Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN OBSERVASI WAWANCARA

Aktivitas Bermain pada Anak

I. JUDUL

Aktivitas Bermain Pada Waktu Senggang Anak Usia Dini

II. LATAR BELAKANG

Aktivitas bermain merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari


kehidupan kanak-kanak sekalipun anak dalam keadaan sakit. Melalui media bermain
anak belajar berkata-kata dan belajar beradaptasi dengan lingkungan, obyek, waktu,
ruang dan orang. Bermain bagi anak juga merupakan kerja, dalam bermain anak
melaksanakan praktek yang kompleks, proses kehidupan yang penuh stress,
komunikasi dan hubungan interpersonal yang memuaskan sambil meningkatkan dan
memperluas hubungan dengan orang lain, bermain juga mengandung motivasi
intrinsik anak.

Oleh karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari bermain, para pendidik
atau guru banyak memanfaatkan aktivitas bermain sebagai sarana untuk
meningkatkan skil dan kompetensi yang meliputi kompetensi fisik dan sosial.
Aktivitas bermain juga berfungsi dalam metode pembelajaran ZPD (Zona Proximal
Distance) yang diusung oleh Vygotsky. Dalam metode ini, bermain dapat mnciptakan
scaffolding anak secara mandiri baik kontrol diri, bahasa, daya ingat dan kerjasama
(Bodrova dalam Bermain, mainan dan permainan, 2001)

Bermain juga dapat membantu anak untuk menambah pengetahuan mengenai


moral, dimana dengan bermain anak dapat mengendalikan dirinya karena karena
‘kerangka’ bermain diatur oleh kontrol anakitu sendiri atau konsep imaginernya.

Dalam pendidikan anak usia dini bermain merupakan sarana untuk belajar dalam
segala hal termasuk aspek social. Melalui bermain dalam pendidikan anak usia dini
aspek social mampu berkembang sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan social anak terutama dalam bentuk bermain yang berkelompok atau
beregu.
III. TUJUAN
1. Untuk melihat dan mengetahui aktivitas bermain anak usia dini pada
waktu senggang.
2. Untuk mengetahui tipe bermain pada anak usia dini pada waktu senggang.

