id 14
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak
yang saling berhadap-hadapan dansaling memberikan pernyataan yang
cocok satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
3) Mengikatkan dirinya,
4) Didalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak
yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat
kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri
(Handri Raharjo, 2009:41).
Menurut definisi perjanjian yang diterangkan di atas terlihat bahwa
suatu perjanjian merupakan suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji atau kesanggupan baik secara lisan maupun secara
tertulis.Dari hubungan ini timbul suatu perikatan (pengertian abstrak)
antara dua pihak yang membuatnya.Dengan demikian hubungan antara
perikatan dengan perjanjianadalah bahwa perjanjian merupakan salah
satu sumber perikatan,disamping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian
juga dinamakan denganpersetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu sehinggadapat dikatakan dua kata tadi adalah sama
yaitu perjanjian danpersetujuan.
Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk
tertentu,dapat dibuat secara lisan maupun secara tertulis, ketentuan ini
dapat dibuatlisan atau tertulis lebih kepada bersifat sebagai alat bukti
semata apabiladikemudian hari terjadi perselisihan antara pihak-pihak
yang membuatperjanjian. Akan tetapi ada beberapa perjanjian yang
ditentukan bentuknyaoleh peraturan perundang-undangan, dan apabila
bentuk ini tidak dipenuhimaka perjanjian tersebut menjadi batal atau
tidak sah, seperti perjanjianjaminan fidusia dan merupakan Akta
Jaminan Fidusia yang harus dibuatdengan akta notaris.
b. Unsur-Unsur Perjanjian
Dalam Perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya 3 (tiga) unsur
dalam perjanjian,(Kartinicommit
Muljaditodan Gunawan Widjaja,2010:84) yaitu:
user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id
1) Unsur esensialia
Unsur esensialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan
berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau
lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang
membedakan secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur
esensialia ini umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan,
definisi atau pengertian dari suatu perjanjian. Misalnya perjanjian jual
beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar.
2) Unsur Naturalia
Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian
tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya
dalam perjanjian yang mengandung unsur naturia berupa kewajiban
dari penjual untuk menanggung cacat tersembunyi. Ketentuan ini
tidak dapat disimpangi oleh para pihak, karena sifat dari jual beli
menghendaki hal yang demikian.
3) Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian,
yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara
menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak,
yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-
sama oleh para piahak. Dengan demikian maka unsur ini pada
hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus
dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak. Misalnya dalam jual beli
adalah ketentuan mengenai tempat dan saat penyerahan kebendaan
yang dijual atau dibeli.
c. Syarat Sahnya Perjanjian
Aturan mengenai syarat sahnya suatu atau sebuah perjanjian
terdapatdalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata) berbunyi: untuk sahnya suatu perikatan diperlukan empat
commit to user
syarat (R.Subekti, R. Tjitrosudibio, 2001:339). :
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu jani selain untuk
dirinya sendiri”.
seorang individu, yang mana dalam hal objek tersebut adalah tanah,
maka yang menjadi fokusnya adalah status tanah yang berupa persil.
3) Asas Tidak Dapat Dibagi
Asas yang berprinsip bahwa walaupun jumlah nilai hutang yang
dimiliki debitur kepada kreditur dapat dilakukan pembagian atau
pengurangan (misalnya telah dilunasi sebagian), jumlah objek jaminan
yang telah diagunkan tetap tidak dapat dilakukan pembagian atau
pengembalian, sama seperti pada jumlah awal pemberian benda
jaminan tersebut, sampai pada akhirnya hutang telah seluruhnya lunas
barulah benda-benda yang dijadikan agunan tersebut dapat diambil
seluruhnya oleh debitur
4) Asas Inbezitsteling
Asas yang dianut oleh lembagai gadai yang berprinsip bahwa
debitur yang berhutang harus mnyerahkan penguasaan objek
jaminannya pada penerima gadai.Hal ini sesuai dengan Pasal 1152
ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
5) Asas Horizontal
Asas yang berprinsip bahwa tanah dan bangunan tidaklah menjadi
satu, dalam arti tidak satu kesatuan yang mana masing-masing
memiliki sifat serta pengaturan dalam hak-hak atas tanah yang
berbeda bidang.Contohnya adalah pada hak guna bangunan dan hak
pakai.
