1
C. Tinjauan Pustaka……………………………………………. 10
E. Metode Penelitian…………………………………………... 11
F. Sistematika Penulisan………………………………………. 13
QUR’AN……………………………………….……….......….. 26
A. Menggunjing………………………………...........……….... 26
B. Menuduh…………………..................................................... 34
x
C. Mengolok-olok………………………...……………………. 39
E. Sumpah Palsu…………………...…………………………... 58
A. Metode Pencegahan……………...……...………………....... 63
BAB V PENUTUP……………………………………………………… 80
A. Kesimpulan………………………………………………….. 80
B. Saran………………………………………………………… 80
DAFTAR PUSTAKA……………………..…………………………………… 82
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
“(Tuhan) yang maha pemurah. Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia
menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara”. (QS. al-Rahmân/55: 1-4)
Para mufassir, seperti al-Suddi, al-Hasan, Abu 'Aliyah, dan Ibnu Zayd
dan mengerti apa yang diucapkannya dan yang diucapkan orang lain kepadanya.1
1
Ahsin Sakho Muhammad, dkk., ed., Tematis Ensiklopedi Al-Quran, jilid. 3. Terjemah
al-Mausu’ah al-Qur’âniyah (Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, t.t.), h. 38-39.
1
2
Lisan manusia bukanlah lisan seperti burung beo yang tidak memahami
apa yang diucapkannya. Lisan bagaikan pedang bermata dua. Lisan bisa
sesama dan juga bisa dijadikan alat untuk mencegah kemungkaran di tengah umat.
Selain itu, lisan ternyata bisa sangat berbahaya apabila dipergunakan untuk
mengikuti kehendak setan, memecah belah kaum muslimin dan perbuatan lainnya
Lisan atau lidah memang tak bertulang dan ini merupakan karunia yang
amat vital dan sangat penting pada manusia. Karena dengan lisan seseorang dapat
berkomunikasi dengan hewan, alam dan bahkan dengan tuhannya. Namun, masih
banyak orang yang kurang menyadari akan bahaya lisan ini, sehingga banyak
Hal ini terjadi karena lisan yang tak di jaga dengan baik sehingga menyebabkan
karena lisan sangat memberikan kontribusi bagi akhir amalan seorang hamba.
Seorang manusia akan terjerumus ke dalam jurang neraka yang jaraknya antara
Timur sampai Barat ketika ia tidak bisa menjaga lisannya. Walaupun mungkin
amalan ibadah ritualnya sangat baik, tapi tatkala lisannya kurang mendapat tempat
2
Sa‟id bin „Ali bin Wahf al-Qahthani, Bahaya Lidah; Penyakit Lisan dan Terapinya.
Penerjemah Eko Haryono, Aris Munandar (Jogjakarta: Media Hidayah, 2003), cet. 10, h. 5.
3
http://endahngawi.blogspot.com/2010/08/urgensi-akhlak-lisan.html. Diakses pada
tangggal 27 Januari 2011
3
yang cukup untuk dijaga, maka sudah barang tentu akibatnya akan merusak
terjerumus dalam bahayanya lisan, yaitu dengan diam. Karna diam merupakan
usaha yang paling minimal dari manusia tanpa menguras tenaga dan
“Telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah. Bercerita
kepada kami Abu al-Ahwas dari Abi Hasin dari Abi Salih dari Abi Hurairah
berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: barang siapa beriman kepada Allah dan
hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetangganya dan barang siapa beriman
4
Ibadah adalah penghambaan diri kepada Allah Swt. dengan mentaati segala perintah-
Nya dan menjauhi segala perintah-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw.
“dan inilah hakekat Islam, karena Islam maknanya ialah penyerahan diri kepada Allah Swt.
semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak-Nya dengan penuh rasa rendah diri dan
cinta”. Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun bathin yang dicintai
dan diridhoi Allah. Dan suatu ibadah hanya diterima Allah Swt. apabila diniati dengan ikhlash dan
semata-mata karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah saw. Lihat: Syekh Muhammad At-
Tamimi, Kitab Tauhid (Jakarta: QALAM, 1995), cet. I, h. 15.
5
Mahyuddin Abî Zakariâ Yahya ibn Syarf al-Nawawi, Riyâdhus Shalihin, bâb Tarjim al-
Ghibah wa al-„Amru Bihafidz. Juz II (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994) h. 176.
6
Eneng Maria Ulfah, "Etika Menjaga Lisan Dalam al-Quran; Kajian Terhadap QS. An-
Nisâ ayat 114 dan QS. Al-Hujurat ayat 12" (Skripsi S1, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), no. 429, h. 15.
7
Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabûri, Sahîh Muslim, jilid I (Beirut:
dâr al-Fikri, t.t.), h. 68
4
kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memulyakan tamunya dan barang
siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau
diam” (HR. Muslim)
Salah satu bahaya lisan yang telah menyebar di kalangan masyarakat Islam
perkumpulan atau yang lainnya, tanpa disadari selalu saja ada orang yang
orang lain ketika ada perkumpulan arisan, pengajian, atau kegiatan yang lainnya.
Padahal tanpa disadari siksa pedih telah mengancam mereka di depan mata akibat
Islam saat ini, menggunjing tidak hanya merajalela pada setiap perkumpulan-
teknologi dewasa ini seolah-olah memaksa manusia untuk berbuat ghibah dalam
wujud apapun, baik itu melalui chatting lewat Yahoo Massenger, Facebook,
5
Twitter, atau lewat SMS sekalipun, semua tak lepas dari menggunjing, dan juga
tak ketinggalan tayangan televisi seperti Insert, Sensasi Artis, Kiss, dan berita-
Menurut KH. Said Agil Siradj (pengurus besar NU), beliau mengatakan
bahwa 70% acara infotainment adalah menggunjing, dan beliau juga mengatakan
bahwa berita infotainment mengarah kepada menggunjing dan fitnah. Hal yang
sama juga dinyatakan oleh guru besar Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
pedoman hidup, maka setiap manusia harus pandai-pandai menjaga lisan dari
bahayanya. Baik itu bahaya yang berhubungan dengan kehidupan sosial seperti
ukhrowi seperti melafazkan sesuatu yang bukan untuk Allah seperti misalnya
kesyirikan lainnya.9
8
http://firmanazka.blogspot.com/2010/07/bahaya-lisan-terhadap-ghibah-hukum.html.
Diakses pada tanggal 27 Januari 2011
9
http://endahngawi.blogspot.com/2010/08/urgensi-akhlak-lisan.html. Diakses pada
tangggal 27 Januari 2011
6
merupakan bentuk plural dari al-khuluq yang artinya budi pekerti dan kata ini
biasa digunakan untuk mengistilahkan sebuah karakter dan tabiat dasar penciptaan
manusia.10
Dilihat dari segi bentuk dan macamnya, akhlak tersebut dapat dibagi
kepada dua bagian. Pertama, akhlak yang terpuji atau akhlak mahmudah seperti
berlaku jujur, pemaaf, sabar dan sebagainya. Kedua, akhlak yang tercela atau
dipastikan semua sifat atau perbuatan yang berkaitan dengan bahaya lisan ini
Menurut Ibnu Taimiyah, akhlak berkaitan erat dengan iman karena iman
2. Mengenal Allah dan meyakini bahwa hanya Allah Swt. yang patut di
sembah.
10
Mahmud al-Mishri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw. Penerjemah Abdul Amin,
dkk. (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009), cet. 1, h. 4
11
Siti Hidayah, "Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran (Studi Analisis QS. Al-A’râf/7: 199-
202)", (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif hidayatullah Jakarta, 2009), h. 5
12
Mahmud al-Mishri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad saw. Penerjemah Abdul Amin,
dkk. (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009), cet. 1, h. 6
7
yang satu, yaitu demi mencapai ridha Allah Swt., baik terhadap hal-hal
5. Arahan ini mengalahkan egoisme pribadi, nafsu keji dalam diri, dan
7. Jika perbuatan seseorang telah menjadi bagian dari akhlak, hal itu
Dalam realita kehidupan sekarang ini, ternyata masih banyak sekali orang
yang tidak tahu tentang bahaya lisan dan tidak memperhatikan terhadap masalah
kecil ini. Bahkan masih banyak orang-orang yang tidak menyadari bahwa ia
sendiri.
permasalahan yang ada dalam segala aspek kehidupan manusia di dunia ini, maka
pada saat itulah al-Quran berada pada posisi sebagai bayyinât min al-Hudâ yang
8
metode yang disepakati oleh para ulama tafsir,13 mengingat al-Quran sebagai
pedoman hidup, jalan keselamatan, maka segala sesuatu yang terkandung dalam
al-Quran haruslah dipahami agar manusia tidak tersesat pada akhirnya nanti.
atau sebagian ayat dari berbagai surat yang berbicara tentang tema yang sama
untuk kemudian dikaitkan dengan ayat yang lainnya, sehingga pada akhirnya
diantaranya adalah mengenai bahaya lisan. Penulis beralasan, karena bahaya lisan
termasuk dalam suatu bentuk kerusakan dalam akhlak sehingga Rasulullah saw di
13
Dari segi metode, penafsiran al-Quran dari waktu ke waktu mengalami perkembangan.
