Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan

Pasien Efusi Pleura

OLEH:

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI

2017
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
a. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan pada pleura yang terletak di antara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif & Kusuma, 2015, hal.
212)
efusi pleura adalah penumpukan cairan pada rongga pleura. cairan pleura
normalnya terusmenurus merembes ke dalam rongga dada dari kapiler-kapiler yang
membatasi pleura parietalis dan diserap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik pleura
viser alis. (Black & Hwaks, 2014, hal. 353)
Kesimpulan dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan efusi pleura adalah
penumpukan cairan dalam rongga diafragma dari kapiler-kapiler yang membatasi
pleura parietalis dan di serap ulang oleh kapiler dan sistem limfatik pleuraviseralis
b. Etiologie efusi pleura
Kelainan pada pleura hamper selalu merupakan kelainan sekunder. Kelian primer
pada pleura hanyaada 2 macam, yaitu:
1) Infeksi kuman primer intra pleura
2) Tumor primer pleura (Somantri, 2012, p. 106)
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk,cairan pleura di bagi menjadi
transudat,eksudat,hemoragi.
1) Transudat dapat di sebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindrom nefkrotik, asites (oleh karna sirosis hepatis), sindrom fena kava
superior, tumor, dan sindrom meigs.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infrak paru, radiasi, dan
penyakit kolagen
3) Efusi hemoragi dapat di sebabkan oleh adanya tumor, trauma, infrak paru, dan
tuberculosis. (Muttaqin, 2012, p. 126):
c. Manifetasi
1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karna pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak nafas.
2) Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subvebril (tuberkulosisi). Banyak
kringat, batuk, banyak riak
3) Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleura yang sangat siknifikan.
4) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karna
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernafasan, fremitus melemah (raba dan fokal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
5) Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani di
bagian atas garis ellis domiseu. Segitiga grocco-rochfusz, yaitu daerah pekak
karna cairan mendorong mediastinum ke sisi lain pada auskulasi daerah ini
didapati faskuler melemah dengan ronki
6) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 113)
d. Patofisiologi
Normalnya hanya tedapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan
di rongga tetap, karna adanya tekanan hedrostatis pleura parietalis sebesar 9cm H2o.
akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotic koloid menurun
(misalnya pada penderita hipoalbumenemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler
akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya hidrostatis akibat
kegagalan jantung) dan tekanan negative intra pleura apabila terjadi atelektsis paru.
(Muttaqin, 2012, p. 126)

Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas dalam
kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat
beberapa proses yang meliputi. (Muttaqin, 2012, p. 127)
a. Adanya hambatan drenase limfatik dari rongga pleura.
b. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan
periver menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan kedalam rongga pleura
c. Menurunya tekanan koloid osmotic plasma juga memungkinkan terjadinya
transudesi cairan yang berlebihan
d. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada
permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecanya
membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan kedalam rongga secara cepat (Muttaqin, 2012, p. 127)
Pathways Peradangan pleura
 Gagal jantung kiri
 Obstruksi vena cava Permabel membran Cairan protein dari getah
superior kapiler meningkat bening masuk rongga pleura
 Asites pada sirosis hati
 Dialisis peritonial
 Obstruksi frakturs  Peningkatan tekanan
urinarius kapiler Konsentrasi protein cairan
sistematik/pulmonal pleura meningkat
 Penurunan tekanan koloid
osmotik & pleura
Terdapat jaringan nekrotik Eksudat
 Penurunan tekanan intra
pada septa
pleura

Kongesti pada pembuluh limfe

Gangguan tekanan kapiler


hidrostatik koloid osmotik
Reabsorbi cairan terganggu
intrapleura

Transudat

Gangguan pertukaran Penupukan cairan pada


gas rongga pleura

Ekspansi paru Penekanan pada abdomen Drainase

Sesak nafas Anoreksia Resiko tinggi terhadap


tindakan drainase dada
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari Resiko infeksi
kebutuhan tubuh

Ketidak kefektifan pola Insufisiensi oksigenasi


napas

Gangguan metabolisme
O2 Suplai O2

Energi berkurang Jalan nafas tidak efektif


(Nurarif & Kusuma, 2015)

