THALASEMIA
DI SUSUN OLEH :
2022
A. Definisi Thalasemia
Thalasemia merupakan penyakit kelainan darah bawaan yang ditandai dengan defisiensi
jumlah produksi rantai globin yang spesifik dalam hemoglobin(Hockenberry & Wilson, 2009).
Menurut Potts dan Mandleco (2007) thalasemia adalah gangguan genetik autosom resesif yang
diturunkan, dengan karakteristik adanya gangguan sintesis rantai hemoglobin. Thalasemia adalah
sekelompok gangguan darah yang diturunkan, yang disebabkan karena adanya defek
pada sintesis satu atau lebih rantai hemoglobin (Muncie & Campbell, 2009).
Thalasemia adalah penyakit genetic yang diturunkan secara autosomal resesif menurut
hukum mendel dari orang tua kepada anak-anaknya yang dapat menunjukkan gejala klinis dari
yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau trait (carrier =
berat (bentuk homozigot) yang disebut thalasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan
oleh salah satu orang tua yang mengidap thalasemia, sedangkan
bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalasemia
(Sudoyo, Aru W, 2009)
B. Etiologi Thalasemia
Thalasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan orang tua kepada anaknya. Anak
yang mewarisi gen thalasemia dari salah satu orangtua dan gen normal dari orang tua yang lain
adalah seorang pembawa (carriers). Anak yang mewarisi gen thalasemia dari kedua
orangtuanya akan menderita thalasemia sedang sampai berat (Muncie & Campbell, 2009).
Kelainan yang akan ditemukan pada penderita thalasemia adalah gangguan sintesis
jumlah hemoglobin pada rantai alpha atau rantai beta sehingga hemoglobin yang terbentuk
dalam sel darah merah mempunyai jumlah rantai protein yang tidak sempurna (kekurangan
atau tidak mempunyai rantai protein). Dalam satu sel darah merah yang normal mengandung
300 molekul hemoglobin yang akan mengikat oksigen. Hemoglobin adalah protein sel darah
merah (SDM) yang membawa oksigen. Dalam satu hemoglobin mempunyai empat rantai
polipeptida (dua rantai alpha dan dua rantai beta), yang didalamnya terdapat empat
kompleks heme dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen.
1. Kelesuan.
3. Sesak nafas.
Pada thalasemia mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur kurang dari 1
tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai dengan
umur berat badan kurang. Pada anak yang besar sering dijumpai adanya gizi
buruk, perut membuncit, karena adanya pembesaran limfa dan hati yang diraba. Adanya
pembesaran hati dan limfa tersebut mempengaruhi gerak sipasien karena kemampuannya terbatas.
Limfa yang membesar akan mudah rupture karena trauma ringan saja.
Gejala ini adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak
antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan
perkembangan ketulang muka dan tengkorak, gambaran
radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar korteks tipis dan trabekula besar. Keadaan
kulit pucat kekuning-kuningan, jika pasien telah sering mendapatkan
transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan
kulit. Penimbunan besi (hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti
pada hepar, limfa, jantung akan mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).
D. Patofisiologis
pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin
tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat
pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan
mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua
rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin
yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator
yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan
ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami
presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak
stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam
hemoglobin menstimulasi yang konstan pada
bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator
produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi
RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan
produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
E. Manifestasi klinis
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosa thalasemia maka pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya:
darah), gambaran darah tepi (melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah), feritin/
serum iron (melihat status/kadar besi), dan analisis hemoglobin (menegakkan diagnosis dan
menentukan jenis thalasemia).
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
1. Fraktur patologis
2. Hepatosplenomegali
3. Gangguan tumbuh kembang
4. Disfungsi organ
5. Gagal jantung
6. Hemosiderosis
7. Hemokromatosis
H. Penatalaksanaan
Tranfusi akan memberikan energi baru kepada penderita karena darah dari transfusi
mempunyai kadar hemoglobin normal yang mampu memenuhi kebutuhan tubuh penderita.
Transfusi dilakukan apabila kadar hemoglobin
penderita <7 mg/dL (Dubey, Parakh & Dublish, 2008), dan dilakukan untuk
mempertahankan kadar hemoglobin diatas 9,5 gr/dL (Hockenberry & Wilson, 2009). Durasi
waktu antar transfusi darah antara 2-4 minggu, tergantung pada
Obat kelasi besi diberikan untuk mengeluarkan zat besi dari tubuh
penderita yang terjadi akibat transfusi darah secara teratur dan rutin dalam
jangka waktu lama. Obat kelasi besi yang umum digunakan adalah desferal), yang
diberikan secara sub kutan (dibawah kulit) bersamaan atau setelah transfusi darah. (Morris,
Singer&Walters, 2006 dalam Hockenberry dan Wilson, 2009)
seumur hidup penderita thalasemia terhadap transfusi darah (Potts & Mandleco, 2007).
Jaringan sumsum tulang penderita diganti dengan jaringan sumsum donor yang cocok, yang
biasanya adalah saudara kandung atau orangtua penderita.
Pencangkokan sumsum tulang ini sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu
pada saat anak belum mengalami kelebihan kadar zat besi akibat transfusi darah, karena
transfusi darah akan memperbesar kemungkinan untuk terjadinya
penolakan terhadap jaringan sumsum tulang donor
4. C a n g k o k co r e B l o o d
Sama dengan cangkok sumsum tulang, namun stem sel yang digunakan diambil dari plasenta
atau tali pusat dari donor yang cocok. Donor core blood ini tidak
harus mempunyai hubungan genetik yang dekat, dan mempunyai kemungkinan yang lebih
kecil terhadap penolakan (CAF & Linker, 2001 dalam Hockenberry dan Wilson, 2009).
I. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas Berisi biodata pasien yaitu : nama, umur, jenis kelamin, tanggal lahir, agama, suku
bangsa, nomor rekam medik, serta alamat. Thalasemia banyak dijumpai
pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia
sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak diderita. Pada thalasemia mayor yang gejala
klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan
pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah
dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko
menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang
bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak
adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
6. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
7. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila
beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah. Data keadaan fisik anak thalassemia yang
sering didapatkan diantaranyaadalah:
a. Keadaan umum: Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid,
yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat
lebar.
e. Dada : Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
g. Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari
normal. Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada
pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense
karena adanya anemia kronik.
i. Kulit : Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah,
maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
B. Diagnosis
1. Perfusi perifer tidak efektif b/d penurunan konsentrasi hemoglobin (SDKI, Hal: 37)
4. Resiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (SDKI, Hal: 304)