Abdul Hayyi al-Farmawi membagi metode penafsiran al-Quran menjadi empat macam, yakni
tahlili, ijmali, muqarran dan maudu’î. Metode tahlili ialah metode penafsiran yang mufasirnya
berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari berbagai seginya dengan memperhatikan
runtutan ayat-ayat al-Quran sebagaimana tercantum dalam al-Quran. Metode ijmali ialah cara
menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan menyajikan makna-maknanya secara global, yakni dengan
menyajikan ayat demi ayat sesuai urutan mushaf dan bacaan serta menjelaskan maksud lafal-lafal
yang dikandungnya sehingga maksud dari setiap ayat menjadi lebih jelas. Metode Muqarran atau
perbandingan ialah metode penafsiran dengan membandingkan ayat-ayat al-Quran yang memiliki
persamaan atau kemiripan redaksi, yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda, atau
berbicara dengan redaksi yang berbeda tentang masalah yang sama atau diduga sama. Termasuk
dalam objek bahasan metode ini adalah membandingkan ayat-ayat al-Quran dengan hadis Nabi
saw yang tampaknya bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsîr yang
berkaitan dengan ayat al-Quran. Metode maudu’î atau tematik ialah cara menafsirkan al-Quran
melalui penetapan topik tertentu dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat dari
berbagai surat yang berbicara tentang topik tersebut untuk dikaitkan dengan ayat yang lainnya, lalu
diambil kesimpulan secara menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan al-Quran.
Lihat : Muhammad Chirzin, Permata Al-Quran (Yogyakarta: QIRTAS, 2003), h. 81- 82
9
14
)
membahas tentang bahaya lisan dengan judul skripsi “BAHAYA LISAN DAN
1. Perbatasan Masalah
Masalah lisan merupakan masalah yang cukup luas dan penting dalam
berbelit-belit dan tidak mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi
ini, maka penulis perlu membatasi permasalahan skripsi ini yakni lebih
palsu. Adapun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah ini adalah QS. al-
Hujurât/49 ayat 12, QS. al-Qalam/68 ayat 11, QS. al-Humazah/14 ayat 1, QS. al-
14
Abî Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn „Ali al-Baihaqî, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ, bab
Bayâni Makârim al-Akhlâq, Juz. 10 (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.) h. 191.
10
Nisâ/4 ayat 20, 112, QS. al-Ahzab/33 ayat 58, QS. al-Mumtahanah/60 ayat 12,
QS. al-Baqarah/2 ayat 14-15, QS. al-Mâ‟idah/5 ayat 58, QS. al-Nisâ/4 ayat 140,
QS. al-An‟âm/6 ayat 10, QS. at-Taubah/9 ayat 79, QS. Luqman/31 ayat 6, QS, al-
Hujurât/49 ayat 11, QS. al-Nisâ/4 ayat 50, QS. al-An‟âm/6 ayat 93, QS. al-A‟râf/7
ayat 36, 40, QS. at-Taubah/9 ayat 77, QS. al-Nahl/16 ayat 62, QS. al-Ankabut/29
ayat 68, QS. ali „Imrân/3 ayat 77, QS. at-Taubah/9 ayat 42, 107.
2. Perumusan Masalah
C. Tinjauan Pustaka
dengan skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan
atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi acuan
kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.
yang membahas permasalahan ini, yaitu : Skripsi oleh Eneng Maria Ulfah dengan
judul “Etika Menjaga Lisan Dalam Al-Quran; Kajian Terhadap QS. An-Nisâ ayat
114 dan QS. Al-Hujurat ayat 12”, tahun 2005, no. 429.
Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi ini
berbeda dengan karya di atas, karna penulis membahas bahaya lisan serta
11
tersebut.
lisan.
kesarjanaan Strata Satu (S-1) Sarjana Theologi Islam (S. Th. I) pada
E. Metodologi Penelitian
Ada dua jenis data dalam pembuatan skripsi ini, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer adalah sumber kepustakaan yang berasal dari sumber
ini.
Teknik pembahasan dalam skripsi ini, adalah tematik yaitu salah satu
dengan mengacu pada satu pokok bahasan tertentu sehingga dapat menghasilkan
pemahaman yang lebih utuh dan lebih sistematis. Ada enam langkah yang
asbâb an-Nuzûl
pokok pembahasan
Disertasi)- yang disusun oleh Hamid Nasuhi, dkk. Terbitan CeQDA (Center for
13
2008 – 2009
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terbagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari beberapa sub-
masalah, batasan dan rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian dan diakhiri dengan sistematika penulisan. Bab ini
berusaha memberikan gambaran singkat tentang masalah yang akan dibahas pada
bab-bab selanjutnya.
Bab kedua membahas tentang gambaran umum tentang lisan yang meliputi
: pengertian lisan, hikmah penciptaan lisan, dan pendapat ulama tentang lisan.
Bab ini berusaha menjelaskan tentang lisan secara umum baik ditinjau dari segi
kebahasaan, istilah maupun kedokteran. Selain itu juga, bab ini berusaha
menjelaskan hikmahnya dan pendapat dari para ulama tentang lisan tersebut.
Output yang diharapkan pada bab ini adalah pembaca dapat memahami pengertian
bahaya lisan dengan berbagai bentuk dan dampaknya berdasarkan dalil yang ada
mencegah bahaya lisan dalam al-Quran, metode pencegahan bahaya lisan, dan
manfaat menjaga bahaya lisan. Bab ini berusaha menjelaskan tentang cara
Bab lima merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan yang
didasarkan pada keseluruhan uraian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada
bab-bab sebelumnya, dan juga memuat saran-saran yang diperlukan. Bab ini
para pembaca dapat mengetahui jawaban dari masalah tersebut. Selain itu juga,
bab ini memberikan saran kepada para pembaca agar mereka mempunyai motivasi
BAB II
A. Pengertian Lisan
Lisan “ ”لــسانberasal dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf; lam - sin –
panjang yang agak lembut. Dalam lisân al-‘Arabi, kata lisan “ ”لــسانdiartikan
perkataan. Sedangkan bentuk jamak dari lisan adalah alsun “ْ ”أَلْسُــنdan alsinah
Tafsîr Asyraf al-Alfaz, membedakan dua bentuk jamak tersebut. Jika kata lisan
tetapi jika lisan diposisikan sebagai mu’annats maka bentuk jamaknya adalah
“ْ ”أَلْسُــنalsun. Para ahli bahasa memaknai lisan sebagai salah satu organ tubuh
yang terdapat di bagian mulut yang menghasilkan kekuatan berbicara yang dapat
dimengerti oleh sesama manusia atau disebut juga “ ”بـتحريــك الــفـصاحةbi tahrîk al-
fasâhat, yaitu ketajaman lisan oleh pengguna bahasa Arab disebut “ ”اللســنal-
lasan.1
1
Ibnu Manzûr, Lisân al-‘Arabi, juz 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi), h. 275-
276. Lihat juga: Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. II (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), cet. I, h. 520
15
16
Kata lisan dalam bentuk tunggal dan jamak disebut dalam al-Quran
sebanyak 25 kali. Menurut para pakar penyusun Mu’jam Alfâzh Al-Qur’ân al-
1.1. Lisan sebagai salah satu pancaindera, seperti dalam QS. Al-Balad [90] ayat
9, yang berbunyi:
1.2. Lisan sebagai alat berbicara, seperti dalam QS. An-Nahl [16] ayat 116,
yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut
oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-
adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”.
satu fungsi lisan yang bisa dijadikan untuk berbicara baik atau bohong.
Ayat ini menjelaskan tentang peringatan Allah Swt. kepada umat Nabi
2
Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. II (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), cet. I, h. 520-521
17
tentang hukum halal dan haram dengan tidak berlandaskan pada pikiran
Lisan yang bermakna ucapan ditemukan dalam ungkapan Nabi Musa yang
1.4. Lisan sebagai citra atau kesan baik. Kata lisan mencerminkan demikian
Maryam [19] ayat 50 dan asy-Syu‟ara [26] ayat 84, yang berbunyi :
3
Nabi Musa a.s. selain merasa takut kepada Fir'aun juga merasa dirinya kurang lancar
berbicara menghadapi Fir'aun. Maka dimohonkannya agar Allah mengutus Harun a.s. bersamanya,
yang lebih fasih lidahnya. Lihat al-Quran digital versi 2.1
18
keturunannya diberikan kesan dan pujian baik dari orang lain karena
diungkapkan doa Nabi Ibrahim agar ia dijadikan kenangan yang baik bagi
orang setelahnya.
1.5. Lisan sebagai do‟a, seperti dalam QS. Al-Mâidah [5] ayat 78, yang
berbunyi :
Lisan adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat
dalam mulut manusia, dan bertetangga dengan gigi dan gusi. Lisan hanyalah
segumpal otot lentur yang melintang dan panjang sehingga dapat digerakkan atau
dijulurkan. Normalnya, lisan memiliki ukuran 5-6 cm. Lisan juga dikenal sebagai
indera pengecap yang banyak memiliki struktur tunas pengecap4. Lisan juga turut
4
Tunas pengecap adalah bagian pengecap yang ada di pinggir papila, terdiri dari dua sel
yaitu sel penyokong dan sel pengecap. Sel pengecap berfungsi sebagai reseptor. Sedangkan sel
penyokong berfungsi untuk menopang. Terdapat lebih dari 10.000 tunas pengecap pada lidah
manusia usianya hanya seminggu. Tunas itu akan mati dan segera digantikan oleh sel-sel yang
baru. Sel-sel reseptor (tunas pengecap) terdapat pada tonjolan-tonjolan kecil pada permukaan lidah
(papila). Sel-sel inilah yang bisa membedakan rasa manis asam, pahit, dan asin. Lihat
http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah dan lihat juga http://www.anneahira.com/anatomi-lidah.htm.
5
http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah. di akses pada tanggal 06 Maret 2011
19
Lisan merupakan nikmat Allah Swt. yang sangat besar dan luar biasa bagi
manusia. Lisan juga merupakan karunia besar yang harus disyukuri oleh manusia,
karena dengan lisan manusia dapat merasakan berbagai citra rasa masakan,
dengan lisan manusia dapat berkata-kata dan berbicara, dengan lisan manusia
menjadi makhluk yang paling mulia dan istimewa dibandingkan dengan makhluk-
Perkataan yang diucapkan lisan tidak akan keluar dari empat hal berikut
ini. Pertama, ucapan yang seluruhnya mengandung mudarat. Kedua, ucapan yang
seharusnya seseorang menjaga diri dari bahaya lisan, demikian pula terhadap
tinggallah yang ke empat yang sudah jelas manfaatnya, yaitu perkataan yang
aspek manfaatnya lebih besar dari aspek mudarat-nya. Inilah jenis perkataan yang
6
Abdullah bin Jaarullah, Awas! Bahaya Lisan. Penerjemah Abu Haidar, Abu Fahmi
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet. VI, h. 8.