Intoleransi aktivitas Defisit perawat diri


e. Komplikasi
Menurut (Jeffery & Scott, 2012, hal. 138). Komplikasi yang bisa terjadi antra lain :
a. Pasien dapat di pulangkan pada efusi yang kecil dengan penyebab yang telah di
ketahui, gejala yang minimal, dan tanpa tanda gangguan respirasi
b. Pasien perlu di rawat di rumah sakit pada kasus dengan etiologi yang belum di
ketahui, etiologi atau komorbiditas yang mendasarinya memerlukan perawatan di
rumah sakit, adanya hipoksia atau ganguuan fungsi respirasi, atau empiema
c. Pasien dengan ganguuan hemodinamik atau respirasi yang berat perlu di rawat di
ICU

A. KOSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata
Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh
usia. Status ekonomi (tempat tinggal) sangat berperan terhadap timbulnya
penyakit ini terutama yang didahului tuberculosis paru. Klien dengan
tuberculosis paru sering ditemukan di daerah padat penduduk dengan kondisi
sinitasi kurang. laki-laki dan perempuan berpotensi terkena efusi pleura dan
usia Dimana jumlah sampel berusia 15-19 tahun sebanyak 6 orang (4,4%),
usia 20-29 tahun sebanyak 21 orang (15,4%), usia 30-44 tahunsebanyak 27
orang (19,9%), usia 45-59 tahun sebanyak 44 orang (32,4%), usia 60-74 tahun
sebanyak 35 orang (25,7%), dan usia >75 tahun sebanyak 3 orang (2,2%).
(Somantri, 2012, p. 109)
b. Riwayat kesehatan saat ini
1. Keluhan utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat simptomatik, gejala yang timbul sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya. Pneomonia akan menyebabkan
demam, menggigil dan nyeri pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan
menyebar kemungkinan timbul dispenea dan batuk. Efusi pleura yang besar
akan mengakibatkan nafas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakea yang
menjauhi sisi yang terkena,dullnesspadaperkusi, dan penurunan bunyi
pernafasan pada sisi yang terkena (Somatri, 2012, p. 109)
2. Riwayat kesehatan dahulu
klien dengan efusi pleura trauma akibat adanya infeksi nonpleura biasanya
mempunyai riwayat penyakit tuberculosis paru (Somatri, 2012, p. 110)
3. Riwayat kesehatan keluarga
tidak di temukan data penyakit yang sama ataupun di turunkan dari anggota
keluaga yang lain terkecuali penularan infeksi tuberculosis yang menjadi
factor penyebab timbulnya efusi pleura (Somatri, 2012, p. 110)
c. Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran umum
Penderita efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan batuk, sesak napas,
nyeri pleuritis, resa berat pada dada, dan berat badan menurun. (Muttaqin,
2012, hal. 129)
2. tanda-tanda vital :
a. Tekanan dalam batas normal (128/80mmHg)
b. Nadi pendirita efusi pleura lebih dari 100kali/menit
c. RR meningkat >24 kali/permenit
d. BB menurun
e. Suhu meningkat lebih dari dari 37,5°C (Somatri, 2012, p. 68)
3. Pemeriksaan menurut body sistem
a. Sistem Pernafasan
Gejala: kesulitan bernafas, batuk , riwayat bedah dada atau trauma
Tanda: takipnea, penggunaan otot aksesori pernafasan pada dada, retraksi
interkostal, bunyinapas menurun dan fermitus menurun (pada sisi terlibat),
perkusi dada: hiper resonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi
cairan.
Obserfasi dan palpasi: gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila trauma
atau kemps, penurunan pengembangan (area sakit). (Padila, 2012, hal. 124 -
125)
b. Sitem Kardiovaskuler
Inspeksi pada letak icius cosdis normal yang berada pada ICS 5 pada linea
medioclaviculauskiri sebelah 1 cm, palpasi frekuensi jantung dan teratur
tidaknya denyut jantung, perkusi terdengar suara pekak adanya pergeseran
jantung karena pendorongan cairan efusi pleura dan auskultasi bunyi
jantung I dan II tunggal atau galop dan bunyi jantung III gejala payah
jantung serta adanya murmur. (Muttaqin, 2012, hal. 130)
c. Sistem Persarafan
Inspeksi tingkat kesadaran pada pemeriksa GCS dalam keadaan
composmentis, somnolen atau koma (Muttaqin, 2012, hal. 130)
d. Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya dengan
intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria, karena itu
merupakan tanda awal syok. (Muttaqin, 2012, hal. 130)
e. Sistim pencernaan
terjadinya mual dan penurunan napsu makan pada pasien (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 216) dan (Muttaqin, 2012, hal. 130)
f. Sistem intergumen
Pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan. (Padila, 2012, hal. 125)
g. Sistem muskuloskeletal
Diperhatikan apakah ada edema peritibial, feel kepada kedua ekstremitas
dan kekuatan otot, antara bagian kiri dan kanan (Muttaqin, 2012, hal. 130)
h. Sistem endokrin
Tidak di temukannya gangguan sitem endokrin (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 216)
i. Sistem reproduksi
Tidak di temukannya gangguan atau gejala pada sistem reproduksi (Nurarif
& Kusuma, 2015, hal. 216)
j. Sistem pengindraan
Tidak ditemui adanya kerusakan pada penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan pengecapan (Muttaqin, 2012, hal. 130)
k. Sistem imun
Peningkatan tekanan kapiler subpleura atau limfatik (Nurarif & Kusuma,
2015, hal. 212)
d. pemeriksaan penunjang
a. Sinartebus dada
permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah interal lebih tinggi dari
pada medial. bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti
terdapat udara dalam rongga tersebut yang bisa berasal dari luar atau dari
dalam paru-paru itu sendiri
hal ini yang dapat terlihat dalam foto dada efusi pleura adalah terdorongnya
mediastinum pada sisis yang berlawanan dengan cairan, mediastinum akan
tetap pada tempatnya. (Somatri, 2012, hal. 110)
b. Thorakosintesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostikmaupun
terapeutik. torakosintesis sebaiknya di lakukan pada posisi duduk. lokasi
aspirasi adalah pada bagian bawah paru di sela iga ke-9 garis aksila
posteriordengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. pengeluaran
cairan sebaiknya tidak lebih dari 1.000-1.500cc pada setiap kali aspirasi. jika
aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah bannyak, maka akan menimbulkan
syok pleura (hipotensi) atau edema paru. edema paru terjadi karena paru-paru
terlalu cepat mengembang (Somatri, 2012, hal. 110)

