Anda di halaman 1dari 32

perpustakaan.uns.ac.

id 14
digilib.uns.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian


Masyarakat dalam melakukan suatu perbuatan hukum telah mengenal apa
yang dinamakan dengan perjanjian sebagai kebiasaan untuk melakukan
suatu tindakan yang mengakibatkan suatu akibat hukum. Untuk membuat
definisi yang tepat tentang perjanjian adalah sangat sulit. Oleh karena itu
untuk lebih memahami pengertian dari perjanjian, maka dikemukakan
beberapa definisi dari perjanjian.
a. Pengertian Perjanjian
R. Subekti, menyatakan “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana 2 (dua) orang itu saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, yang dalam bentuknya
perjanjian itu dapat dilakukan sebagai suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan secara lisan
maupun tertulis” (R.Subekti, 2005:2). Perjanjian dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUHPerdata) diatur dalam Pasal 1313 yaitu :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur:
1) Perbuatan,
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini
lebih tepat jika diganti dengan perbuatan hukum atau tindakan hukum,
karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak.
2) Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak
yang saling berhadap-hadapan dansaling memberikan pernyataan yang
cocok satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
3) Mengikatkan dirinya,
4) Didalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak
yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat
kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri
(Handri Raharjo, 2009:41).
Menurut definisi perjanjian yang diterangkan di atas terlihat bahwa
suatu perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji atau kesanggupan baik secara lisan maupun secara
tertulis.Dari hubungan ini timbul suatu perikatan (pengertian abstrak)
antara dua pihak yang membuatnya.Dengan demikian hubungan antara
perikatan dengan perjanjianadalah bahwa perjanjian merupakan salah
satu sumber perikatan,disamping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian
juga dinamakan denganpersetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu sehinggadapat dikatakan dua kata tadi adalah sama
yaitu perjanjian danpersetujuan.
Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk
tertentu,dapat dibuat secara lisan maupun secara tertulis, ketentuan ini
dapat dibuatlisan atau tertulis lebih kepada bersifat sebagai alat bukti
semata apabiladikemudian hari terjadi perselisihan antara pihak-pihak
yang membuatperjanjian. Akan tetapi ada beberapa perjanjian yang
ditentukan bentuknyaoleh peraturan perundang-undangan, dan apabila
bentuk ini tidak dipenuhimaka perjanjian tersebut menjadi batal atau
tidak sah, seperti perjanjianjaminan fidusia dan merupakan Akta
Jaminan Fidusia yang harus dibuatdengan akta notaris.

b. Unsur-Unsur Perjanjian
Dalam Perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya 3 (tiga) unsur
dalam perjanjian,(Kartinicommit
Muljaditodan Gunawan Widjaja,2010:84) yaitu:
user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

1) Unsur esensialia
Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan
berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau
lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang
membedakan secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur
esensialia ini umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan,
definisi atau pengertian dari suatu perjanjian. Misalnya perjanjian jual
beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar.
2) Unsur Naturalia
Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian
tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya
dalam perjanjian yang mengandung unsur naturia berupa kewajiban
dari penjual untuk menanggung cacat tersembunyi. Ketentuan ini
tidak dapat disimpangi oleh para pihak, karena sifat dari jual beli
menghendaki hal yang demikian.
3) Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian,
yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara
menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak,
yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-
sama oleh para piahak. Dengan demikian maka unsur ini pada
hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus
dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak. Misalnya dalam jual beli
adalah ketentuan mengenai tempat dan saat penyerahan kebendaan
yang dijual atau dibeli.
c. Syarat Sahnya Perjanjian
Aturan mengenai syarat sahnya suatu atau sebuah perjanjian
terdapatdalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) berbunyi: untuk sahnya suatu perikatan diperlukan empat
commit to user
syarat (R.Subekti, R. Tjitrosudibio, 2001:339). :
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

1) Sepakat mereka yang mengikatkan diri.


Maksudnya bahwa kedua pihak yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang menjadi pokok dari
perjanjian yang dilakukan/diadakan itu.Apa yang dikehendaki oleh
pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya.
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, maksudnya bahwa pihak-
pihak yang membuat perjanjian tersebut merupakan orang yang sudah
memenuhi syarat sebagai pihak yang dianggap cakap menurut hukum.
Pihak atau orang-orang yang dianggap atau yang termasuk kategori
orang-orang yang tidak cakap, dapat kita lihat dalam Pasal 1330Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang berbunyi:tak
cakap unuk membuat suatu perjanjian adalah :
a) Orang-orang yang belum dewasa;
b) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
c) Orang-orang perempuan yang telah kawin. Ketentuan ini menjadi
hapus dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Karena Pasal 31 undang-undang ini
menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah
seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan
hukum (http://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-sahnya-
perjanjian/, diakses 7/07/2016 pukul 23.12 WIB)
3) Suatu hal tertentu.
Suatu hal tertentu yang dimaksudkan dalam persyaratan ketiga syarat
sahnya suatu perjanjian ini adalah obyek dari pada perjanjian.Obyek
perjanjian tersebut haruslah merupakan barangbarang yang dapat
diperdagangkan.
4) Suatu sebab yang halal. Pengertian dari suatu sebab yang halal yaitu,
bahwa isi dari perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-
undang, normanorma agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.
d. Asas – Asas Perjanjian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

Asas-asas penting dalam perjanjian antara lain :


1) Asas Kebebasan Berkontrak.
Maksudnya setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian berupa
apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu
ditujukan. Kebebasan berkontrakadalah salah satu asas yang sangat
penting dalam hukum perjanjian (Mariam Darus Badrulzaman,
2001:84).Kebebasan ini merupakan perwujudan dari kehendak bebas,
pancaran hak asasi manusia.
2) Asas Konsesualisme.
Suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat
perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali
perjanjian yang bersifat formal.Konsensualisme, selain merupakan
sifat hukum perikatan juga merupakan asas hukum perjanjian. Kata
sepakat harus dinyatakan dalam bentuk tertulis/lisan/tanda-tanda yang
dapat diterjemahkan. Didalam hukum tidak dikenal asas
konsesualisme tetapi dikenal dengan perjanjian riil dan perjanjian
formil.Perjanjian riil adalah perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan
secara nyata sedangkan yang disebut perjanjian formil adalah suatu
perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa
akta otentik maupun akta bawah tangan). Dalam hukum romawi
dikenal dengan istilah contractus verbis literis dan contractus
innominat yang artinya bahwa terjadinya perjanjian adalah memenuhi
bentuk yang telah ditetapkan. Asas Konsesualitas yang dikenal dalam
kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah yang berkaitan dengan
bentuk perjanjian. Ketentuan yang mengenai konsesualitas ini dapat
ditemui dalam rumusan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
3) Asas Itikad Baik.
Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan
itikad baik. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat
commitseseorang
diartikan sebagai kejujuran to user yaitu apa yang terletak pada
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan


itikadbaik dalam pengertian obyektif adalah bahwa pelaksanaan
suatuperjanjian harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa
yangdirasa sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.
4) Asas Pacta Sun Servanda
Merupakan asas yang berhubungan dengan mengikatnya suatu
perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat
bagi mereka yang membuatnya, dan perjanjian tersebut berlaku seperti
undang-undang. Asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas kepastian
hukum dimana hakim atau pihak ketiga harus menghormati subtansi
perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebagaimana layaknya
Undang-Undang. Asas pacta sunt servanda pada mulanya dikenal
dalam hukum Gereja. Didalam hukum Gereja itu disebutkan
terjadinya suatu perjanjian apabila ada kesepakatan diantara kedua
belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah.Ini mengandung makna
bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua belah pihak
merupakan perbuatan yang sacral dan dikaitkan dengan unsure
keagamaan, namun dalam perkembangannya asas ini diberi arti
pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah
dan tindakan formalitas lainnya. Asas ini diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Pasal 1338 ayat (1) yang menyatakan bahwa :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.
5) Asas Kepribadian atau Asas Personalia
Disebut juga dengan asas personalitas, bahwa persetujuan-persetujuan
hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya, tidak dapat
kerugian maupun manfaat karenanya bagi pihak ketiga (H.R.Daeng
Naja, 2006:8-14). Asas ini diatur dan dapat kita temukan dalam
ketentuan Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
berbunya “Pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu jani selain untuk
dirinya sendiri”.

2. Tinjauan Umum tentang Jaminan


a. Pengertian Jaminan
Jaminan adalah agunan segala sesuatu yang diterima oleh kreditur
dari debitur berkenaan dengan utang piutangnya diberikan kepada
kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi
kewajibannya yang timbul dari perikatan. Hukum jaminan adalah
keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang jaminan dalam
hubungan utang piutang. Adanya jaminan memang diperlukan oleh pihak
kreditur karena dalam perikatan antara kreditur dan debitur, pihak
kreditur mempunyai suatu kepentingan bahwa debitur akan memenuhi
kewajibannya dalam perikatan tersebut. Dalam Pasal 1131 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan “segala kebendaan si
berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah
ada maupun yang baru aka nada dikemudian hari, menjadi tanggungan
untuk segala perikatan perorangan”.Menurut Salim HS, dari definisi
tentang jaminan terkandung unsur-unsur yang terdapat didalamnya.
Unsur-unsur tersebut yaitu (Salim, 2011:7):
1) Adanya Kaidah Hukum
Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum
jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-
kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan,
traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak
tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan
berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah
dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.
2) Adanya Pemberi dan Penerima Jaminan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang


menyertakan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang
bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum
yang membutuhkan fasilitas kredit.
3) Adanya Jaminan
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah
jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan
yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak
dan benda tidak bergerak. Jaminan immateriil merupakan jaminan non
kebendaan.
4) Adanya Fasilitas Kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan untuk
mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non
bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan
kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank
percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok
pinjaman dan bunganya. Begitu debitur percaya bahwa bank atau
lembaga keuangan non bank dapat memberikan kredit kepadanya.
b. Penggolongan Jaminan
Di Indonesia, jaminan dapat diklasifikasikan berdasarkan 4 (empat)
hal, antara lain:
1) Berdasarkan Cara Terjadinya
a) Jaminan yang lahir karena undang-undang, adalah jaminan yang
eksistensinya berpedoman atau patuh terhadap peraturan
perundang-undangan kerena telah dikodifikasikan di dalam
peraturan perundang-undangan tersebut. Contohnya : Pasal 1131
dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah mengatur
mengenai segala harta kekayaan seorang debitur baik yang sudah
ada ataupun yang akan ada, tetap menjadi penanggungan
pelunasan hutang debitur kepada kreditur, serta mengatur pula
commit
mengenai kedudukan to user
harta para kreditur baik yang preferen
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

maupun tidak, tetap sama-sama harus mendapat pelunasan hutang


dari debitur sesuai kedudukan yang mana didahulukan dan sesuai
piutang masing-masing.
b) Jaminan yang lahir karena diperjanjikan ini adalah, merupakan
jaminan yang diatur dalam perjanjian jaminan antara debitur dan
kreditur yang mengulas hal-hal jumlah kredit serta jenis objek
jaminan secara lengkap. Perjanjian jaminan ini adalah perjanjian
accesoir yang mengikuti perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit.
Contohnya : perjanjian jaminan fidusia, hak tanggungan, gadai
ataupun perjanjian penanggungan (borghtocht).
2) Berdasarkan Obyeknya
a) Jaminan yang Objeknya Benda Bergerak
b) Jaminan yang Objeknya Benda tidak Bergerak atau Benda Tetap
c) Jaminan yang Objeknya Benda berupa Tanah
3) Berdasarkan Sifatnya
a) Jaminan yang termasuk Jaminan Umum adalah jaminan yang
digunakan dalam hal untuk pelunasan hutang para kreditur
dengan seluruh harta kekayaan debitur sesuai dengan Pasal 1131
dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b) Jaminan yang termasuk Jaminan Khusus adalah jaminan yang
dalam penyerahannya adalah suatu jenis benda tertentu, sesuai
yang diinginkan oleh kreditur dalam rangka pelunasan hutang
debitur, yang mana berdasarkan adanya perjanjian khusus antara
debitur dan kreditur.
c) Jaminan yang Bersifat Kebendaan adalah jaminan kebendaan
yang harus selalu diadakan pencatatan dan tunduk pada asas
publisitas, dengan demikian tercipta hak yang mutlak terhadap
kebendaan yang dijadikan penanggungan hutang tersebut.
Lembaga yang digunakan biasanya adalah fidusia, hak
tanggungan,gadai, hipotek.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