7
Abdullah bin Jaarullah, Awas! Bahaya Lisan. Penerjemah Abu Haidar, Abu Fahmi
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), cet. VI, h. 8.
20
Dalam ilmu kedokteran, lisan merupakan organ tubuh yang tersusun atas
otot-otot yang berada di dalam rongga mulut.8 Lisan terbagi menjadi dua bagian,
yaitu akar lisan dan tubuh lisan. Akar lisan terdiri atas tonsil lisan (amandel) dan
jendela buntu yang terletak pada tulang lisan, rahang bawah, dan katup jakun oleh
otot-otot. Sedangkan, tubuh lisan terdiri atas celah lisan, punggung lisan, dan
ujung lisan yang terletak pada bagian bawah lisan yang dihubungkan dengan dasar
mulut oleh urat di bawah lisan.9 Bila lisan digulung ke belakang, maka tampaklah
permukaan bawahnya yang disebut frenulum linguae, sebuah struktur urat halus
yang mengaitkan bagian belakang lisan pada dasar mulut. Bila dijulurkan, maka
ujung lisan meruncing, dan bila terletak tenang di dasar mulut, maka ujung lisan
berbentuk bulat.10
pengecap. Lisan sebagian besar terdiri dari dua kelompok otot. Otot intrinsik lisan
melakukan semua gerakan halus, sementara otot extrinsik mengaitkan lisan pada
farinx.11
8
http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah. di akses pada tanggal 06 Maret 2011
9
http://www.anneahira.com/anatomi-lidah.htm. Di akses pada tanggal 06 Maret 2011.
10
Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani
Handoyo (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet. 28, h.310.
11
Farinx adalah pangkal tenggorokan atau kerongkongan. Lihat Pius Abdillah, Kamus
Ilmiah Populer Lengkap (Surabaya: Arkola, t.t.), h. 145, dan lihat juga Evelyn C. Pearce, Anatomi
dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani Handoyo (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), cet. 28, h.310.
21
bintik kecil yang tumbuh pada lisan. Bintik-bintik ini disebut dengan papilla yang
seluruh permukaan lisan yang berbentuk seperti benang halus dan terletak
lekukan seperti parit yang tersusun berjejer membentuk seperti huruf “V”
di belakang lisan.
12
Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Penerjemah Sri Yuliani
Handoyo (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), cet. 28, h.311.
22
Dengan lisan, manusia bisa merasakan manis, pahit, pedas, asam, asin,
hambar ataupun tawar. Maha besar Allah Swt. yang menciptakan hanya dalam
satu batang lisan yang tak bertulang, manusia bisa merasakan begitu banyak rasa.
Dari ujung lisan, tengah lisan, tepi lisan sampai dengan pangkal lisan. Masing-
masing mampu mendeteksi rasa yang berbeda-beda dalam satu lisan yang sama.
Di dalam lisan juga terdapat ribuan zat yang sangat membantu dalam
pencernaan dan melemahkan zat-zat yang berbahaya bagi lambung. Lisan juga
tubuh, sehingga dengan lisan juga dokter pun akan sangat terbantu dalam
Selain sebagai alat deteksi rasa dan penyakit, lisan juga bermanfat untuk
bersuara atau berbicara dengan jelas apabila tidak dilengkapi dengan lisan. Lisan
mampu membentuk suara seseorang jadi kencang atau pelan. Lisan juga mampu
mempengaruhi merdu tidaknya suara seseorang. Maka tidak heran jika banyak
13
William F. Ganong, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 20. Penerjemah Djauhari
Widjayakusumah, ed. (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003), h.184
23
penyanyi yang rela mengasuransikan lisannya hingga jutaan dollar, karena dengan
lisannya juga ia bisa mendapatkan jutaan dollar. Selain itu, seorang penceramah
juga mampu mendapatkan ratusan juta rupiah dalam sekali tampil. Semuanya itu
perasaan hati seseorang. Sanjungan atau celaan, rasa cinta, rasa kesal, rasa marah,
rasa malu, dan lain-lain. Semuanya dapat diekspresikan melalui lisan. Oleh karena
itu sudah sepatutnya seseorang mewaspadai lisannya sendiri dari bahaya lisan.
Dengan demikian, tanpa disadari lisan manusia yang diciptakan Allah SWT
mempunyai manfaat yang sungguh luar biasa. Oleh sebab itu sangatlah wajar
15
“Lisan itu sebagai ukuran yang tidak dimengerti oleh kebodohan dan
dikuatkan oleh akal pikiran”
14
Beliau adalah khalifah yang terakhir (keempat) dari khulafâ’ ar-Râsyidîn. Ayah beliau
bernama Abu Tâlib bin Abdul Mutâlib bin Hasyim bin Abd. Manaf, adalah kakak kandung dari
ayah Nabi SAW, yaitu Abdullah bin Abdul Mutâlib. Ibunya bernama Fatimah binti As‟ad bin
Hasyim bin Abd. Manaf. Ali merupakan orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-
anak atau sepupu Nabi SAW yang kemudian menjadi menantunya. Ali ibn Abi Tâlib di bunuh
oleh Ibnu Muljam, ia menusuk Ali dengan pedangnya ketika Ali akan menunaikan shalat shubuh
di Masjid Kufah. Ali mengembuskan nafas terakhir setelah memegang tampuk pimpinan sebagai
khalifah selama kurang lebih empat tahun. Lihat Kafrawi Ridwan, dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol.
I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), cet. III, h. 111
15
Abul Hasan Ali Al Mawardi, Mutiara Akhlak Al-Karimah, terj: Adâb an-Nafs (Jakarta:
Pustaka Amani, 1993), h. 134.
24
16
“Ikatlah lisan-mu kecuali karena kebenaran yang akan kamu jelaskan atau
karena kebatilan yang akan kamu patahkan, atau karena hikmah yang akan kamu
sebar-luaskan atau karena kenikmatan yang akan kamu sebut-sebutkan”.
18
“Demi Allah yang tidak ada tuhan selain Dia. Tidak ada sesuatu yang lebih
membutuhkan penjara dari pada lisan" .
. ,
,
“Lisan seseorang ibarat singa dalam kandang, jika dilepas pasti menerkam.
Jagalah mulut dari ucapan kotor dan kendalikanlah, niscaya kendali itu akan
menjadi dinding dari segala perkataan”19
Muhammad bin Wasi‟ berkata bahwa menjaga lisan itu lebih berat
“Lidah Tidak Bertulang”, ia mengatakan bahwa lisan ibarat mata pedang tajam
16
Abul Hasan Ali Al Mawardi, Mutiara Akhlak Al Karimah, terj: Adâb an-Nafs (Jakarta:
Pustaka Amani, 1993), h. 136.
17
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibnu Mas‟ud ibnu Gafil ibnu Hubaib. Beliau
dilahirkan di Mekkah dan termasuk kelompok pertama yang masuk Islam. Abdullah Ibnu Mas‟ud
merupakan seorang sahabat Rasulullah dan juga seorang pelayan Rasulullah yang setia dan
dipercaya dalam memegang rahasia dan beliau selalu menemani Rasulullah dalam setiap
perjalanannya. Oleh sebab itu ia banyak sekali mengetahui hal-ihwal Rasulullah SAW. Lihat
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), 371.
18
Al-Ghazali, Mutiara Ihyâ’ ‘Ulûmuddîn. Penerjemah Irwan Kurniawan (Bandung:
Mizan, 1997), cet. I, h.235.
19
Imam al-Ghazali, Wasiat Imam al-Ghazali; Minhajul Abidin (Jakarta: Darul Ulum
press, 1986), h. 140-142
20
Said Hawwa, Induk Pensucian diri. Penerjemah Syed Ahmad Semait, dkk. (Singapura:
Pustaka Nasional, t.t.), h. 1172
25
yang siap menghujam ke mana saja ia mau. Karena lisan, walaupun kecil tapi ia
mampu menjangkau segala sesuatu, baik itu yang haq maupun yang bathil, yang
taat maupun yang maksiat, bahkan lisan-pun bisa mengubah seseorang dari iman
Abu Bakar as-Siddiq r.a21 pernah meletakkan batu pada mulutnya untuk
mencegah dirinya dari berbicara dan kemudian ia menunjuk pada lisan-nya seraya
manusia adalah lisan. Sungguh lisan itu merupakan alat perangkap setan yang
yang harus diberikan perhatian untuk menjaga lisan dari bahayanya. Dengan
berkenalan terhadap semua bahaya lisan, maka seseorang dapat menahan diri dari
hal-hal yang dapat menjermuskan seseorang ke dalam neraka hanya karena lisan
21
Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi. Beliau termasuk khalifah
pertama dari khulafâ’ ar-Râsyidîn dan juga sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan
termasuk orang-orang yang pertama masuk islam (as-Sâbiqûn al-Awwalûn). Gelar Abu Bakar
diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedangkan gelar as-
Siddiq yang berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia sering
kali membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama pada peristiwa
Isra‟ Mi‟raj. Lihat Kafrawi Ridwan, dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol. I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1994), cet. III, h. 37.
