Anda di halaman 1dari 50

1 BAB 1 PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) yang bersifat

tidak reversibel, dan terbagi dalam beberapa stadium sesuai dengan jumlah nefron yang masih berfungsi. Gagal ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi glomerulus sudah mula berkurang dari 50 ml/menit/1.73m2 luas permukaan tubuh, oleh karena dibawah kadar fungsi ginjal tersebut gangguan asidosis metabolik dan hiperparatiroidisme sekunder telah tampak nyata, pertumbuhan mulai terganggu, dan progresivitas penurunan fungsi ginjal akan terus berlanjut. Terapi pengganti ginjal (TPG) baik dialisis maupun transplantasi tidak serta merta diperlukan sampai laju filtrasi glomerulus turun dibawah 10 ml/menit/1.73m2. Dengan dimulainya TPG berarti dimulailah onset dari gagal ginjal terminal (GGT). Gagal ginjal praterminal adalah stadium yang belum memerlukan TPG. Perawatan anak dengan gagal ginjal haruslah merupakan perawatan yang

berkesinambungan sejak dari stadium gagal ginjal pra-trermial, dimana mereka membutuhkan perawatan konservatif untuk mencegah gangguan metabolik, mengoptimalkan pertumbuhannya, dan mempertahankan fungsi ginjalnya selama mungkin, yang bahkan beberapa diantara mereka sampai memasuki masa dewasa. Anak-anak dengan GGT memerlukan perawatan yang lebih kompleks, sebaiknya ditangani dengan pendekatan secara tim. Tim tersebut selain terdiri dari penderita, orang tua penderita dan keluarganya, sebaiknya mengikutsertakan dokter spesialis ginjal anak, perawat yang telah mendapat latihan khusus dalam hal penyakit ginjal anak, ahli gizi yang berpengalaman dalam diet anak dengan penyakit ginjal, guru, pekerja sosial, psikologi anak dan atau psikiater anak.

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) yang bersifat tidak reversibel dan terbagi dalam 4 stadium sesuai dengan jumlah nefron yang masih berfungsi. Pada anak-anak GGK dapat disebabkan oleh berbagai hal, terutama karena kelainan kongenital, glomerulonefritis, penyakit multisistem, dan lain-lain.8

2.1.2 Epidemiologi Angka kejadian GGK pada anak di Indonesia yang bersifat nasional belum ada. Pada penelitian di 7 rumah sakit Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Indonesia didapatkan 2% dari 2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal (tahun 1984-1988) menderita GGK. Di RSCM Jakarta antara tahun 1991-1995 ditemukan GGK sebesar 4.9% dari 668 anak penderita penyakit ginjal yang dirawat inap, dan 2.6% dari 865 penderita penyakit ginjal yang berobat jalan. GGK pada anak umumnya disebabkan oleh karena penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal kongenital. Angka kejadian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya selama 5 tahun (1988-1992) adalah 0,07% dari seluruh penderita rawat tinggal di bangsal anak dibandingkan di RSCM Jakarta dalam periode 5 tahun (1984-1988) sebesar 0,17%.4

2.1.3 Etiologi

3 Dua penyebab utama GGK pada anak adalah kelainan kongenital dan glomerulonefritis kronik. Etiologi yang paling sering didapatkan pada anak di bawah 6 tahun adalah kelainan kongenital, kelainan perkembangan saluran kencing seperti uropati obstruktif, hipoplasia dan displasia ginjal, dan ginjal polikistik. Menurut laporan EDTA, glomerulonefritis dan pielonefritis merupakan penyebab tersering timbulnya GGK (24%), diikuti oleh penyakit herediter (15%), penyakit sistemik (10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%), penyakit vaskular (3%), penyakit lainnya (9%) serta yang tidak diketahui etiologinya 7%. Dari kelompok pielonefritis dan nefritis interstitial yang tersering adalah uropati obstruktif kongenital dan nefropati refluks (>60%), diikuti oleh displasia ginjal. 4,10 Gagal Ginjal Terminal disebabkan oleh berbagai hal, terutama kelainan kongenital, glomerulonefritis, penyakit multisistem, dan lain-lain. Kelainan kongenital, yang lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki pada usia lebih muda, menempati porsi terbanyak dari seluruh kelainan kongenital, berkisar antara 13.3-35%. Oleh karena itu 50% penyebab GGT telah dapat ditentukan antenatal.8 Secara praktis penyebab GGK dapat dibagi menjadi kelainan kongenital, kelainan didapat, dan kelainan herediter: 1. Kelainan kongenital: hipoplasia renal, displasia renal, uropati obstruktif 2. Kelainan herediter: nefronoftisis juvenil, nefritis herediter, sindrom alport 3. Kelainan didapat: glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulopati membranosa, kelainan metabolit (oksalosis, sistinosis) Penyebab GGK pada anak sangat erat hubungannya dengan usia saat timbul GGK. Gagal ginjal kronik yang timbul pada anak di bawah usia 5 tahun sering ada hubungannya dengan kelainan anatomis ginjal seperti hipoplasia, displasia, obstruksi dan kelainan malformasi ginjal. Sedangkan GGK yang timbul pada anak diatas 5 tahun dapat disebabkan oleh penyakit glomerular (glomerulonefritis, sindrom hemolitik ureumik) dan kelainan herediter (sindrom Alport, kelainan ginjal kistik) 4 2.1.4 Klasifikasi

4 Dalam arti luas GGK menunjukkan bahwa pada anak tersebut telah terjadi penurunan fungsi ginjal, tetapi beratnya gangguan fungsi ini bervariasi dari ringan sampai berat. Kebanyakan penulis membuat klasifikasi berdasarkan presentase laju filtrasi glomerulus (LFG) yang tersisa. GGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu : 1. Gagal ginjal dini Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang ada sekitar 50-80% dari normal. Dengan adanya adaptasi ginjal dan respon metabolik untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak tampak gangguan klinis. 2. Insufisiensi ginjal kronik Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala mulai dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan keseimbangan kalsium dan fosfor. Pada tingkat ini LFG berada di bawah 89 ml/menit/1,73m2. 3. Gagal ginjal kronik Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan telah menimbulkan berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi ginjal, anemia, hipertensi, dan sebagainya. LFG pada tingkat ini telah berkurang menjadi di bawah 30 ml/menit/1,73m2. 4. Gagal ginjal terminal Pada tingkat ini fungsi ginjal 12% dari normal, LFG menurun sampai < 10 ml/menit/1,73m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialisis atau transplantasi ginjal.8

Klasifikasi lain GGK berdasarkan LFG, yaitu:


1. Gangguan fungsi ginjal (Impaired renal functions):

5 LFG = 50-80 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini biasanya pasien masih asimptomatik.

2. Insufisiensi ginjal kronik LFG = 30-50 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini sudah bisa ditemukan gejala: Gangguan metabolik a.l. Hiperparatiroid sekunder, asidosis metabolik ringan Hambatan pertumbuhan dan Fungsi ginjal akan progresif menurun.

3. Gagal ginjal kronik LFG = 10-30 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini penurunan fungsi ginjal akan terus berlanjut.