d) Jaminan yang Bersifat Perorangan adalah jaminan yang berupa


orang, dalam arti orang yang dimaksud tersebut adalah orang
yang bersedia sepenuhnya untuk melunasi hutang debitur kepada
kreditur dalam debitur tersebut wanprestasi.
4) Berdasarkan Kewenangan Menguasai Benda Jaminannya
a) Dalam hal jaminan yang menguasai jaminannya adalah pada
lembaga gadai dan hak retensi, karena dianggap akan lebih aman
bagi kreditur bila objek jaminan dikuasai.
b) Dalam hal jaminan tidak menguasai jaminannya adalah pada
lembaga fidusia, dan hak tanggungan, yang dikuasai hanyalah
surat-suratnya saja, dengan demikian debitur tetap dapat
menggunakan benda jaminan untuk mengoperasionalkan
bisnisnya.
c. Asas-Asas Hukum Jaminan
Hukum jaminan adalah hukum yang dijadikan pedoman oleh
lembaga jaminan. Adapun 5 (lima) asas hukum jaminan, antara lain
(Salim H.S, 2011 : 9) :
1) Asas Publicitet
Asas yang berpandangan bahwa semua benda atau objek jaminan
yang dijadikan penanggungan hutang harus selalu didaftarkan,
termasuk juga fidusia, hipotek serta hak tanggungan. Pendaftaran
dapat dilakukan pada masing-masing kantor khusus yang telah
ditunjuk oleh pemerintah dalam menerima pendaftaran objek jaminan
tersebut, sehingga hal ini dapat menginformasikan pada pihak ketiga
bahwa suatu benda atau objek tersebut adalah merupakan benda
jaminan yang dijadikan penanggungan hutang dalam suatu perikatan.
2) Asas Specialitet
Asas yang memiliki prinsip khusus bahwa mengenai lembaga
fidusia, hipotek dan hak tanggungan hanya dapat dipergunakan pada
objek-objek yang telah didaftarkan secara jelas dan pasti atas nama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

seorang individu, yang mana dalam hal objek tersebut adalah tanah,
maka yang menjadi fokusnya adalah status tanah yang berupa persil.
3) Asas Tidak Dapat Dibagi
Asas yang berprinsip bahwa walaupun jumlah nilai hutang yang
dimiliki debitur kepada kreditur dapat dilakukan pembagian atau
pengurangan (misalnya telah dilunasi sebagian), jumlah objek jaminan
yang telah diagunkan tetap tidak dapat dilakukan pembagian atau
pengembalian, sama seperti pada jumlah awal pemberian benda
jaminan tersebut, sampai pada akhirnya hutang telah seluruhnya lunas
barulah benda-benda yang dijadikan agunan tersebut dapat diambil
seluruhnya oleh debitur
4) Asas Inbezitsteling
Asas yang dianut oleh lembagai gadai yang berprinsip bahwa
debitur yang berhutang harus mnyerahkan penguasaan objek
jaminannya pada penerima gadai.Hal ini sesuai dengan Pasal 1152
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
5) Asas Horizontal
Asas yang berprinsip bahwa tanah dan bangunan tidaklah menjadi
satu, dalam arti tidak satu kesatuan yang mana masing-masing
memiliki sifat serta pengaturan dalam hak-hak atas tanah yang
berbeda bidang.Contohnya adalah pada hak guna bangunan dan hak
pakai.
3. Tinjauan Umum tentang Jaminan Fidusia
a. Pengertian Fidusia
Fidusia merupakan kata atau istilah dari bahasa asing yangsudah
dibakukan ke dalam bahasa Indonesia dan sudah menjadi istilah resmi
dalam hukum di Indonesia. Namun demikian kadang-kadang dalam
bahasa Indonesia istilah “fidusia” ini disebut juga dengan istilah
“Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan”. Sedangkan istilah
“fidusia” dalam bahasa Belanda secaralengkap disebut dengan
commit to userdan dalam bahasa Inggris dikenal
“Fiduciaire Eigendoms Overdracht”,
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

dengan istilah “Fiduciary Transfer of Ownership”. Namun kadang-


kadang dalam literatur Belanda kita jumpai pula pengungkapan jaminan
fidusia ini dengan istilah-istilah sebagai berikut (Munir Fuady, 2003:3-4):
1) Zekerheids eigendom (hak milik sebagai jaminan);
2) Bezitloos Zekerheidsrecht (jaminan tanpa menguasai);
3) Verruimd Pand Begrip (gadai yang diperluas);
4) Eigendom Overdracht tot Zekerheid (penyerahan hak milik secara
jaminan);
5) Bezitloos Pand (gadai tanpa penguasaan);
6) Een Verkapt Pand Recht (gadai berselubung);
7) Uitbaouw dari Pand (gadai yang diperluas).
Menurut asal katanya, fidusia berasal dari bahasa Latin “fides”
yang berarti “kepercayaan”. Menurut Pasal 1 angka (2) Undang-Undang
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
Apabila debitur cidera janji maka kreditur dapat melakukan
eksekusi terhadap benda objek perjanjian fidusia.Secara umum, fidusia
artinya adalah penyerahan hak milik secara kepercayaan. Dari definisi
sebagaimana yang diuraikan di atas, kiranya dapat diartikan bahwa
fidusia adalah penyerahan hak milik secara kepercayaan atas suatu
benda, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak khususnya
bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan dari debitur kepada
kreditur, berdasarkan perjanjian hutang-piutang sebagai jaminan hutang
debitur kepada kreditur, namun benda yang telah diserahkan hak
kepemilikannya tersebut tetap dikuasai oleh pemilik benda, tetapi bukan
commit sebagai
lagi sebagai pemilik melainkan to user peminjam. Dari definisi-definisi
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