22
Said Hawwa, Mensucikan Jiwa; Konsep Tazkiyatun-Nafs terpadu. Penerjemah Aunur
Rafiq Shaleh Tamhid, Lc. (Jakarta: Robbani Press, 1999), cet.II, h. 469
23
Nama aslinya adalah Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Imam Abu Hamid al-
Ghazali, yang terkenal dengan gelar Hujjatul Islam. Beliau lahir di Thus sebuah tempat di
Khurasan (Iran), pada tahun 450 H/1058 M. Kitab beliau yang sangat popular dan terbesar ialah
kitab Ihya Ulumuddin dan Minhajul ‘Abidin sebuah kitab tasawuf. Pada tanggal 14 Jumadil Akhir
505 H, beliau wafat setelah beliau berwudhu dengan sempurna, kemudian berbaring, dan
meluruskan kakinya, lalu menghadap ke kiblat. Lihat Mahyudin Ibrohim, Nasehat 125 Ulama
Besar (Jakarta: Darul Ulum, 1987), cet. I, h. 188-192
24
Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), cet. II, h. 1
26
BAB III
Lisan adalah suatu anugerah Allah Swt, kenikmatan dari Allah Swt. dan
termasuk pula ciptaannya yang halus dan penuh dengan keajaiban. Lisan itu
bentuknya kecil, tetapi sangat besar manfaatnya. Besar ketaatannya kepada Allah
saat ini adalah menggunjing, menuduh, mengolok-olok, dusta, dan sumpah palsu.
terjadi saat ini. Selain itu juga, masih banyak orang-orang yang tidak mengetahui
dampak dari perbuatan kelima tersebut. Oleh sebab itu, pada bab ini penulis
A. Menggunjing
menggunjing, antara lain: “ ــــــــؽــزـــــتٝ ” dalam QS. al-Hujurât (49) ayat 12,
“ ” ٕـــــَّبصdalam QS. al-Qalam (68) ayat 11, dan “ ” َٕـــــــضحdalam QS. al-
1
Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm
(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 643, 904.
26
27
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-
sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat
lagi maha penyayang.”
Asbabun Nuzul
“Orang banyak menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salmân
perihal makan dan tidurnya Salmân al-Fârisî kepada orang banyak. Oleh
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”.
2
Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl
(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 204.
28
Asbabun Nuzul
kali Umayyah bin Khalaf melihat Rasulullah, maka ia selalu menghina dan
mencaci maki beliau. Maka Allah menurunkan ayat-ayat dalam surah ini
secara keseluruhan.3
Kata (ػــدةٝ) yaghtab terambil dari kata (ثخٛ )غــghîbah yang berasal dari
kata (ةٛ )غــghayb, yakni tidak hadir. Ghîbah adalah menyebut orang lain yang
tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh
Dalam kitab lisân al-„Arabi, ghîbah berasal dari kata “بةٞ ”اإلؼــزـــal-
menuturkan keburukan orang lain yang tidak disukai. Jika yang digunjingnya itu
memang benar adanya pada diri seseorang. Maka itulah ghîbah . Dan jika yang
digunjingnya itu tidak terdapat pada seseorang, maka itu disebut buhtân.5
3
Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl
(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 242.
4
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 13
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 256
5
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 10 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 152
6
Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabûri, Sahih Muslim (Beirut: Dâr
Ihyâ‟I al-Turâts al-„Arabi, t.t.), vol.4, hadis 2589, h. 201.
29
“Diceritakan dari Yahya ibn Ayub dan Qutaibah dan Ibn Hajar berkata
diceritakan dari Ismâ‟îl dari al-„Alâ‟ dari bapaknya dari Abu Hurairah,
sesungguhnya Rasulullah bersabda: Tahukah kalian apakah ghîbah itu ? para
sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu beliau
melanjutkan: yaitu kamu menceritakan saudaramu tentang hal yang tidak
disukainya. Kemudian seseorang bertanya: bagaimana pendapat tuan jika yang
aku ceritakan itu memang ada pada diri saudaraku yang aku ceritakan itu?. Beliau
menjawab: bila apa yang kamu ceritakan itu memang ada pada diri saudaramu,
maka kamu telah melakukan ghîbah terhadapnya. Dan apabila yang kamu
ceritakan itu tidak ada pada diri saudaramu, berarti kamu telah mengada-ada
tentangnya” (HR. Muslim)
Dalam hal ini perlu di garisbawahi pada ayat " ػــدة ثعـضنٌ ثعـضبٝ ( " ٗالDan
terang-terangan atau dengan isyarat, dan lain-lain yang bisa menyakiti hati
bertaubat kepada Allah Swt dan meminta maaf kepada orang yang
digunjingkannya.7
ini, yaitu dengan perumpamaan "َٓ٘زب فنشٓ ـرٝٔ ً ـٝأمو ىحٌ أخ ـٝ ُحـة أحذمٌ أٝ( "أAdakah
seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati?). Maka ada beberapa penekanan pada ayat ini untuk menggambarkan betapa
buruknya menggunjing.
Pertama, pada gaya pertanyaan yang dinamai istifhâm taqrîri yakni yang
membenarkan. Kedua, ayat ini menjadikan apa yang pada hakikatnya sangat tidak
7
Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, jilid 9 (Mesir: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 139
30
dimakan bukan sekedar daging manusia melainkan daging saudara sendiri. Dan
kelima, ayat ini menyatakan bahwa daging saudara tersebut dalam keadaan mati
menggunjing dengan kata “ ”ٕــَّــبصHammâz. Kata ini terambil dari kata “ ”اىَٖضal-
Hamzu yang artinya tekanan dan dorongan yang keras atau bisa juga diartikan
(bilangan), “ “ال ـ عـ يبal-„Aybu (aib, cacat, cela), “ “ال ع صرal-„Asaru (debu), dan
“ “ال غ ي بةal-Ghîbah.9
mendorong orang lain untuk mengucapkan secara halus tentang aib orang lain.
Dari sinilah kata tersebut dipahami dalam arti menggunjing, mengumpat, atau
dihadapan orang yang bersangkutan, atau dengan kata lain yang menunjukkan
bahwa kata ghîbah dan hammaz dapat diartikan juga sebagai menggunjing, karena
8
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 13
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 257
9
Ibnu Mandzûr, Lisân al-„Arabi, juz 15 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h.
132. Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
vol. 14 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 384
31
oleh lidah. Dengan kata lain, sinonim dari ghîbah adalah hammâz.
menggunjing dengan kata “ ”اىَٖضحhumazah. Kata ini adalah bentuk jamak dari
tekanan dan dorongan yang keras atau bisa juga diartikan mendorong/menusuk
dengan tangan atau tongkat. Sebagaimana kalimat “ِـــٞــبطّٞ ”َٕـََضَادُ اىشyang artinya
Mu‟minûn/23:97).
ejekan yang mengundang tawa atau bisa juga diartikan mengejek dengan
menggunakan isyarat mata atau tangan yang disertai dengan kata-kata yang
diejek. Dengan kata lain “ ”اىيَــَْضal-Lamzu bisa juga disebut dengan “بةٞ”اإلؼــزـــ
al-Ightiyâb 10
ghîbah adalah hammâz atau humazah. Namun pada ayat ini ada sedikit tambahan
humazah. Kata ini merupakan sebuah penekanan dari kata “ ”اىَٖضحhumazah atau
hammâz, yang bisa penulis katakan bahwa menggunjing tidak hanya dilakukan
10
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h.
326. Lihat juga: Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. I (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), cet. I, h. 278. Dan M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan
Keserasian al-Quran, vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 513
32
oleh lidah saja, tetapi dengan isyarat mata atau tangan atau meniru tingkah laku
tidak terbatas hanya dengan kata-kata saja, tetapi bisa juga dengan tulisan,
Perlu digarisbawahi bahwa maksud dari kata (ــوٝٗ) pada ayat 1 dalam QS.
kenistaan. Dalam kitab lisân al-„Arabi kata ini diartikan sebagai “ ”ميــَخ اىــعــزاة
kalimah al-„Adzab. Artinya kata ini bisa juga dijadikan ancaman bagi pengumpat
mendapatkan kecelakaan, kehinaan atau adzab dari Allah Swt. Sementara para
ulama berpendapat bahwa “wail” adalah salah satu nama di neraka dan bagi yang
11
Tim penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf, jilid I (Bandung: Angkasa,
2008), cet. I, h. 405. Lihat juga: Mawardi Labay El-Sulthani, Lidah Tidak Bertulang (Jakarta: Al-
Mawardi Prima, 2002), cet. I, h. 120-122.
12
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 15 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h.
422. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 511
33
mati.
kepada fitnah. Maka tidak heran jika banyak terjadi fitnah, perselisihan
“celakalah”.
5. Neraka “wail” yang apinya akan menjilat sampai ke hulu hati adalah
7. Salah satu cara untuk mendapat ampunan dari Allah adalah dengan
bertaubat.
34
B. Menuduh
al-Qur‟an al-Karîm dan dibantu juga dengan al-Quran digital versi 2.1. Penulis
menemukan dua bentuk kata buhtân dalam al-Quran, antara lain: kata “ ُ” ثـٖــزــب
dalam QS. al-Nûr (24) ayat 16 dan QS. al-Mumtahanah (60) ayat 12. Dan kata “
”ثـٖــزــبّبdalam QS. al-Nisâ‟ (4) ayat 20, 112, dan 156.13. Namun, penulis tidak
semua mencantumkan ayat-ayat di atas, karena ada beberapa ayat yang tidak
1. Menanggung Dosa Yang Nyata QS. al-Nisâ‟/4 Ayat 20 dan 112, QS. al-
Ahzab/33 Ayat 58
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa,
kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka
sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.”
(QS. al-Nisâ‟/4 Ayat 112)
13
Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm
(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 177.