4. Gagal ginjal terminal LFG = < 10 ml/menit/1,73m2; pada tingkat ini perlu dilakukan terapi pengganti yaitu dialisis peritoneal/hemodialisis atau transplantasi. Tingkat ini juga disebut gagal ginjal tahap akhir (End Stage Renal Failure).4 Fase sebelum GGT disebut pra GGT (Pre terminal renal failure). Pada fase ini perlu dilakukan pengobatan konservatif secara berhati-hati untuk menjaga pertumbuhan anak secara optimal dan memperlambat penurunan fungsi ginjal selama mungkin. Banyak diantaranya bisa

6 mencapai umur dewasa. Sebaiknya penanggulangan dilakukan oleh atau bersama dengan konsultan nefrologi anak.4 Stadium Gagal Ginjal : Tabel 1 : Stadium Gagal Ginjal Residual functional renal mass (%) 50-25 25-15 15-5 GFR(ml/min/ 1.73m2) 50-80 30-50 10-30 Asymptomatic Metabolic abnormalities, Impaired growth, Progressive renal failuire RRT required

Mild renal insufficiency Moderaterenal insufficiency Severe renal insufficiency

End-stage renal <5 <10 failure (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

2.1.5 Patogenesis

7 Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi ginjal mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari. Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum jelas, tetapi faktorfaktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera imunologi yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi secara hemodinamik dalam mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan diet protein dan fosfor; proteinuria yang terus-menerus; dan hipertensi sistemik. Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus secara terusmenerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus yang akhirnya menimbulkan jaringan parut. Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada destruksi glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal. Bila nefron hilang karena alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertroti struktural dan fungsional yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah glomerulus. Peningkatan aliran darah sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan konstriksi arteriola eferen akibatangiotensin II menaikkan daya dorong filtrasi glomerulus pada nefron yang bertahan hidup. Hiperfiltrasi yang bermanfaat pada glomerulus yang masih hidup ini, yang berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga merusak glomerulus dan mekanismenya belum dipahami. Mekanisme yang berpotensi menimbulkan kerusakan adalah pengaruh langsung peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas dinding kapiler, hasilnya mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding kapiler, atau keduanya. Akhirnya, kelainan ini menyebabkan perubahan pada sel mesangium dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis meningkat, nefron sisanya menderita peningkatan beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan peningkatan aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan enzim pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat produksi angiotensin II, dengan demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat memperlambat penjelekan gagal ginjal. Model eksperimen insufisiensi ginjal kronis telah menunjukkan bahwa diet tinggi-protein mempercepat perkembangan gagal ginjal, mungkin dengan cara dilatasi arteriola aferen dan

8 cedera hiperperfusi. Sebaliknya, diet rendah-protein mengurangi kecepatan kemunduran fungsi. Penelitian manusia memperkuat bahwa pada individu normal, laju filtrasi glomerulus (LFG) berkorelasi secara langsung dengan masukan protein dan menunjukkan bahwa pembatasan diet protein dapat mengurangi kecepatan kemunduran fungsi pada insufisiensi ginjal kronis. Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat merusak dinding kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis glomerulus dan permulaan cedera hiperfiltrasi.Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensatoir berkembang pada nefron sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Namun, ketika LFG turun di bawah 20% normal, kumpulan kompleks kelainan klinis, biokimia, dan metabolik berkembang sehingga secara bersamasaan membentuk keadaan uremia.2,8

Gambar 2. Gambar menunjukkan kelainan anatomis pada ginjal

Penyakit Primer Ginjal

Glomerulosklerosis

Jumlah nefron berkurang

Hiperfiltrasi Glomerulus

Kerusakan sel Glomerulus

Protein flux meningkat

Diabetes Hipertensi

Tekanan dan aliran kapiler meningkat

Gambar 2. Siklus terjadinya gagal ginjal progresif.

2.1.6 Manifestasi Klinis Gejala klinis yang timbul pada GGK merupakan manifestasi dari: 1. Kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

10 2. Penumpukan metabolit toksik yang disebut toksin uremik. 3. Kurangnya hormon ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D (1,25 dihidroksivitamin D3). 4. Abnormalitas respons end organ terhadap hormon endogen (hormon pertumbuhan). Pada pasien GGK yang disebabkan penyakit glomerulus atau kelainan herediter, gejala klinis dari penyebab awalnya dapat kita ketahui sedangkan gejala GGK-nya sendiri tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit kepala, lelah, letargi, kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan pertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan anak tampak pucat, lemah, dan menderita hipertensi. Keadaan ini dapat berlangsung bertahun-tahun, sehingga pasien telah menderita gangguan anatomis berupa gangguan pertumbuhan dan ricketsia. Namun dengan pemeriksaan yang teliti dan cermat akan ditemukan keadaan-keadaan seperti azotemia, asidosis, hiperkalemia, gangguan pertumbuhan, osteodistrofi ginjal, anemia, gangguan perdarahan, hipertensi, gangguan neurologi.4 1. Gangguan keseimbangan elektrolit Natrium : Dengan berkurangnya LFG yang progresif pada pasien GGK, ginjal akan

mempertahankan keseimbangan natrium dengan meningkatkan ekskresi natrium oleh nefron yang masih baik. Bila adaptasi ini tidak terjadi, akan timbul retensi natrium yang akan membahayakan tubuh. Meningkatnya ekskresi natrium ini disebabkan karena meningkatnya rejeksi tubular dengan akibat meningkatnya fraksi ekskresi natrium (FeNa). Faktor-faktor yang dapat meningkatkan FeNa pada pasien GGK belum jelas diketahui. Suda, dkk dalam penelitiannya pada pasien GGK (LFG antara 11-66 ml/menit/1,73m2 melaporkan kemungkinan peningkatan FeNa disebabkan pembentukan faktor natriuretik atrial. Tetapi penderita GGK ini tidak dapat mengeliminasi beban natrium ini dengan cepat, yaitu pada pasien GGK dengan LFG subnormal (LFG rata-rata 34ml/menit/1,73m2) hanya mampu mengekskresi setengah dari jumlah natrium dalam waktu 2 jam setelah diberi infus NaCl, dibanding orang normal. Hal ini menunjukkan toleransi pasien GGK terhadap peningkatan masukan natrium yang tiba-tiba adalah buruk dan dapat menimbulkan perubahan volume ekstraseluler dengan segala akibatnya.

11 Sebaliknya pasien GGK tidak mampu menurunkan ekskresi natrium pada saat diberikan diet dengan restriksi natrium. Konsentrasi minimum natrium urin pada pasien GGK ringan sampai sedang adalah 25-50 mEq/L. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan nefron distal meningkatkan reabsorbsi natrium. Bila diberikan restriksi garam secara tiba-tiba pada pasien GGK akan menimbulkan penurunan volume cairan ekstraseluler, perfusi ginjal dan LFG. Pasien Ggk karena penyakit ginjal interstitial, displasia ginjal, dan penyakit ginjal kistik adalah yang paling sering menyebabkan salt wasting ini. Tubulus ginjal pasien GGK karena nefropati obstruktif ditemukan kurang responsif terhadap aldosteron endogen (pseudohipoaldosteronisme). Kalium : Keseimbangan kalium relatif dapat dipertahankan pada LFG di atas 10 ml/menit/1,73m2. Homeostasis kalium pada pasien GGK dipertahankan dengan meningkatkan ekskresi renal dan ekstrarenal. Ekskresi renal dicapai dengan meningkatkan ekskresi fraksional (oleh proses sekresi tubulus ginjal) pada nefron yang masih berfungsi. Sedangkan ekskresi ekstrarenal terutama melalui feses yaitu sebanyak 75% (pada orang normal 20%). Walaupun demikian keadaan hiperkalemia tetap merupakan ancaman bagi pasien GGK, karena mungkin saja mereka mendapat kalium dalam jumlah besar tiba-tiba misalnya dari makanan, transfusi darah, keadaan sepsis, ataupun asidosis. Pada pasien GGK selain hiperkalemia dapat terjadi hipokalemia. Keadaan hipokalemia biasanya terjadi akibat pemakaian diuretik seperti hidroklortiazid, furosemid atau bisa juga akibat pemberian diet rendah kalium. Gejalanya adalah penurunan atau hilangnya refleks otot yang akan sangat berbahaya bila mengenai otot-otot interkostal karena dapat menyebabkan henti napas (respiratory arrest). Asidosis Metabolik : Asidosis metabolik biasanya ditemukan pada pasien GGK dengan LFG <25% dari normal, ditandai dengan penurunan kadar bikarbonat plasma (tCO2 12-15 mEq/L) dan peningkatan senjang anion. Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan pengeluaran ion hidrogen atau asam endogen yang dibentuk karena insufisiensi sintesis amonium pada segmen nefron distal. Meningkatnya senjang anion terjadi akibat retensi anion seperti sulfat, fosfat, urat,