3. Tinjauan Umum tentang Jaminan Fidusia
a. Pengertian Fidusia
Fidusia merupakan kata atau istilah dari bahasa asing yangsudah
dibakukan ke dalam bahasa Indonesia dan sudah menjadi istilah resmi
dalam hukum di Indonesia. Namun demikian kadang-kadang dalam
bahasa Indonesia istilah “fidusia” ini disebut juga dengan istilah
“Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan”. Sedangkan istilah
“fidusia” dalam bahasa Belanda secaralengkap disebut dengan
commit to userdan dalam bahasa Inggris dikenal
“Fiduciaire Eigendoms Overdracht”,
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu
bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.” Jadi
ketentuan untuk pembebanan jaminan fidusia dalam bentuk akta notaris
merupakan upaya dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum
bagi para pihak yang terkait, karena pada umumnya benda yang menjadi
obyek jaminan fidusia adalah barang yang tidakterdaftar.
e. Pendaftaran Jaminan Fidusia
1) Pelaksanaan Pendaftaran Jaminan Fidusia
Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh pihak
penerima fidusia atau wakilnya atau kuasanya dengan melampirkan
pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia, hal ini sesuai dengan Pasal
13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut dibuat
secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditujukan kepada Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melalui Kantor Pendaftaran
Fidusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia
dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima
fidusia atau wakilnya atau kuasanya dengan melampirkan pernyataan
pendaftaran jaminan fidusia, yang memuat :
a) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia;
b) Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat
kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia;
c) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
d) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia;
e) Nilai penjaminan;
f) Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia.
Sebagai bukti bahwa kreditur telah melakukan pendaftaran
jaminan fidusia adalah diterbitkannya sertifikat jaminan fidusia oleh
commitpada
Kantor Pendaftaran Fidusia, to user
hari pendaftaran dilakukan.Sertifikat
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara.
Eksekusi merupakan tindakan yang berkelanjutan dari keseluruhan
proses hukum acara perdata. Eksekusi merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung
dalam Herziene Inlandsch Reglement (HIR) atauRechtsreglement voor de
buitengewesten (RBG).Dan termasuk juga didalamnya pedoman aturan
eksekusi yang harus merujuk pada pengaturan perundang-undangan
sebagaimana diatur dalam HIR. Tata cara menjalankan putusan yang
disebut juga dengan eksekusi, diatur lebih lanjut dalam Pasal 195 sampai
dengan 208 dan Pasal 224 HIR atau Pasal 206 sampai dengan Pasal 240
dan Pasal 258 HIR. Selain pasal-pasal tersebut, masih terdapat lagi yang
mengatur pelaksanaan eksekusi yaitu Pasal 225 HIR atau 259 HIR.
Kedua pasal ini mengatur eksekusi tentang putusan pengadilan yang
menghukum Tergugat untuk melakukan suatu ”perbuatan tertentu”. Dan
Pasal 180 HIR atau Pasal 1919 HIR, yang mengatur pelaksanaan putusan
secara ”serta merta” (uitoverbaar bij voorraad) meskipun putusan
tersebut belum memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
c. Jenis Eksekusi
Mengenai jenis-jenis eksekusi dapat dilihat dari beberapa pendapat
para ahli. Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata
eksekusi dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, adapun pembagian
jenis eksekusi meliputi :
1) Eksekusi Pasal 196 HIR, yaitu eksekusi pembayaran sejumlah uang.
2) Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR, yaitu menghukum seorang
melakukan sesuatu perbuatan.
3) Eksekusi RiiI yang dalam praktek banyak dilakukan tetapi tidak diatur
dalam HIR (Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata,
1997:130).
Apabila dilihat berdasarkan obyeknya (apa yang dapat dieksekusi),
dibedakan menjadi :
commit to user
1) Eksekusi putusan hakim.
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id
2. Kerangka Pemikiran
Debitur
Kreditur
(Etik Sri Sulanjari) (PT Sinarmas Multifinance)
Perjanjian Kredit
Pemberian Jaminan
Jaminan Kebendaan
Kredit Macet
Fidusia
Eksekusi Obyek
Jaminan
Pelaksanaan
Eksekusi
commit to user
Akibat Hukum
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id
obyek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tersebut. Sehubungan dengan hal
tersebut, maka penulis ingin mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan dari
eksekusi barang jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam kasus tersebut dan
bagaimana perlindungan hukum para pihak atas eksekusi obyek jaminan yang
tidak didaftarkan tersebut.
commit to user