tersebut di atas, pada prinsipnya pengertian fidusia terdiri dari unsur-


unsur :
1) Merupakan penyerahan hak milik suatu benda dari pemiliknya
secara kepercayaan;
2) Adanya benda yang diserahkan, baik benda bergerak maupun benda
tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan;
3) Adanya perjanjian hutang-piutang;
4) Merupakan jaminan hutang debitur kepada kreditur;
5) Benda yang telah diserahkan hak kepemilikannya tersebut tetap
dikuasai oleh pemilik bendanya;
6) Pemilik benda bukan lagi sebagai pemilik, tetapi sebagai peminjam.
b. Obyek Jaminan Fidusia
Pada awalnya obyek jaminan fidusia hanya benda bergerak
saja.Dalam perkembangannya, obyek fidusia tidak hanya benda bergerak
saja, tetapi juga meliputi benda tidak bergerak.Ketentuan ini
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (4) Undang-
Undang Jaminan Fidusia, bahwa obyek jaminan fidusia adalah benda
bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang
terdaftar maupun yang tidak terdaftar dan benda tidak bergerak yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan maupun hipotik.Menurut J. Satrio
benda yang dapat menjadi obyekJaminan Fidusia sekarang ini meliputi :
Benda Bergerak dan Benda TetapTertentu yaitu benda tetap yang tidak
bisa dijaminkan melalui lembagajaminan hak tanggungan atau hipotik
dan dengan syarat benda tetaptersebut dapat dimiliki dan dapat dialihkan
(J.Satrio, 2002:179).
Lebih lanjut dalam ketetuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor
42Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan, bahwa Jaminan
Fidusia tidak berlaku terhadap Hak Tanggungan yang berkaitan dengan
tanah dan bangunan, hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor
commit
berukuran 20 (dua puluh) to user
M3 atau lebih, hipotek atas pesawat terbang,
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

dan gadai. Dengan demikian, obyek jaminan fidusia adalah benda


bergerakdan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak bisa
dibebanidengan hak tanggungan. Hal ini berkaitan dengan tempat
pendaftaran yang dirasakan kurang menjamin kepastian hukum terhadap
kreditur, dan kemungkinan menghadapi kesulitan lebih besar
dibandingkan dengan benda bergerak dalam eksekusi benda jaminan
dikemudian hari. Sehingga secara praktis obyek jaminan fidusia hanya
berupa benda bergerak saja.
c. Prinsip Jaminan Fidusia
Memang ada persamaan antara fidusia dengan gadai, namun antara
keduanya juga terdapat perbedaan prinsip yang membedakan kedua
lembaga jaminan tersebut. Prinsip utama dari jaminan fidusia adalah
(Munir Fuady, 2003:4) :
1) Bahwa secara riil, pemegang fidusia hanya berfungsi sebagai
pemegang jaminan saja, bukan sebagai pemilik yang sebenarnya;
2) Hak pemegang fidusia untuk mengeksekusi barang jaminan baru ada
jika ada wanprestasi dari pihak debitur;
3) Apabila hutang sudah dilunasi, maka obyek jaminan fidusia harus
dikembalikan kepada pihak pemberi fidusia;
4) Jika hasil penjualan (eksekusi) barang fidusia melebihi jumlah
hutangnya, maka sisa hasil penjualan harus dikembalikan kepada
Pemberi Fidusia.
d. Pembebanan Benda Jaminan Fidusia
Undang-Undang Fidusia pada Pasal 5 ayat (1) menentukan, bahwa
pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaries
dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia. Dalam akta
jaminan fidusia, selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan
waktu (jam) pembuatan akta tersebut.Dari ketentuan Pasal 5 ayat (1)
tersebut, maka pembebanan jaminan fidusia yang merupakan perjanjian
fidusia dibuat dalam bentuk tertulis dengan akta notaris. Notaris
commit
merupakan pegawai/pejabat to useryang berwenang membuat akta
umum
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

otentik, demikian menurut ketentuan Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris


(PJN) yang menyatakan : “Notaris adalah pegawai umum yang satu-
satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh sesuatu
peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar
dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kebenaran tanggalnya,
menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya,
semuanya itu sebegitu jauh pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan
atau dikecualikan kepada pegawai umum lainnya”. Sedangkan pengertian
Notaris menurut Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris, bahwa Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya yang
ditentukan dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang
lainnya.
Pengertian akta otentik sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal
1868 KUHPerdata, bahwa : “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang
dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh
atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di
tempat di mana akta dibuatnya.” Dari pengertian Pasal 1868 KUHPerdata
tersebut, maka suatu akta untuk dapat dikatakan akta otentik harus
memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu :
1) Dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum;
2) Dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;
3) Pegawai umum itu berwenang membuat akta itu.
Ditinjau dari sudut pembuktian yang berlaku di Indonesia, maka
akta otentik merupakan alat bukti yang paling kuat dalam hal terjadi
sengketa diantara para pihak.Akta otentik merupakan suatu bukti yang
sempurna yang tidak bisa dibantah kebenarannya oleh para pihak, kecuali
ada unsur penipuan, paksaaan atau kekeliruan yang harus dibuktikan oleh
pihak yang membantahnya. Pasal 1870 KUHPerdata menentukan, bahwa
commit to diantara
: “Suatu akta otentik memberikan user para pihak beserta ahli waris-
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu
bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.” Jadi
ketentuan untuk pembebanan jaminan fidusia dalam bentuk akta notaris
merupakan upaya dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum
bagi para pihak yang terkait, karena pada umumnya benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia adalah barang yang tidakterdaftar.
e. Pendaftaran Jaminan Fidusia
1) Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia
Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh pihak
penerima fidusia atau wakilnya atau kuasanya dengan melampirkan
pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia, hal ini sesuai dengan Pasal
13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut dibuat
secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditujukan kepada Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melalui Kantor Pendaftaran
Fidusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima
fidusia atau wakilnya atau kuasanya dengan melampirkan pernyataan
pendaftaran jaminan fidusia, yang memuat :
a) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
b) Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat
kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia;
c) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
d) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
e) Nilai penjaminan;
f) Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Sebagai bukti bahwa kreditur telah melakukan pendaftaran
jaminan fidusia adalah diterbitkannya sertifikat jaminan fidusia oleh
commitpada
Kantor Pendaftaran Fidusia, to user
hari pendaftaran dilakukan.Sertifikat
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang dipersamakan


dengan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap. Artinya bahwa sertifikat jaminan fidusia dapat langsung dipakai
sebagai alat eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia tanpa melalui
proses pengadilan, bersifat final dan mengikat. Apabila setelah
didaftarkan terjadi perubahan dalam hal jaminan fidusia, maka
penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas
perubahan tersebut ke Kantor Pendaftaran Fidusia, dan perubahan
tersebut tidak perlu dilakukandengan akta notaris.
2) Tempat pendaftaran Jaminan Fidusia
Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran
Fidusia, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12
Undang-Undang Jaminan Fidusia.Kantor Pendaftaran Fidusia berada
dalam lingkup Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia yang bertempat di Jakarta. Kantor Pendaftaran Fidusia
didirikan untuk pertama kali di Jakarta dan secara bertahap sesuai
keperluan akan didirikan di ibukota propinsi di seluruh Wilayah
Negara Republik Indonesia.
Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun
2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap
Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia, bahwa
Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di setiap ibukota propinsi dan
berada dalam lingkup Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia. Sedangkan untuk pendirian
Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah tingkat II dapat disesuaikan
dengan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, hal ini sesuai
dengan keterangan dalam penjelasan Pasal 12 Undang-Undang
Jaminan Fidusia.
3) Akibat Pendaftaran Jaminan Fidusia
a) Pihak Pemberi Fidusia
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