14
Maksudnya Ialah: menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan isteri
yang baru. Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin, Namun
meminta kembali pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan. Lihat al-Quran digital versi 2.1
35
Kata ini terambil dari kata bahata, yabhutu, bahtan, dan buhtânan - ثٖزب-جٖذٝ - (ثٖذ
)ٗثٖزبّب. yang artinya mengherankan. Sama dengan kata dahsy ( )دٕــشdan kata
hayrah (شحٞ )حyang artinya tercengang dan heran. Kata buhtân (ُ )ثٖزبbisa juga
15
Perbuatan yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka itu Maksudnya
ialah Mengadakan pengakuan-pengakuan palsu mengenai hubungan antara pria dan wanita seperti
tuduhan berzina, tuduhan bahwa anak si Fulan bukan anak suaminya dan sebagainya. Lihat al-
Quran digital versi 2.1
36
heran.16 Tuduhan atau ucapan yang tidak benar akan menyebabkan yang dituduh
menjadi heran.17
lisân al-„Arabi mengatakan bahwa buhtân berarti al-bâtil alladzî yatahayyaru min
bohong. Beliau menguatkan pendapat itu dengan hadis mengenai ghîbah yang
Dalam QS. al-Nisa/4 ayat 112, kata )ئخٞ (خطkhathi‟ah biasa diartikan
kesalahan yang tidak disengaja, tetapi karena ayat di atas menggunakan kata
yaksib yang berarti melakukan, maka ini mengisyaratkan bahwa kesalahan yang
tidak disengaja itu dilakukan karena adanya kelalaian dan tanggung jawab
pelakunya. Namun, ada juga yang memahami kata khathi‟ah dalam arti dosa yang
tidak menyentuh orang lain, seperti meninggalkan kewajiban shalat atau puasa,
yang diambil dari kata “ٌ ”اإلصـal-Itsm yang berarti “ ”اىـزّـتal-Dzanbu, yaitu dosa
atau kesalahan. Namun kata ” ”إصَبitsman yang dimaksud pada ayat ini adalah dosa
16
Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. I (Jakarta: Lentera
Hati, 2007), cet. I, h. 148
17
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 367
18
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz I (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 514.
19
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz I (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 74.
Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 557.
37
yang berarti “ ”طيت اىشصقTalab al-Rizq (mencari rizki) atau bisa juga “ رصشّؾ
ghadib (marah). Namun yang dimaksud " "احزَي٘اihtamalû pada ayat ini adalah
mereka yang membebani diri mereka sendiri dengan suatu beban yang mestinya
1. Jika yang dimaksud dengan buhtân adalah berita bohong, maka kalimat di
yang dituduh.
2. Jika yang dimaksud dengan buhtân adalah sesuatu yang merupakan bahan
kemudian dia memungut anak dan menyatakan bahwa anak itu adalah
20
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t), h. 87.
Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 11
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 319.
21
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 3 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 331.
Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 11
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 319.
38
3. Jika kata buhtân diartikan sebagai kedurhakaan, maka makna ini bermakna
dengan kata itsmân mubinân dan „Adzhimân. Artinya Allah telah menetapkan
bahwa buhtân salah satu perbuatan dosa besar dan Allah telah mengancam bagi
hambanya yang suka menuduh dengan menanggung dosa yang besar pada hari
kiamat kelak.
1. Haram bagi seorang suami yang mengambil mahar dan harta lainnya
mendapatkan dua dosa. Yaitu, dosa atas kejahatannya dan dosa atas
22
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 14
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 177-178
39
b. Tidak mencuri.
c. Tidak berzina.
f. Tidak durhaka
C. Mengolok-olok
al-Qur‟an al-Karîm dan dibantu juga dengan al-Quran digital versi 2.1. Penulis
mencela, mulai dari fi‟il madi, fi‟il mudâri‟, fi‟il „amr, masdar, dan lain-lain.
Antara lain: Kata “ ُٗ ” رــســزــٖــضءterdapat dalam QS. al-Taubah (9) ayat 65. Kata
“ ـــســـزـــٖـــضئٝ ” terdapat dalam QS. al-Baqarah (2) ayat 15. Kata “ ُٗــســزــٖــضءٝ ”
terdapat dalam QS. al-An‟âm (6) ayat 5 dan 10, QS. Hûd (11) ayat 8, QS. Hijir
(15) ayat 11, QS. an-Nahl (16) ayat 34, QS. al-Anbiyâ‟ (21) ayat 41, QS. al-
Syu‟arâ‟ (26) ayat 6, QS. al-Rûm (30) ayat 10, QS. Yasîn (36) ayat 30, QS. al-
40
Zumar (39) ayat 48, QS. Ghâfir (40) ayat 83, QS. al-Zukhruf (43) ayat 7, QS. al-
Jâtsiyah (45) ayat 33, QS. al-Ahqâf (46) ayat 26. Kata “ ” إســـزـــٖـــضءٗاterdapat
dalam QS. al-Taubah (9) ayat 64. Kata “ ” اســـزـــٖـــضئterdapat dalam QS. al-
An‟âm (6) ayat 10, QS. al-Ra‟d (13) ayat 32, QS. al-Anbiyâ‟ (21) ayat 41. Kata “
ـــســـزـــٖـــضأٝ” terdapat dalam QS. al-Nisâ‟ (4) ayat 140. Kata “ ُٗ” ٍــســزــٖــضء
terdapat dalam QS. al-Baqarah (2) ayat 14. Kata “ ِــٝ ” اىَــســزــٖــضءterdapat
dalam QS. al-Hijir (15) ayat 95. Dan kata “ ”ٕــضٗاsendiri terdapat dalam QS. al-
Baqarah (2) ayat 67 dan 231, QS. al-Mâ‟idah (5) ayat 57, QS. al-Kahfi (18) ayat
56 dan 106, QS. al-Anbiyâ‟ (21) ayat 36, QS. al-Furqân (25) ayat 41, QS. Luqmân
karena banyak redaksi ayat yang mempunyai kesamaan makna maupun teks. Jadi
penulis mencantumkan hanya beberapa ayat saja yang kiranya bisa mewakili dari
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman,
mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka kembali
kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya Kami
sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok. Allah akan
23
Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm
(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.), h. 905-906.
24
Azharuddin Sahil, Indeks al-Quran; Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata Dalam
Al-Quran (Bandung: Mizan, 2007), cet. 1, h. 240
41
Asbabun Nuzul
marwân dan al-Sady al-Saghîr dari al-Kalbi dari Abi Sâlih dari Ibn
„Abbas, berkata bahwa ayat ini diturunkan berkaitan tentang „Abdullah bin
Ubay dan kawan-kawannya yang pada suatu hari di saat mereka bertemu
dengan beberapa sahabat Nabi SAW, „Abdullah bin Ubay berkata kepada
Abu Bakar sambil berkata. "Selamat penghulu Bani Taim dan Syaikhul
menjabat tangan Umar sambil berkata: "Selamat penghulu Bani Adi bin
Ka'b yang mendapat gelaran al-Fâruq, yang kuat memegang Agama Allah,
Kemudian ia menjabat tangan Ali bin Abi Thalib sambil berkata: "Selamat
tadi, jika kamu bertemu dengan mereka, berbuatlah seperti apa yang telah
Setibanya Kaum Muslimin (Abu Bakar, Umar dan Ali) kepada Nabi Saw.
“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan)
sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang
demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau
mempergunakan akal.”
4. Balasan (adzab) yang tak bisa dihindarkan dalam QS. al-An‟âm/6 Ayat 10
25
Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl
(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 7. Lihat juga: al-Quran digital versi 2.1
43
Asbabun Nuzul
Ibnu Mas‟ûd berkata, “Ketika turun ayat sedekah, kami memikul harta
satu sâ‟ dan mereka berkata, “sungguh Allah tidak memerlukan sedekah
26
Jalaluddin as-Suyuthi, Asbâb an-Nuzûl; Sebab Turunnya Ayat al-Quran, penerjemah
Tim Abdul Hayyie (Jakarta: Gema Insani, 2009), h. 295
44
Asbabun Nuzul
penyanyi. Setiap kali ia mendengar ada orang yang hendak masuk Islam,
minum serta nyanyikan lagu untuknya. Ini lebih baik dari apa yang
asing yang berisi kisah-kisah tentang Rustum dan Spandiar dari Persia.
untuk mendengarnya agar mereka berdalih dari alQuran. Dan kalau orang-
27
Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl
(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 172. Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-
Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 11 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h.
114
45
Asbabun Nuzul
laki memiliki dua atau tiga nama panggilan. Boleh jadi ia kemudian
berkualitas hasan.
Dalam riwayat lain dari Imam Ahmad yang juga dari Abu Jabirah
disebutkan, ayat ini turun berkenaan dengan kami, Bani Salamah. Pada
saat Nabi Saw. Sampai di Madinah, setiap laki-laki dari Bani Salamah
memiliki dua atau tiga nama panggilan. Suatu ketika, Nabi saw.
28
Jangan mencela dirimu sendiri Maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin
karena orang-orang mukmin itu seperti satu tubuh. Lihat al-Quran digital versi 2.1
29
Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti
panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan
sebagainya. Lihat al-Quran digital versi 2.1
46
ayat ini.30
Dalam kitab lisân al-„Arabi kata “ســزـٖـضءٝ” yastahzi‟u terbentuk dari kata
tertawaan orang, atau bisa juga diartikan perkataan pedas yang menyakitkan
hati.31
Dalam ayat lain juga terdapat dua kata yang berbeda namun mempunyai
arti yang sama, yaitu: kata “ ”اســزـــٖضئistuhzi‟a terbentuk dari kata “”رٖـضّأ–اسـزٖــضأ
huz‟ân, yang mengandung arti ejekan. Dan kata “ ”ســخـشٗاsakhirû terambil dari
mempunyai arti “ ٔ ضحنذ ٍْٔ ٗضحنذ ث, ”ٕـضئhuz‟u, dahiktu minhu wa dahiktu bih,
yaitu ejekan yang menjadi bahan tertawaan orang atau bisa juga diartikan ejekan
Maksud firman Allah Swt. Dalam QS. al-Baqarah/2 ayat 15, “….Allah
munafik, bahwa Allah sendiri yang akan membalas mereka setimpal dengan apa
yang mereka lakukan. Jika mereka memperolok-olok dengan berbagai sikap dan
30
Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl
(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 203.