IV. TINJAUAN TEORI


A. Definisi Konseptual
1) Middle & Late Children
Menurut Santrock (2014), anak-anak usia tengah dan akhir
adalah individu yang memiliki rentang usia 6 sampai 10 tahun, atau
maksimal berakhir pada usia sekolah dasar. Pada periode ini skill
membaca, menulis, dan berhitung meningkat. Dalam teori Erikson,
anak-anak usia tengah berada pada tahapan industri vs inferiority
dimana anak-anak membutuhkan pengarahan untuk memperoleh
pengetahuan dan kemampuan intelektual.
2) Bermain
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi
kesenangan. Bermain juga terdapat sasaran yang ingin dicapai
yaitu prestasi tertentu rasa senang yang ditandai oleh tawa.
Susasana hati yang dari orang yang sedang meakukan kegiatan,
memegang peran dalam menentukan apakah orang tersebut sedang
bermain atau bukan.
Millar (1972) dalam Bermian, mainan dan permainan (2001)
mempunyai pandangan bahwa kegiatan bermain perlu dilihat
sebagai suatu perilaku yang menyeluruh pada manusia dan
dibutuhkan penelitian yang sistematik.
Sebuah studi dilakukan oleh Smith dkk ( dalam Johnson et al,
1999) diungkapakan adanya beberapa ciri kegiatan bermain, yaitu :
a. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik.
b. Perasaan diwarnai emosi-emosi positif. Walaupun emosi tidak
dapat tampil, tetapi bermain mempunyai nilai bagi anak.
Kadang bermain diwarnai perasaan takut, misalnya ketika
harus meluncur di tempat tinggi, tapi anak tetap mengulang-
ulang kegiatan karena ada rasa nikmat yang diperolehnya.
c. Fleksibilitas, mudahnya beralih dari satu aktivitas ke aktivitas
lain.
d. Menekankan pada proses yang berlangsung.
e. Bebas memilih, tetapi saat bertambah usia melebihi pra
sekolah, pleasure menjadi parameter untuk membedakan
bermain dengan bekerja.
f. Mempunyai kualitas pura-pura. Bermain memiliki kerangka
tertentu yang memisahkannya dari kehidupan nyata.
3) Bermain Pada Anak
Pasek & Golinkof dalam Santrock (2014) menyatakan bahwa
aktivitas bermain merupakan aspek penting dalam perkembangan
anak. Menurut Freud dan Erikson dalam Santrock (2014)
menyatakan bahwa bermain dapat menolong anak untuk
mengurangi kecemasan dan konflik karena tensi dapat dibebaskan
ketika anak tersebut bermain sehingga dapat menyelesaikan
masalah. Dalam bermain, anak dapat melakukan aktivitas fisik
yang mengeluarkan energi dan melepaskan ketegangan.
Menurut Piaget dalam Santrock, (2014) bermain dapat
meningkatkan kemampuan kognitif anak. Selain itu Piaget juga
menambahkan bahwa bermain dapat meningkatkan perkembangan
kognitif, kompetensi dan skill dalam cara yang menyenangkan.
Struktur kognitif perlu dilatih terus menerus dan bermain
menyajikan setting yang sempurna. Contohnya ketika anak baru
belajar untuk menambahkan atau mengalikan angka-angka dalam
cara yang berbeda, mereka akan senang.
Vygotsky dalam Santrock ( 2014) mempunyai pandangan yang
sama dengan Piaget, bahwa bermain juga dapat menyajikan setting
yang baik untuk perkembangan kognitif. Pada anak-anak situasi
imajiner dianggap nyata, sehingga orang tua seharusnya
memfasilitasi permainan imajiner karena hal tersebut dapat
meningkatkan kognisi anak khususnya berpikir kreatif.
Menurut Daniel Berlyne dalam Santrock, (2014) bermain
didefinisikan sebagai aktivitas yang menyenangkan karena
memenuhi dorongan eksplorasi anak. Dorongan ini melibatkan rasa
penasaran dan dorongan untuk mencari informasi baru atau sesuatu
yang tidak biasa. Bermain dapat mendorong perilaku eksplorasi
dengan menyediakan kemungkinan untuk mempunyai cerita baru,
kompleksitas, kejutan dan inkongruitas.
Studi lain menambahkan, bermain dideskripsikan sebgai
konteks yang penting dalam perkembangan bahasa dan skill
komunikasi (Harris, Golinkoff, & Hirsh-Pasek dalam Santrok,
2014). Kemampuan bahasa dan komunikasi dapat meningkat
melalui diskusi dan negosiasi peran serta peraturan dalam
permainan selama anak-anak bermain mempraktekkan kata-kata
dan kalimat.
Bermain mempunyai fungsi untuk mengembangkan aspek
psikis, fisik, dan sosial. Aspek sosial mampu berkembang dengan
baik diantaranya kemampuan kerja sama, saling membantu, saling
percaya, saling menghormati, terjalin relasi yang baik, komunikasi
baik, dan harapan jauh kedepan adalah hidup bermasyarakat yang
baik. Bentuk-bentuk aktivitas bermain kelompok akan memacu
perkembangan aspek sosial anak usiadini. Melalui bermain
kelompok ini memberi kesempatan yang luas kepada anak usia dini
untuk dapat berkomunikasi, bekerjasama, menghargai,
mempercayai, menaati suatu peraturan secara sukarela, dan
membangun interaksi serta relasi yang baik
Menurut Bergen dalam Santrock (2014), terdapat lima tipe
permainan yaitu sensory motor and practice play,
pretense/symbolic play, constructive play, social play, dan games,
sebagai berikut :
a. Sensory motor and practice play
Perilaku dorongan untuk mencari kesenangan melalui
olahraga atau aktivitas sensory motor seperti berlari, melompat,
perosotan, berputar-putar, dan melempar bola.
b. Pretense/ symbolic play
Tipe permainan ini terjadi ketika anak
mentransformasikan lingkungan fisik menjadi sebuah simbol,
contohnya menganggap sebuah objek menjadi sebuah objek
lain.
c. Social play
Merupakan tipe interaksi yang melibatkan teman
sebaya. Social play terdiri dari interaksi seperti percakapan
sebuah topik, permainan sosial dan rutinitas atau permainan
fisik.
d. Constructive play
Tipe permainan konstruktif terdiri dari kombinasi
permainan sensory motor dengan representasi simbolik.
Permainan konstruktif meningkat pada usia prasekolah dan
permainan sensori menurun. Anak-anak lebih menyukai
menggambar pola rumah atau manusia. Pada anak sekolah
dasar pun juga masih sering ditemukan pola permainan
konstruktif di dalam ruangan maupun luar ruangan.
e. Games
Games adalah aktivitas dimana anak-anak terlibat untuk
memperoleh kesenangan dan terdapat peraturan di dalamnya.
Dalam sebuah penelitian intensitas game playing banyak terjadi
di umur 10 sampai 12 tahun.