Dengan dilakukannya pendaftaran jaminan fidusia di Kantor


Pandaftaran Fidusia serta diterbitkannya sertifikat jaminan
fidusia, maka benda atau obyek yang menjadi jaminan fidusia
juga beralih kepemilikannya dari pemberi kepada penerima
fidusia, walaupun penguasaannya diberikan secara sukarela
kepada pemberi fidusia.Pemberi fidusia tidak lagi berhak untuk
memperjualbelikan atau memindahtangankan obyek jaminan
fidusia tersebut, kecuali untuk obyek jaminan fidusia yang berupa
benda persediaan/stok barang dagangan (inventory).Pemberi
fidusia bertanggungjawab penuh terhadap keselamatan obyek
jaminan fidusia sebagai akibat pemakaian dan keadaan obyek
jaminan fidusia yang berada dalam penguasaannya karena obyek
jaminan fidusia sepenuhnya berada dalam penguasaan pemberi
fidusia termasuk memperoleh manfaat dari obyek jaminan fidusia
tersebut (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001:129).
b) Pihak Penerima Fidusia
Bagi Penerima Fidusia setelah dilakukan pendaftaran jaminan
fidusia, maka penerima fidusia menjadi kreditur preferen atau
mempunyai hak didahulukan untuk mengambil pelunasan
piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia.Dengan diterbitkannya sertifikat jaminan fidusia, maka
Penerima Fidusia mempunyai hak eksekutorial yaitu penerima
fidusia langsung dapat melaksanakan eksekusi terhadap obyek
jaminan fidusia apabila Pemberi Fidusia melakukan cidera janji
terhadap pelunasan utang yang dijamin dengan benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia tanpa harus melalui pangadilan
dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk
melaksanakannya.
f. Hapusnya Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia hapus karena beberapa hal, yaitu :
1) Hapusnya hutang yangcommit
dijamintodengan
user fidusia;
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

2) Adanya pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia;


3) Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia musnah, dan
apabila terdapat jaminan asuransinya maka klaim asuransi tersebut
menjadi hak dari penerima fidusia.Penerima fidusia mempunyai
kewajiban untuk memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia
mengenai hapusnya jaminan fidusia, dengan melampirkan pernyataan
mengenai hapusnya hutang, pelepasan hak atau musnahnya benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia. Dengan hapusnya jaminan fidusia,
Kantor Pendaftaran Fidusia akan menerbitkan surat keterangan yang
menyatakan sertifikat jaminan fidusia yang bersangkutan tidak berlaku
lagi.

4. Tinjauan Umum tentang Eksekusi


a. Pengertian Eksekusi
Eksekusi dalam bahasa Inggris disebut executie atau uitvoering
dalam bahasa Belandanya, sedangkan dalam kamus hukum berarti
pelaksanaan putusan pengadilan. Menurut M. Yahya Harahap, lebih
menegaskan “secara paksa” putusan Pengadilan dengan bantuan
kekuatan umum apabila pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak
Tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela (M.Yahya Harahap,
2005:5). Menurut berbagai pendapat tentang eksekusi tersebut dapat
disimpulkan pengertian eksekusi yaitu sebagai tindakan hukum yang
dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara
yang juga menurut aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan
perkara, yang melaksanakan secara paksa putusan Pengadilan dengan
bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah tidak mau
menjalankannya secara suka rela.
b. Dasar Hukum Eksekusi
Eksekusi merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh
pengadilan kepada pihak yang
commit kalah dalam suatu perkara, juga
to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara.
Eksekusi merupakan tindakan yang berkelanjutan dari keseluruhan
proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung
dalam Herziene Inlandsch Reglement (HIR) atauRechtsreglement voor de
buitengewesten (RBG).Dan termasuk juga didalamnya pedoman aturan
eksekusi yang harus merujuk pada pengaturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam HIR. Tata cara menjalankan putusan yang
disebut juga dengan eksekusi, diatur lebih lanjut dalam Pasal 195 sampai
dengan 208 dan Pasal 224 HIR atau Pasal 206 sampai dengan Pasal 240
dan Pasal 258 HIR. Selain pasal-pasal tersebut, masih terdapat lagi yang
mengatur pelaksanaan eksekusi yaitu Pasal 225 HIR atau 259 HIR.
Kedua pasal ini mengatur eksekusi tentang putusan pengadilan yang
menghukum Tergugat untuk melakukan suatu ”perbuatan tertentu”. Dan
Pasal 180 HIR atau Pasal 1919 HIR, yang mengatur pelaksanaan putusan
secara ”serta merta” (uitoverbaar bij voorraad) meskipun putusan
tersebut belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
c. Jenis Eksekusi
Mengenai jenis-jenis eksekusi dapat dilihat dari beberapa pendapat
para ahli. Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata
eksekusi dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, adapun pembagian
jenis eksekusi meliputi :
1) Eksekusi Pasal 196 HIR, yaitu eksekusi pembayaran sejumlah uang.
2) Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR, yaitu menghukum seorang
melakukan sesuatu perbuatan.
3) Eksekusi RiiI yang dalam praktek banyak dilakukan tetapi tidak diatur
dalam HIR (Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata,
1997:130).
Apabila dilihat berdasarkan obyeknya (apa yang dapat dieksekusi),
dibedakan menjadi :
commit to user
1) Eksekusi putusan hakim.
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

2) Eksekusi grosse surat utang notaril.