31
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 15 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 84.
32
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 6 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 203.
Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 8
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 456.
47
tingkah, maka Allah pun akan mengambil tindakan yang serupa dengan
memperolok-olokan mereka. 33
Dalam hal ini perlu penulis garisbawahi, bahwa Allah akan membalas
Dalam QS. al-Nisa/4 ayat 140, terdapat kata )خ٘ض٘اٝ( yang berarti masuk
ke dalam sesuatu yang cair. Artinya seseorang yang terjerumus ke dalam ejekan
kebahagiaan itu selalu tertutup karena terhalang oleh pembicaraan yang tidak
menepuk air sungai, maka air tersebut tidak membelah. Air itu langsung menyatu
kembali tanpa ada kesempatan untuk membuat celahan atau belahan dari hasil
Kata “ ٌٖ( ”إّنٌ إرا ٍضيtentulah kamu serupa dengan mereka). Maksudnya,
33
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 1
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), cet. I, h. 110-111.
34
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 598.
48
ayat-ayat Allah atau tentang syari‟at Islam, maka ia termasuk ke dalam kelompok
mereka, karena telah rela mendengar kebatilan dan kekufuran yang mereka
menimpa, beberapa ulama tafsir ada yang memahaminya dalam arti “menjadi
kepastian” yang tidak bisa dihindarkan. Namun, ada juga yang memahaminya
dalam arti “meliputi”. Artinya apa yang menimpa mereka tidak hanya sentuhan
atau siksa yang mengenai bagian tertentu dari diri mereka atau hanya mengenai
sebagian dari mereka, tetapi siksa itu menimpa secara keseluruhan yang terlibat
dalam olok-olok dan tidak satupun yang dapat lolos dari siksa-Nya.36
kalimat murakkab yang terdiri dari dua kata, yaitu lahw yang berakar dari fi‟il
main, senda gurau, tidak berguna atau bisa juga diartikan sembarangan.
35
Muhammad Mutawali as-Sya‟râwi, Tafsîr as-Sya‟râwi, jilid 5 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,
t.t.), h. 2730-2731
36
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 4
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 27
37
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 3 dan 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.),
h. 75 dan 347. Lihat juga: Departemen agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang
disempurnakan), jilid 7 (Jakarta: Departemen agama RI, 2004), h. 537
49
“ ”اىيــَــض. Quraish Shihab mengutip dari Ibnu „Asyur, mengartikan dengan arti
ejekan yang langsung dihadapkan kepada yang diejek, baik dengan isyarat, bibir,
tangan atau kata-kata yang dipahami sebagai ejekan atau ancaman. Berbeda
dengan kata “ ”رــْبثضٗاtanâbazû (saling memberi gelar buruk) yang terbentuk dari
kata “ ”اىــْـّـجـزal-Nabzu (gelar buruk) dan diambil dari kata “ ”ّـجـزnabadza, yang
“ ّٜ األجسبً ٗاىَـعبٚنُ٘ ثبىفعو ٗاىق٘ه فٝ ,ذك أٍبٍلٝ ٍِ ”طشحل اىشــئ, yaitu melemparkan
sendiri.
b. Jangan mengejek orang lain, karena ejekan itu dapat mengundang yang
38
Departemen agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), jilid 7
(Jakarta: Departemen agama RI, 2004), h. 537
39
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 14 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 18-
19. Lihat juga: Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. I (Jakarta:
Lentera Hati, 2007), cet. I, h. 278. Lihat juga, M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan
dan Keserasian al-Quran, vol. 13 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 251-252.
50
mengejekmu.
orang-orang kafir
tidak mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini, maka penulis
perlu membatasi ayat-ayat dusta ini yakni lebih menitikberatkan pada ayat-ayat
yang berkenaan dengan balasan dari dusta itu sendiri, yang penulis ambil dari
buku indeks alquran40 dan dibantu juga dengan al-Quran digital versi 2.1 tentang
“Perhatikanlah, betapa mereka mengada-adakan dusta terhadap
Allah? dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi
mereka)”.
40
Azharuddin Sahil, Indeks al-Quran; Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata Dalam
Al-Quran (Bandung: Mizan, 2007), cet. 1, h. 178
52
Asbabun Nuzul
“....dan orang yang berkata, Saya akan menurunkan seperti apa yang
diturunkan Allah....." turun berkenaan dengan Abdullah bin Sa‟ad bin Abi
Sarh. Dia dahulu menulis surat kepada Nabi Saw., berisi ungkapan
“„Azîzun hakîm”, lalu Nabi Saw. membalas surahnya dan berisi ungkapan
berkata, “ya, sama saja”. Maka dia pun keluar dari Islam dan bergabung
41
Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl
(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 101.
53
3. Kekal Di Dalam Neraka dan Tidak Akan Masuk Surga Dalam QS. al-
A‟râf/7 Ayat 36, 40
namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan isi hati. Kata “ ”اىنــــزةal-Kadzib
artinya “ ”ضـذّاىـصّذقdiddu al-Sidq, yaitu tidak benar.42 Kata “ ”غــً ــسا دghamarât
yang diartikan sakarat al-maut atau al-Harb al-Maut adalah bentuk jamak dari
yang artinya “شٞ ”اىَــبء اىنـــضal-Mâ‟u al-Katsîr, yaitu banyak air, membanjiri, atau
ketiadaan ampun yang diberikan oleh para malaikat yang sedang mencabut nyawa
seorang pendusta. Hal ini menggambarkan betapa kasar dan kejamnya malaikat
42
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 12 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h. 50.
43
Ibnu Manzûr, Lisân al-„Arabi, juz 10 (Beirut: Dâr Ihyâ‟ al-Turâts al-„Arabi, t.t.), h.
116. Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran,
vol. 4 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 196-197.
55
dengan adanya Allah dan ke-Esaan-Nya, dan yang berhubungan dengan kenabian,
hari kiamat, hari kebangkitan dan lain-lainnya. Maka orang seperti inilah yang
tidak akan dibukakan pintu langit dan tidak akan masuk surga.44
diantaranya adalah tidak akan diterima amal mereka dan tidak akan sampai
kepada Allah. Bahkan bukan saja amal dan usahanya yang tidak sampai kepada
Allah, do‟a dan permintaan pun tidak akan sampai kepada Allah. M. Quraish
Shihab mengutip dari Thahir Ibn Âsyûr yang berpendapat bahwa kalimat abwâbas
sama‟ atau pintu-pintu langit ini hanya untuk mengisyaratkan bahwa mereka tidak
akan memperoleh aneka limpahan karunia ilahi yang bersifat ruhaniah atau
surga.
lubang jarum” dalam ayat tersebut, penulis berpendapat bahwa ini adalah sebuah
penekanan bahwa tidak akan dibukakan pintu langit dan tidak akan masuk surga
dalam lubang jarum tersebut. Kalimat ini juga berkaitan erat dengan ayat
sebelumnya, yaitu ayat QS. al-A‟râf {7} ayat 36, yang mengatakan bahwa
penghuni bagi orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt. adalah di neraka dan
44
Departemen agama RI, Al-Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), jilid 3
(Jakarta: Departemen agama RI, 2004), h. 413.
45
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 5
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 94.
56
ia kekal di dalamnya. Maka jelas ini adalah sebuah penekanan yang diumpamakan
)“ (ال جشً أُ ىٖــٌ اىـْــبسtiadalah diragukan bahwa nerakalah bagi mereka”.
Dalam QS. al-Nahl/16 ayat 62, maksudnya adalah tidak ada keraguan pada
selalu melemparkan segala hal yang tidak mereka senangi kepada Allah dan juga
Kata lâ jarama sendiri diambil dari kata jarim/orang yang melakukan kejahatan
dengan arti mujrim. Lâ jârimata berarti tidak ada salahnya menghukum mereka,
pelanggaran. Jadi, lâ jarama mempunyai dua arti, yaitu: mereka berhak mendapat
neraka, dan tidak ada salahnya juga memasukkan mereka ke dalam neraka sebagai
pada tempatnya. Zulum merupakan suatu perbuatan tercela, bahkan besar dan
kecilnya dosa ditentukan oleh besar kecilnya zulum. Semakin besar sasaran
Ada tiga penekanan pada ayat ini tentang keburukan kaum musyrikin.
46
Muhammad Mutawali as-Sya‟râwî, Tafsîr as-Sya‟râwî, jilid 9 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,
t.t.), h. 6234
57
Allah Swt.. Ketiga, kebohongan ini bukan kebohongan yang kecil tapi ()مــزثــب
1. Orang yang suka berdusta kepada Allah diancam dengan siksaan yang
menandingi al-Quran.
3. Pintu langit (amal, usaha, doa, dan rohnya) tidak dibukakan bagi
4. Allah akan menutup hati mereka untuk kebenaran dan mereka selalu
47
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 10
(Jakarta: Lentera Hati, 2002) , cet. I, h. 543.
58
E. Sumpah Palsu
mengarah kepada maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini, maka penulis perlu
membatasi ayat-ayat sumpah ini yakni lebih menitikberatkan pada ayat-ayat yang
berkenaan dengan dampak sumpah palsu, yang penulis ambil dari buku indeks
alquran48 dan dibantu juga dengan al-Quran digital versi 2.1 tentang ayat-ayat
1. Tidak akan dilihat oleh Allah Swt. dalam QS. ali „Imrân/3 Ayat 77
Asbabun Nuzul
berkaitan dengan Huyai bin Akhtab, Ka‟ab ibn al-Asyraf, dan orang-orang
48
Azharuddin Sahil, Indeks al-Quran; Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata Dalam
Al-Quran (Bandung: Mizan, 2007), cet. 1, h. 425-426.