B. Definisi Operasional
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
demi kesenangan. Bermain mempunyai fungsi untuk mengembangkan
aspek psikis, fisik, dan sosial. Bermain merupakan kegiatan yang
sering dilakukan oleh anak-anak pada waktu senggang. Jenis
permainan pada anak yaitu sensory motor and practice play,
pretense/symbolic play, constructive play, social play, dan games.
C. Aspek dan Indikator
1) Aspek Observasi
a. Fisik
1. Sensory Motor and Practice Play
 Anak bermain dengan berlari
 Anak bermain dengan melompat
 Anak bermain dengan berputar-putar
 Anak bermain lempar bola
2. Pretense/ symbolic play
 Anak mengubah objek yang dimainkan menjadi
objek lain
 Anak berpura-pura menjadi orang lain (roleplay)
 Anak bercerita tentang hal-hal imajinatif
3. Constructive play
 Anak menggambar pola rumah, manusia dengan
ilustrasi cerita.
 Anak merangkai sesuatu menjadi sebuah bentuk
4. Games
 Anak-anak bermain dengan peraturan
 Anak-anak bermain dengan kompetisi
b. Sosial
1. Social Play
 Anak melakukan percakapan dengan teman sebaya
 Anak bekerja sama melakukan sesuatu
 Permainan sederhana tanpa melibatkan fungsi
motorik
 Anak terlibat permainan pemecahan masalah
2) Aspek Wawancara
a. Psikis
 Anak ketika bermain
 Anak setelah bermain
 Perasaan anak ketika menerima hasil permaninan
 Perasaan anak ketika bermain dengan teman
sebaya
 Perilaku anak setelah bermain
b. Fisik
1. Sensory motor and practice play
 Anak main lari-larian
 Anak main lompat-lompatan
 Anak main perosostan
 Anak main lempar bola
 Anak main dengan berputar-putar
2. Pretense and symbolic play
 Anak bercerita mengenai objek tidak nyata
 Anak mengubah obek menjadi objek lain
 Anak berkhayal menjadi peran tertentu
3. Constructive play
 Anak bermain menyusun sesuatu
4. Games
 Anak bermain menggunakan aturan tertentu
 Anak bermain dengan kompetisi

c. Sosial
 Anak bercerita dengan teman sebayanya
 Anak bermain permainan sederhana dengan teman
sebaya
 Anak melakukan permainan pemecahan masalah

i. Observasi

A. Identitas Subjek
1) Nama :
2) Jenis Kelamin :
3) Usia :
4) Deskripsi Subjek :
B. Setting
1) Hari/ tanggal :
2) Lokasi :
3) Waktu :
4) Deskripsi tempat/ suasana :

A. Instrumen
Aspek Indikator Checklist Keterangan
Anak bermain dengan berlari

Anak bermain dengan melompat

Anak bermain dengan berputar-putar


Fisik
Anak bermain lempar bola

Anak mengubah objek yang


dimainkan menjadi objek lain.