3) Eksekusi benda jaminan (Objek Gadai, Hak Tanggungan,
Fidusia,Cessie, Sewa Beli, Leasing).
4) Eksekusi piutang negara, baik yang timbul dari kewajiban
(utangpajak, utang bea masuk) maupun perjanjian kredit (bank
pemerintahyang macet, piutang BUMN maupun BUMD).
5) Eksekusi putusan lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa.
6) Eksekusi terhadap sesuatu yang mengganggu hak atau kepentingan.
7) Eksekusi terhadap bangunan yang melanggar Izin
MendirikanBangunan.
Jenis eksekusi yang objek selain putusan hakim jumlahnya jauh
lebih banyak. Bahkan dilihat dari segi jumlah pelaksanaan eksekusi yang
paling banyak adalah eksekusi benda jaminan oleh perusahaan umum
pegadaian, diikuti dengan eksekusi terhadap benda jaminan yang lain dan
eksekusi karena tunggakan piutang negara. Berdasarkan prosedur,
eksekusi dibedakan menjadi :
1) Eksekusi tidak langsung, terdiri dari :
a) Sanksi atau hukum membayar uang paksa, berdasar perjanjian
atau putusan hukum., Pasal 209-223 HIR.
b) Penghentian atau pencabutan langganan, ini didasarkan pada
perjanjian yang dapat ditemukan dalam perjanjian langganan
telepon, listrik, air minum dan lain sebagainya.
2) Eksekusi langsung, terdiri dari :
a) Eksekusi biasa (membayar sejumlah uang).
b) Eksekusi riil terhadap putusan pengadilan dan objek lelang.
3) Eksekusi melakukan perbuatan.
4) Eksekusi dengan pertolongan hakim.
5) Eksekusi parat (eksekusi tanpa perantara hakim)
6) Eksekusi penjualan di bawah tangan atas benda.
7) Eksekusi piutang sebagai jaminan (berdasar perjanjian).
commit to user
8) Eksekusi dengan izin hakim.
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

9) Eksekusi oleh diri sendiri.


Adanya perbedaan eksekusi langsung dan tidak langsung
didasarkan pada hasil yang didapatkan setelah dilakukan paksaan
terhadap debitur yang tidak mau memenuhi kewajibannya.Dalam hal ini
paksaan terhadap debitur menjadikan hak kreditur langsung terealisasi,
maka eksekusi tersebut dinamakan eksekusi langsung.Sebaliknya jika
dengan paksaan terhadap debitur hasilnya berupa dorongan kepada
debitur untuk segera memenuhi kewajibannya, maka eksekusi tersebut
dikategorikan ke dalam eksekusi tidak langsung.
d. Eksekusi Jaminan Fidusia
Dalam pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia terkadang tidak
selalu sesuai dengan apa yang diperjanjikan sebelumnya. Salah satu ciri
Jaminan Fidusia adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya,
apabila Pemberi Fidusia (debitor) cidera janji. Walaupun secara umum
ketentuan mengenai eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata
yang berlaku, namun dipandang perlu juga untuk memasukkan secara
khusus ketentuan mengenai eksekusi dalam Undang-Undang Jaminan
Fidusia terkait dengan ketentuan mengenai lembaga parate eksekusi
(Usman Rachmadi, 2008:229). Apabila dikemudian hari debitur
wanprestasi, maka menurut keketentuan Pasal 29 Undang-Undang
Jaminan Fidusia dapat dilakukan eksekusi atas objek Jaminan Fidusia
dengan cara sebagai berikut :
1) Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
(2) oleh Lembaga pembiayaan;
2) Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan
lembaga pembiayaan sendiri melalui pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
3) Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
pemberi dan lembaga pembiayaan jika dengan cara demikian dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

Dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia, debitur wajib


menyerahkan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.Apabila
debitur tidak menyerahkan Jamian Fidusia tersebut pada waktu eksekusi
dilaksanakan, kreditur berhak mengambil benda yang menjadi obyek
jamian fidusia tersebut dan kalau perlu meminta bantuan pihak yang
berwenang.Dalam hal benda yang menjadi obyek jamian fidusia terdiri
atas benda perdagangan atau efek yang dapat diperjualbelikan di pasar
bursa efek, atau penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Setiap janji untuk melaksanakan
eksekusi terhadap obyek Jaminan Fidusia dengan cara bertentangan
dengan ketentuan tersebut di atas batal demi hukum serta setiap janji
memberikan kewenangan kepada konsumen untuk memiliki benda yang
menjadi obyek Jaminan Fidusia apabila debitur cidera janji adalah batal
dem hukum. Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai seluruh sisa seluruh
utang debitur, kreditur wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada
debitur, namun apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan
utang, debitur tetap bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar.

5. Tinjauan Umum tentang Lembaga Pembiayaan


a. Pengertian Lembaga Pembiayaan
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan
yang dilakukan oleh perusahaan Finance, di samping kegiatan leasing,
factoring, kartu kredit dan sebagainya. Target pasar dari pembiayaan
konsumen ini sudah jelas, yaitu para konsumen.Suatu istilah yang dipakai
sebagai lawan dari kata produsen.Pranata hukum “Pembiayaan
Konsumen” dipakai sebagai terjemahan dari istilah “Consumer Finance”.
Pembiayaan konsumen ini tidak lain dari sejenis kredit konsumsi
(Cunsumer Credit). Hanya saja jika kredit konsumsi diberikan oleh bank
sementara pembiayaan konsumen dilakukan oleh perusahaan
pembiayaan.Peraturan Presiden No 9 tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan memberikan pengertian
commit to user kepada pembiayaan konsumen
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

sebagai suatu kegiatan pembiayaan yang dilakukan dalam bentuk


penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang
pembayarannya dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen.
b. Jenis Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan dalam Pasal 2 Peraturan Presiden No 9
Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Perusahaan Pembiayaan
Badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna
Usaha, Anjak Piutang, Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu
Kredit. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi:
a) Sewa guna usaha (leasing) merupakan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyedian barang modal baik secara sewa guna
usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha
tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa
guna usaha (lessee) selama jangaka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara angsuran. Kegiatan sewa guna usaha
dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi penyewa
guna usaha, baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli
barang tersebut. Pengadaan barang modal dapat juga dilakukan
dengan cara membeli barang penyewa guna usaha yang kemudian
di sewa guna usahakan kembali. Sepanjang perjanjian sewa guna
usaha (leasing) masih berlaku, hak milik atas barang modal objek
transaksi sewa guna usaha berada pada perusahaan pembiayaan.
b) Anjak Piutang (factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam
bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu
perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Kegiatan
anjak piutang tersebut dapat dilakukan dalam bentuk anjak
piutang tanpa jaminan dari penjual piutang (without recourse) dan
anjak piutang dengan jaminan dari penjual (with recourse). Anjak
piutang tanpa jaminan dari penjual piutang adalah kegiatan anjak
commit to user
piutang dimana perusahaan pembiayaan menggung seluruh resiko
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