e. Penata laksanaan
Penata laksaan pada pleura antara lain
1. Tirah baring
Bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karna peningkatan aktifitas
akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dispneu akan semakin
meningkat pula.
2. Thorakosentesis
Drenase cairan jika efusi pleura menimblkan gejala subjektif seperi nyeri
dispneu, dan lain-lain cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu di kluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru . jika jumlah efusi lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat di lakukan 1 jam kemudian .
3. Antibiotik
Pemberian anti biotik apabila terbukti terdapat adanya infeksi. Anti biotik
diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman. antibiotik yang di gunakan adalah
doxycyline, golongan ati biotik tetrasiklin, dosis yang di berikan jika enfeksi
biasa adalah: 200 mg sebanyak 1 kali. Dilanjutkan dengan 100 mg per hari.
jika enfeksi parah: 200 mg per hari.
4. Pleurodesis
Pada efusi karna keganasan dan efusi rekuren lain, di berikan obat(tetrasiklin,
kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk meletakan kedua lapisan
pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali. (Nurarif & Kusuma, 2015,
p. 114)

f. Diagnosa Keperawatan
A. Bersihan jalan nafas, Ketidak efektifan (PPNI, 2016, hal. 18)
definisi: ketidak mampuan membersikan atau obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan nafas.
Penyebab:
Fisiologis
1. Spesme jalan nafas
2. Hipersekresi jalan nafas
3. Difusi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan nafas
5. Adanya jalan nafas buatana
6. Sekresi yang tertahan
7. Hiperplasia dinding jalan nafas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
10. Efek agen faramakologis (mis. anastesi)
situasional
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif
3. Terpajen polutan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing dan ronkhi kering
5. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Dispnea
2. Sulit bicara
3. Ortopena
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah
Kondisi klinis terkait
1. Goliann barre sindrome
2. Sklerosis multipel
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostik (mis. bronkoskopi, transesophageal echokardiography
[TEE] )
5. Depresi sistem syaraf pusat
6. Cidera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran nafas
B. Pola Napas, Ketidak efektifan (PPNI, 2016, hal. 26)
Adalah inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan fentilasi adekuat.
Penyebab
1. Depresi pusat pernafasan
2. Hambatan upaya nafas ( miss. nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Ganguuan neuromuskuler
6. Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG] positif, cidera kepala,
gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan syaraf C5 keatas)
13. Cidera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a. Dispnea
Objektif
a. Penggunaan otot bantu pernafasan
b. Fase ekspirasi memanjang
c. Pola nafas abnormal (miss. takipnea, bradipnea, hipeventilasi, kussmaul,
cheyne-strokes)
Gejala dan tanda minor
Subjektif
a. Ortpnea
Objektif
a. Pernafasan pursed-lip
b. Pernafasan cumping hidung
c. Diameter toraks anterior-posterior meningkat
d. Fentilasi semenit menurun
e. Kapasitas fital menurun
f. Tekanan ekspirasi menurun
g. Tekanan inspirasi menurun
h. Ekskursi dada menurun
Kondisi klinis terkait
a. Deprei sistem saraf pusat
b. Cedera kepala
c. Trauma thoraks
d. Gullian barre syndrome
e. Mutiple sclerosis
f. Myasthenia gravis
g. Stroke
h. Kuatdriplegia
i. Inthoksikasi alkohol
C. Intoleran aktivitas, (PPNI, 2016, hal. 128)
Ketidak cukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab
a. Ketidak seimbangan antara suplai dan keseimbangan oksigen
b. Tirah baring
c. Kelemahan
d. Imobilitas
e. Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda minor
Subjektif
a. Mengeluh lelah

Objektif
a. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor
Subjektif
a. Dispenea saat aktifitas
b. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
c. Meras lelah
Objektif
a. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
b. Gambaran EKG ,menunjukan aretmia saat aktivitas
c. Gambarkan EKG menunjukan iskemia
d. Sianosis
Kondisi klinis terkait
a. Anemia
b. Gagal jantung kongesif
c. Penyakit jantung koroner
d. Penyakit kutup kjantung
e. Arimia
f. Penyakit paru obstruptiv kronis (PPOK)
g. Gangguan metabolik
h. Gangguan muskuloskletal

D. Gangguan pertukaran gas


Kategori: fisiologis
Subkategori: respirasi
Definisi
Kelebihan atau kekurangan ogsigen dan/atau elemininasi karbon diogsida pada
membran alveolus-kapiler.
Penyebab :
1. Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Dispnea
Objektif
1. PCO2 meningkat/menurun