12 dan hipurat dalam plasma (pada ginjal normal anion ini diekskresi oleh filtrasi glomerulus). Juga ada bukti yang menunjukkan bahwa kebocoran bikarbonat ginjal berperan dalam menimbulkan asidosis ini, seperti pada sindrom Fanconi, asidosis tubular ginjal tipe IV, dan hiperparatiroidisme sekunder. Asidosis pada GGK dini (LFG 30-50% normal) lebih sering berupa tipe dengan senjang anion normal (hiperkloremik) dan sebaliknya pada GGK yang berat (LFG <20ml/menit/1,73m 2) biasanya berupa senjang anion yang besar. Selain terlibat dalam patogenesis terjadinya gangguan pertumbuhan dan memperburuk hiperkalemia yang telah ada, asidosis juga menimbulkan keadaan katabolik pada pasien GGK. Manifestasi klinis asidosis adalah takipneu, hiperpneu, dan perburukan hiperkalemia dan mungkin gangguan pertumbuhan. 2. Gangguan keseimbangan cairan GGK dihubungkan dengan gangguan dalam pemeketan urin. Pada keadaan restriksi cairan, orang normal mampu memekatkan urin sampai 1.500 mosmol/L, sedangkan pasien GGK biasanya tidak mampu memekatkan urin di atas 300 mosmol/L. Berat jenis dan osmolalitas urin seringkali mirip dengan plasma. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya nefron yang rusak, beban osmotik ekskresi yang ditanggung oleh nefron yang tersisa semakin bertambah. Dengan demikian mengakibatkan reabsorbsi air oleh tubulus berkurang dan menyebabkan berat jenis urin mirip dengan plasma (300 mosmol/L dan berat jenis 1,010, disebut isostenuria). Isostenuria yang resisten terhadap pemberian pitresin dari luar pada GGK, menunjukkan adanya gangguan terhadap respons tubulus terhadap ADH yang juga berperan dalam terjadinya isostenuria. Hal di atas sering terjadi pada GGK yang disebabkan oleh uropati obstruktif, displasia ginjal, penyakit ginjal kistik dan interstitial. Pasien ini sering mengalami dehidrasi bila masukan cairan tidak mencukupi atau dibatasi. Dehidrasi yang berulang dan syok akan memperburuk LFG. Anak yang demikian dianjurkan untuk tidak dibatasi masukan cairannya dan segera mencari pertolongan bila terserang gastroentritis. Pasien juga tidak dapat mengencerkan urin secara maksimal dan tidak dapat membuang kelebihan cairan tubuh secara tepat dan efektif sehingga dapat timbul masalah kelebihan cairan. 3. Gangguan metabolisme

13 Metabolisme karbohidrat : Pasien GGK dapat disertai timbulnya intoleransi glukosa akan menunjukkan adanya hiperglikemia. Keadaaan ini sebagai akibat terjadinya resistensi terhadap insulin yang menghambat masuknya glukosa ke dalam sel. Pada anak yang menderita GGK kadar insulin plasma meningkat hingga harus dilakukan pemantauan kadar glukosa, karena dalam keadaan akut pasien GGK memerlukan pemberian glukosa parenteral. Karena dialisis dapat memperbaiki intoleransi glukosa pada pasien GGK, maka diduga toksin uremik yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin ini. Faktor lainnya seperti peninggian kadar glukagon dan hormon pertumbuhan juga berperan. Metabolisme lemak : Biasanya timbul hiperlipidemia yang bermanifestasi sebagai hipertrigliserida, kadar kolesterol darah normal, peninggian VLDL (very low density lipoprotein) dan penurunan LDL (low density lipoprotein). Hal ini terjadi karena meningkatnya produksi trigliserida di hepar akibat hiperinsulinemia dan menurunnya fungsi ginjal serta karena menurunnya katabolisme trigliserida. Keadaan ini biasanya terjadi bila LFG <40ml/menit/1,73m 2 dan meningkatnya lemak ini sesuai dengan bertambahnya progresivitas GGK. Lebih dari 2/3 anak akan mengalami hiperlipidemia pada saat gagal ginjal terminal. Walaupun demikian penyebab peningkatan produksi trigliserida dan VLDL ini belum diketahui.

4. Anemia Anemia normositer, normokromik merupakan komplikasi GGK yang biasa ditemukan dan berhubungan dengan derajat GGK. Penyebab utama anemia pada GGK adalah berkurangnya produksi eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang diproduksi ginjal (90%) dan sisanya diproduksi di luar ginjal (hati dan sebagainya). Kadar eritropoietin serum nyata menurun pada pasien GGK berat, tetapi korelasi ini tidak jelas pada LFG >20ml/menit/1,73m2. Anemia pada

14 pasien dapat dikoreksi dengan pemberian eritropoietin rekombinan dan responsnya tergantung dari dosis yang diberikan. Dengan terapi ini terlihat perbaikan pada toleransi latihan, fungsi kognitif dan kualitas hidup keseluruhan. Mekanisme lain terjadinya anemia pada GGK adalah pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3 umur normal, toksisitas aluminium karena pemakaian obat-obat pengikat fosfat yang mengandung aluminium, iatrogenik karena kehilangan darah sewaktu dialisis dan pengambilan contoh darah, serta terjadinya defisiensi asam folat pada pasien yang sedang menjalani dialisis. Anemia yang terjadi karena toksisitas aluminium mempunyai gambaran mikrositik, hipokromik yang mirip dengan defisiensi zat besi, tetapi kemampuan mengikat besi dan kadar feritin serumnya normal.5

Gambar 3. Gambar menunjukkan perbedaan produksi EPO pada ginjal normal dan ginjal rusak. 5. Gangguan perdarahan GGK yang berat biasanya akan diperberat dengan adanya gangguan perdarahan yang menyertai. Walaupun jumlah trombosit normal, tetapi waktu perdarahan sering memanjang. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya gangguan pada agregasi trombosit dan berkurangnya respons terhadap ADP (adenosin difosfat) eksogen, kolagen, dan epinefrin. Jumlah platelet factor 3 dan retraksi bekuan juga menurun pada GGK yang tidak menjalani dialisis, diduga karena adanya

15 peranan dialyzable factor sebagai penyebab. Faktor lain yang diduga berperan dalam menyebabkan gangguan perdarahan adalah gangguan pada faktor VIII (dapat diperbaiki dengan kriopresipitat dan desmopresin), gangguan metabolisme (prostaglandin inhibitor-2) PGI2 dan aspirin. 6. Gangguan fungsi kardiovaskular Hipertensi : Terjadinya hipertensi pada pasien GGK disebabkan karena tingginya kadar renin akibat ginjal yang rusak. Tetapi bila LFG menurun dan jumlah urin berkurang, hipertensi terjadi akibat kelebihan cairan. Keadaan ini akan menimbulkan keluhan sakit kepala, badan lemah, gagal jantung bendungan, kejang; sedangkan hipertensi persisten mungkin terjadi akibat berkurangnya LFG. Pada pasien hipertensi persisten yang tanpa keluhan harus dievaluasi secara terus menerus untuk mencari adanya kerusakan organ target. Pemeriksaan oftamologi perlu selalu dilakukan pada pasien hipertensi persisten, selain itu pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk mencari adanya hipertrofi jantung kiri. Pada penyakit GGK yang progresif, timbulnya hipertensi dapat merupakan akibat langsung dari penyakit ginjalnya. Pada setiap keadaan hipertensi, kita harus meneliti semua faktor yang dapat menimbulkan peninggian tekanan darah seperti faktor kardiovaskular, peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, faktor neurogen, faktor hormonal, dan faktor renovaskular.

7. Gangguan jantung Perikarditis : Perikarditis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada GGK, terutama timbul pada pasien dengan uremia berat yang tidak dilakukan dialisis. Eksudat pada perikarditis uremik biasanya sedikit dan bersifat fibrinosa atau serofibrinosa. Kadang pada pasien yang mendapat dialisis yang adekuat juga timbul perikarditis dan efusi yang hemoragis. Pasien yang mendapat