tidak tertagihnya piutang. Sedangkan anjak piutang dengan


jaminan dari penjual piutang adalah kegiatan anjak piutang
dimana penjual piutang menanggung resiko tidak tertagihnya
sebagian atau seluruh piutang yang dijual kepada perusahaan
pembiayaan.
c) Usaha Kartu Kredit (credit card) adalah kegiatan pembiayaan
untuk pembelian barabf dan/atau jasa dengan menggunakan kartu
kredit. Kegiatan usaha kartu kredit yang dapat dimanfaatkan oleh
pemegangnya untuk pembelian barang dan/atau jasa. Perusahaan
pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha kartu kredit,
sepanjang berkaitan dengan system pembayaran wajib mengikuti
ketentuan Bank Indonesia.
d) Pembiayaan Konsumen (consumer finance) adalah kegiatan
pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan
konsumen dengan pembayaran secara angsuran. Kegiatan
pembiayaan konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen
dengan pembayaran secara angsuran. Kebutuhan konsumen yang
dimaksud meliputi antara lain pembiayaan kendaraan bermotor,
pembiayaan alat-alat rumah tangga, pembiayaan barang-barang
elektronik, dan pembiayaan perumahan.
2) Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company)
Badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke
dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan
(investee company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk
penyertaan saham, penyertaan melalui pembeliaan obligasi konversi,
dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.
Kegiatan usaha Perusahaan Modal Ventura meliputi :
a) Penyertaan saham (equity participation)
b) Penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quasi equity
participation) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

c) Pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha


(profit/revenenue sharing)
3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur
Badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana kepada proyek infrastruktur. Kegiatan
usaha Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur meliputi:
a) Pemberian pinjaman langsung (direct lending) untuk pembiayaan
infrastruktur.
b) Refinancing atas infrastruktur yang telah dibiayai pihak lain,
c) Pemberian pinjaman subordinasi (subordinated loans) yang
berkaitan dengan Pembiayaan Infrastruktur.
c. Unsur-Unsur Lembaga Pembiayaan
Menurut Sunaryo, lembaga pembiayaan memiliki bebrapa unsur yang
meliputi (Sunaryo,2008:2):
1) Badan usaha
Perusahaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang
termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
2) Kegiatan pembiayaan
Melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan cara membiayai pihak-
pihak atau sektor usaha yang dibutuhkan.
3) Penyediaan dana
Kegiatan menyediakan dana untuk suatu keperluan.
4) Barang modal
Barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu atau barang lain,
seperti mesin-mesin, peralatan pabrik, dan sebagainya.
5) Tidak menarik dana secara langsung
Tidak mengambil uang secara langsung baik dalam bentuk giro,
deposito, tabungan dan surat sanggup bayar kecuali hanya untuk
dipakai sebagai jaminan hutang kepada bank yang menjadi
krediturnya.
6) Masyarakat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

Sejumalah orang yang hidup bersama di suatu tempat, yang terikat


oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.

6. Tinjauan Umum tentang Pembiayaan Konsumen

a. Pengertian Pembiayaan Konsumen


Sudah tidak asing lagi dalam menjalani aktifitas sehari-hari dengan
kata-kata utang maupun piutang dalam dunia perekonomian. Memang
dalam dunia perekonomian kedua hal tersebut sangat menunjang
dalam peranannya. Terdapat suatu perjanjian dimana suatu perusahaan
memberikan piutang kepada pihak konsumen untuk membantu
dalam pembelian suatu barang tertentu. Perjanjian itu disebut
perjanjian pembiayaan konsumen, menurut Pasal 5 Keputusan Mentri
Keuangan Nomor 448 /KMK.017/2000 Pembiayaan Konsumen
adalah kegiatan usaha yang dilakukan dalam bentuk penyediaan
dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya
dilakukan secara angsuran atau berkala oleh konsumen kepada
perusahaan pembiayaan. Menurut Pasal 1 huruf (b) Keputusan
Mentri Keuangan Nomor 448 /KMK.017/2000 Perusahaan Pembiayaan
adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan bukan bank
yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam
bidang usaha Lembaga Pembiayaan. Diperjelas dengan Keputusan
Mentri Keuangan No.1251 / KMK. 013/ 1988, perusahaan pembiayaan
adalah badan usaha yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan
yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan. Sedangkan
arti lembaga pembiayaan Menurut Keputusan Presiden No.61 tahun
1988 Tentang Lembaga Pembiayaan, lembaga pembiayaan adalah
badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana
secara langsung dari masyarakat.
Lembaga pembiyaan melaksanakan kegiatan tertentu yang
commit
tentunya berbeda dengan bank.to Yang
user termasuk bidang usaha dari
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