59
Allah. Lalu mereka mengubahnya dan bersumpah bahwa itu adalah dari
Allah.49
2. Membinasakan Diri Sendiri dan Allah yang menjadi saksi atas sumpah
seseorang Dalam QS. at-Taubah/9 Ayat 42, 107
49
Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl
(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 47.
50
Maksudnya mereka akan binasa disebabkan sumpah mereka yang palsu. Lihat al-
Quran digital versi 2.1
51
Yang dimaksudkan dengan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak
dahulu ialah seorang pendeta Nasrani bernama Abu 'Amir, yang mereka tunggu-tunggu
kedatangannya dari Syiria untuk bersembahyang di masjid yang mereka dirikan itu, serta
membawa tentara Romawi yang akan memerangi kaum muslimin. akan tetapi kedatangan Abu
'Amir ini tidak Jadi karena ia mati di Syiria. dan masjid yang didirikan kaum munafik itu
diruntuhkan atas perintah Rasulullah s.a.w. berkenaan dengan wahyu yang diterimanya sesudah
kembali dari perang Tabuk. Lihat al-Quran digital versi 2.1.
60
Asbabun Nuzul
Ayat 107 ini diturunkan kepada Bani Ghunum bin Auf dari suku
Khazaj yang membangun masjid dhirar atas perintah pendeta Abu Amir
sebagai ungkapan rasa dengki kepada Bani Amru bin Auf dari suku „Aus
yang telah membangun masjid Quba. Mereka meminta Nabi Saw. untuk
meminta maaf tidak bisa shalat di sana sampai sekembalinya beliau dari
perang tabuk. Maka kemudian ayat ini turun kepada beliau yang
itu. 52
Pada kata “ ”ثــعــٖــذ اهللjanji dengan Allah dalam QS. ali Imran/3 ayat 77,
mempunyai dua kemungkinan. Pertama, janji fitrah. Kedua, janji yang diberikan
kepada ahli kitab, yaitu mereka mengetahui kedatangan Nabi Saw dan akan
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil Perjanjian dari Para nabi:
"Sungguh, apa saja yang aku berikan kepadamu berupa kitab dan Hikmah
kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada
padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan
menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima
52
Jalâluddin „Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl
(al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.), h. 242. Lihat juga: Wahbah Zuhaili, dkk.
Ensiklopedia Al-Qur‟an. Penerjemah; Tim Kuwais (Jakarta: Gema Insani, 2007), cet. I, h. 205.
53
Muhammad Mutawali as-Sya‟râwî, Tafsîr as-Sya‟râwî, jilid 3 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,
t.t.), h. 1553
61
Jadi, sifat dusta dilekatkan pada diri mereka ketika menyatakan beriman,
lalu keimanan mereka ditukar dengan makanan dan pakaian. Perbuatan ini berarti
mereka telah meninggalkan janji Allah. Karena itu Allah berfirman, “mereka itu
tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata
dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak
Kata ( )أٗىـئلini kembali kepada kalimat (... ُٗشـزشٝ ِـٝ)إُ اىز, artinya ayat ini
ditujukan tidak hanya kepada mereka yang membeli ayat-ayat Allah Swt., namun
juga berlaku untuk mereka yang menyatakan keimanan kepada Rasul Saw
kemudian mengingkarinya. Dan ayat ini berlaku juga bagi seluruh manusia di
setiap waktu.54
Maksud dari kalimat “dan Allah tidak akan berkata-berkata dengan mereka
dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat” adalah bahwa Allah
tidak akan memperdulikan mereka, dan Allah menjauhkan mereka dari rahmat
padahal perbuatan ini hanya mencelakakan diri mereka sendiri, yaitu secara tidak
54
Muhammad Mutawali as-Sya‟râwî, Tafsîr as-Sya‟râwî, jilid 3 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,
t.t.), h. 1554
55
Muhammad Mutawali as-Sya‟râwî, Tafsîr as-Sya‟râwî, jilid 3 (Kairo: Akhbâr al-Yaum,
t.t.), h. 1554
62
langsung mereka telah memasukkan diri sendiri dalam kebinasaan. Sumpah palsu
56
mendapatkan murka dari Allah Swt dan mendapatkan siksa yang berat.
3. Ada empat hukuman yang diberikan Allah Swt. kepada orang yang
56
„Abdullâh Muhammad ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Matan al-Bukhârî Masykûl, jilid 4
(Beirut: Dâr al-Fikr, t.t), h.186
63
BAB IV
A. Metode Pencegahan
dan ayat-ayat yang berkaitan dengan bahaya lisan. Sedangkan dalam bab ini
penulis menjelaskan tentang hal yang mendasar dan sangat penting dalam upaya
mencegah atau mengobati penyakit ini serta manfaatnya dalam al-Quran dan
hadis.
Al-Qur‟an adalah obat penawar atas segala penyakit, baik yang ada pada
dada manusia maupun yang ada pada lisan manusia. Sebagaimana firman Allah
“Dan kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Isra‟/17: 72)
penyakit lisan. Dan ini juga bisa dijadikan sebagai pengobatan dalam Islam untuk
1. Membaca al-Quran
“Dan kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Isra‟/17: 72)
63
64
Nya Shallallahu „alaihi wa sallam yaitu Al-Qur`an yang tidak terdapat kebatilan di
dalamnya baik dari sisi depan maupun belakang yang diturunkan dari Yang Maha
penyembuh dan rahmat bagi kaum mukminin, yaitu menghilangkan segala hal
mendorong untuk melakukan kebaikan. Hal ini tidaklah didapatkan kecuali oleh
seperti ini Al-Qur`an akan menjadi penyembuh dan rahmat. Adapun orang kafir
bertambah baginya melainkan semakin jauh dan semakin kufur. Sebab ini ada
pada orang kafir itu sendiri, bukan pada Al-Qur`annya. Seperti firman Allah Swt,
...
“... “Katakanlah, Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-
orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada
sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah
(seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (QS, fussilat/41: 44 )
Allah. Dalam hal ini para ulama sepakat, bahwa hukum membaca Al-Qur‟an
adalah wajib ‘ain. Artinya setiap individu yang mengaku dirinya muslim harus
mampu baca Al-Qur‟an dengan baik dan benar. Kalau tidak, maka ia berdosa.
65
Shalat malam atau yang biasa disebut dengan shalat tahajud adalah shalat
yang diwajibkan kepada Nabi SAW sebelum turun perintah shalat wajib lima
dilaksanakan karena dengan mengerjakan shalat ini seseorang dapat terjaga dari
setiap bahaya yang ada. Ada sembilan keutamaan shalat malam bila dikerjakan
3. Dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh semua
manusia.
hikmah.
1
http://tahajudcallmq.wordpress.com/2007/08/20/“-keutamaan-shalat-tahajud-”/. Di
akses pada tanggal 27 Desember 2011
66
bahaya lisan adalah dalam pergaulan. Teman yang soleh akan membawa kepada
“Perumpamaan teman yang soleh dan teman yang buruk adalah ibarat penjual
minyak wangi dan peniup tungku. Penjual minyak wangi bisa memberimu tanpa
kita harus membeli, atau (paling tidak) engkau akan mendapatkan bau harum
darinya. Sedangkan peniup tungku bisa membakar pakaianmu atau engkau akan
kebaikan, tata krama, akhlak mulia, wara‟, berilmu, dan mempunyai sopan santun.
Sebaliknya, hadits ini melarang kita bergaul dengan pelaku kejahatan, pembuat
bid„ah, suka menggunjing, berbuat dosa, dan sikap tidak terpuji lainnya.”2
Berteman dengan seorang yang soleh seperti para ulama, ahli ibadah, ahli
dzikir dan yang lainnya, maka akan mendapatkan hal yang positif. Misalnya
ketika berteman dengan orang yang senang mengunjungi majlis dzikir, maka
2
http://syafiiakrom.wordpress.com/2009/06/18/bergaul-dengan-orang-orang-soleh/. Di
akses pada tanggal 27 Desember 2011.
67
otomatis akan ikut senang mendatangi majlis dzikir, berteman dengan orang yang
selalu berbicara baik, sopan dan lisannya penuh dengan kalimat thoyibah, maka
secara perlahan sifat tersebut akan menempel kepada temannya yang selalu
bergaul dengannya.
itu, sangat penting sekali mencari lingkungan yang baik dan mencari sahabat atau
teman dekat yang semangat dalam menjalankan agama sehingga kita pun bisa
tertular aroma kebaikannya. Jika lingkungan atau teman kita adalah baik, maka
ketika kita keliru, ada yang selalu menasehati dan menyemangati kepada
kebaikan.
4. Melakukan puasa
“... laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan
yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-
laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah
menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. al-Ahzâb/33:
35)
Islam yang agung. Allah Swt telah memberitahukan bahwa umat-umat terdahulu
tidak pernah terlepas dari puasa tersebut, sebab puasa dapat mendidik akhlak,
menyucikan jiwa dan mendidik kesabaran. Maka inilah alasan penulis untuk
68
mencantumkan puasa sebagai metode untuk mencegah dari bahaya lisan. Ada
1. Puasa merupakan salah satu sebab turunnya ampunan dan curahan pahala
2. Puasa merupakan salah satu sebab untuk menyelamatkan diri dari siksaan
api neraka
di dunia ketika dia berbuka/berhari raya dan di akherat ketika dia berjumpa
5. Dzikir
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” (QS. al-Ra‟d/13: 28)
3
http://abumushlih.com/keutamaan-puasa.html/
4
Abî „Abdillâh Muhammad ibn Yazîd al-Qazwaynî, Sunan Ibn Mâjah, kitâb al-Futun,
bâb kaf al-Lisân fi al-Fitnah, no. 3971, juz ke-II (Beirut:Dâr al-Fikr, 1995), h. 487.