16 terapi dialisis peritoneal dilaporkan lebih jarang menderita perikarditis. Patogenesis perikarditis ini masih belum diketahui dengan pasti. Walaupun toksin uremik yang tinggi pada keadaan dialisis sering dijadikan kambing hitam, tetapi ada dugaan bahwa kelebihan cairan berperan dalam menimbulkan perikarditis. Walaupun pasien perikarditis uremik sering mengalami infeksi terutama oleh virus, tetapi pada cairan perikardial sulit ditemukan penyebab infeksi, sedangkan cairan perikardial yang hemoragis sering dihubungkan dengan pemakaian antikoagulan pada dialisis. Manifestasi klinis perikarditis uremik dapat berupa nyeri dada, demam, dan efusi perikardial. Setelah penumpukan cairan perikardial cukup banyak, pericardial rub akan menghilang, dan bunyi jantung menjadi redup. Juga dapat terjadi tamponade jantung, terutama pada efusi perikardial yang hemoragis. Perikarditis dan efusi perikardial uremik yang lama. Fungsi miokard dan respons terhadap latihan : Pada pasien GGK toleransi terhadap latihan rendah. Kapasitas kerja aerobik pada pasien GGK dan GGT yang menjalani hemodialisis kronik dilaporkan menurun sesuai dengan penurunan konsentrasi Hb. Toleransi terhadap latihan dilaporkan membaik, bila anemia yang terjadi dikoreksi dengan eritropoietin rekombinan. Kardiomiopati uremik sering menimbulkan gangguan fungsi jantung berupa gagal jantung kongestif yang biasanya ditemukan pada GGK yang berat dan GGT. Kardiomiopati uremik ini disebabkan oleh kelebihan cairan, anemia, hipertensi, dan mungkin toksin uremik. Pada kebanyakan pasien GGK yang dilakukan dialisis, kelebihan cairan ini dapat diatasi dengan dialisis sehingga fungsi jantung dapat diperbaiki; tetapi hal ini tidak terjadi pada beberapa pasien; diduga penyebabnya toksin uremik. Pada pasien GGK dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan penebalan septum interventrikular. 8. Gangguan neurologis Neuropati perifer :

17 Komplikasi berupa neuropati motorik dan sensorik yang mengenai segmen distal (neuropati perifer) jarang ditemukan pada anak. Penelitian terdahulu mendapatkan adanya penurunan elektrofisiologis saraf perifer pada anak yang menderita GGK. Gejalanya dapat berupa parestesia telapak tangan dan atau kaki, adanya rasa nyeri, mati rasa pada bagian distal dan refleks tendon merupakan manifestasi neuropati perifer uremik. Pada pemeriksaan dapat ditemukan menurunnya kecepatan konduksi saraf perifer. Pemeriksaan konduksi saraf pada pasien GGK sebaiknya dilakukan secara serial untuk mendeteksi adanya gangguan saraf sedini mungkin. Kedaaan ini sering terjadi pada keadaan uremia berat dan dengan tindakan dialisis memberikan hasil yang bervariasi, sedangkan transplantasi ginjal memberikan hasil yang baik. Ensefalopati hipertensif : Peninggian tekanan darah yang hebat dan tiba-tiba dapat menyebabkan nekrosis arteri intrakranial dan edema serebri dengan gejala sakit kepala, penurunan kesadaran dan kejang. Krisis hipertensi sering terjadi pada GGT. Tindakan penurunan tekanan darah yang dilakukan segera tidak akan meninggalkan gejala sisa yang berat, tetapi bila telah terjadi perdarahan intraserebral dan intraventrikular dapat menimbulkan gejala sisa yang berat dan bahkan kematian. Retardasi mental : Diperkirakan terjadi peningkatan kejadian retardasi mental dengan meningkatnya gangguan fungsi ginjal pada bayi dan anak kecil yang menderita GGK pada tahun pertama kehidupan. Hal ini diduga akibat pengaruh ureum terhadap perkembangan otak dan banyaknya alumunium dalam makanan bayi. Terjadinya disfungsi otak diduga sebagai akibat keracunan aluminium, karena suatu penelitian menunjukkan kejadian retardasi mental dan disfungsi otak menurun pada bayi yang mendapat calcium binding agents yaitu kalsium karbonat sebagai pengganti aluminium containing, fosfat binding agent. 9. Osteodistrofi ginjal Penimbunan asam fosfat mengakibatkan terjadi hiperfosfatemia dan menyebabkan kadar ion kalsium serum menurun. Keadaaan ini merangsang kelenjar paratiroid untuk mengeluarkan

18 hormon lebih banyak agar ekskresi fosfor meningkat dan kadar fosfat kembali normal. Jadi osteodistrofi ginjal adalah kelainan tulang pada GGK sebagai akibat gangguan absorpsi kalsium, hiperfungsi paratiroid, dan gangguan pembentukan vitamin D aktif. Gejala klinis osteodistrofi ginjal antara lain gangguan pertumbuhan, gangguan bentuk tulang, fraktur spontan dan nyeri tulang. Apabila disertai gejala rakitis yang jelas akan timbul hipotonia umum, lemah otot, dan nyeri otot. Pada pemeriksaan radiologi dan histologi ditemukan gambaran tulang yang abnormal dengan ciri khas seperti osteomalasia dan osteofibrosis. Pemeriksaan yang paling sederhana untuk melihat gambaran osteodistrofi ginjal adalah ujungujung tulang panjang yaitu foto falangs, sendi lutut, dan sendi siku.

Gambar 4. Gambar menunjukkan gambaran osteodistrofi ginjal pada anak. 10. Gangguan pertumbuhan Terjadinya gangguan pertumbuhan pada pasien GGK dapat disebabkan oleh banyak faktor. Kemungkinan faktor yang paling penting adalah umur waktu timbulnya GGK, karena yang paling sering mempengaruhi pertumbuhan adalah penyakit ginjal kongenital. Hal-hal yang diduga ada hubungannya dengan gangguan fungsi ginjal usia dini, asidosis, osteodistrofi ginjal, dan gangguan hormonal. Keadaan asidosis dapat mengganggu pertumbuhan anak pasien GGK. Terjadinya osteodistrofi ginjal dan menurunnya nafsu makan pada pasien GGK akan menyebabkan masukan

19 makanan dan energi tidak adekuat sehingga mengganggu pertumbuhan. Adanya gangguan sekresi hormon tumbuh dan insulin like growth factors pada pasien GGK akan mempengaruhi pertumbuhan anak karena pemberian hormon tumbuh rekombinan dapat mempercepat pertumbuhan anak tapi mekanismenya sendiri belum diketahui. 11. Perkembangan seksual Keterlambatan perkembangan seksual sering dijumpai pada pasien GGK. Keadaan ini merupakan akibat disfungsi gonad primer dalam memproduksi steroid gonad, disfungsi hipofisis dan gangguan pengeluaran gonadotropin. Terjadinya gangguan pengeluaran gonadotropin akan mengakibatkan terlambatnya pubertas. Keadaan ini mungkin disebabkan uremia berat.2,4,8

2.1.7 Diagnosis Kadang-kadang sulit membedakan apakah anak menderita GGA yang reversible, atau GGK. Oleh karena itu sebaiknya dikenal kriteria atau indikasi kapan seorang anak harus segera dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis. Tabel 2 : Indications for transfer to a specialist pediatric nephrology centre.

20 Symptomatic electrolyte abnormalities Hyperkalemia: K+ > 6 mmol/l Hypernatremia, hyponatremia Metabolic acidosis Hypocalcemia, hyperphosphatemia Severe hypertension Pulmonary edema Anuria/oligouria (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

Tabel 3: Specific investigations to elucidate the underlying cause of chronic renal failure. Renal tract ultrasound Micturating cystourethrogram Radio-isotope scans: DMSA, MAG3, or DTPA Antegrade pressure flow studies Intravenous urogram Urinalysis Urine microscopy and culture C3, C4, antinuclear antibody, anti-DNA antibodies, anti-GBM antibodies, ANCA Renal biopsy White cell cystine level Oxalate excretion Purine excretion (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

Tabel 4: Features suggestive of acute and chronic renal failure. Acute renal failure Chronic renal failure Previously healthy Family history of renal disease Small/asymmetric kidneys, cystic kidneys, Normal or slightly enlarged kidneys on abnormal collecting systems, ureters, and bladder ultrasound on ultrasound Microangiopathic hemolytic anemia, Normochromic, normocytic anemia thrombocytopenia End-organ effects of hypertension, e.g. retinopathy Poor growth

21 Radiological evidence of rickets or secondary hyperparathyroidism (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

Tabel 5: Investigations to assess the severity and duration of CRF Full blood count Biochemistry B blood electrolyte, urea, creatinine, calcium, phosphate, alkaline phosphatase, total protein, albumin, urate GFR Of less value in severe chronic renal failure Left hand and wrist X-ray For bone age and evidence of renal osteodystrophy Chest X-ray ECG or echocardiogram To asses left ventricular hypertrophy (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

2.1.8 Penatalaksanaan Secara garis besar penatalaksanaan dapat dibagi 2 golongan, yaitu pengobatan konservatif dan pengobatan pengganti. Pada umumnya pengobatan konservatif masih mungkin dilakukan bila klirens kreatinin > 10 ml/menit/1,73 m2, tapi bila sudah < 10 ml/menit pasien tersebut harus diberikan pengobatan pengganti.3

22 1. Pengobatan konservatif Tujuan pengobatan konservatif adalah memanfaatkan faal ginjal yang masih ada, menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan bila mungkin memperlambat progresivitas gagal ginjal. Tujuan terapi konservatif gagal ginjal pra-terminal, adalah: Anak merasa sehat, tidak ada keluhan atau rasa sakit yang disebabkan oleh uremia, seperti misalnya mual, muntah. Merasa normal, seperti teman-temannya, mempunyai cukup energi untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan aktivitas sosial lainnya; sehingga dapat mencapai pertumbuhan motorik, sosial, dan intelektual yang optimal. Mempertahankan pertumbuhan fisik yang normal. Mempertahankan agar fungsi keluarga berjalan seperti biasanya. Memperlambat progresivitas penurunan LFG. Mempersiapkan anak dan keluarganya untuk menghadapi keadaan gagal ginjal terminal.