Anak bermain roleplay


Anak bercerita tentang hal-hal
imajinatif

Anak bermain dengan kompetisi

Anak merangkai sesuatu menjadi


sebuah bentuk

Anak bermain menggunakan aturan


tertentu

Sosial Anak melakukan percakapan dengan


teman sebaya

Anak bekerja sama melakukan


sesuatu
Permainan sederhana tanpa
melibatkan fungsi motorik

Anak melakukan permainan


pemecahan masalah

Permainan tanpa melibatkan aktivitas


motorik

ii. Wawancara

A. Identitas Subjek
1) Nama :
2) Jenis kelamin :
3) Usia :
4) Deskripsi subjek :

B. Setting

1) Hari/ tanggal :
2) Lokasi :
3) Waktu :
4) Deskripsi temppat/ suasana :
C. Instrumen
1. Kegiatan apa saja yang dilakukan subjek pada saat waktu
senggang?
2. Apakah subjek sering berlari-lari, main perosostan, main,
lempat bola, atau hal-hal fisik yang tidak melibatkan teman
sebayanya yang lain?
3. Apakah subjek pernah bermain-main dengan barang tertentu
dan menjadikannya menjadi objek khayalan lain? Seberapa
sering? (kalau iya)
4. Apakah subjek pernah bermain peran dengan berkhayal menjadi
tokoh tertentu? Seberapa sering? (kalau iya)
5. Apakah subjek pernah berbicara atau bercerita menganai
teman khayalan? Seberpa sering (kalau iya)
6. Apakah subjek pernah menggambar pola-pola tertentu,
menyusun, maupun merangkai objek menjadi susunan tertentu?
seberapa sering? (kalau iya)
7. Apakah subjek sering berkumpul dengan teman-teman lain dan
berdiskusi mengenai sesuatu? Seberapa sering? (jika iya)
8. Apakah subjek bermain pada saat waktu istirahat?
9. Permainan apa saja yang sering subjek mainkan?
10. Apa yang biasanya subjek lakukan setelah bermain?
11. Apakah subjek belajar dari pengalaman sebelumnya ketika akan
memainkan permainan yang sama?
12. Apakah subjek dapat menerima keputusan dari hasil
permainan?
13. Apakah subjek menikmati saat-saat waktu senggang dan
saat bermain?
14. Apakah subjek pernah bercerita mengenai hal-hal tertentu
selama waktu senggang?

V. METODE PENGAMBILAN DATA


Observasi pada penelitian ini menggunakan event sampling tipe
check list. Mengamati perilaku pada suatu waktu tertentu. Dalam metode
check list observer menyusun struktur observasi dengan memilih dan
mendefinisikan perilaku terlebih dahulu sebelum observasi dilaksanakan
sehingga ketika observasi tinggal memberi tanda cek pada indikator perilaku
yang muncul. Metode ini digunakan untuk melihat kehadiran perilaku yang
dianggap penting. Alasan penggunaan metode ini adalah ceklis dipandang
dapat merekam perilaku dengan cepat dan efisien.

Wawancara pada penelitian ini menggunakan metode semi


terstruktur. Sebelum wawancara dilakukan, interviewer membuat
pertanyaan-pertanyaan inti yang didasarkan pada aspek-aspek dari tema.
Namun pada saat wawancara, interviewer dapat mengembangkan
pertanyaan berdasarkan jawaban intervieweer yang dikenal dengan probing.
DAFTAR PUSTAKA

Utama, Bandi. Bermain sebagai Sarana Pengembangan Aspek Sosial pada Anak Usia
Dini. FIK UNY.

Santrock, JW. 2014. A Topical Approach to Life Span Development seventh


edition. New York: McGraw Hill

Tedjaputra, Mayke. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: Grasindo

Anda mungkin juga menyukai