69
Makhzûmî berkata diceritakan dari ummu Salih dari Sofiyyah binti Syaibah dari
Ummu Habibah istri Nabi Saw dari Nabi Saw bersabda: Setiap perkataan bani
Adam akan membahayakan dirinya sendiri, tidak ada yang bermanfaat baginya
kecuali menyeru kepada kebaikan, melarang yang mungkar atau berdzkir kepada
Allah Swt. (HR. Ibnu Mâjah)
Barang siapa yang mampu melakukan salah satu dari kelima tekhnik
point, namun di sini penulis hanya membatasi enam point dan ditambah dengan
1. Penyadaran
mengamalkannya dengan baik dan benar. Maka manusia akan jauh dari
bahaya lisan.
pada setiap diri manusia agar perubahan itu dapat tercapai. Dengan adanya
kesadaran yang dimiliki setiap individu, maka akan sangat mudah untuk
5
Mujib dan Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Pers,
2001), h. 218
6
Syahminan Zaini, Penyakit Rohani dan Penyebabnya (Surabaya: al-Ikhlas, 1990), cet.
II, h. 125-142.
70
manusia ke dalam perbuatan yang buruk, baik yang dilakukan oleh lisan
ataupun hati. Oleh karena itu kewaspadaan harus selalu ada disetiap saat.
3. Tobat
memiliki rohani dan jasmani yang bersih dari segala dosa-dosanya dan
71
amal saleh. Karena dengan amal saleh semua penyakit yang disebabkan
lisan dapat dicegah dengan baik. Dan dengan perbuatan amal saleh juga
buruk.
7
Abî „Abdillâh Muhammad ibn Yazîd al-Qazwaynî, Sunan Ibn Mâjah, kitâb al-Zuhud,
bâb dzikr al-Taubah, no. 4251, juz ke-II (Beirut:Dâr al-Fikr, 1995), h. 577.
72
Dalam Islam banyak sekali yang bisa dijadikan sebagai amal soleh,
shalat malam, puasa, dzikir, dan masih banyak lagi amal soleh yang masih
5. Berdoa
manusia untuk selalu berdoa kepada sang pencipta, karena doa merupakan
Namun diterima atau tidaknya sebuah doa itu ada pada kekuasaan
6. Sabar
gejolak hawa nafsu setan agar tidak terjerumus oleh bujuk rayu setan yang
yang berbunyi,
73
a. Qaulan Karima
lain.
b. Qaulan Sadida
c. Qaulan Ma’rufa
8. Memperbanyak Diam
8
Mawardi Labay El-sulthani, Bahaya Provokasi Lidah Tidak Bertulang; Pahit dan
Manisnya Dunia Karena Lidah (Jakarta: al-Mawardi Prima, 2002), cet. I, h. 35-48
74
orang lain.
pencatat amal.
7. Diam menutup aib yang berbicara, karena diam itu perhiasan untuk
orang alim dan merupakan penutup aib bagi orang yang bodoh.10
9
Abî „Abdillâh Muhammad ibn Yazîd al-Qazwaynî, Sunan Ibn Mâjah, kitâb al-Futun,
bâb kaf al-Lisân fi al-Fitnah, no. 3971, juz ke-II (Beirut:Dâr al-Fikr, 1995), h. 486.
10
Erwan Juhara, Suhairi Es-Shabar, Manajemen Lisân; Sarana Keselamatan Dunia-
Akhirat (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2005), cet. II, h. 11
75
adalah mulut. Maka menurut al-Ghazali ada lima hal yang harus diperhatikan:
badan anak Adam pada setiap pagi sepadan kepada lisan agar berlaku
baik, maka kamipun akan berbuat baik. Dan jika engkau berlaku jahat,
bermanfaat.
amal saleh. Jika lisan tak terkendali, maka ia akan cenderung membuat
11
Imam al-Ghazali, Wasiat Imam Ghazali minhajul Abidin (Jakarta: Darul Ulum Press,
1986), h. 140-142
76
hati dan lisan, maka kata-kata yang baik dapat bermanfaat untuk mendorong
semuanya itu merupakan upaya untuk mencegah adanya penyakit lisan pada diri
Sebab perkataan yang baik dan perilaku yang baik dapat mencegah,
menghapus, menghilangkan dan mengobati perilaku yang buruk. Upaya seperti ini
dapat menjadikan jiwa manusia suci, bersih dan fitri sebagaimana ia baru
selama ini sudah menjadi hal yang wajar dikalangan masyarakat. Semoga penulis
dan para pembaca dapat mempraktekkan metode ini dengan baik dan benar
Zaini,12 ada empat point tentang manfaat menjaga lisan. Namun, penulis juga
adalah:
13
14
12
Syahminan Zaini, Penyakit Rohani dan Penyebabnya (Surabaya: al-Ikhlas, 1990), cet.
II, h. 125-142.
13
Abî „Abdillah Muhammad ibn Ismâ‟îl al-Bukhârî, Sahih al-Bukhârî bi Hâsyah al-
Sanadî, Kitâb al-Îmân, bâb Ay‟ al-Islâm afdal, juz I (T.tp:Dâr Nahr al-Nayl, t.t.), h. 11.
14
Abî Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn „Ali al-Baihaqî, Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ, bab
Bayâni Makârim al-Akhlaq, Juz. 8 (Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.) h. 166.
78
penyakit rohani.
setan. Orang-orang yang sudah menjauh dari penyakit lisan, maka tidak
a. bencana yang datangnya dari Allah Swt. atau alam. Seperti, gempa
kemukakan pada skripsi ini. Semoga ini menjadi rujukan bagi penulis khususnya
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Semua bahaya lisan dalam al-Qur’an ialah sifat yang sangat dibenci Allah
Swt. dalam hal apapun, karena dapat merusak akhlak seseorang dan orang
lain.
B. Saran-Saran
penulisan yang baik dan sesuai dengan standarisasi yang ideal. Tetapi mengingat
waktu yang terus berjalan dan tuntutan yang terus meningkat, maka inilah tulisan
penulis yang sederhana dan yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
hanya kritik dan saran dari para pembacalah yang akan menilai kapasitas
penulisan ini.
80
81
penelitian mengenai bahaya lisan, oleh karena itu saran penulis kepada para
intelektual muslim agar melakukan penelitian lebih lanjut lagi terhadap bahaya
lisan, karena bahaya lisan tidak hanya yang terdapat pada penulisan ini saja, masih
banyak bahaya-bahaya lisan yang belum dikaji. Oleh karena itu, demi
bahaya lisan. Terakhir semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sedikit
DAFTAR PUSTAKA
al-Baihaqî, Abî Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali. Sunan al-Baihaqî al-Kubrâ,
Juz. 10, 8. Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.
El-sulthani, Mawardi Labay. Bahaya Provokasi Lidah Tidak Bertulang; Pahit dan
Manisnya Dunia Karena Lidah. Jakarta: al-Mawardi Prima, 2002.
--------, Wasiat Imam al-Ghazali; Minhajul Abidin. Jakarta: Darul Ulum press,
1986.
Hawwa, Said. Induk Pensucian diri. Penerjemah Syed Ahmad Semait, dkk.
Singapura: Pustaka Nasional, t.t.
Hidayah, Siti. "Akhlak Dalam Perspektif Al-Quran (Studi Analisis QS. Al-A’raf/7:
199-202)." Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif
hidayatullah Jakarta, 2009.
Ibrohim, Mahyudin. Nasehat 125 Ulama Besar. Jakarta: Darul Ulum, 1987.
W82
83
Jaarullah, Abdullah bin. Awas! Bahaya Lisan. Penerjemah Abu Haidar, Abu
Fahmi. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Manzûr, Ibnu. Lisân al-‘Arabi, Juz 1, 2, 3, 6, 10, 12, 14, 15. Beirut: Dâr Ihyâ’ al-
Turâts al-‘Arabi, t.t.
al-Mawardi, Abul Hasan Ali. Mutiara Akhlak Al-Karimah. Terjemahan Adâb an-
Nafs. Jakarta: Pustaka Amani, 1993.
Muhammad, Ahsin Sakho, dkk., ed. Tematis Ensiklopedi Al-Quran, Jilid III.
Terjemah al-Mausu’ah al-Qur’âniyah. Jakarta: PT. Kharisma Ilmu, t.t.
al-Naisabûri, Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi. Sahih Muslim. Beirut:
Dâr Ihyâ’I al-Turâts al-‘Arabi, t.t.
Nawawi, Mahyuddin Abî Zakariâ Yahya ibn Syarf al-Nawawi. Riyâdhus Shalihin,
bâb Tarjim al-Ghibah wa al-‘Amru Bihafidz. Juz II.
al-Qahthani, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf. Bahaya Lidah; Penyakit Lisan dan
Terapinya. Penerjemah Eko Haryono, Aris Munandar. Jogjakarta: Media
Hidayah, 2003.
al-Qazwaynî, Abî ‘Abdillâh Muhammad ibn Yazîd. Sunan Ibn Mâjah. Beirut:Dâr
al-Fikr, 1995.
Ridwan, Kafrawi, dkk., ed. Ensiklopedi Islam, Vol. I. Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1994.
--------. Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, Vol. II. Jakarta: Lentera Hati,
2007.
Sahil, Azharuddin. Indeks al-Quran; Panduan Mudah Mencari Ayat dan Kata
Dalam Al-Quran. Bandung: Mizan, 2007.
al-Suyûti, Jalâluddin ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar. Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-
Nuzûl. al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t.
Ulfah, Eneng Maria. "Etika Menjaga Lisan Dalam al-Quran; Kajian Terhadap
QS. An-Nisâ ayat 114 dan QS. Al-Hujurat ayat 12." Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah
http://www.anneahira.com/anatomi-lidah.htm.
http://id.wikipedia.org/wiki/Lidah.
http://endahngawi.blogspot.com/2010/08/urgensi-akhlak-lisan.html.
http://firmanazka.blogspot.com/2010/07/bahaya-lisan-terhadap-ghibah
hukum.html.