Nutrisi : Malnutrisi energi protein seringkali ditemukan pada anak-anak dengan GGK. Patogenesis terjadinya malnutrisi ini multifaktorial. Faktor-faktor tersebut, antara lain adalah anoreksia, diet protein yang rendah, proses katabolisme akibat uremia yang menyebabkan pemecahan protein otot dan inhibisi sintesis protein, sekresi kortisol dan hormon paratiroid yang meningkat, resistensi insulin, asidosis metabolik, dan toksin uremia lain. Pada pasien yang mendapat terapi

23 dialisis, terjadi pembuangan asam amino, peptida dan protein melalui dialisis, dan proses katabolisme pada hemodialisis yang akan memperberat malnutrisinya.3,8 Bila nutrisi tidak diperhatikan, pasien gagal ginjal akan jatuh dalam keadaan malnutrisi, dan anak-anak akan mengalami gagal tumbuh. Terapi nutrisi, berperan dalam menghambat kecepatan penurunan fungsi ginjal dan akan dapat meningkatkan perasaan well-being serta pertumbuhan. Intake nutrisi yang direkomendasikan untuk anak-anak dengan GGK hendaklah memperhatikan hal-hal berikut: Asupan nutrisi sebaiknya dipantau melalui cara penilaian diet secara prospektif 3 hari berturut-turut 2 kali setahun, dan lebih sering bila ada indikasi klinik.

Anak-anak dengan GGK cenderung kehilangan nafsu makan dan seringkali mendapatkan intake dibawah kebutuhan yang dianjurkan. EAR adalah estimasi kebutuhan rata-rata energi, protein, vitamin, mineral. Kriteria ini dipakai untuk menggantikan Recommended Daily Allowance (RDA), yang didefinisikan sebagai kecukupan kebutuhan nutrisi untuk anak sehat dengan jenis kelamin, tinggi badan dan umur yang sama. Asupan energi kurang dari 80% dari RDA telah terbukti berasosiasi dengan gagal tumbuh (Rizzoni 1984), yang dapat dipulihkan dengan meningkatkan energi menjadi 100% RDA. Untuk mencapai EAR yang sesuai umur dan energi, sebagian besar anak dengan GGK membutuhkan suplemen kalori dalam bentuk polimer glukosa atau emulsi lemak, dimana pada bayi dan anak-anak kecil, diperlukan nutrisi tambahan melalui pipa nasogastrik.

Untuk mencegah atau mengobati hiperparatiroidisme sekunder, batasi diet fosfat dan gunkan kalsium karbonat sebagai pengikat fosfat. Sumber fosfat terbanyak adalah susu, keju dan yoghurt.

Anak-anak dengan GGK sebaiknya memperoleh asupan protein minimum sesuai EAR untuk usia. Tetapi bila kadar urea darah anak tetap diatas 120 mg/dl, barulah dilakukan restriksi protein secara bertahap sampai kadar ureumnya menurun.

24

Tabel 6 : Kebutuhan Kalori dan Protein yang Direkomendasikan Untuk Anak dengan Gagal Ginjal Kronik.

25

Umur 0-2 bulan 2-6 bulan 6-12 bulan 1-2 tahun 2-4 tahun 4-6 tahun 6-8 tahun 8-10 tahun 10-12 tahun

Tinggi (cm) Energi (kkal) Minimal Protein Kalsium (g) (g) 55 120/kg 2,2/kg 0,4 63 72 81 96 110 121 131 141 110/kg 100/kg 1000 1300 1600 2000 2200 2450 2700 2300 3000 2350 2800 2300 P=Perempuan 2,0/kg 1,8/kg 18 22 29 29 31 36 40 34 45 35 42 33 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 0,9 1,0 1,2 1,4 1,3 1,4 1,3 0,8 0,8

Fosfor (g) 0,2 0,4 0,5 0,7 0,8 0,9 0,9 1,0 1,2 1,4 1,3 1,4 1,3 0,8 0,8

12-14 tahun L 151 P 154 14-18 tahun L 170 P 159 18-20 tahun L 175 P 163 L= Laki-laki

Keseimbangan air dan elektrolit :

26 Penilaian secara klinik adanya dehidrasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan turgor kulit, kekeringan mukosa, tekanan darah, tekanan vena juguler, dan berat badan, yang harus selalu dilakukan pada setiap kunjungan. Anak dengan uropati obstruktif atau displasia ginjal umumnya cenderung menderita kekurangan garam natrium dan kalium, yang akan mengganggu pertumbuhannya. Suplemen natrium khlorida sebaiknya diberikan pada kasus-kasus tersebut dengan pemantauan ketat terhadap pertumbuhan, sembab, hipertensi, atau hipernatremia. Kebutuhan air disesuaikan dengan jumlah urine yang keluar. Anak-anak dengan penyakit ginjal primer yang menimbulkan hipertensi, dianjurkan untuk membatasi asupan natrium dan air. Sebagian besar anak dengan GGK mampu mempertahankan homeostasis kalium. Bila terjadi hiperkalemia, perlu dipikirkan apakah tidak ada obat2an seperti misalnya ACE inhibitors, katabolisme, atau asidosis metabolik, sebagai penyebabnya, sebelum membatasi asupan kalium atau memberikan kalium exchange resin.

Keseimbangan asam basa : Metabolik asidosis yang menetap seringkali menyebabkan gagal tumbuh pada bayi dan menimbulkan demineralisasi tulang, serta hiperkalemia. Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa perlu diberikan suplemen natrium bikarbonat dimulai dari dosis 2 mmol/kg/hari, dengan pemantauan pH dan kadar bikarbonat pada analisis gas darahnya.

Osteodistrofi Renal : 1. Kadar hormon paratiroid (PTH) meningkat dan kadar 1,25 dihydroxycholecalciferol menurun, sejak mulai terjadinya insufisiensi ginjal ringan, yaitu pada LFG 50-80 ml/menit/1.73m2. Kadar fosfat plasma merupakan sebab utama terjadinya hiperparatiroidisme sekunder. Diet rendah fosfat berarti membatasi intake susu sapi dan produknya. Bila kadar fosfat plasma tetap diatas harga rata-rata untuk umur, pengikat fosfat misalnya kalsium karbonat 100 mg/kg/hari diberikan bersama makanan, dosis disesuaikan sampai kadar fosfat plasma berada antara harga rata-rata dan -2SD sesuai umurnya. Kalsium asetat, dan yang lebih baru, sevelamer (non-calcium/nonaluminium containing polymer) juga merupakan pengikat fosfat yang bermanfaat.

27 2. Penurunan kadar fosfat plasma dapat meningkatkan kadar 1,25-dihydroxycholecalciferol endogen dan kalsium ion, yang mampu menormalkan kadar PTH. Namun, bila kadar PTH tetap tinggi dan kadar fosfat plasma normal, perlu ditambahkan vitamin D3 hidroksilasi. 3. Tipe, dosis, frekuensi, dan rute pemberian vitamin D sebagai prevensi dan terapi osteodistrofi renal masih merupakan kontroversi. Dianjurkan pemberian dosis rendah 1,25dihydroxycholecalciferol 15-30 ng/kg/sekali sehari untuk anak-anak dengan berat kurang dari 20 kg, dan 250-500 ng sekali sehari untuk anak-anak yang lebih besar, untuk menaikkan kadar kalsium plasma sampai batas normal atas: bila kadar PTH telah normal, 1,25dihydroxycholecalciferol dapat dihentikan sementara. Pemberian 1,25-dihydroxycholecalciferol secara intravena lebih efektif untuk menurunkan kadar PTH, tetapi dapat menyebabkan adynamic bone, oleh karena 1,25-dihydroxycholecalciferol pada dosis tinggi mempunyai efek antiproliferatif pada osteoblast. 4. Kadar kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase plasma hendaknya diperiksa setiap kunjungan. Kadar PTH diukur setiap bulan, atau setiap kunjungan bila anak melakukan kunjungan yang lebih jarang, dan terapi disesuaikan. 2,4,8

Hipertensi : Hipertensi dapat berasal dari penyakit ginjal primer, misalnya nefropati refluks, penyakit ginjal polikistik autosomal resesif, atau karena GGK yang telah lanjut, akibat retensi natrium dan air. Pengendalian tekanan darah pada GGK, bukan saja untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi itu sendiri, melainkan juga untuk mencegah progresivitas penurunan fungsi ginjal. Bila tidak ada circulatory volume overload, sistolik dan diastolik dalam pemeriksaan berulang lebih dari 90 persentil untuk umur, perlu diberikan terapi antihipertensi untuk prevensi komplikasi hipertensi dan menghambat laju GGK. Bila ada tanda-tanda circulatory volume overload sebagai penyebab hipertensi, diberikan diuretik dari golongan furosemide dengan dosis 1-3 mg/kg dan diet rendah garam. Infeksi :

28 Anak-anak dengan kelainan ginjal rentan mengalami infeksi saluran kemih berulang. Bila menderita refluks vesiko-ureter perlu diberikan antibiotik dosis rendah sebagai profilaksis.

Anemia : Anemia pada GGK adalah anemia normokromik normositer, karena produksi eritropoietin yang tidak adekuat. Eritropoietin rekombinan (rHuEPO) telah dipakai secara luas untuk mencegah anemia pada GGK. Disamping eritropoietin masih ada faktor lain yang dapat mempermudah terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel darah merah, inhibisi sumsum tulang terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan paling sering defisiensi besi dan folat. Sebagian besar anak-anak dengan pra-GGT dapat mempertahankan kadar hemoglobin tanpa bantuan terapi eritropoietin rekombinan, dengan cara pengaturan nutrisi yang baik, suplemen besi dan folat, dan bila diperlukan supresi hiperparatiroid sekunder dengan memakai pengikat fosfat yang tidak mengandung aluminium. Bila anemia tetap terjadi, dapat diberikan eritropoietin rekombinan dengan dosis 50 unit/kg secara subkutan dua kali seminggu, dosis dapat dinaikkan sesuai respon agar mencapai target hemoglobin 10-12 g/dl. 5

Pertumbuhan : Pertumbuhan merupakan indikator yang paling sensitif untuk terapi GGK yang adekuat. Pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, status pubertal, volume testes, dan lingkar lengan atas sangat dianjurkan untuk dilakukan secara rutin, sehingga akan dapat dideteksi secara dini setiap gangguan kecepatan pertumbuhan. Pola pertumbuhan masing-masing anak dengan GGK dipengaruhi oleh umur anak, umur saat onset GGK dan terapi yang diberikan. 9

Mempertahankan fungsi ginjal :

29 Pada sebagian besar anak dengan GGK, fungsi ginjalnya akan terus menurun secara progresif, meskipun penyakit ginjal primernya telah tidak aktif. Progresifitas GGK berkaitan dengan kelainan histologinya yaitu glomerulosklerosis progresif, fibrosis interstitial, dan sklerosis vaskuler atau arterioler. Untuk mempertahankan fungsi ginjal yang berada pada suatu fase tertentu, dapat dilakukan dengan cara-cara: pengendalian hipertensi, menghilangkan proteinuria, mencegah terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, dan diet protein yang cukup.4,7,8

Edukasi dan persiapan : Masa terapi konservatif GGK, merupakan saat terbaik untuk melaksanakan program edukasi bagi pasien dan keluarganya, untuk menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi sehingga mereka dan keluarganya akan ikut secara aktif dalam program pengobatan tersebut. Masa tersebut juga dapat digunakan untuk mempersiapkan mereka menghadapi stadium gagal ginjal terminal. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum anak masuk dalam stadium GGT: 1. Anak harus telah mendapatkan imunisasi lengkap sebelum dilakukan transplantasi, setidaktidaknya 3 bulan sebelum dimulainya TPG. 2. Anak-anak dengan GGK yang mengalami disfungsi buli-buli, misalnya buli-buli neurogenik, atau katup uretra posterior harus diatasi terlebih dahulu sebelum transplantasi dilakukan. 2. Anak-anak yang membutuhkan dialisis sebelum transplantasi, tetapi tidak sesuai untuk dialisis peritoneal, hendaknya dibuatkan fistula arteri-vena untuk akses hemodialisis.

2. Pengobatan pengganti

30 Tujuan pengobatan pengganti pada anak-anak tidak hanya untuk memperpanjang hidup anak, namun juga untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan, dengan tujuan utama adalah kehidupan masa dewasa yang lebih baik. Tindakan Dialisis Indikasi dialisis pada bayi,anak dan remaja sangat bervariasi dan tergantung dari status klinis pasien. Dengan penatalaksanaan yang optimal, pasien GGK pada anak dapat terhindar dari berbagai komplikasi. Tindakan dialisis baik peritoneal maupun hemodialisis harus dilakukan sebelum LFG mencapai 10 ml/mnt/1,73m2 dan hasilnya akan lebih baik daripada LFG < 5 ml/mnt/1,73m2 yang disertai manifestasi klinis yang berat. Ada 2 cara pelaksanaan dialisis peritoneal, yaitu: 1. Automated Peritoneal Dialysis (APD), dimana dialisis dilakukan malam hari dengan mesin dialisis peritoneal, sehingga pada siang hari pasien bebas dari dialisis. 2. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dialisis berlangsung 24 jam sehari dengan rata-rata pertukuran cairan dialisat setiap 6 jam sekali. Indikasi absolut untuk tindakan awal dialisis pada anak dengan gagal ginjal:
Hipertensi Tidak Terkendali

Gagal Jantung Bendungan : Kardiomiopati Perikarditis : Tamponade Neuropati Perifer : Parestesia, Disfungsi Motorik Osteodistrofi Ginjal : Kalsifikasi Tersebar, Deformitas Tulang Depresi SST : Anemia Berat, Leukopenia Trombositopenia

31

Gambar 5. Gambar menunjukkan seorang yang menjalani hemodialisa.

Gambar 6. Gambar menunjukkan proses hemodialisa. Transplantasi Ginjal

32 Transplantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk pengobatan gagal ginjal tahap akhir ( End Stage Renal Failure ). Indikasi transplantasi ginjal adalah pasien gagal ginjal tahap akhir dengan gagal tumbuh berat atau mengalami kemunduran klinis setelah mendapat pengobatan yang optimal. Secara teknis transplantasi ginjal telah mengalami kemajuan, bahkan telah dilaporkan keberhasilan transplantasi ginjal pada bayi < 1 tahun, namun mencegah terjadinya reaksi penolakan alograf yang merupakan kunci keberhasilan transplantasi ginjal masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut. Pemeriksaan imunologi yang penting untuk kelangsungan keberhasilan transplantasi ginjal adalah golongan darah ABO dan antigen HLA. Organ ginjal yang akan ditransplantasikan dapat berasal dari cadaver ( jenazah ) atau donor hidup-keluarga. Sejak 1960 sampai sekarang terutama akibat berbagai kemajuan yang dicapai dalam bidang imunologi (pemilihan donor dan resipien sesuai), persiapan yang lebih baik, diagnosis dini komplikasi, pengelolaan preservasi serta keberhasilan dalam pencegahan serta mengatasi reaksi penolakan dengan imunosupresi, maka TG merupakan salah satu alternatif terbaik pengelolaan penderita gagal ginjal kronik (GGK) stadium akhir.1,4,6,8

2.1.9 Prognosis Angka kelangsungan hidup anak-anak dengan gagal ginjal kronik saat ini semakin baik. Dari 1070 anak yang berumur kurang dari 18 tahun saat menerima ginjal donor jenazah di Inggeris dan Irandia dalam periode 10 tahun (1986-1995): 91 (9%) meninggal dengan penyebab kematian: 19% oleh karena infeksi, 4.5% lymphoid malignant disease, 4.5% uremia karena graft failure.13 Sedangkan data dari Amerika Utara melaporkan angka kelangsungan hidup 5 tahun setelah transplantasi donor hidup berkisar antara 80.8% pada anak-anak yang berusia kurang dari 1 tahun saat ditransplantasi, sampai 97.4% pada anak-anak yang berusia antara 6-10 tahun.

BAB III

33 LAPORAN KASUS OBJEKTIF Tujuan dari kasus ini adalah untuk melaporkan sebuah kasus Gagal Ginjal Kronik pada seorang anak lelaki berumur 14 tahun yang dirawat di Bagian Non-Infeksi Ruang Rawat Inap Anak dan Perinatologi RSUP H. Adam Malik Medan.

KASUS Nama : Abdul Chalik Umur : 14 tahun 7 bulan Tanggal Masuk : 8 Juni 2011 Tempat Tinggal : Kota Binjai NO MR : 44.82.46

A, anak lelaki berumur 14 tahun, dengan berat badan 25 kg dan panjang badan 134 cm, diterima dan dirawat di Bagian Non-Infeksi Ruang Rawat Inap Anak dan Perinatologi RSUP H. Adam Malik pada tanggal 8 Juni 2011 pukul 10.45 WIB dengan keluhan utama demam dan Post HD. Os merupakan pasien poli Nefrologi yang telah menjalani HD selama 1 tahun ini. Os tidak HD dalam 2 minggu terakhir. Demam (+) dialami Os 2 jam yang lalu, setelah selesai HD. Batuk (-), Mual (-). Muntah (+) dialami os 1 minggu ini. Kejang (-). Pucat (+) disadari orang tua dalam 1 minggu ini. Riwayat pendarahan (-). Badan lemas (+) dirasakan os dalam 5 hari ini. BAB (+) N. RPT: Os merupakan pasien lama poli nefrologi dalam menjalani HD 3x dalam 1 minggu. RPO: EAS primer, Biknat. PEMERIKSAAN FISIK

34

Status Generalisata: Berat Badan (BB) : 25 kg Sensorium : Compos Mentis(CM) Panjang Badan (PB): 134 cm Suhu Tubuh : 40,0C

Pasien tidak mengalami ikterik, sianotik, oedem, ataupun dyspnea tetapi anemia (+).

Status Lokalisata: Kepala : Pada pemeriksaan mata ditemukan Refleks Cahaya (+) pada kedua mata, Pupil Isokor pada kedua mata, dijumpai kepucatan pada konjungtiva palpebra inferior. Pemeriksaan pada telinga, mata, dan hidung dijumpai kesan normal. Leher Thoraks : Pembesaran pada kelenjar getah bening (KGB) tidak dijumpai : Bentuk dada simetris fusiformis dan retraksi tidak dijumpai. Denyut Jantung (HR) 100 kali per menit, reguler, desah tidak dijumpai. Pernafasan (RR) 28 kali per menit, reguler, tidak dijumpai ronkhi. Abdomen : Soepel, peristaltik dalam batas normal, H/L/R : ttb

Ekstremitas : Pulsasi pembuluh darah 100 kali per menit, reguler, t/v cukup dan akral hangat. Cappilary Refill Time (CRT) dijumpai < 3 detik. Tekanan darah didapat 130/60 mmHg.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 08 Juni 2011

35 No. Lab/MR: 1106080304 / 448246 Darah Lengkap (CBC) - Hemoglobin - Eritrosit - Leukosit - Hematokrit - Trombosit - MCV - MCH - MCHC - RDW - MPV - PCT - PDW Hitung Jenis - Neutrofil - Limfosit - Monosit - Eosinofil - Basofil - Neutrofil Absolut - Limfosit Absolut - Monosit Absolut - Eosinofil Absolut - Basofil Absolut Hati - Bilirubin Total - Bilirubin Direk - Fosfatase alkali (ALP) - AST/SGOT - ALT/SGPT Ginjal - Ureum - Kreatinin - Asam Urat 3,69 g% 1,49 x 106/mm3 11,30 x 103/mm3 11,40 % 379 x 103/mm3 76,40 fL 24,70 pg 32,40 g% 17,10 % 7,22 fL 0,274 % 016,6 fL 84,30 % 10,70 % 4,90 % 0,06 % 0,033 % 09,55 x 103/L 01,21 x 103/L 0,555 x 103/L 0,006 x 103/L 0,004 x 103/L 0,29 mg/dL 0,12 mg/dL 75 U/L 20 U/L 12 U/L 45,20 mg/dL 3,23 mg/dL 4,5 mg/dL

Berdasarkan hasil lab :

GFR = 0,7 x PB = 29 (CHRONIC KIDNEY FAILURE) CR Kadar Hb rendah = 3,69 g%

36

Leukositosis = 11.03 103/mm3

Berdasarkan CDC : BB/TB (IBW) menunjukkan hasil 86,2% yaitu mild malnutrition.

Diagnosis Kerja Tatalaksana

: Gagal Ginjal Kronik :

IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro) IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro Parasetamol 300mg (k/p) Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg) Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein Rencana Pemeriksaan : Darah Rutin

37 Balance Cairan per 6 jam Dipstick Urin Kultur urin dan ST

FOLLOW UP Tanggal 8 Juni 2011 S : Post HD, Demam (+) O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 38,7C, BB : 25 kg, PB : 134 cm Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+) Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 120 x/i, reguler, desah (-), RR : 28 x/i, reguler, ronkhi (-). Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb

38 Ekstremitas : P : 120 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik. Tekanan darah didapat 130/60 mmHg. Oedem pretibial minimum (+) A : GGK P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro) IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro Parasetamol 300mg (k/p) Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg) Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam Dipstick Urin

FOLLOW UP Tanggal 9 Juni 2011 S : Post HD, Demam (+), Badan Lemas (+) berkurang dan Pucat (+) O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 37,8C, BB : 25 kg, PB : 134 cm Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+) Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 116 x/i, reguler, desah (-), RR : 24 x/i, reguler, ronkhi (-). Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb

39 Ekstremitas : P : 116 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik. Tekanan darah didapat 110/50 mmHg. A : GGK P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro) IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I ) Parasetamol 300mg (k/p) Apialis 1 x cth 1 Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg) Asam Folat 1x 1mg Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein Susu VitaPlus Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam Dipstick Urin Transfusi PRC

FOLLOW UP Tanggal 10 Juni 2011 S : Demam (+), Pucat (+)

O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 37,8C, BB : 25 kg, PB : 134 cm Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+)

40 Leher : Pembesaran KGB (-) Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 124 x/i, reguler, desah (-), RR : 24 x/i, reguler, ronkhi (-). Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb Ekstremitas : P : 124 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik. Tekanan darah didapat 100/50 mmHg. A : GGK P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro) IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I ) Parasetamol 300mg (k/p) Apialis 1 x ct Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg) Asam Folat 1x 1mg Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein Susu VitaPlus Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam Dipstick Urin Transfusi saat HD hari Sabtu 11 Juni 2011 Menunggu hasil kultur urin

41 FOLLOW UP Tanggal 11 Juni 2011 S : Demam (+), Pucat (+) O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 38C, BB : 25 kg, PB : 134 cm Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+) Leher : Pembesaran KGB (-) Thoraks: Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 120 x/i, reguler, desah (-), RR : 22 x/i, reguler, ronkhi (-). Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb Ekstremitas : P : 120 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik. Tekanan darah didapat 110/50 mmHg. A : GGK P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro) IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I ) Parasetamol 300mg (k/p) Apialis 1 x cth 1 Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg) Asam Folat 1x 1mg Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein Susu VitaPlus

42 Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam Dipstick Urin Transfusi saat HD hari Sabtu 11 Juni 2011 Menunggu hasil kultur urin Keterangan : Os HD selama 4 jam, os transfusi 2 bag PRC ( gol darah A )