lembaga pembiayaan adalah sewa guna usaha (leasing), perdagangan


surat berharga, piutang, modal ventura, pembiayaan konsumen, dan
kartu kredit (Sunaryo, 2008:23). Dapat disimpulkan dari pengertian
pembiayaan konsumen, secara umum pembiayaaan konsumen adalah
badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk
kebutuhan konsumen dengan sistem pembayaran angsuran atau
berkala.
b. Tujuan Perusahaan Pembiayaan Konsumen
Perusahaan pembiayaan merupakan salah satu lembaga
pembiayaan formal di Indonesia sudah diatur secara resmi. Lembaga ini
tumbuh dan berkembang seiring dengan dikeluarkannya pranata hukum
berupa KEPPRES No. 61 Tahun 1988 dan Keputusan Mentri
Keuangan Nomor 448 /KMK.017/2000 tentang perusahaan pembiayaan.
Meskipun demikian, saat ini keberadaan perusahaan pembiayaan
menunjukan perkembangan yang sangat baik. Pesatnya pertumbuhan
bisnis didalam maupun luar negri secara global, sekaligus menunjukan
tingginya minat masyarakat untuk membeli barang-barang dengan cara
mengangsur seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat
lapisan menengah kebawah. Dari hal tersebut akan menunjang
perkembangan baik bagi pelaku usaha, konsumen maupun lembaga
ekonomi seperti perusahaan pembiayaan. Beberapa tujuan perusahaan
pembiayaan yaitu sewa guna usaha (Leasing), anjak piutang, usaha kartu
kredit dan pembiayaan konsumen.
Sewa guna usaha dilakukan untuk mendukung kegiatan ekonomi
dalam hal pembiayaan kredit maupun leasing/ sewa guna usaha bagi
perusahan dalam bentuk penyedian barang - barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan (Sunaryo, 2008:27). Menurut Pasal 1
huruf ( c )Keputusan Mentri Keuangan Nomor 448 /KMK.017/2000
Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi
(Operating Lease) untuk commit to user oleh Penyewa Guna Usaha
digunakan
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

(Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara


berkala, lebih rincinya berkaitan dengan penyediaan modal untuk
digunakan suatu perusahaan. Diterangkan lebih lanjut dalam Pasal 3
ayat (3) Keputusan Mentri Keuangan Nomor 448 /KMK.017/2000 tentang
perusahaan pembiayaan, diterangkan bahwa sepanjang perjanjian Sewa
Guna Usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi
Sewa Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan. Menurut pasal
ini, hak milik suatu barang yang dilakukan selama perjanjian sewa
guna usaha berlaku masih dalam kekuasaan perusahaan pembiayaan dan
bukan dalam kekuasaan penyewa guna usaha atau konsumen yang
mengajukan modal obyek transaksi.
Berikutnya anjak piutang, didalam Pasal 4 Keputusan Mentri
Keuangan Nomor 448 /KMK.017/2000 diterangkan bahwa anjak piutang
adalah pembelian atau pengalihan piutang/tagihan jangka pendek dari
transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Maksud dari kalimat
tersebut bahwa dalam anjak piutang kewajiban membayar hutang
debitur kepada nasabah atau penjual dialihkan kepada perusahaan
anjak piutang, sehingga nantinya debitur akan membayar hutangnya
kepada perusahaan anjak piutang bukan kepada nasabah, piutang.
Sedangkan kegiatan usaha kartu kredit menurut Pasal 6 Keputusan
Mentri Keuangan Nomor 448 /KMK.017/2000 yaitu dilakukan dengan
cara penerbitan kartu yang dapat dimanfaatkan pemegangnya untuk
pembayaran barang maupun jasa. Tujuan terakhir adalah tujuan
pembiayaan konsumen, dikatakan dalam Pasal 5 Keputusan Mentri
Keuangan Nomor 448 /KMK.017/2000 kegiatan pembiayaan konsumen
dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk
pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran atau
berkala oleh konsumen. Misalnya dalam perusahaan kredit motor atau
mobil yang dilakukan melalui perjanjian fidusia, yang memang dalam
prakteknya sering dapat kita lihat pada perusahaan leasing yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

memberikan jasa pembiayaan konsumen ini pada pembelian kendaraan


bermotor maupun mobil.

2. Kerangka Pemikiran

Debitur
Kreditur
(Etik Sri Sulanjari) (PT Sinarmas Multifinance)
Perjanjian Kredit

Pemberian Jaminan

Jaminan Kebendaan

Kredit Macet

Fidusia

Eksekusi Obyek
Jaminan

Jaminan Fidusia yang Jaminan Fidusia yang


didaftarkan tidak didaftarkan

Pelaksanaan
Eksekusi

commit to user
Akibat Hukum
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

Keterangan Kerangka Berpikir

Dalam kerangka pemikiran tersebut dijelaskan bahwa antara debitur dan


kreditur terbentuk suatu perjanjian pinjam meminjam diawali dengan adanya
kesepakatan para pihak. Dalam kesepakatan untuk membentuk suatu perjanjian
pinjam meminjam, biasanya para pihak sepakat bahwa fasilitas kredit akan
diberikan oleh kreditur apabila debitur memberikan jaminan kepada kreditur guna
menjamin adanya kepastian bahwa debitur akan mengembalikan pinjaman berikut
pokok bunganya kepada kreditur sebagaimana dengan perjanjian yang telah
disepakati oleh para pihak baik secara tertulis maupun lisan, dan jika debitur
wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya maka kreditur dapat menuntut
pemenuhan atas utang-utangnya dari jaminan yang diberikan oleh debitur.
Jaminan yang digunakan dalam perjanjian kredit ini adalah jaminan kebendaan
berupa jaminan fidusia. Dalam jaminan fidusia terdapat pengalihan hak
kepemilikan atas barang dari debitur ke kreditur. Pengalihan itu terjadi atas dasar
kepercayaan dengan janji benda hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam
penguasaan pemilik benda. Dalam pelaksanaan pemberian jaminan fidusia telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Di
tengah-tengah berlangsungnya perjanjian diantara debitur dan kreditur ini ternyata
dalam pelaksanaan kredit debitur disini mengalami kredit macet. Oleh karena hal
tersebut maka kreditur melakukan eksekusi terhadap obyek jaminan tersebut.
Debitur dalam hal ini tidak tinggal diam saja karena eksekusi yang
dilakukan oleh Kreditur tersebut tidak berdasarkan prosedur yang benar. Setelah
dilakukan pemeriksaan ternyata selama perjanjian fidusia berlangsung kreditur
tersebut belum mendaftarkan jaminan fidusianya. Berarti pelaksanaan pemberian
jaminan fidusia tersebut berarti tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 42
tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yeang mengharuskan bahwa jaminan fidusia
harus didaftarkan. Apabila kreditur lalai dalam melaksanakan kewajibannya
tersebut untuk mendaftarkan obyek jaminan fidusia tersebut maka pada saat
terjadinya kredit macet dari pihak debitur yang menimbulkan eksekusi obyek
jaminan tersebut akan ada akibatcommit
hukumto yang
user akan ditimbulkan dari eksekusi
perpustakaan.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

obyek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tersebut. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka penulis ingin mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari
eksekusi barang jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam kasus tersebut dan
bagaimana perlindungan hukum para pihak atas eksekusi obyek jaminan yang
tidak didaftarkan tersebut.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai