Anda di halaman 1dari 3

NAMA : NANDA AULIA NUR FEBRIANA

NIM : 2202108031

FAKULTAS/PRODI : FKIP/PBSI

KRITIK SASTRA FEMINIS

 Pengertian
Secara etimologis kritik berasal dari kata "krites" (bahasa Yunani) yang digunakan secara
bertukartukar untuk menyebut hakim karya sastra. Kata kerjanya adalah "krinein"
(menghakimi) istilah selalu berkembang sepanjang sejarahnya. Meskipun ada perbedaan
di antara masing-masing pengertian, yaitu berkaitan dengan tindakan menghakimi
(menilai baik buruk atau bermutu seni tidaknya) karya sastra. Dapat dikatakan bahwa
semua diderivasikan (diturunkan) dari pengergian etimologisnya. Ketika kita mengritik
sebuah karya sastra, maka ketiga aktivitas itu tidak dapat dipisah-pisahkan. Dikenal
adanya istilah apresiasi (apreciation) berasal dari bahasa Inggris, yang berarti
"penghargaan". Mungkin muncul kritik sastra feminis berhubungan erat dengan muncul
dan berkembangnya pemikiran dan gerakan feminisme di masyarakat. Perbedaan lain
dari kedua asosiasi tersebut menurut Tong (2006: 33–34) adalah bahwa hakhak
perempuan Amerika terpecah menjadi dua. Lucy Stone mendirikan American Women's
Suffrage Association yang tidak diperhatikan oleh Susan B. Antony dan Elizabeth Cady
Stanton. Feminisme posmodern, seperti semua posmodernis, berusaha menghindari setiap
tindakan yang akan mengembalikan. Oleh karena itu, juga dikenal feminisme
poskolonialisme (Lewis and Mills, 1991) atau feminisme dunia ketiga (third world
feminism). Apa yang dikemukakan d'Eaubonne tersebut kemudian didukung oleh Karen
J. Wareen (via Tong, 2006: 366) yang menyatakan empat hal sebagai berikut. Pemecahan
masalah ekologi harus menyertakan perspektif feminis. Munculnya gagasan dan kajian
tersebut sesuai dengan semangat teologi feminisme Islam yang menjamin keberpihakan
Islam. Beberapa tokoh feminis muslim antara lain Riffat Hassan, Fatima Mernissi, Nawal
Sadawi (Mesir), Zakiah Adam, dan Zainah Anwar (Malaysia).

 Kritik sastra feminis yang dibentuk oleh laki-laki meneliti perempuan sebagai suatu
perkumpulan, serta perkembangan dan peraturan tradisi. Humm (1986) memfokuskan
kajian pada adalah citra, pengabaian dan kesalahpahaman tentang pereMPuan dalam
kritik sebelumnya. Oleh karena itu, perempuan seharusnya menganggap bahwa konsep
kecemburuan terhadap penis merupakan contoh transparan dari egoisme laki-laki. Kritik
sastra feminis tidak dapat dipisahkan dari pemikiran feminisme yang pada awalnya
muncul di Amerika Serikat. Feminisme juga mengalami perkembangan dan penyebaran
ke berbagai negara di penjuru dunia
 .Cara kerja kritik sastra feminis yang akan dianalisis, misalnya berhubungan dengan
kepenulisan mengenai tokoh-tokoh perempuan. Melakukan kajian pustaka untuk
memahami sejumlah teori dan Aplikasinya dalam Sastra Indonesia. Penelitian ini akan
mengungkapkan bagaimana ideologi kesetaraan yang diusung oleh novel-novel tersebut
dipandang sebagai. Mestika (Hamidah, 1935), Layar Terkembang (Alisyabana, 1936),
Belenggu (Pane, 1940), Widyawati (Purbani, 1948) yang memarginalkan perempuan di
bidang pendidikan. Maka perhatian terhadap kesetaraan gender sebagai salah satu
wilayah yang terepresentasikan dalam novel-novel Indonesia.

Mereka juga mendapatkan kritik tajam yang berusaha memarginalkan mereka,


yang menunjukkan masih dominannya kultur patriarkat dalam masyarakat kita. Karena
tidak sesuai dengan semangat ajaran Islam yang menekankan keadilan dan kesetaraan
gender, maka konstruksi gender tersebut dilawan oleh tokoh Kejora dengan selalu
mengkritisi dan menunjukkan prestasinya sehingga dapat mencapai kesetaraan gender.
Main-Main , termasuk dalam konteks latar belakang sosial-historis masyarakatnya.
Penggambaran fenomena seks melekat pada unsur tokoh, yaitu dalam bentuk perilaku
tokoh, pikiran tokoh, monolog tokoh, hasrat seks tokoh yang disampaikan melalui e-mail,
serta kenangan tokoh. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena seks merupakan hal yang
dialami dan dirasakan oleh para tokoh, khususnya perempuan dalam novel yang dikaji.
Hal ini karena pelaksanaan poligami dilatarbelakangi oleh alasan yang cenderung
melemahkan seorang istri, misalnya karena istri tidak dapat memberikan keturunan atau
karena sakit yang tidak dapat disembuhkan, seperti dikemukakan dalam Undang-undang
Perkawinan di Indonesia. Dengan menggunakan perspektif feminisme beberapa novel
yang ditulis oleh pengarang perempuan tampak cenderung mengritisi poligami yang
dilakukan oleh para tokoh dalam novelnya.

Pilihan terhadap ragam pemikiran feminisme yang akan digunakan sebagai


landasan dalam melakukan kerja analisis dan kritik terhadap suatu karya pada dasarnya
harus mendasarkan pada karakteristik karya itu sendiri. Novel Geni Jora, dengan cerita
dan konteks sosial budaya masyarakat Islam di Jawa mengarahkan pada pilihan
feminisme Islam untuk memahaminya. Demikian juga novel Salah Asuhan, yang cerita
dan konteks sosial historis dan budayanya masa komolian Belanda di Indonesia
mengarahkan pada pilihan feminisme Dunia Ketiga. Pada pembahasan di atas tampak
adanya hubungan antara aktivitas para perempuan yang digambarkan dalam novel
Indonesia dengan realitas sosial historis yang terjadi dalam masyarakat, khususnya yang
berhubungan dengan sejarah perjuangan perempuan melalui berbagai organisasi
perempuan pada awal1920–1930-an.
Indonesia tidak hanya terjadi dalam realitas sosial historis, tetapi juga
digambarkan dalam realitas simbolis, pada novel-novel yang ditulis pada masa tersebut.
Dalam hal ini novel yang terbit pada saat itu ikut merepresentasikan gerakan feminisme,
terutama masa masa sebelum kemerdekaan. Pada novel Canting telah ditunjukkan bahwa
kaum perempuan juga memiliki kemampuan untuk mandiri secara ekonomi dan
memenuhi keperluan rumah tangganya. Peran perempuan pun tidak semata-mata hanya
mengatur rumah tangga, tetapi juga berperan di masyarakat, termasuk dalam bidang
ekonomi.Dalam perspektif feminis gambaran tersebut menunjukkan adanya perlawanan
terhadap kuasa patriarkat yang membatasi partisipasi perempuan di sektor publik, serta
belenggu kebebasan perempuan dalam menjalani kehidupan dan perannya di sektor
domestik maupun publik dalam novel-novel Indonesia yang dikaji.Kawin paksa dalam
novel-novel yang dikaji menunjukkan adanya kekuasaan patriakat yang membelengu
kaum perempuan.Oleh karena itu, novel-novel tersebut melakukan kritik terhadap tradisi
itu.

Anda mungkin juga menyukai