2. PO2 menurun

3. Takikardia

4. pH arteri meningkat/menurun

5. Bunyi nafas tambahan

Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Pusing

2. Penglihatan kabur

Objektif

1. Sianosis

2. Diaforesis
3. Gelisah

4. Napas cuping hidung

5. Pola nafas abnormal (cepat,lambar,reguler/ireguler,dalam/dangkal)

6. Warna kulit abnormal (mis, pucat, kebiruan )

7. Kesadaran menurun

Kondisi klinis terkait

1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

2. Gagal jantung kongestif

3. Asma

4. Pneomonia

5. Tuberkulosis paru

6. Penyakit membran hialin

7. Asfiksia

8. Persintent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)

9. Prematuritas

10. Infeksi saluran nafas

g. Interfensi keperawatan
A. Bersihan jalan napas , ketidak efektifan (Wilkinson, 2016, hal. 24)
1. Tujuan: : Menunjukan bersihan jalan napas yang efektif, yang dibuktikan oleh
pencegahan aspirasi, status pernapasan, dan kepatenan jalan napas.
2. Kriteria hasil
a) Batuk efektif
b) Mengeluarkan secret secara efektif
c) Mempunyai jalan napas yang paten
d) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih:26
3. Aktifitas keperawatan
a. kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut.
1. Keefektifan pemberian oksigen dan terapi lain
2. Keefektifan obat yang di programkan
3. Hasil oksimetri nadi
4. Kecenderungan dengan gas darah arteri, jika tersedia
5. Frekuensi, kedalaman, dan upaya pernafasan
6. Faktor yang berhubungan, seprti nyeri, batuk tidak efektif, mucus kental,
dan keletihan (Wilkinson, 2016, p. 26):
4. Penyuluhan pasien dan keluarga
1. jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (oksigen, mesin
penghisapan, spinometer, inhaler, dan intermittent positif pressure breathing
[IPPB] ).
2. Iinformasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan merokok di
dalam ruang perawatan
3. Intruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk
memudahkan pengeluaran secret
4. Ajarkan pasien untuk mengggan jalalluka insisi pada saat batuk
5. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti
warna, karakter, jumlah, dan bau.
6. Penghisapan jalan napas (NIC): instruksikan pada pasien dan keluarga
tentang cara penghisapan jalan napas, jika perlu. (Wilkinson, 2016, p. 26)
B. Pola napas, ketidakefektif (Wilkinson, 2016, hal. 61)
1. Tujuan/Kreteria hasil : Menunjukan status pernafasan: ventilasi tidak
terganggu, yang di buktikan indicator sebagai berikut (gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, tidak ada gangguan):
2. Kriteria hasil
a. Menunjukan pernafasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis
b. Mempunyai kecepatan irama napas dalam batas normal
c. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
d. Meminta bantuan pernafasan saat di butuhkan
e. Mampu menjelaskan rencana perawatan untuk di rumah
f. Mengiden tifikasi faktor (alergen) yang memicu ketidak efektifan pola napas,
dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya (Wilkinson, 2016,
p. 61)
3. Aktifitas keperawatan
1. Pantau adanya pucat dan sianosis
2. Pantau efek obat pada status pernafasan
3. Tentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
4. Kaji kebutuhan insersi jalan napas
5. Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien yang
terpasang fentilator
6. Pemantauwan pernafasan (NIC)
Pantau kecepatan, irama, kedalama upaya pernafasan (Wilkinson, 2016, p.
62)
4. Penyuluhan untuk pasien atau keluarga
1. Informasikan kepada pasien tentang teknik relaksai untuk memperbaiki
pola pernafasan
2. Diskusikan rencana perawatan di rumah, pengobatan, peralatan,
pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat di laporkan
3. Diskusi cara menghindari allergen, sebagai contoh:
Tidak menggunakan karpet di lantai
Menggunakan alat filter elektronik pada alat perapian dan ac (Wilkinson,
2016, p. 62)
5. Aktifitas kolaboratif
1. Konsultasi dengan ahli pernafasan untuk memastikan keadekuatan fungsi
ventilator mekanis
2. melaporkan perubahan sensori, bunyi napas, polanapas, nilai GDA sputum
dan sebagainya jika perlu sesuai protocol
3. berikanlah terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang di
lembabkan sesuai prokram
4. berikan obat nyeri untuk menentukan pola pernafasan ,uraikan jatwal
(Wilkinson, 2016, p. 62)
6. aktivitas lain
1. hubungkan dan dokumentasikan semua data hasil pengkajian
2. bantu pasien untuk menggunakan spirometer insentif , jika perlu
3. tenangkan pasien selama priode gawat napas
4. anjurkan napas dalam melalui abdomen selama priode gawat napas
5. untuk membantu untuk memperlambat frekuensi pernafasan, bombing
pasien untuk menggunakan pernafasan bibir mencucu dan pernafasan
terkontrol
6. minta pasien untuk mengubah posisi, batuk dan napas dalam
7. informasikan kepada pasien sebelum melakukan prosedur untuk menurun
kan ansietas dan meningkatkan perasaan kendali
8. pertahankan oksigen aliran rendah dengan kanula nasal, masker atau
sungkup
9. aturposisi pasien untuk mengoptimalkan pernafasan
10. sinkronisasikan antara pola pernafasan pasien dan kecepatan ventilasi
(Wilkinson, 2016, p. 63)
C. Intoleran aktivitas (Wilkinson, 2016, hal. 16)
1. tujuan: : Menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, tingkat kelelahan, energi
psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri
2. Kriteria hasil
a. Mengidentifikasi aktivitas atau situasi yang menimbulkan kecemasan
yang dapat mengakibatkan intoleran aktivitas
b. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang di butuhkan dengan peningkatan
denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah serta memantau
pola dalam batas normal
c. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat
yang di harapkan dari daftar pada saran penggunaan)
d. Mengumpulkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
obat, atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
e. Menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari(AKS) dengan beberapa
bantuan (mis.,eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk rekaman mandi)
f. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan beberapa bantuan
(mis., membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
(Wilkinson, 2016, p. 16)
3. AKTIVITAS KEPERAWATAN
1. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Efaluasi motifasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
4. PENYULUHAN UNTUK PASIEN/ KELUARGA
1. Penggunaan teknik nafas terkontrol selama aktivitas
2. Mengenali tanda dan gejala intoleran aktivitas,termasuk kondisi yang
perlu di laporkan kepada dokter
3. Pentingnya nutrisi yang baik
4. Penggunaan peralatan, sepeti ogsigen, selama aktivitas
5. Penggunaan teknik relaksasi(mis.,distraksi, fisualisai)selama aktivitas
6. Dampak intoleran aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam
keluarga dan tempat kerja
7. Tindakan untuk menghemat energy, sebagai contoh: menyimpan alat
atau benda yang sering digunakan di tempat mudah di jangkau
8. Managemen energi(NIC): ajarkan kepada pasien dan orang terdekat
tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi
ogsigen (mis., pemantauan mandiri dan teknik langkah untuk
malakukan AKS).
a. Ajarkan tentang aktivitas dan teknik managemen waktu untuk
mnecegah kelelahan (Wilkinson, 2016, p. 17)
5. Aktivitas kolaboratif.
1. Berikanlah pengobatan nyeri sebelum aktifitas apabila nyeri merupakan
salah satu faktor penyebab
2. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, (untuk latihan ketahanan), atau
rekreasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas,jika perlu
3. Rujukan pasien ke ahli gizi untuk perencanaa diet guna meningkatkan
asupan makanan yang kaya energi. rujuk pasien ke pusat rehabilitasi
jantung jika keletihan berhubungan dengan penyakit jantung (Wilkinson,
2016, p. 18)
6. Aktivitas lain
1. Hindari menjatwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama periode
istirahat.
2. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, bersandar,duduk,
berdiri, dan ambulasi, sesuai toleransi.
3. Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama, dan setelah aktivitas, hentikan
aktivitas jika tanda fital tidak dalam rentan normal bagi pasien atau jika
tanda-tanda bahwa aktivitas tidak dapat di toleransi(nyeri dada, pucat,
fertigo,dyspnea)
4. Rencanakan aktivitas bersama pasien dan keluarga yang meningkatkan
kemandirian dan ketahanan, sebagai contoh:
a. Anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian, buat
tujuan tang sederhana,realistis, dan dapat di capai oleh pasien yang
dapat meningkatkan kamandirian dan harga diri.