FOLLOW UP Tanggal 12 Juni 2011 S : Demam (+) berkurang O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 37,8C, BB : 25 kg, PB : 134 cm Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+) Leher : Pembesaran KGB (-) Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 80 x/i, reguler, desah (-), RR : 24 x/i, reguler, ronkhi (-). Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb

43 Ekstremitas : P : 80 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik. Tekanan darah didapat 130/90 mmHg. A : GGK P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro) IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I ) Parasetamol 300mg (k/p) Apialis 1 x cth 1 Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg) Asam Folat 1x 1mg Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein Susu VitaPlus Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam Dipstick Urin

FOLLOW UP Tanggal 13 Juni 2011 S : Badan Lemas (+), Pucat (+),Demam (-) O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 36,5C, BB : 29 kg, PB : 134 cm Kepala :Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+) Leher : Pembesaran KGB (-)

44 Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 80 x/i, reguler, desah (-), RR : 20 x/i, reguler, ronkhi (-). Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb Ekstremitas : P : 80 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik. Tekanan darah didapat 130/100 mmHg. A : GGK P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro) IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I ) Parasetamol 300mg (k/p) Apialis 1 x cth 1 Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg) Asam Folat 1x 1mg Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein Susu VitaPlus Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam Dipstick Urin Keterangan : Os HD ulang pada hari Rabu 15 Juni 2011 Transfusi 2 bag saat HD

PASIEN PAPS

45

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

PEMBAHASAN R, anak lelaki berumur 14 tahun, dengan berat badan 25 kg dan panjang badan 134 cm, diterima dan dirawat di Bagian Non-Infeksi Ruang Rawat Inap Anak dan Perinatologi RSUP H. Adam Malik pada tanggal 8 Juni 2011 pukul 10.45 WIB dengan keluhan utama demam dan Post HD. Tidak dijumpai adanya riwayat kejang maupun menggigil. Os merupakan pasien poli Nefrologi yang telah menjalani HD selama 1 tahun ini. Os tidak HD dalam 2 minggu terakhir. Demam dialami Os 2 jam yang lalu, setelah selesai HD. Batuk tidak dijumpai, mual tidak dijumpai. Muntah dialami os 1 minggu ini. Pucat disadari

46 orang tua dalam 1 minggu ini. Riwayat pendarahan tidak dijumpai. Badan lemas (+) dirasakan os dalam 5 hari ini. Buang air kecil dan buang air besar dijumpai normal. Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) yang bersifat tidak reversibel, dan terbagi dalam beberapa stadium sesuai dengan jumlah nefron yang masih berfungsi. Gagal ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi glomerulus sudah mula berkurang dari 50 ml/menit/1.73m2 luas permukaan tubuh, oleh karena dibawah kadar fungsi ginjal tersebut gangguan asidosis metabolik dan hiperparatiroidisme sekunder telah tampak nyata, pertumbuhan mulai terganggu, dan progresivitas penurunan fungsi ginjal akan terus berlanjut. Pada pasien ini, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dijumpai laju flitrasi glomerulus (LFG) menurun yaitu mencapai 29 ml/min/ 1.73m2. Ini termasuk dalam tahap Gagal Ginjal Kronik. Kadar Hb pada os sangat rendah yaitu 3,69 g% menunjukkan os anemis dan juga dijumpai jumlah leukosit tinggi. Pada seorang pasien GGK, dijumpai keluhan non spesifiknya yaitu sakit kepala, lelah, letargi, kurang nafsu makan, muntah, pucat dan menderita hipertensi. Os mengeluhkan demam, muntah, badannya lemas, pucat dan juga menderita hipertensi. Daripada sumber yang dibaca, diketahui bahwa, keluhan seperti demam, mual dan muntah bisa juga karena komplikasi dari hemodialisa. Bila nutrisi tidak diperhatikan, pasien gagal ginjal akan jatuh dalam keadaan malnutrisi, dan os dalam kategori mild malnutrition. Berdasarkan gejala yang telah dijumpai di atas, maka untuk penatalaksanaan os adalah tirah baring dengan memberikan terapi cairan IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro) dan IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro sebagai terapi cairan. Terapi cairan diberi sesuai dengan balance cairan yang dilakukan setiap 6jam menyesuaikan kebutuhan air yang masuk dengan jumlah urin yang keluar. Ini adalah supaya dapat mengatasi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Pasien diberi Inj Ceftriaxone 250mg/12jam karena dari hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai kadar leukosit yang agak meninggi yang mungkin menunjukkan indikasi suatu infeksi. Parasetamol diberikan untuk mengatasi demamnya. Asam Folat diberikan untuk mengatasi gejala klinis anemia. Apialis adalah vitamin yang diberi dan ini biasanya perlu diberikan untuk gantikan zat gizi yang hilang pada proses dialisa. Tujuan pemberian Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg)

47 adalah untuk mengontrol tingkat keasaman darah. Asam folatnya pula bertujuan untuk mencukupi nutrisi yang baik dengan mengatasi gejala anemia pada os. Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein diberi karena pada anak untuk mengatasi malnutrisi dan yang paling diutamakan adalah pembatasan asupan garam untuk mengatasi hipertensinya. Susu VitaPlus diberi untuk nutrisinya. Hal lain yang dilakukan adalah pemantauan vital sign dan tanda-tanda anemia

dikarenakan os sering kelihatan pucat dan kadar Hb os rendah. Transfusi PRC dilakukan setelah menghitung kebutuhan dan kemampuan os. Balance cairan per 6 jam dan Dipstick Urin dilakukan secara rutin untuk memantau fungsi ginjal. Pada pasien dengan GGK angka kelangsungan hidup saat ini semakin baik. Pada kasus ini os telah diberikan terapi cairan, transfusi darah, hemodialisis dan nutrisi yang adekuat supaya prognosis yang dihasilkan cukup baik. OS PAPS setelah 6 hari dirawat di ruangan.

KESIMPULAN Telah dilaporkan sebuah kasus tentang seorang anak lelaki berumur 14 tahun, dengan berat badan 25 kg dan panjang badan 134 cm, diterima dan dirawat di Bagian Non-Infeksi Ruang Rawat Inap Anak dan Perinatologi RSUP H. Adam Malik pada tanggal 8 Juni 2011 dengan diagnosa GGK yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis, dan hasil pemeriksaan laboratorium. Penatalaksanaan untuk pasien tersebut adalah pengobatan konservatif dan pengobatan pengganti. Setelah 6 hari dirawat di ruangan, os PAPS.

48

DAFTAR PUSTAKA

1) Barbara F. et al, 2006. Overview of Kidney Diseases in Children. The National Kidney and Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC). Available from : file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/NKUDIC.htm [ Accesed 18 Juni 2011] 2) Dilys A.W. et al, 2008. Chronic Kidney Disease in Children. American Academy of Pediatrics. Available from : file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/pediatrics%20in%20review.htm [ Accesed 16 Juni 2011] 3) Husein A. et al, 2010. Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi Kedua FKUI, Jakarta.509-530

49 4) Ilmu Bedah, 2011. Gagal Ginjal Kronik Pada Anak. Available from : http://ilmubedah.info/gagal-ginjal-kronik-chronic-kidney-disease-pada-anak-20110319.html [ Accesed 1 Juni 2011] 5) Larry A.G. 2005. Anemia in Children with Chronic Kidney Disease. Department of Pediatrics, Medical College of Wisconsin, Milwaukee. Available from : file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/ackd.htm [ Accesed 11 Juni 2011] 6) Nurdin B. et al, 1988. Transplantasi Ginjal Pada Anak, Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSU Ujung Pandang,Ujung Pandang. 45-49 7) Sanjeev G. 2010. Chronic Kidney Disease Treatment & Management. WebMD Professional. Available from : file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/medscape.htm [ Accesed 11 Juni 2011] 8) Sjaifullah N.M, . Gagal Ginjal Kronik Pada Anak. Available from :

[ Accesed 10 Juni 2011] 9) Valerie L.J. 2010. Growth Failure in Children with Chronic Kidney Disease.American Association of Kidney Patients. Available from : file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/AAKP.htm. [ Accesed 11 Juni 2011] 10) Wong S.N. 2004. Can We Prevent Chronic Renal Failure in Children? Hong Kong Journal of Paediatrics. Available from : http://www.fmshk.org/journal/hkjp/v09n01-010.htm [Accesed 14 Juni 2011]

50

Anda mungkin juga menyukai