D. Gangguan pertukaran gas (Wilkinson, 2016, hal. 186)


1. Tujuan: gangguan pertukaran gas akan berkurang, yang di butikan oleh tidak
terganggunya respon alergi, sistematik, dan asam basah,
2. Kriteria hasil
a. Memiliki eksansi yang simetris
b. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
c. Tidak menggunakan pernafasan bibir mancucu
d. Tidak mengalami nafas dangkal atau ortopnea
3. Aktifitas keperawatan
a. Kaji suara paru frekuensi nafas, kedalaman nafas, dan usaha nafas
b. Pantau saturasi ogsigen dengan oksimeter nadi
c. Pantau kadar elektrolit
d. Obserfasi terhadap sianosis,trauma membran mukosa mulut
4. Penyuluhan untuk pasien kluarga
a. Jelaskan penggunaan alat bantu yang di perlukan (misalkan: ogsigen,
menghisap, spirometer, dan IPPB)
b. Ajarkan kepada pasien teknik bernafas dan relaksasi
c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian ogsigen dan
tindakan lainya
d. Infirmasikan kepada klien dan keluarga bahwa merokok itu di larang.
5. Ativitas kolaboratif
a. Konsultasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan gas darah
arteri dan penggunaan alat bantu di ajurkan sesuai dengan adanya
perubahan kondisi pasien.
b. Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (misalnya sensorium
pasien, suara nafas, pola nafas, analisis gas darah arteri, sputum, dan
evek obat
6. Aktifitas lain
a. Jelaskan kepada pasien sebelum pelaksanaan prosedur, untuk
menurunkan ansieatas dan meningkatkan rasa kendali
b. Beri penanganan kepada pasien selama periode gangguan atau
kecemasan
c. Lakukan higiene secara teratur
d. Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi ogsigen (misalnya
pengendalian demam dan nyeri, mengiurangi ansieatas)
DAFTAR PUSTAKA

Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapura: Elsevier.

Irianto, K. (2013). Anana Tomi dan Fisiologi. Bandung: ALFABETA, cv.

Jeffrey M. C. (2012). Kedaruratan Medik. Tangerang: Binapura Aksara.

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.


Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nik-Nok. Jogjakarta: Media Aktion.

Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Persatuan Perawat


Indonesia .

Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai